Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Sarah Nanda Putri

NIM : 032111133065

Prinsip-prinsip Hukum Kontrak

Menurut Pasal 1313 BW, perjanjian yang merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
orang atau lebih yang mengikatkan diri terhadap orang lain. Hukum kontrak mengatur terkait
perjanian dan hukum kontrak memiliki prinsip universal yang berlaku, yaitu:

1. Prinsip Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)


Asas ini diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) berarti setiap orang
dapat secara bebas untuk membuat kontrak tentang apapun, di manapun dan kapanpun.
Namun kebebasan ini tentulah bukan kebebasan yang mutlak, karena bagaimanapun
undang-undang tetap membatasinya. Pembatasan itu ialah selama memenuhi syarat
sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum.

Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) berarti setiap orang dapat secara bebas
untuk membuat kontrak tentang apapun, di manapun dan kapanpun secara lisan maupun
tulisan. Namun kebebasan ini tentulah bukan kebebasan mutlak, karena dibatasi oleh
undang-undang. Pembatasan itu ialah selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan
tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum.

2. Prinsip Pacta Sunt Servanda


Asas Pacta Sunt Servanda  dalam hukum kontrak atau perjanjian berarti perjanjian yang
dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana
dimaksud Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
3. Prinsip Konsensualisme
Adapun yang dimaksud dengan asas konsensualisme yaitu para pihak yang mengadakan
perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam
perjanjian yang diadakan itu. Asas ini tercantum dalam salah satu syarat sahnya
perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 ayat (1) menyatakan sebagian
salah satu syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan adanya “sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya”.

Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, dikehendaki juga oleh pihak yang lain. 

4. Prinsip Privity of Contract


Sebuah perjanjian terdapat asas privity of contract yang mana suatu perjanjian hanya
berlaku dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Asas ini memberikan kepastian
hukum terutama dalam hal terjadinya gagal bayar karena ketidakmampuan peminjam
membayar maupun kegagalan pembayaran karena gagalnya sistem oleh penyelenggara
ini seringkali penagihan dilakukan kepada pihak yang tidak tahu menahu akan perjanjian
pinjaman yang dilakukan oleh penerima pinjaman dan pemberi pinjaman melalui
platform penyelenggara. 

5. Prinsip Good Faith atau Itikat Baik


Hal ini diatur pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang dimaksud dengan iktikad baik
berarti melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik. Artinya, dalam melaksanakan perjanjian,
kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia.

Patut diperhatikan, pemahaman substansi iktikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata tidak harus diinterpretasikan secara gramatikal, bahwa iktikad baik hanya muncul
sebatas pada tahap pelaksanaan kontrak. Iktikad baik ini harus dimaknai dalam keseluruhan
proses kontraktual. Artinya, iktikad baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap pra
kontraktual, kontraktual, dan pelaksanaan kontraktual.

6. Prinsip Proposionalitas
Asas proporsionalitas menjawab secara teoritis mengenai bagaimana mengakomodir kepentingan
para pihak yang melakukan hubungan kontraktual. Dengan adanya asas proporsionalitas dalam
perjanjian ini diharapkan kontrak yang tercipta adalah kontrak yang dapat mengakomodir
kepentingan di antara para pihak, baik hak dan kewajiban secara tepat, agar kontrak yang tercipta
adalah kontrak yang saling menguntungkan para pihak (win-win contract)

Anda mungkin juga menyukai