Merupakan asas yang mengandung makna bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun itu, baik yang telah diatur dalam undang- undang, maupun yang belum diatur dalam undang. Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa ”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: Membuat atau tidak membuat perjanjian Mengadakan perjanjian dengan siapa pun; Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 2. Asas konsesualisme Merupakan asas yang berhubungan saat lahirnya perjanjian. Pada pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata, syarat sahnya perjanjian itu karena adanya kata kesepakatan antara dua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan) sebagaimana pada contoh kasus pelanggaran pemilu . 3. Asas kepercayaan Yaitu asas yang mengandung makna bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka sebagaimana perbedaan hukum pidana dan perdata dan contohnya . 4. Asas kekuatan mengikat Yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri atau terlibat pada perjanjian tersebut. Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPdt yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” [AdSense-B] 5. Asas persamaan hukum Yaitu asas yang mengandung maksud bahwa subjek hukum yang membuat perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum sebagaimana juga pada contoh hukum kebiasaan . 6. Asas keseimbangan Yaitu asas yang menginginkan kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian yang telah dijanjikan. 7. Asas kepastian hukum (Asas pacta sunt servada) Yaitu asas yang diakibatkan dari suatu perjanjian dan diatur dalam pasal 1338 ayat 1 dan 2 kuh perdata. Asas tersebut dapat disimpulkan dari kata “……. berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. 8. Asas moral Yaitu asas yang terikat dalam perikatan wajar, artinya perbuatan seseorang yang sukarela tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur dalam contoh hukum positif . 9. Asas Perlindungan Yaitu asas yang memberikan perlindungan hukum antara debitur dan kreditur. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah debitur ddikarenakan berada pada posisi yang lemah sebagaimana fungsi hukum menurut ahli . 10. Asas kepatutan Yaitu asas yang berkaitan dengan ketentuan tentang isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan. Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya dalam tujuan hukum acara pidana . 11. Asas kepribadian Yaitu asas yang mengharuskan seseorang dalam mengadakan perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt. Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. 12. Asas itikad baik Yaitu asas yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian, asas ini menyatakan bahwa apa saja yang harus dilaksanakan dengan memenuhi tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan. Hal ini sesuai dalam pasal 1338 ayat 3. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.