Anda di halaman 1dari 2

asas hukum perjanjian

di dalam Hukum Perjanjian kita mengenal 5 asas penting yang Sekaligus merupakan esensi
Hukum Perjanjian. 5 asas tersebut adalah asas kebebasan mengadakan perjanjian (kontrak),
Asas konsensualime, asas pacta sunt servanda ( asas Kepastian hukum), asas itikad baik,
dan asas kepribadian.

1. asas kebebasan mengadakan perjanjian


kebebasan mengadakan perjanjian adalah salah satu asas dalam hukum umum yang
berlaku di dunia. asas ini memberi kebebasan kepada setiap warga negara untuk
mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan ketertiban umum.
pasal 13 38 ayat (1) kuh perdata menyebutkan, “ semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

asas kebebasan mengadakan perjanjian adalah suatu asas yang memberi kebebasan
kepada para pihak yang mengadakan perjanjian untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian
b. mengadakan perjanjian dengan siapapun
c. menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau tidak tertulis:
d. menerima atau menyimpang dari ketentuan perundang-undangan yang bersifat
opsional

semua perjanjian atau seluruh isi perjanjian, asalkan pembuatannya memenuhi syarat,
berlaku bagi pembuatnya dengan kekuatan yang sama seperti undang-undang. para
pihak membuat perjanjian bebas untuk membuat perjanjian dengan isi apa saja di dalam
sebuah perjanjian dengan memperhatikan batas-batasan hukum yang berlaku.

Syarat sah perjanjian dan tahapan penyusunan perjanjian

A. syarat sah perjanjian


pasal 1313 KUH perdata, yaitu “ suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih”, menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang
menggambarkan adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. rumusan pasal
1313 KUH Perdata Ini mendapat banyak tanggapan dan dipandang kurang
lengkap dan tidak jelas. hal ini dikaitkan dengan perjanjian yang mengikat para
pihak serta melahirkan hak dan kewajiban yang jelas di antara para pihak.
beberapa usulan perbaikan tentang rumusan perjanjian ini adalah agar
mencangkup perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum dan suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
( berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum). Namun, sampai
saat ini rujukan perjanjian masih tetap pada pasal 1313 KUH Perdata.
mengenai syarat sah perjanjian, pasal 1338 Ayat (1) kuhp perdata
menyebutkan bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah.
mengenai sahnya suatu perjanjian diatur dalam pasal 1320 kuhp perdata.
pasal 1320 kuhperdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
1. Ada nya kesepakatan kedua belah pihak
2. kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
3. adanya objek
4. adanya Kausa yang halal.

Adanya Kausa yang halal


suatu sebab yang dibolehkan atau halal berarti kesepakatan yang tertuang dalam suatu
perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan, ketertiban, dan
kesusilaan. KUH perdata memberikan kebebasan membuat perjanjian atau kontrak secara
tertulis maupun tidak tertulis, asalkan memenuhi syarat yang diatur dalam pasal 1320 KUH
perdata. pasal 1320 KUH perdata sendiri juga tidak memberi penjelasan Apa yang dimaksud
dengan Kausa yang halal. di dalam pasal 1 336 kuhp perdata disebutkan, “ jika tidak
dinyatakan suatu sebab, Tetapi ada satu sebab yang halal, ataupun jika ada sesuatu sebab
lain yang tidak terlarang selain dari yang dinyatakan itu, itu perjanjiannya adalah sah”. di
dalam pasal 1337 kuhperdata hanya disebutkan Kausa terlarang yang lengkapnya berbunyi
suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan
dengan kesusilaan baik dan ketertiban umum. sebagai contoh, Oh perjanjian jual beli narkoba
yang tidak sah karena bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan adalah tidak sah
menurut hukum. contoh lainnya, nya a menjual sepeda motor kepada B. akan tetapi,
sepeda. jual beli seperti ini tidak memenuhi tujuan dari pihak p b menginginkan bahwa barang
yang dibelinya itu adalah barang yang sah.
keempat cara tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok. syarat pertama dan kedua disebut
syarat subjektif karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Adapun syarat
ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian.
Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan.
Artinya, bahwa salah membatalkan perjanjian yang disepakati. Namun, jika diantara para
pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah.
Dalam hal syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum.
Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai