Anda di halaman 1dari 13

Nama : Muhammad Akbar Anfasa

NIM : 120370035

Kelas : RB

Mata Kuliah : Remote Sensing

1. Diagram remote sensing

Diagram remote sensing adalah sebuah model sederhana yang menjelaskan bagaimana proses
penginderaan jauh atau remote sensing berlangsung. Diagram ini terdiri dari beberapa
komponen yang bekerja secara terpadu untuk menghasilkan data penginderaan jauh yang
dapat digunakan untuk berbagai aplikasi.

a. Sumber EM

Sumber energi elektromagnetik yang dipancarkan ke arah permukaan bumi, seperti matahari
atau sumber radiasi buatan seperti transmitter pada RADAR atau LIDAR.

b. Objek
Objek yang ingin diambil datanya, seperti permukaan bumi, vegetasi, dan objek lainnya.
Setiap objek target akan memiliki respons yang berbeda terhadap energi yang dipancarkan
oleh sumber energi.

c. Sensor

Alat yang digunakan untuk mendeteksi energi yang dipantulkan oleh objek target. Sensor ini
bisa berupa kamera atau instrumen lainnya yang mampu menangkap energi dalam berbagai
bentuk seperti citra atau data numerik.

d. Gelombang EM

Gelombang elektromagnetik pada remote sensing adalah gelombang yang digunakan untuk
memindai permukaan bumi dan menghasilkan citra atau informasi lainnya tentang obyek di
permukaan tersebut. Gelombang elektromagnetik memiliki berbagai panjang gelombang, dan
masing-masing panjang gelombang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Remote
sensing menggunakan beberapa panjang gelombang yang berbeda untuk mendapatkan
informasi yang berbeda dari permukaan bumi.

e. Interaksi gelombang

Interaksi gelombang pada remote sensing adalah hubungan antara energi yang dipancarkan
oleh sumber energi dan respons yang diterima oleh objek target saat memantulkan atau
menyerap energi tersebut. Terdapat tiga jenis interaksi gelombang pada remote sensing,
yaitu:

1. Interaksi Refleksi (Reflection Interaction): Interaksi refleksi terjadi ketika energi dari
sumber energi dipantulkan kembali oleh objek target. Jumlah energi yang dipantulkan
tergantung pada karakteristik objek target seperti tekstur, warna, dan permukaannya.
Contoh interaksi refleksi dalam remote sensing adalah pengambilan citra dari
permukaan bumi menggunakan satelit atau drone.

2. Interaksi Penyerapan (Absorption Interaction): Interaksi penyerapan terjadi ketika


energi dari sumber energi diserap oleh objek target. Jumlah energi yang diserap
tergantung pada karakteristik objek target seperti material dan komposisinya. Contoh
interaksi penyerapan dalam remote sensing adalah penggunaan sensor untuk
mengukur jumlah gas karbon dioksida di atmosfer.

3. Interaksi Pantulan (Scattering Interaction): Interaksi pantulan terjadi ketika energi dari
sumber energi dipantulkan ke berbagai arah oleh objek target. Interaksi pantulan
terjadi karena objek target memiliki ukuran yang lebih kecil daripada panjang
gelombang sumber energi. Contoh interaksi pantulan dalam remote sensing adalah
pengambilan citra awan menggunakan satelit.

Pemahaman tentang interaksi gelombang pada remote sensing sangat penting karena dapat
membantu dalam interpretasi data yang diperoleh dari sumber energi. Berbagai karakteristik
objek target, seperti warna, tekstur, material, dan komposisi, dapat dianalisis dengan
mempertimbangkan interaksi gelombang yang terjadi pada masing-masing jenis interaksi.
Oleh karena itu, pemahaman tentang interaksi gelombang menjadi salah satu kunci dalam
pengembangan teknologi remote sensing dan aplikasinya dalam berbagai bidang, seperti
penginderaan jauh, geologi, meteorologi, dan penelitian lingkungan.

f. RM aktif dan pasif

1. Remote Sensing Aktif Remote sensing aktif adalah jenis remote sensing di mana
sumber energi (biasanya berupa gelombang elektromagnetik) dipancarkan dari sensor
dan kemudian diterima kembali setelah memantul atau berinteraksi dengan objek
target. Sensor pada remote sensing aktif akan menerima sinyal yang dipantulkan
kembali dan mengukur waktu tempuh sinyal tersebut untuk mengetahui jarak dan
lokasi objek target.

Contoh penggunaan remote sensing aktif adalah:

 RADAR (Radio Detection and Ranging), digunakan untuk memetakan permukaan


bumi, mengamati cuaca, mendeteksi kebakaran hutan, dan pengawasan laut.

 LIDAR (Light Detection and Ranging), digunakan untuk membuat peta topografi,
memantau pergerakan tanah, mengukur ketinggian bangunan, dan pengawasan
keamanan.

2. Remote Sensing Pasif Remote sensing pasif adalah jenis remote sensing di mana
sumber energi (biasanya sinar matahari) dipancarkan dari sumber energi alami dan
kemudian direfleksikan atau dipancarkan kembali oleh objek target. Sensor pada
remote sensing pasif hanya menerima sinyal yang dipantulkan atau dipancarkan
kembali oleh objek target.

Contoh penggunaan remote sensing pasif adalah:

 Pengambilan citra satelit, yang memanfaatkan sinar matahari yang dipantulkan oleh
objek target di permukaan bumi untuk membuat peta, mengamati perubahan
permukaan bumi, dan pemantauan lingkungan.

 Infrared Remote Sensing, yang memanfaatkan panjang gelombang inframerah yang


dipancarkan oleh benda-benda di bumi untuk mendeteksi suhu permukaan bumi,
memantau pergerakan awan, dan mengukur suhu udara.

Dalam penggunaannya, remote sensing aktif dan pasif memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing tergantung pada jenis data yang diinginkan. Pemilihan jenis remote sensing
yang tepat dapat mempengaruhi akurasi dan kualitas data yang diperoleh serta aplikasi yang
digunakan.
2. Citra

Citra pada remote sensing adalah gambar atau representasi visual dari permukaan bumi yang
dihasilkan dari data yang dikumpulkan oleh sensor pada satelit atau pesawat terbang. Citra ini
dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti memetakan dan memantau kondisi
lingkungan, mengidentifikasi perubahan permukaan bumi, dan memperkirakan sumber daya
alam.

a. Resolusi spatial >> pixcel

Resolusi spatial pada remote sensing adalah kemampuan suatu sistem penginderaan jauh
untuk membedakan objek yang terpisah pada permukaan bumi. Resolusi spatial dinyatakan
dalam satuan jarak, seperti meter atau feet, dan menunjukkan seberapa kecil objek dapat
dilihat pada citra yang dihasilkan oleh sistem penginderaan jauh. Semakin tinggi resolusi
spatial, semakin kecil ukuran objek yang dapat dilihat pada citra.

Pixel merupakan elemen terkecil dari citra yang dihasilkan oleh sistem penginderaan jauh.
Setiap pixel merepresentasikan nilai reflektansi atau radiansi pada suatu lokasi di permukaan
bumi. Resolusi spatial berkaitan erat dengan ukuran pixel, di mana semakin kecil ukuran
pixel pada citra, semakin tinggi pula resolusi spatial yang dapat dicapai.

Sebagai contoh, jika sebuah citra memiliki resolusi spatial sebesar 1 meter dan ukuran pixel
sebesar 1 meter, maka setiap pixel pada citra merepresentasikan area dengan ukuran 1 meter
x 1 meter pada permukaan bumi. Namun, jika ukuran pixel pada citra diperkecil menjadi 0,5
meter, maka resolusi spatial citra juga meningkat menjadi 0,5 meter, yang artinya sistem
penginderaan jauh dapat membedakan objek dengan ukuran lebih kecil dari 1 meter pada
citra.

Semakin tinggi resolusi spatial, semakin besar pula jumlah pixel yang dibutuhkan untuk
menghasilkan citra dengan ukuran yang sama. Oleh karena itu, semakin tinggi resolusi
spatial, semakin besar pula kebutuhan akan daya proses komputasi untuk memproses dan
menyimpan data citra yang dihasilkan. Selain itu, semakin tinggi resolusi spatial, semakin
mahal pula biaya produksi dan pemasaran data citra yang dihasilkan.

Resolusi spatial pada citra remote sensing memiliki peran yang penting dalam berbagai
aplikasi, seperti pemetaan lahan, pemantauan lingkungan, dan pengawasan keamanan.
Semakin tinggi resolusi spatial, semakin banyak pula detail yang dapat dilihat pada citra,
sehingga dapat memberikan informasi yang lebih akurat dan detail tentang objek atau
fenomena yang diamati.
b. Resolusi spectral >> bandwidth

Resolusi spectral pada remote sensing adalah kemampuan suatu sistem penginderaan jauh
untuk membedakan variasi dalam spektrum elektromagnetik dari suatu objek atau permukaan
di permukaan bumi. Resolusi spectral dinyatakan dalam satuan panjang gelombang, seperti
nanometer atau mikrometer, dan menunjukkan seberapa kecil perbedaan spektral yang dapat
dilihat pada citra yang dihasilkan oleh sistem penginderaan jauh. Semakin tinggi resolusi
spectral, semakin kecil perbedaan spektral yang dapat dicapai.

Bandwidth adalah rentang panjang gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh
suatu sistem penginderaan jauh. Rentang ini biasanya dinyatakan dalam satuan nanometer
atau mikrometer dan dapat berbeda-beda tergantung pada jenis sensor dan aplikasi. Satu
sensor dapat memiliki satu atau beberapa bandwidth yang berbeda-beda.

Band adalah saluran yang digunakan oleh suatu sensor untuk menangkap data dalam rentang
panjang gelombang tertentu. Setiap band merepresentasikan satu rentang panjang gelombang
yang dapat ditangkap oleh sensor, dan jumlah band pada suatu sensor dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis sensor dan aplikasi. Sebagai contoh, sensor satelit Landsat memiliki 11
band, yang masing-masing merepresentasikan rentang panjang gelombang yang berbeda-
beda.

Hubungan antara resolusi spectral, bandwidth, dan band pada suatu sensor dapat dijelaskan
sebagai berikut. Semakin banyak band yang dimiliki oleh suatu sensor, semakin banyak pula
informasi spektral yang dapat diperoleh dari citra yang dihasilkan oleh sensor tersebut.
Namun, perbedaan spektral yang dapat dilihat pada setiap band tergantung pada resolusi
spectral sensor. Semakin tinggi resolusi spectral, semakin kecil perbedaan spektral yang
dapat dilihat pada setiap band, sehingga memberikan informasi spektral yang lebih detail dan
akurat.

Sebagai contoh, sensor satelit Landsat memiliki 11 band dengan resolusi spectral yang
berbeda-beda. Band 1 sampai 7 memiliki resolusi spectral sebesar 30 meter, sementara band
8 memiliki resolusi spectral sebesar 15 meter, dan band 9 sampai 11 memiliki resolusi
spectral sebesar 100 meter. Setiap band merepresentasikan rentang panjang gelombang
tertentu dan memungkinkan sensor untuk mengukur reflektansi atau radiasi yang dipancarkan
oleh permukaan bumi pada rentang tersebut. Dengan demikian, citra Landsat memberikan
informasi spektral yang cukup detail dan akurat untuk berbagai aplikasi seperti pemetaan
lahan, pengawasan lingkungan, dan pemantauan bencana alam.

c. Resolusi radiometrik >> bit-range

Resolusi radiometrik pada remote sensing mengacu pada kemampuan sistem penginderaan
jauh untuk membedakan variasi kecerahan atau intensitas radiasi elektromagnetik dari suatu
objek atau permukaan di permukaan bumi. Resolusi radiometrik diukur dalam bit, yang
menunjukkan jumlah level kecerahan yang dapat dibedakan oleh sistem penginderaan jauh
pada setiap piksel citra. Semakin tinggi resolusi radiometrik, semakin banyak level kecerahan
yang dapat dibedakan pada citra yang dihasilkan, dan semakin detail informasi kecerahan
yang dapat diperoleh.

Bit-range adalah rentang nilai numerik yang dapat dinyatakan oleh sistem penginderaan jauh
dalam setiap bit citra. Rentang ini biasanya dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat, seperti 0
hingga 255 pada citra digital 8-bit. Jumlah bit pada citra dapat berbeda-beda tergantung pada
jenis sensor dan aplikasi, dan pada umumnya diukur dalam kelipatan 2, seperti 8-bit, 16-bit,
atau 32-bit.

Hubungan antara resolusi radiometrik dan bit-range pada citra dapat dijelaskan sebagai
berikut. Setiap bit pada citra dapat merepresentasikan dua pangkat nilai numerik, misalnya 0
dan 1 pada citra digital 1-bit, atau 0 hingga 255 pada citra digital 8-bit. Semakin tinggi bit-
range pada citra, semakin banyak nilai kecerahan yang dapat direpresentasikan oleh sistem
penginderaan jauh pada setiap piksel citra. Misalnya, pada citra digital 8-bit, sistem
penginderaan jauh dapat merepresentasikan 2^8 atau 256 level kecerahan yang berbeda.

Ketika sebuah citra memiliki resolusi radiometrik yang tinggi, seperti 16-bit atau 32-bit,
maka citra tersebut dapat merepresentasikan lebih banyak level kecerahan atau intensitas
radiasi pada setiap piksel citra, sehingga memberikan informasi yang lebih detail dan akurat
tentang objek atau permukaan yang dipantau. Namun, citra dengan resolusi radiometrik yang
tinggi memerlukan kapasitas penyimpanan yang lebih besar dan waktu pemrosesan yang
lebih lama untuk analisis data. Sebagai contoh, citra Landsat memiliki resolusi radiometrik 8-
bit, yang memberikan 256 level kecerahan yang dapat dibedakan pada setiap piksel citra.
d. Akuisisi data

Akuisisi data pada remote sensing adalah proses mengumpulkan data atau informasi tentang
suatu objek atau fenomena di permukaan bumi menggunakan sensor yang terpasang di
pesawat udara atau satelit. Data yang diperoleh selama akuisisi dapat berupa citra digital, data
spektral, data altimetri, dan data lainnya yang berkaitan dengan sifat fisik dan kimia
permukaan bumi.

Proses akuisisi data pada citra remote sensing melibatkan beberapa tahap, yaitu:

1. Perencanaan misi: Tahap ini meliputi pemilihan jenis sensor yang akan digunakan,
jenis pesawat atau satelit yang digunakan, serta rencana penerbangan atau orbit untuk
memperoleh data sesuai dengan kebutuhan.

2. Penerbangan atau orbit: Sensor pada pesawat atau satelit akan merekam informasi
tentang objek atau fenomena di permukaan bumi selama melakukan penerbangan atau
mengorbit di sekitar bumi. Selama proses ini, data yang diperoleh disimpan dalam
media penyimpanan sementara, seperti memori onboard atau transmitter data.

3. Transfer data: Setelah proses penerbangan atau orbit selesai, data yang diperoleh akan
ditransfer ke stasiun pengolahan data di bumi menggunakan link downlink.

4. Pengolahan data: Data yang telah ditransfer akan diolah dan diubah menjadi citra
digital menggunakan perangkat lunak pengolahan citra. Tahap ini meliputi koreksi
radiometrik, koreksi geometrik, dan rekonsiliasi data.

5. Validasi data: Tahap ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh
akurat dan valid. Proses validasi meliputi perbandingan data dengan data lapangan
dan evaluasi kualitas citra.
Setelah proses akuisisi data selesai, citra remote sensing yang telah dihasilkan dapat
digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti pemetaan, pengelolaan sumber daya alam,
pemantauan lingkungan, dan analisis lainnya.

e. Jenis

Jenis citra pada remote sensing dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan
karakteristiknya, di antaranya:

1. Citra optik atau citra elektromagnetik: Citra ini dihasilkan dari perekaman cahaya
yang dipantulkan oleh objek di permukaan bumi, yang kemudian diterima oleh sensor
pada pesawat atau satelit. Citra optik terdiri dari tiga jenis citra, yaitu citra
pancromatic, citra multispektral, dan citra hiperpektral.

2. Citra radar: Citra ini dihasilkan dari perekaman gelombang radar yang dipancarkan ke
permukaan bumi, kemudian diterima kembali oleh sensor pada pesawat atau satelit.
Citra radar umumnya lebih berguna pada kondisi cuaca buruk atau pada wilayah yang
tidak dapat dipantau menggunakan citra optik.

3. Citra termal: Citra ini dihasilkan dari pengukuran radiasi inframerah yang
dipancarkan oleh objek di permukaan bumi. Citra termal biasanya digunakan untuk
memantau suhu permukaan bumi dan aktivitas vulkanik.

4. Citra lidar: Citra ini dihasilkan dari pengukuran waktu tempuh pantulan sinar laser
dari permukaan bumi. Citra lidar biasanya digunakan untuk memperoleh informasi
tentang topografi dan vegetasi di permukaan bumi.

Setiap jenis citra memiliki karakteristik dan kegunaan yang berbeda, tergantung pada
kebutuhan aplikasi yang diinginkan. Oleh karena itu, pemilihan jenis citra yang tepat sangat
penting dalam pengolahan data dan analisis pada remote sensing.

3. Citra Optik

Citra optik pada remote sensing adalah jenis citra yang dihasilkan dari sensor yang dapat
menangkap radiasi elektromagnetik yang terlihat oleh mata manusia. Sensor optik ini
biasanya terdiri dari kamera konvensional yang terpasang pada pesawat terbang atau satelit,
dan mampu menghasilkan citra dengan kualitas resolusi tinggi.

a. Panjang gelombang

Panjang gelombang mempengaruhi citra optik karena citra optik dibentuk dari cahaya yang
dipantulkan oleh objek di permukaan bumi, dan cahaya mempunyai panjang gelombang yang
berbeda-beda. Citra optik terdiri dari tiga jenis citra, yaitu citra pancromatic, citra
multispektral, dan citra hiperpektral, dan masing-masing jenis citra menggunakan rentang
panjang gelombang yang berbeda-beda.

 Citra pancromatic: Citra ini menggunakan panjang gelombang tunggal atau


monokromatik dalam rentang 0,45-0,90 mikrometer (um) pada spektrum
elektromagnetik. Citra pancromatic memiliki resolusi spasial yang lebih tinggi karena
cahaya yang dipantulkan oleh objek diukur hanya pada satu panjang gelombang.

 Citra multispektral: Citra ini menggunakan beberapa panjang gelombang atau spektral
band pada rentang 0,45-2,50 mikrometer (um) pada spektrum elektromagnetik. Citra
multispektral digunakan untuk mendapatkan informasi tentang sifat fisik objek di
permukaan bumi, seperti vegetasi, air, tanah, dan bangunan.

 Citra hiperpektral: Citra ini menggunakan banyak panjang gelombang atau spektral
band yang lebih sempit pada rentang 0,4-2,5 mikrometer (um) pada spektrum
elektromagnetik. Citra hiperpektral digunakan untuk memperoleh informasi yang
lebih detail tentang sifat fisik objek di permukaan bumi, seperti jenis tanah, kadar air,
dan kandungan mineral.

Jadi, panjang gelombang sangat penting dalam pembentukan citra optik karena rentang
panjang gelombang yang digunakan pada setiap jenis citra optik berbeda-beda dan memiliki
kegunaan yang berbeda pula dalam aplikasi remote sensing.

b. Bandwidth

Bandwidth atau lebar pita sangat mempengaruhi citra optik pada citra hiperpektral karena
citra hiperpektral menggunakan banyak band atau panjang gelombang yang lebih sempit pada
rentang 0,4-2,5 mikrometer (um) pada spektrum elektromagnetik. Bandwidth atau lebar pita
juga berpengaruh pada resolusi spektral dari citra optik.

Dalam citra hiperpektral, setiap band atau panjang gelombang yang digunakan memiliki
bandwidth yang berbeda-beda tergantung pada instrumen yang digunakan dalam
pengambilan citra tersebut. Semakin sempit bandwidth-nya, semakin detail informasi yang
bisa didapatkan dari citra tersebut. Sebaliknya, semakin lebar bandwidth-nya, semakin sedikit
detail informasi yang bisa didapatkan.

Selain itu, bandwidth juga berkaitan dengan kualitas citra, semakin besar bandwidth yang
digunakan, semakin besar pula noise yang dihasilkan oleh citra tersebut, sehingga kualitas
citra akan semakin buruk. Oleh karena itu, dalam pengambilan citra hiperpektral, perlu
memperhatikan penyeimbangan antara jumlah band dan bandwidth yang digunakan agar citra
yang dihasilkan memiliki kualitas dan informasi yang cukup serta tidak terlalu banyak noise.
c. Keunggulan dan kelemahan

Berikut adalah keunggulan dan kelemahan citra optik:

Keunggulan citra optik:

1. Resolusi spasial yang tinggi: Citra optik dapat memberikan informasi dengan resolusi
spasial yang tinggi, sehingga memungkinkan untuk mengidentifikasi objek-objek
yang kecil di permukaan bumi.

2. Data citra mudah diolah: Citra optik dapat diproses dengan mudah dan cepat, karena
data citra yang diperoleh relatif sederhana dan terstruktur.

3. Biaya relatif murah: Citra optik lebih murah dibandingkan dengan jenis citra remote
sensing lainnya, seperti citra radar atau citra satelit dengan teknologi yang lebih
canggih.

4. Data citra dapat diakses dengan mudah: Citra optik dapat diperoleh dengan mudah
melalui berbagai sumber, seperti pihak-pihak pemerintah, penyedia jasa penginderaan
jauh, maupun citra-citra satelit yang tersedia secara gratis di internet.

Kelemahan citra optik:

1. Terbatas pada kondisi cuaca yang baik: Citra optik sangat bergantung pada kondisi
cuaca yang baik, sehingga pengambilan citra optik akan terganggu oleh keberadaan
awan, kabut, atau cuaca buruk lainnya.

2. Terbatas pada waktu pengambilan citra: Citra optik hanya dapat diambil pada waktu-
waktu tertentu, seperti di siang hari atau pada saat kondisi cahaya cukup terang. Hal
ini membatasi penggunaan citra optik untuk beberapa aplikasi yang memerlukan citra
dengan waktu pengambilan yang fleksibel.

3. Rentang panjang gelombang yang terbatas: Citra optik hanya dapat menangkap
cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada rentang spektrum elektromagnetik,
sehingga tidak dapat digunakan untuk pengambilan citra pada rentang panjang
gelombang tertentu, seperti pada citra radar atau citra hiperpektral.

4. Tidak dapat menembus awan atau cuaca buruk: Citra optik tidak dapat menembus
awan atau cuaca buruk lainnya, sehingga citra optik tidak dapat digunakan dalam
kondisi cuaca buruk atau pada wilayah-wilayah yang sering tertutup awan.

d. Pra pemrosesan

Pra-pemrosesan citra optik adalah tahap awal dalam pengolahan citra remote sensing. Tujuan
dari pra-pemrosesan citra adalah untuk mengurangi noise, menyesuaikan citra dengan kondisi
penginderaan, serta memperbaiki kualitas citra untuk memperoleh hasil analisis yang lebih
akurat. Berikut adalah beberapa tahapan dalam pra-pemrosesan citra optik:

1. Koreksi radiometrik: Tahap ini bertujuan untuk mengoreksi nilai piksel pada citra
agar sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh sensor pada saat pengambilan
citra. Koreksi radiometrik juga dilakukan untuk menghilangkan noise dan
mengoptimalkan kontras citra.

2. Koreksi geometrik: Tahap ini bertujuan untuk mengoreksi distorsi geometrik pada
citra, seperti pergeseran dan rotasi citra, sehingga citra dapat diregistrasi dengan citra
lainnya atau dengan peta referensi.

3. Koreksi atmosferik: Citra optik dapat terpengaruh oleh kondisi atmosfer saat
pengambilan citra, seperti kabut, debu, atau asap. Tahap ini bertujuan untuk
menghilangkan efek dari atmosfer pada citra, sehingga dapat memperbaiki kualitas
citra dan meningkatkan akurasi analisis.

4. Peningkatan kontras: Tahap ini dilakukan untuk meningkatkan kontras pada citra,
sehingga lebih mudah dikenali dan diinterpretasikan. Peningkatan kontras dapat
dilakukan dengan berbagai teknik, seperti histogram equalization, contrast stretching,
atau sharpening.

5. Filtrasi: Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan noise pada citra, seperti noise
radiometrik atau noise speckle. Filtrasi dapat dilakukan dengan berbagai teknik,
seperti median filtering, mean filtering, atau wavelet filtering.

Cara melakukan pra-pemrosesan citra optik dapat dilakukan dengan menggunakan software
pengolahan citra, seperti ENVI, ERDAS Imagine, atau ArcGIS. Setelah citra optik telah
melalui tahap pra-pemrosesan, citra siap untuk dianalisis dan diinterpretasikan untuk berbagai
aplikasi seperti pemetaan, analisis vegetasi, pengendalian banjir, dan lain sebagainya.

e. Komposit

Komposit adalah teknik pengolahan citra optik yang menggabungkan beberapa citra dalam
satu citra baru dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat dari
obyek atau fenomena yang diamati. Teknik komposit dilakukan dengan menggabungkan
beberapa citra yang diambil pada waktu yang berbeda atau menggunakan band spektral yang
berbeda pada satu citra. Berikut adalah beberapa cara untuk melakukan komposit pada citra
optik:

1. Komposit spasial: Teknik ini menggabungkan beberapa citra dengan resolusi spasial
yang sama, yang diambil pada waktu yang berbeda, dan masing-masing citra
merepresentasikan keadaan yang berbeda. Misalnya, dalam pemantauan perubahan
tata guna lahan, beberapa citra yang diambil pada musim kemarau dan musim hujan
dapat digabungkan menjadi satu citra untuk memperoleh informasi yang lebih
lengkap tentang perubahan tata guna lahan.

2. Komposit spektral: Teknik ini menggabungkan beberapa citra yang diambil dengan
menggunakan band spektral yang berbeda. Teknik ini dapat menghasilkan citra baru
dengan kombinasi band spektral yang dapat memberikan informasi yang lebih akurat
tentang obyek yang diamati. Misalnya, kombinasi band merah, hijau, dan biru pada
citra optik dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang vegetasi dan kualitas
tanah.

3. Komposit temporal: Teknik ini menggabungkan beberapa citra yang diambil pada
waktu yang berbeda dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang perubahan
yang terjadi pada obyek atau fenomena yang diamati. Misalnya, citra yang diambil
pada waktu yang berbeda dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang
perubahan pola aliran sungai atau pergerakan massa air di laut.

Cara melakukan komposit pada citra optik dapat dilakukan dengan menggunakan software
pengolahan citra, seperti ENVI, ERDAS Imagine, atau ArcGIS. Pada umumnya, langkah-
langkah yang dilakukan dalam melakukan komposit adalah memilih citra yang akan
digunakan, menentukan band spektral atau waktu yang akan digunakan, dan melakukan
penggabungan atau blending citra menjadi satu citra baru yang lebih informatif. Setelah citra
berhasil dikomposit, citra tersebut dapat digunakan untuk analisis atau interpretasi lebih
lanjut.

f. Interpretasi

Interpretasi pada remote sensing adalah proses mengidentifikasi, mengklasifikasikan, dan


menganalisis informasi yang terdapat pada citra remote sensing. Tujuan utama dari
interpretasi adalah untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang obyek atau
fenomena yang terdapat pada citra dan memperoleh informasi yang berguna dalam berbagai
aplikasi.

Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan dalam melakukan interpretasi pada citra
remote sensing:

1. Visualisasi: Interpretasi dapat dimulai dengan melakukan visualisasi pada citra untuk
mengidentifikasi pola dan struktur yang ada pada citra. Visualisasi dapat dilakukan
dengan memperbesar citra dan memperhatikan karakteristik obyek yang ada pada
citra.

2. Analisis spasial: Interpretasi dapat dilakukan dengan melakukan analisis spasial pada
citra, seperti analisis tekstur, pola, dan bentuk obyek yang terdapat pada citra. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengolahan citra, seperti segmentasi,
filtering, dan edge detection.

3. Klasifikasi: Interpretasi dapat dilakukan dengan melakukan klasifikasi pada citra


untuk mengidentifikasi dan membedakan obyek yang terdapat pada citra. Klasifikasi
dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan teknik klasifikasi otomatis,
seperti Maximum Likelihood, K-Nearest Neighbor, dan Neural Network.

4. Validasi: Interpretasi dapat dilakukan dengan melakukan validasi pada citra untuk
memastikan keakuratan interpretasi. Validasi dapat dilakukan dengan
membandingkan hasil interpretasi dengan data lapangan atau citra yang diambil pada
waktu yang berbeda.

Dalam melakukan interpretasi pada citra remote sensing, dibutuhkan pengetahuan tentang
karakteristik citra, obyek yang diamati, serta penggunaan teknik pengolahan citra dan
klasifikasi. Interpretasi yang baik akan menghasilkan informasi yang akurat dan berguna
dalam berbagai aplikasi, seperti pemetaan tata guna lahan, pemantauan lingkungan, dan
pengelolaan sumber daya alam.

Anda mungkin juga menyukai