Anda di halaman 1dari 18

BAB III.

INDERAJA DENGAN SENSOR JAUH

3.1 Konsep Dasar Sensor dan sistem sensor

Sensor adalah alat untuk mengukur dan merekam energi


elektromagnetik. Sejarah telah menunjukkan bahwa kemajuan
dalam ilmu material dan teknik telah menjadi pendorong penting
dalam pengembangan teknologi sensor. Misalnya, sensitivitas
suhu hambatan listrik dalam berbagai bahan dicatat pada awal
1800-an dan diterapkan oleh Wilhelm von Siemens pada 1860
untuk mengembangkan sensor suhu berdasarkan resistor tembaga.
Stabilitas resonansi tinggi dari kristal kuarsa tunggal, serta sifat
piezoelektriknya, telah memungkinkan berbagai sensor kinerja
tinggi yang sangat luas dan terjangkau yang telah memainkan
peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan bidang pertahanan.
Selanjutnya teknologi sensor teus berkembang melalui
pengembangan pemrosesan silikon berskala besar, yang
memungkinkan metode baru untuk mengubah fenomena fisik
menjadi output listrik yang dapat dengan mudah diproses oleh
komputer. (https://www.nap.edu/read/4782/chapter/4).
Berikut beberapa istilah dari sensor :
a. Elemen sensor: Mekanisme transduksi mendasar (mis.,
Bahan) yang mengubah satu bentuk energi menjadi
bentuk lainnya. Beberapa sensor dapat menggabungkan
lebih dari satu elemen sensor (mis., Sensor gabungan)
b. Sensor: Elemen sensor termasuk kemasan fisik dan
koneksi eksternal (mis., Listrik atau optik).
c. Sistem sensor: Sebuah sensor dan berbagai perangkat
keras pemrosesan sinyal (analog atau digital) dengan
pemrosesan baik dalam atau pada paket yang sama atau
terpisah dari sensor itu sendiri.
Dalam sistem penginderaan jauh, sensor dapat dibedakan
dalam 2 kategori yaitu: Sensor Aktif, mempunyai sumber energi
sendiri. Pengukuran dengan sensor aktif lebih dapat dikontrol
karena tidak tergantung kepada kondisi cuaca dan waktu.  Sebagai
contoh sensor aktif antara lain scanner LASER, RADAR
altimeter, Citra RADAR, dsb. Sensor Pasif, tergantung pada
sumber energi dari luar, yaitu matahari. Sehingga penginderaan
jauh sistem pasif menerima energi yang dipantulkan dan/atau
dipancarkan dari permukaan bumi.
Teknologi penginderaan jauh satelit menggunakan sensor
dengan saluran tampak mata (visible) dan inframerah. Kamera
fotografi adalah merupakan sensor pasif yang paling lama dan
umum dipakai. Sebagai contoh lain sensor pasif adalah gamma-
ray spectrometer, kamera udara, kamera video dan scanner
multispektral dan termal, dsb.
Berdasarkan panjang gelombang, sensor dibedakan
menjadi Sensor Visible (0,4 – 0,7) mm, Sensor Infra merah
(1 – 10) mm dan Sensor gelombang mikro (1 mm – 1 m)

32
seperti tertera pada Tabel 2. Pada Tabel 3 tertera perbandingan
beberapa sensor satelit yang bekerja pada panjang gelombang
visible.

Tabel 2. Klasifikasi Radiasi Elektromagnetik


Jenis sensor Panjang Gelombang

Visible 0,4 ~ 0,7 mm

Infrared Near infrared 0,7 ~ 1,3 mm

Shortwave infrared 1,3 ~ 3 mm

Intermediate infrared 3 ~ 8 mm

Thermal infrared 8 ~ 14 mm

Far infrared 14mm ~ 1 mm

Microwave Millimeter (EHF) 1 ~ 10 mm

Centimeter (SHF) 1 ~ 10 cm

Decimeter (UHF) 0,1 ~ 1 m

33
Tabel 3. Perbandingan kanal/band Sea WiFS, CZCS dan Landsat
TM

Hal penting diperhatikan untuk sensor adalah karakteristik


spectral dan karakteristik spasial. Karakteristk spektral
berhubungan dengan lebar band. Suatu sensor mempunyai
lebar band yang lebih kecil dari sensor yang lain maka sensor
itu dikatakan mempunyai resolusi spektral yang lebih tinggi.
Sebagai contoh sensor Landsat TM band 1 (biru) mempunyai
kisaran panjang gelombang (0,45 – 0,52) mm, sedangkan sensor
SeaWiFS band biru mempunyai kisaran antara (0.402-0.422) mm,
maka resolusi spektral sensor SeaWIFS lebih tinggi dari Landsat
TM.
Karakteristik geometri berhubungan dengan Angular Field
of View (AFOV) dan Instantaneous Field of View (IFOV). IFOV
(Instantaneous Field of View) merupakan suatu ukuran resolusi

34
spasial dari sistem penginderaan jauh. IFOV memiliki atribut
berikut: Sudut padat yang melaluinya detektor sensitif terhadap
radiasi. IFOV adalah sudut pandang sesaat yang berhubungan
dengan unit sampling yang menentukan besarnya elemen
gambar/pixel atau area terkecil yang dapat dideteksi sensor
(ground resolution/resolusi spasial/pixel) (Gambar 7). Ukuran
pixel bergantung pada IFOV dan ketinggian sensor. Sebagai
contoh, IFOV sebesar 2.5 milli radians, maka luas area terkecil
yang dideteksi sensor adalah 2,5 x 2,5 m pada ketinggian sensor
1000 m. AFOV (sudut scanning) adalah sudut pandang
maksimum sensor yang efektif mendeteksi REM. AFOV
menentukan besarnya luas sapuan (swath width) (Gambar 9).

Gambar 9. IFOV dan AFOV (Sumber :


https://jpt.spe.org/airborne-remote-sensing-
technologies-detect-quantify-hydrocarbon-releases )

35
Prinsip perekaman oleh sensor dalam pengambilan data
melalui metode penginderaan jauh dilakukan berdasarkan
perbedaan daya reflektansi energi elektromagnetik masing-masing
objek di permukaan bumi. Daya reflektansi yang berbeda-beda
oleh sensor akan direkam dan didefinisikan sebagai objek yang
berbeda yang dipresentasikan dalam sebuah citra.

Gambar 10. Proses perekaman permukaan bumi oleh sensor


Penginderaan Jauh (Sumber : Tropenbos
Indonesia)

3.2 Pembentukan Citra

Citra merupakan salah satu hasil teknologi penginderaan


jauh. Lebih lanjut citra dibedakan atas citra foto dan citra nonfoto.
Citra foto (kemudian disebut foto udara) merekam dengan
kamera, perekamannya secara serentak untuk satu lembar foto
udara dan menggunakan tenaga tampak atau perluasannya
(ultraviolet atau inframerah dekat).
36
Citra nonfoto merekam dengan sensor lain selain kamera
(sensor yang mendasarkan atas penyiaman atau scaning).
Perekamannya bagian demi bagian dan dapat menggunakan
bagian mana pun dari seluruh jendela atmosfer, bahkan dapat
menggunakan pita serapan di dalam penginderaan jauh.
Secara matematis fungsi intensitas cahaya pada bidang
dwimatra disimbolkan dengan f(x, y), yang dalam hal ini:
(x, y) : koordinat pada bidang dwimatra
f(x, y) : intensitas cahaya (brightness) pada titik (x, y)
Gambar 11 memperlihatkan posisi koordinat pada bidang
citra. Sistem koordinat yang diacu adalah sistem koordinat
kartesian, yang dalam hal ini sumbu mendatar menyatakan
sumbu-X, dan sumbu tegak menyatakan sumbu-Y.

Gambar 11. Cara Menentukan Koodinat Titik Di Dalam


Citra.

37
Karena cahaya merupakan bentuk energi, maka intensitas
cahaya bernilai antara 0 sampai tidak berhingga, 0 ≤ f(x, y) < ∞.
Nilai f(x, y) sebenarnya adalah hasil kali dari [GON77]:
1. i(x, y) = jumlah cahaya yang berasal dari sumbernya
(illumination), nilainya antara 0 sampai tidak berhingga, dan
2. r(x, y) = derajat kemampuan obyek memantulkan cahaya
(reflection), nilainya antara 0 dan 1.
Gambar 12 memperlihatkan proses pembentukan intensitas
cahaya. Sumber cahaya menyinari permukaan objek. Jumlah
pancaran (iluminasi) cahaya yang diterima objek pada koodinat
(x, y) adalah i(x, y). Objek memantulkan cahaya yang diterimanya
dengan derajat pantulan r(x, y). Hasil kali antara i(x, y) dan r(x, y)
menyatakan intensitas cahaya pada koordinat (x, y) yang
ditangkap oleh sensor visual pada sistem optik.
Jadi,
f(x, y) = i(x, y) × r(x, y)
yang dalam hal ini,
0 ≤ i(x, y) < ∞.
0 ≤ r(x, y) ≤ 1
sehingga
0 ≤ f(x, y) < ∞.

38
Gambar 12. Pembentukan Citra [PIT93]
Nilai i (x, y) ditentukan oleh sumber cahaya, sedangkan r(x,
y) ditentukan oleh karakteristik objek di dalam gambar. Nilai
r(x,y) = 0 mengindikasikan penerapan total, sedangkan r(x,y) = 1
menyatakan pemantulan total. Jika permukaan mempunyai derajat
pemantulan nol, maka fungsi intensitas cahaya, f(x, y), juga nol.
Sebaliknya, jika permukaan mempunyai derajat pemantulan 1,
maka fungsi intensitas cahaya sama dengan iluminasi yang
diterima oleh permukaan tersebut.

3.3 Persepsi warna

Persepsi warna pada citra (color images) umumnya lebih


kaya dibandingkan dengan citra hitam putih (greyscale), karena
itu citra berwarna lebih disenangi daripada citra hitam putih.Citra
berwarna akan menampilkan warna objek seperti warna aslinya
(meskipun tidak selalu tepat demikian).
Pada citra warna, setiap titik mempunyai warna spesifik
yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar yaitu: merah,
39
hijau dan biru. Format citra ini sering juga disebut sebagai citra
RGB (red-green-blue). Setiap warna dasar memiliki intensitas
sendiri dengan nilai maksimumnya 255 (8 bit). Sebagai contoh,
warna kuning adalah perpaduan warna antara warna merah
dengan warna hijau yang nilai RGB-nya adalah 255 255 0.
Dengan demikian setiap titik pada citra warna membutuhkan data
3 byte.
Jumlah kombinasi warna yang mungkin untuk format citra
ini adalah 224 atau lebih dari 16 juta warna, dengan demikian bisa
dianggap mencakup semua warna yang ada, sehingga format citra
ini dikenal dengan true color. Jumlah memori yang dibutuhkan
untuk format citra warna true color adalah tiga kali jumlah titik
yang ada dalam citra yang ditinjau.
Warna yang diterima oleh mata dari sebuah objek
ditentukan oleh warna sinar yang dipantulkan oleh objek tersebut.
Sebagai contoh, suatu objek berwarna hijau karena objek tersebut
memantulkan sinar biru dengan panjang gelombang 450 sampai
490 nanometer (nm).
Warna sinar yang direspon oleh mata adalah sinar tampak (
visible spectrum) dengan panjang gelombang berkisar dari 400
(biru) sampai 700 nm (merah). Lihat Gambar 13.

40
Gambar 13. Spektrum Cahaya (Sumber :
https://bahan.kanopitop.com/2020/09/ide-21-
spektrum-warna.html )

Warna-warna yang diterima oleh mata manusia merupakan


hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda.
Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang
memberikan rentang warna yang paling lebar adalah red (R),
green(G), dan blue(B). Ketiga warna tersebut dinamakan warna
pokok (primaries), dan sering disingkat sebagai warna dasar
RGB. Warna-warna lain dapat diperoleh dengan mencampurkan
ketiga warna pokok tersebut dengan perbandingan tertentu
(meskipun tidak sepenuhnya benar, karena tidak semua
kemungkinan warna dapat dihasilkan dengan kombinasi RGB
saja), sesuai dengan teori Young (1802) yang menyatakan bahwa
sembarang warna dapat dihasilkan dari percampuran warna-warna
pokok C1, C2, dan C3 dengan persentase tertentu[PIT93]:
C= a C1+ b C2 + c C3

41
Pada tahun 1931, Commission Internationale de l’´Eclairage
(CIE) mendefinisikan tiga standar komponen warna utama : X, Y
dan Z. yang dapat ditambahkan untuk membentuk semua
kemungkinan warna. Warna utama Y dipilih sedemikian rupa
sehingga fungsi kecocokan warnanya secara tepat mencocokkan
fungsi luminous efisiensi mata manusia berdasarkan penjumlahan
ketiga warna seperti pada gambar berikut.

Gambar 14. Diagram CIE Chromaticity

Diagram Chromaticity diatas menunjukkan semua visible


colours. Sumbu x dan y merupakan nilai normalisasi warna utama
X dan Y untuk suatu warna, dan z = 1−x−y menyatakan jumlah Z
utama yang diperlukan. Chromaticity bergantung pada panjang
gelombang dan saturation dominan, dan tidak bergantung pada
energi luminan. Warna dengan nilai chromaticity yang sama tetapi

42
dengan luminan berbeda akan terpetakan pada titik yang sama di
regian tersebut.
Warna spectrum utama murni berada pada bagian kurva
batas daerah, dan suatu sinar putih standar memiliki warna yang
didefinisikan berada dekat tetapi tidak di titik dengan persamaan
energi x = y = z = 1/3. Warna komplementer, yaitu warna yang
ditambahkan ke warna putih, berada di titik akhir suatu garis yang
melewati titik tersebut
Bila citra warna didigitasi, maka tiga buah filter digunakan
untuk mengekstraksi intensitas warna merah, hijau, dan biru, dan
bila ketiganya dikombinasikan kita memperoleh persepsi warna.

3.4 Klasifikasi dan Interpretasi citra

Perkembangan teknologi dan internet telah membuka peluang


untuk menggunakan photo udara dan citra satelit untuk banyak
orang dari berbagai disiplin ilmu dan minat. Melalui berbagai
server, data citra satelit dan pesawat terbang menjadi semakin
ramah pengguna. Citra satelit adalah materi baru yang sebelumnya
diklasifikasikan sebagai data rahasia, tetapi sekarang tersedia secara
terbuka dan mudah untuk diperolehnya.
Interpretasi citra didefinisikan sebagai ekstraksi informasi
kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk peta, tentang bentuk,
lokasi, struktur, fungsi, kualitas, kondisi, hubungan antara dan
antara objek, dll. dengan menggunakan pengetahuan atau
pengalaman manusia.
43
Untuk mendapatkan informasi klasifikasi dari data yang kita
inginkan, data citra penginderaan jauh yang sudah dikoreksi
kemudian diinterpretasi. Dalam melakukan interpretasi digunakan
9 unsur interpretasi, yaitu: rona/warna, tekstur, bayangan/tinggi,
ukuran, pola, asosiasi, lokasi, bentuk, dan konvergensi bukti.
Secara umum, proses atau tahapan interpretasi adalah
proses deteksi, klasifikasi, identifikasi dan analisis, serta
delineasi kelas habitat dasar perairan laut dangkal (Sutanto,
1994). Proses utama dalam interpretasi adalah klasifikasi
citra. Klasifikasi citra adalah proses pengalihan kelas tutupan
lahan ke piksel. Misalnya, kelas meliputi air, perkotaan, hutan,
pertanian, dan padang rumput.
Ada tiga teknik klasifikasi utama dalam penginderaan jauh,
yakni klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised), klasifikasi
terbimbing (Supervised) dan klasifikasi citra berbasis objek
(Object-based image analysis). Klasifikasi tak terbimbing dan
terbimbing adalah dua pendekatan yang paling umum. Namun,
klasifikasi berbasis objek telah mendapatkan popularitas lebih
karena berguna untuk data resolusi tinggi
(https://gisgeography.com/image-classification-techniques-
remote-sensing/).

44
3.4.1 Klasifikasi Citra

a. Klasifikasi Tak terbimbing (Unsupervised)


Klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised) dilakukan
dengan mengelompokkan piksel pada citra menjadi beberapa
kelas hanya berdasarkan pada perhitungan statistik tertentu tanpa
menentukan sampel piksel (training) yang digunakan oleh
komputer sebagai acuan untuk melakukan klasifikasi. Identifikasi
ulang dilakukan dengan membandingkan citra hasil koreksi
untuk menghasilkan klasifikasi yang lebih sedikit (penggabungan
kelas/merging) sesuai dengan klasifikasi yang dibutuhkan pada
skala hasil. Pada proses interpretasi ulang ini dibantu secara visual
menggunakan citra komposit warna atau data hasil kerja lapangan
sebagai dasar penggabungan kelas. Algoritma yang disarankan
digunakan dalam klasifikasi tidak terbimbing adalah isodata
classification.
b. Klasifikasi Terbimbing (Supervised)
Klasifikasi terbimbing merupakan proses pengelompokkan
piksel pada citra menjadi beberapa kelas tertentu dengan
berdasarkan pada statistik sampel piksel (training) atau region of
interrest ditentukan oleh pengguna sebagai piksel acuan yang
selanjutnya digunakan oleh komputer sebagai dasar melakukan
klasifikasi.

45
c. Klasifikasi Citra Berbasis Objek
Klasifkasi berbasis objek dilakukan untuk mengenali objek
berdasarkan kelompok piksel, bukan berdasarkan individu piksel.
Teknik ini dikenal dengan Object-Based Image Analysis (OBIA)
atau feature extraction. Klasifikasi ini mempertimbangkan aspek
spektral dan aspek geospasial objek yang dikaji. Objek dibentuk
melalui proses segmentasi yang merupakan proses
pengelompokan piksel yang mempunyai karakteristik spektral
dan geospasial yang homogen.

3.4.2 Interpretasi Citra

Citra satelit seperti peta: penuh dengan informasi yang


berguna dan menarik, asalkan kita dapat memahminya memiliki.
Citra dapat menunjukkan kepada kita perubahan garis pantai,
luasan sebaran mangrove, luasan penyebaran tumpahan minya di
laut, seberapa banyak perubahan kota, seberapa baik tanaman kita
tumbuh atau di mana lahan dan hutan terbakar. Untuk memahami
informasi yang ada dalam cintra satelit, diperlukan :
a. Cari skala
b. Cari pola, bentuk, dan tekstur
c. Tentukan warna (termasuk bayangan)
d. Temukan utara
e. Pertimbangkan pengetahuan anda sebelumnya
Kiat-kiat ini datang dari para penulis dan visualisator
Observatorium Bumi, yang menggunakannya untuk menafsirkan
46
citra setiap hari. Kiat ini akan membantu kita cukup berorientasi
untuk menarik informasi berharga dari citra satelit.
(https://earthobservatory.nasa.gov/features/ColorImage)
Menurut Este dan Simonett, 1975 interprestasi citra
merupakan kegiatan mengkaji citra atau foto udara untuk dengan
tujuan mengidentifikasi objek dan nilai penting objek tersebut. Pada
dasarnya Teknik Interpretasi citra terbagi menjadi dua cara yaitu:
1. Interprestasi secara manual
Interpretasi secara manual adalah interpretasi data
penginderaan jauh yang mendasarkan pada pengenalan
ciri/karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek
dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk,
ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan
konvergensi bukti.
2. Interprestasi secara digital
Interpretasi secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang
informasi spektral yang disajikan pada citra. Dasar interpretasi
citra digital berupa klasifikasi citra pixel berdasarkan nilai
spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam
pengklasifikasian citra secara digital, mempunyai tujuan khusus
untuk mengkategorikan secara otomatis setiappixel yang mempunyai
informasi spectral yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola
spektral, pengenalan pola spasial dan pengenalan pola temporal

47
yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan(spasial)
tertentu.

Gambar 15. Proses Interpretasi Citra (Sumber : http://wtlab.iis.u-


tokyo.ac.jp/wataru/lecture/rsgis/rsnote/cp7/7-2-1.gif)

48

Anda mungkin juga menyukai