Anda di halaman 1dari 9

Penginderaan jauh atau disebut juga remote sensing adalah ilmu dan seni untuk

mendapat informasi mengenai objek, daerah, serta fenomena melalui analisa data dengan suatu
alat tanpa dilakukan kontak langsung terhadap objek, daerah, dan fenomena yang diteliti
(Lillesand dan Kiefer, 1979). Adapun menurut Aronoff dalam Sutanto (2016), penginderaan
jauh adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek dari suatu jarak
tertentu (jauh).

Lindgren (1985) mengemukakan bahwa, penginderaan jauh merupakan variasi teknik


yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi mengenai bumi. Informasi berupa
radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan dari permukaan bumi. Menurut
Insyani (2010), penginderaan jauh merupakan cara penggambaran keadaan suatu wilayah
melalui alat penginderaan atau sensor yang pada umumnya dipasang di wahana baik berupa
balon udara, pesawat udara, satelit, dan masih banyak lagi. Menurut Anddree (2008),
penginderaan jauh merupakan ilmu mengenai pengumpulan informasi mengenai objek di
permukaan bumi dengan menggunaan sensor tanpa ada kontak langsung dengan objek yang
diamati. Pantulan cahaya atau seumber energi lainnya ditangkap dan direkam, serta
diinterpretasikan, kemudian dilakukan analisa.

Penginderaan jauh pada awalnya dilakukan melalui teknik interpretasi foto udara. Tahun
1919 dimulai pemotretan melalui pesawat udara dengan dilakukan interpretasi foto udara
(Danoedoro, 2012). Teknik penginderaan jauh kemudian berkembang menggunakan sistem
satelit yang pertama kali diluncurkan oleh Amerika Serikat tahun 1972 melalui satelit
sumberdaya ERTS-1 (Earth Resources Technology Satelite – 1). Satelit ini selanjutnya diberi
nama satelit Landsat-1. Keberadaan satelit sangat efisien karena mampu merekam hampir
seluruh permukaan bumi dan kemudian menjadi bagian penting untuk berbagai kegiatan analisis
permukaan bumi (Purwadi, 2001).

Konsep dari penginderaan jauh adalah gelombang elektromagnetik. Setiap benda


memiliki dan memancarkan gelombang elektromagnetik. Tidak semua spektrum elektromagnetik
digunakan dalam penginderaan jauh. Spektrum yang biasa digunakan dalam penginderaan jauh
adalah sebagian dari spektrum ultraviolet (290-400 nm), spektrum tampak (400-700 nm),
spektrum inframerah dekat (700-900 nm), spektrum inframerah menengah (3000-5000 nm), dan
spektrum inframerah jauh (8000-14000 nm) (Bambang, 1986).
Danoedoro (2012) menerangkan bahwa apabila tenaga elektromagnetik mengenai objek
permukaan bumi, maka akan terdapat tiga kemungkinan interaksi tenaga yaitu dipantulkan,
diserap, dan ditransmisikan. Hubungan timbal balik interaksi tenaga tersebut dinyatakan sebagai
berikut :
EI (λ) = ER (λ) + EA (λ) + ET (λ)
Dimana :
EI (λ) = tenaga yang mengenai benda
ER (λ) = tenaga yang dipantulkan
EA (λ) = tenaga yang diserap
ET (λ) = tenaga yang ditransmisikan
Keberadaan setiap objek dapat dideteksi beradasarkan pantulan atau pancaran gelombang
elektromagnetik yang dilakukan objek tersebut. Cara objek memberikan respon gelombang
elektromagnetik yang mengenainya berbeda-beda. Setiap objek memiliki respon yang relatif
serupa untuk tiap spektrumnya, maka respon objek ini sering disebut sebagai respon spektral.
Pemahaman mengenai respon pantulan spektral suatu objek akan memberikan kemudahan
analisa penginderaan jauh.
Sistem penginderaan jauh terbangun atas beberapa komponen yang saling mendukung.
Komponen tersebut meliputi sumber tenaga, atmosfir, interaksi tenaga dengan objek di
permukaan bumi, dan sensor (Sutanto, 1987).
Gambar Sistem
Penginderaan jauh berdasarkan sumber tenaganya dibagi menjadi dua yaitu, sistem pasif
dan sistem aktif. Sistem pasif tenaga elektromagnetiknya berasal dari matahari, sehingga sistem
pasif hanya bisa digunakan di siang hari dan sangat bergantung pada kondisi cuaca. Sistem aktif
menggunakan tenaga buatan yang disebut tenaga pulsa yang dipancarkan dari satelit, kemudian
dipantulkan oleh objek di permukaan bumi, lalu ditangkap dan direkam kembali oleh sensor pada
satelit (Sutanto, 1987).
Gambar interaksi dengan atmosfer
Tenaga elektromagnetik penginderaan jauh baik sistem pasif maupun sistem aktif untuk
sampai di sensor akan dipengaruhi oleh atmosfer. Atmosfer mengandung banyak gas seperti (O 3,
CO2) dan uap air (H2O). Tenaga elektromagnetik yang mengenai atmosfer akan mengalami tiga
peristiwa hambatan yaitu dihamburkan, dipantulkan, dan diserap. Atmosfer akan mempengaruhi
tenaga elektromagnetik atau bersifat selektif terhadap panjang gelombang hingga muncul istilah
atmospheric windows atau jendela atmosfer. Jendela atmosfer adalah bagian spektrum
elektromagnetik yang dapat mencapai permukaan bumi (Hadi, 2019).
Interaksi tenaga elektromagnetik dengan objek di permukaan bumi terdiri atas tiga yaitu
dipantukan, diserap dan ditransmisikan. Bentuk interaksi dan besar tenaga yang dipantulkan,
diserap, dan ditransmisikan akan berbeda-beda untuk setiap objeknya. Hal ini dapat diartikan
bahwa apabila tenaga yang dipantulkan pada suatu lahan sama dengan tempat lain maka bisa
diasumsikan lahan tersebut memiliki karakteristik tutupan lahan yang sama (Lillesand dan Kiefer
1990).
Sensor penginderaan jauh yang terpasang pada wahana seperti pada balon udara,
pesawat, dan satelit akan menerima tenaga yang dipantulkan dari permukaan bumi. Sensor
dirancang untuk memiliki kepekaan terhadap spektrum elektromagnetik tertentu. Penggunaan
berbagai macam sensor yang terpasang di wahana akan dihasilkan berbagai macam citra atau
citra multispectral. Citra ini kemudian dapat diproses dan dilakukan pengolahan data oleh
berbagai pengguna untuk berbagai keperluan (Hadi, 2019).
Satelit Landsat (Land Satellite) adalah satelit milik Amerika Serikat yang diluncurkan
pertama kali tahun 1972 dengan nama ERTS-1 (Earth Resourches Technology Satellite -1),
kemudian diluncurkan seri yang kedua tahun 1975 dan berganti nama menjadi Landsat. Satelit
Landsat terus berkembang dan mengalami perubahan desain sensor untuk mendapatkan citra
yang lebih baik dan beragam (Danoedoro, 2012).
Landsat 8 diluncurkan pada 11 Februari 2013 di California Amerika Serikat. Satelit ini
adalah pengembangan dari satelit sebelumnya. Satelit Landsat 8 mengorbit pada ketinggian 705
km. Landsat 8 memiliki 2 macam sensor, yaitu OLI (Operational Land Imager) dengan 9 saluran
(visible, SWIR, NIR) dengan resolusi spsial 30 meter kecuali untuk saluran 8 pankromatik dengan
resolusi spasial 15 meter. Sensor kedua yaitu TIRS(Thermal Infrared Sensor). TIRS merekam
citra pada dua saluran inframerah termal dengan resolusi 100 meter. TIRS dan sensor OLI saling
terintegrasi sehingga citra yang dihasilkan terkalibrasi secara radiometrik dan geometrik dengan
resolusi temporal selama 16 hari dan cakupan area mencapai 185 km x 180 km (USGS, 2013)
Satelite Landsat 8 dilengkapi dengan peralatan multispektral 11 saluran dengan resolusi
spasial 15-100 m untuk setiap pikselnya. Karakteristik tiap saluran Landsat 8 dapat dilihat pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Saluran Landsat 8 OLI/TIRS
Landsat 8 OLI/TIRS Band Wavelength (µm) Resolusi (m)
Band 1 – Coastal aerosol 0,43 – 045 30
Band 2 – Blue 0,45 – 0,51 30
Band 3 – Green 0,53 – 0,59 30
Band 4 – Red 0,64 – 0,67 30
Band 5 – Near Infrared (NIR) 0,85 – 0,88 30
Band 6 – SWIR 1 1,57 – 1,65 30
Band 7 – SWIR 2 2,11 – 2,29 30
Band 8 – Panchromatic 0,50 – 0,68 15
Band 9 – Cirrus 1,36 – 1,38 30
Band 10 – Thermal Infrared (TIRS) 1 10,6 – 11,19 100
Band 11 – Thermal Infrared (TIRS) 2 11,50 – 12,51 100
Sumber : USGS, 2013
Citra merupakan gambaran rekaman objek yang dihasilkan dengan cara optik, elektro-
optik, optik-mekanik, atau elektronik. Citra penginderaan jauh adalah data berupa gambar yang
didapat dalam sistem penginderaan jauh. (Sutanto, 1987). Ditinjau berdasarkan sudut pandang
matematis, citra merupakan fungsi kontinu atas intensitas cahaya pada bidang dua dimensi.
Sumber cahaya menerangi objek, kemudian objek memantulkan kembali seluruh atau sebagian
cahaya lalu ditangkap oleh alat optis atau elektro-optis (Murni dkk, 1992).
Citra satelit merupakan citra digital yang didalamnya mengandung informasi dalam
format digital. Citra digital dibangun oleh oleh elemen gambar disebut piksel. Setiap piksel
memuat informasi mengenai warna, ukuran, dan lokasi dari objek. Informasi warna piksel
disebut digital number (DN). DN menggambarkan intensitas dari gelombang elektromagetik
yang ditangkap sensor. DN ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara hitam dan putih
(gray scale) (Puntodewo, 2003).
Unit terkecil data digital adalah bit yang terdri dari angka binel 0 atau 1. Kumpulan dari
sejumlah 8 bit akan membentuk sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai 0 – 255. Dalam
citra digital nilai intensitas energi atau yang dimaksud DN ditulis dalam satuan byte. Citra
penginderaan jauh menggunakan derajat keabuan atau gray scale, dimana nilai 0
menggambarkan hitam dan nilai 255 putih (Puntodewo, 2003).
Gambar Piksel
Interpretasi citra adalah kegiatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi
objek dan arti objek tersebut (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1994). Menurut Sutanto (1994)
dalam proses interpretasi citra terdapat tiga hal penting yang perlu dilakukan , yaitu :

1. Deteksi
Deteksi citra adalah kegiatan pengamatan tengtang adanya suatu objek, misalnya
pendeteksian objek disebuah daerah perairan.
2. Identifikasi
Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah dideteksi
dengan keterangan yang cukup, misalnya berdasarkan ukuran, bentuk, dan letak objek
tersebut adalah perahu.
3. Analisa
Pengumpulan keterangan lebih lanjut, misalnya bahwa perahu tersebut berisi 3 orang.

Menurut Danoedoro (2012) resolusi atau disebut juga daya pisah (resolving power)
adalah kemampuan sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi spasial yang
berdekatan atau secara spektral memiliki kemiripan/kesamaan. Resolusi berperan penting
sebagai karakteristik yang menunjukkan level detail dari sebuah citra. Resolusi dalam
penginderaan jauh menurut Sutanto (2016) dibagi menjadi empat macam yaitu :
1. Resolusi Spasial
Resolusi spasial dalam citra digital merupakan ukuran objek terkecil yang dapat dideteksi
oleh sistem penginderaan jauh. Resolusi ini biasanya dituliskan dalam satuan meter per
piksel. Resolusi spasial yang semakin kecil maka resolusi spasial citra maka semakin
jelas dan detail citra tersebut.
Gambar Resolusi Spasial
2. Resolusi Spektral
Resolusi spektral adalah kemampuan sensor untuk merekam objek dengan lebar pita
(bandwidth) atau kisaran panjang gelombang elektromagnetik tertentu. Resolusi spektral
akan menentukan kemampuan sistem penginderaan jauh untuk membedakan informasi
objek berdasarkan nilai pantulan atau pancaran spektralnya. Praktisnya dapat disebutkan
jika sebuah citra memiliki saluran yang banyak dan sempit maka kemampuan untuk
membedakan objek berdasarkan respons spektralnya semakin tinggi (Danoedoro, 2012).
Citra dapat dikatakan memiliki resolusi spektral tinggi jika semakin banyak jumlah
salurannya dengan interval panjang gelombangnya yang semakin sempit (Sutanto, 2016).
3. Resolusi Radiometrik
Resolusi radiometrik merupakan kemampuan sensor untuk menerima dan menuliskan
respons spektral objek. Respon spektral dating mencapai sensor dengan intensitas
bervariasi. Selisih respon yang paling lemah dapat dibedakan sensor yang peka. Hal ini
juga berkaitan dengan kemampuan sensor mengubah intensitas pantulan atau pancaran
spektral menjadi angka digital dan dinyatakan dalam bit. Sensor yang merekam dengan 8
bit resolusi radiometriknya lebih tinggi daripada dengan 6 bit (Sutanto, 2016).
4. Resolusi Temporal
Resolusi temporal merupakan kemampuan sistem perekaman citrasatelit dalam merekam
ulang / daerah yang sama. Setiap satelit memiliki kemampuan untuk merekam ulang
objek yang sama dalam periode yang berbeda-beda. Seperti satelit SPOT memiliki
resolusi temporal 26 hari dan Landsat 16 hari (Danoedoro, 2012)

LST

LST atau suhu permukaan tanah dapat didefinisikan sebagai suatu temperatur rata-rata
dari suatu permukaan, yang digambarkan dalam cakupan suatu piksel dengan berbagai tipe
permukaan yang berbeda (Kerr et al., 1992 dalam Fatimah, 2012). Suhu permukaan merupakan
salah satu parameter kunci bagi neraca energi di permukaan dan juga merupakan parameter
utama klimatologis, Prinsip dasar yang dikembangkan dalam deteksi suhu udara mengacu
kepada prinsip fisika caha pada black body temperature. Pada dasarnya setiap panjang
gelombang akan sensitif terhadap respon suhu permukaan yang mempengaruhi nilai pantul objek
(Tursilowati, 2007). Fluks gelombang elektromagnetik yang terpantul kembali ke atmosfer dapat
dikendalikan oleh suhu permukaan. Suhu permukaan sangat tergantung pada keadaan parameter
permukaan lainnya, seperti albedo, kelembaban permukaan, kondisi dan tingkat penutupan
vegetasi (Voogt, 1996, dalam Prasasti, 2004).

LST telah menjadi salah satu parameter yang paling penting yang digunakan dalam
menilai keberadaan UHI pada suatu wilayah berdasarkan penerapan citra satelit (Min et al.,
2018). Hasil pengukuran kanal termal pada data satelit dapat digunakan untuk pemetaan pola
suhu permukaan pada skala waktu dan spasial yang lebih luas. Menurut USGS (2019) LST dapat
diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut :

1. Spektral Radian
Digital number (DN) pada citra dikonversi menjadi spektral radian dengan menggunakan
persamaan berikut:
L λ=M L ×Qcal + A L
Dimana :
L λ = Radian spektral pada band 10 (W/m2.srad.µm)
M L = Radiance multiplicative scaling factor dari metadata (RADIANCE_MULT_
BAND_10)
Qcal = Nilai piksel citra satelit band 10 (DN)
A L = Radiance additive scaling factor dari metadata (RADIANCE_ADD_BAND10)
2. ToA (Top of Atmospheric) Brightness Temperature
Brightness temperature adalah ukuran pancaran radiasi gelombang mikro dari puncak
atmosfer menuju satelit. Brightness temperature didasarkan pada konsep radiasi benda
hitam. Radiasi benda hitam memiliki spektrum dan intensitas tertentu yang bergantung
pada temperatur benda (Urfiyah, 2019). Nilai dari Brightness temperature inilah yang
menjadi nilai LST. Perhitungan Brightness temperature didapat melalui persamaan
matematis sebagai berikut :

K2
T B= −273 ,5

( )
K
1+ ln ⁡ 1

Dimana :
T B = Brightness temperature (°C)
K 1 = Konstanta kalibrasi band-specific thermal dari metadata
K1_CONSTANT_BAND_10)
K 2 = Konstanta kalibrasi band-specific thermal dari metadata
(K2_CONSTANT_BAND10)
L λ = Radian spektral pada band 10 (W/m2.srad.µm)

Anda mungkin juga menyukai