Anda di halaman 1dari 12

BAB I

BAB II

1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.
Data yang didapatkan ini biasanya dalam bentuk citra satelit yang kemudian diolah
sesuai dengan kebutuhan sampai akhirnya tercipta informasi yang diinginkan
(Fathoni, 2015). Menurut Baumann dan Emeritus (2008), penginderaan jauh dapat
dipahami melalui Gambar III-1

Gambar III-1 Konsep Penginderaan Jauh


Informasi diperoleh dengan cara deteksi dan pengukuran berbagai
perubahan yang terdapat pada lahan dimana objek berada. Proses tersebut dilakukan
dengan cara perabaan atau perekaman energi yang dipantulkan atau dipancarkan.
Informasi secara potensial tertangkap pada suatu ketinggian melalui energi yang
terbangun dari permukaan bumi, yang secara detail didapatkan dari resolusi spasial,
spektral dan temporal lahan tersebut (Utomo, 2017).
Tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh adalah tenaga penghubung
yang membawa data tentang objek ke sensor berupa bunyi, daya magnetik, gaya
berat, atau elektromagnetik. Namun, dalam penginderaan jauh hanya energi atau
tenaga yang berupa elektromagnetik saja yang dapat digunakan. Tenaga

III-1
elektromagnetik pada sistem pasif adalah cahaya matahari. Cahaya matahari yang
mengenai objek di permukaan bumi kemudian sebagian diserap dan sebagian
dipancarkan kembali oleh objek tersebut sehingga sensor dapat menangkap
gelombang elektromagnetik yang berasal dari objek-objek yang berada di
permukaan bumi. Sensor yang digunakan untuk menangkap gelombang
elektromagnetik dapat dipasang pada satelit ataupun pada pesawat terbang
(biasanya menggunakan pesawat drone). Setelah sensor menangkap gelombang
elektromagnetik kemudian sensor merubahnya menjadi sinyal-sinyal digital yang
akhirnya tersimpan dalam ruang penyimpanan sensor (Ardiansyah, 2018).
III.1.1 Komponen Penginderaan Jauh
Komponen-komponen dalam penginderaan jauh merupakan serangkaian
objek yang saling berkaitan dan bekerja sama secara terkoordinasi untuk melakukan
penginderaan. Rangkaian dalam komponen penginderaan jauh terdiri dari sumber
tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dan objek, sensor dan wahana, perolehan data
dan pengguna data (Fathoni, 2015). Menurut Fathoni (2015), komponen
pengideraan jauh dapat dilihat pada Gambar III-2. Energi berinteraksi dengan
benda dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari
benda ke sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat
radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data dikirimkan ke stasiun penerima dan
diproses menjadi format yang siap dipakai, siantaranya berupa citra dan digunakan
oleh pemakai (Lillesand, Kiefer, & Chipman, 2015).

Gambar III-2 Komponen Penginderaan Jauh


1. Sumber Tenaga
Sumber tenaga dalam proses penginderaan jauh terdiri atas tenaga alamiah
dan tenaga buatan. Tenaga alamiah yakni sinar matahari, sedangkan tenaga
buatan adalah berupa gelombang mikro. Fungsi tenaga tersebut yaitu

III-2
menyinari objek permukaan bumi dan memantulkannya pada sensor. Adapun
jumlah tenaga yang diterima oleh objek di setiap tempat berbeda-beda. Hal
itu bergantung pada keadaan cuaca, topografi atau bentuk permukaan bumi
dan waktu penyinaran. Jumlah energi yang diterima oleh suatu objek saat
matahari berada pada posisi tegak lurus (siang hari) lebih besar daripada saat
posisi miring (pagi atau sore hari). Makin banyak energi yang diterima suatu
objek, makin cerah warna objek tersebut (Ilham, 2020).
2. Atmosfer
Atmosfer adalah lapisan udara yang terdiri atas berbagai jenis gas, antara lain
karbondioksida, nitrogen, dan oksigen. Molekul gas yang terdapat pada
atmosfer tersebut dapat menyerap memantulkan dan melewatkan radiasi
elektromagnetik. Oleh karena itu, di dalam penginderaan jauh terdapat istilah
jendela atmofer, yaitu bagian spektrum gelombang elektromagnetik yang
dapat mencapai bumi. Dengan demikian keadaan atmosfer sangat
berpengaruh terhadap pancaran energi. Keadaan atmosfer dapat menghalangi
pancaran sumber tanaga ke muka bumi. Kondisi tersebut menghalangi
interaksi antara tenaga dan objek (Ilham, 2020).
Proses hambatan di atmosfer dapat berbentuk serapan, pantulan dan
hamburan. Hamburan adalah pantulan ke arah serba beda yang disebabkan
oleh benda yang permukaannya kasar dan bentuknya tidak menentu.
III.1.2 Teknik Pengumpulan Data
Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam peralatan tergantung
kepada objek atau fenomena yang sedang diamati. Umumnya teknik-teknik
penginderaan jauh memanfaatkan radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau
dipantulkan oleh objek yang diamati dalam frekuensi tertentu seperti inframerah,
cahaya tampak dan gelombang mikro (Gambar III-3). Hal ini memungkinkan
karena faktanya objek yang diamati (tumbuhan, rumah, permukaan air dan udara)
memancarkan atau memantulkan radiasi dalam panjang gelombang dan intensitas
yang berbeda-beda. Metode penginderaan jauh lainnya antara lain yaitu melalui
gelombang suara, gravitasi atau medan magnet (Gambar III-4) (Sutrisno, 2010).

III-3
Gambar III-3 Panjang Gelombang Elektromagnetik

Gambar III-4 Gravitasi dan Medan suara


III.2 Landsat-8 OLI
III.2.1 Satelit Landsat-8 OLI
Citra Landsat OLI/TIRS merupakan salah satu jenis citra satelit
penginderaan jauh yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh pasif. Pada
landsat 8, terdapat 11 saluran dimana tiap saluran menggunakan panjang
gelombang tertentu. Satelit landsat, yang bisa dilihat pada Gambar III-5,
merupakan satelit dengan jenis orbit sunsynchronous. Mengorbit bumi dengan
hampir melewati kutub, memotong arah rotasi bumi dengan sudut inklinasi 98,20
dan ketinggian orbitnya 705 km dari permukaan bumi. Luas liputan per scene 185
km x 185 km. Landsat mempunyai kemampuan untuk meliputi daerah yang sama
pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km (Martono,
2008).

Gambar III-5 Landsat 8 OLI

III.2.2 Sensor Satelit Landsat-8 OLI


Satelit Landsat membawa instrumen-instrumen tertentu dalam tugasnya
mencitrakan bumi. Menurut (Hizba, 2015) instrumen-instrumen tersebut adalah:
1. Return Beam Vidicon (RBV).

III-4
Instrumen ini pada dasarnya merupakan sistem sensor mirip kamera televisi
yang merekam gambar permukaan bumi di sepanjang lintasan satelit.
Perangkat RBV dapat dilihat pada Gambar III-6.

Gambar III-6 Sensor RBV dan MSS


2. Multi Spectral Scanner (MSS)
Sistem sensor ini berupa sistem scanner yang secara bersamaan dapat
merekam bagian permukaan bumi yang sama (scene) dengan menggunakan
beberapa domain panjang gelombang yang berbeda. Perangkat MSS dapat
dilihat pada Gambar III-6.
3. Thematic Mapper (TM)
Instrumen ini adalah sistem sensor berupa crosstrack scanner. Pada satelit
Landsat, sistem sensor ini merekam data 7 band dari domain terlihat (visible)
hingga inframerah thermal (LWIR). Perangkat TM dapat dilihat pada
Gambar III-7.

Gambar III-7 Sensor TM

III-5
4. Enhanced Thematic Mapper (ETM)
ETM atau ETM+ pada Landsat 7 adalah sistem sensor yang merupakan
perbaikan dari sistem TM dengan tambahan band pankromatik yang
beresolusi 15 m x 15 m untuk mendapatkan resolusi spasial yang lebih
tinggi. Perangkat ETM dapat dilihat pada Gambar III-8.

Gambar III-8 Sensor ETM


5. Operational Land Imager (OLI)
Pada landsat 8 yang merupakan buatan Ball Aerospace. Sistem sensor ini
memiliki 9 band dan terdapat 2 band yang baru terdapat pada satelit
Program Landsat yaitu Deep Blue Coastal/Aerosol Band (0.433-0.453
mikrometer) untuk deteksi wilayah pesisir serta Shortwave-InfraRed Cirrus
Band (1.360–1.390 mikrometer) untuk deteksi awan cirrus. Perangkat OLI
dapat dilihat pada Gambar III-9.

Gambar III-9 Sensor OLI


6. Thermal InfraRed Sensors (TIRS)
Instrumen ini juga terdapat pada satelit landsat 8. Sensor ini dibuat
oleh NASA Goddard Space Flight Center, terdapat dua band pada
region thermal yang mempunyai resolusi spasial 100 meter. Perangkat
TIRS dapat dilihat pada Gambar III-10.

III-6
Gambar III-10 Sensor TIRS
III.3 Hutan Mangrove
Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut,
sehingga hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang. Hutan mangrove dapat
tumbuh pada pantai karang, yaitu pada karang koral mati yang di atasnya ditumbuhi
selapis tipis pasir atau ditumbuhi lumpur atau pantai berlumpur. Hutan mangrove
terdapat didaerah pantai yang terus menerus atau berurutan terendam dalam air laut
dan dipengaruhi pasang surut, tanahnya terdiri atas lumpur dan pasir. Secara
harafiah, luasan hutan mangrove ini hanya sekitar 3% dari luas seluruh kawasan
hutan dan 25% dari seluruh hutan mangrove didunia (Saparinto, 2007).
Ekosistem mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak
terlepas dari tekanan tersebut. Pada saat ini telah terjadi konversi ekosistem
mangrove menjadi lahan pertanian, perikanan (pertambakan) dan pemukiman.
Pulau Batanta merupakan salah satu pulau di Kepulauan Raja Ampat yang memiliki
hutan mangrove dengan kondisi masih baik serta tersebar di beberapa tempat. Pulau
Batanta menyediakan wisata ekowisata mangrove yang cukup populer di Indonesia.
Semakin bertambahnya waktu maka perubahan dari tutupan lahan mangrove di
Pulau Batanta akan mengalami besar kecilnya perubahan lahan, baik perubahan
luasan maupun perubahan bentuk dari kawasan Pulau Batanta.

III-7
Gambar III-11 Hutan Mangrove
III.4 Indeks Vegetasi
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari
pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data
sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan
antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah
dekat (nearinfrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan
pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun
akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal
tersebut akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk di antaranya
wilayah perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah
dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukkan nilai rasio yang tinggi
(minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan kondisi
sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum)
inframerah dekat sedangkan pada sinar merah pantulan vegetasi menurun. Pola
pantulan spektral air menurun pada sinar inframerah dan merah.
Vegetasi yang akfif melakukan fotosintesis akan menyerap sebagian besar
gelombang merah sinar matahari dan mencerminkan gelombang inframerah dekat
lebih tinggi. Vegetasi yang sudah mati atau stres (kurang sehat) lebih banyak
mencerminkan gelombang merah dan lebih sedikit pada gelombang inframerah
dekat.
Normalized Differential Vegetation Index (NDVI) merupakan ukuran yang
sehat, vegetasi hijau. Kombinasi formulasi perbedaan normalisasi dan penggunaan
tertinggi penyerapan dan pantulan daerah klorofil membuatnya kuat atas
berbagai kondisi. Hal ini dapat, bagaimanapun, jenuh dalam kondisi vegetasi
yang lebat ketika LAI menjadi tinggi. Nilai indeks ini berkisar dari -1 (non-

III-8
vegetasi) sampai 1 (vegetasi). Untuk menghitung nilai NDVI dilakukan dengan
mengadopsi metode Huete dengan persamaan perhitungan NDVI sebagai berikut:
(𝑁𝐼𝑅 − 𝑅𝐸𝐷)
𝑁𝐷𝑉𝐼 =
(𝑁𝐼𝑅 + 𝑅𝐸𝐷)
Keterangan
NDVI : Normalized Differential Vegetation Index
NIR : Nilai spektral saluran Near Infra Red
RED : Nilai spektral saluran Red

Tabel III-1 Spesifikasi Teknis Landsat 8 Pembagian Objek berdasarkan Nilai NDVI
(Febrianti, N dan Parwati, 2014)
No Kelas NDVI
Rataan Kisaran
1 Lahan 0,363 0,020 – 0,487
Terbuka
2 Perkebunan 0,567 0,320 – 0,736
3 Permukiman 0,136 -0,073 – 0,532
4 Industri 0,089 -0,028 – 0,425
5 Tegalan 0,369 0,222 – 0,505
6 Sawah 0,256 -0,105 – 0,538
7 Air 0,081 -0,103 – 0,569

III.5 Pengolahan Cloud Computing


Pengolahan citra satelit penginderaan jauh berbasis cloud memiliki
keuntungan salah satunya tidak memerlukan penyimpanan yang besar. Salah satu
platform yang mendukung pemrosesan citra digital penginderaan jauh berbasis
cloud adalah Google Earth Engine (GEE). Platform ini menyediakan database citra
open source di seluruh dunia, dimana data tersebut dapat diakes pengguna secara
real-time. Menurut Gorelick et al. (2017), GEE merupakan platform yang
disediakan oleh US Geological Survey dan NOAA yang dapat melakukan
komputasi dan pemrosesan data dengan cepat. Terdapat berbagai fungsi untuk
pemrosesan citra pada platform ini diataranya analisis statistika, deteksi tepi,
analisis nilai bit citra dan pengujian matrik (Gorelick et al., 2017).
Penggunaan platform GEE dapat digunakan dengan berbagai keunggulan
dibandingkan dengan software pengolahan citra digital lainnya. GEE dapat
mengolah data citra tanpa harus mengunduh data citra mentah, dikarenakan GEE

III-9
sudah terhubung dengan instansi penyedia citra satelit melalui server yang ada.
Keunggulan GEE lainnya adalah algoritma saintifik sudah tersedia didalam
platform yang satu ini. Algoritma yang tersedia di GEE sudah dipakai maupun
disetujui oleh para peneliti. Salah satunya adalah algoritma indeks vegetasi seperti
NDVI dapat diterapkan di platform GEE dengan menggunakan script bahasa
JavaScript dan Python. Semakin banyaknya berbagai script yang telah dibuat oleh
users yang dapat diakses oleh kalangan umum.
III.6 Supervised Classification
Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan
analis (supervised), dimana kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan
penciri kelas (class signature) yang diperoleh melalui pembuatan area contoh
(training area). Klasifikasi diartikan sebagai proses mengelompokkan piksel-piksel
ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai
kecerahan (brightness value/BV atau digital number/DN) piksel yang
bersangkutan. Klasifikasi citra pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan
gambaran atau peta tematik yang berisikan bagian-bagian yang menyatakan suatu
objek atau tema. Tiap objek pada gambar tersebut memiliki simbol yang unik yang
dapat dinyatakan dengan warna atau pola tertentu. Klasifikasi bentuk dalam citra,
pada awalnya dimulai dengan interpretasi visual atau interpretasi citra secara
manual untuk IDENTIFIKASI kelompok piksel yang homogen yang mewakili
beragam bentuk atau kelas liputan lahan yang diinginkan. Interpretasi citra
penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara
manual dan interpretasi secara digital.
Klasifikasi digital ini memiliki keunggulan pada pemisahan antar objek
yang akurat dan presisi. Selain itu klasifikasi ini melakukan klasifikasi berdasarkan
segmentasi objek, bukan berdasarkan piksel, klasifikasi digital ini juga memiliki
kelebihan dalam efisiensi waktu pengerjaan (Noviar, 2012). Klasifikasi secara
digital yang menempatkan piksel ke dalam kelaskelas secara umum dapat dilakukan
dalam dua cara, yaitu klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification)
dan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) (Mukhaiyar, 2010).
Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis
(supervised), dimana kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri

III-10
kelas (class signature) yang diperoleh melalui pembuatan area contoh (training
area). Sedangkan, klasifikasi tidak terbimbing merupakan klasifikasi dengan
pembentukan kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer. Kelas-kelas atau
klaster yang terbentuk dalam klasifikasi ini sangat bergantung kepada data itu
sendiri, yaitu dikelompokkannya piksel-piksel berdasarkan kesamaan atau
kemiripan spektralnya (Riswanto, 2009).

III-11

Anda mungkin juga menyukai