MERS CoV diduga awalnya berasal dari unta yang hidup di negara-negara Timur Tengah,
seperti Arab Saudi, Yordania, dan Yaman. Meski MERS CoV juga terjadi di beberapa negara
di Eropa dan Amerika, namun penderitanya diketahui terserang penyakit ini setelah bepergian
ke negara Timur Tengah. Oleh sebab itu, penyakit ini sering disebut juga sindrom pernapasan
Timur Tengah.
Meski MERS CoV menular, tetapi penularannya tidak semudah flu biasa. MERS CoV lebih
rentan menular melalui kontak langsung, misalnya pada orang yang merawat penderita
MERS tanpa menerapkan prosedur perlindungan diri terhadap virus dengan baik.
Gejala MERS CoV umumnya muncul 1-2 minggu setelah penderita terinfeksi virus.
Beberapa gejala yang timbul adalah:
Batuk
Pilek
Sakit tenggorokan
Demam
Menggigil
Nyeri otot
Sesak napas
Pada kasus yang jarang terjadi, MERS CoV juga dapat menimbulkan gejala batuk berdarah,
mual dan muntah, serta diare.
Kebanyakan kasus MERS CoV terjadi di wilayah Arab Saudi dan negara-negara Timur
Tengah. Periksakan ke dokter bila Anda baru kembali dari negara-negara tersebut dan
mengalami gejala gangguan pernapasan.
Beberapa penderita MERS CoV hanya mengalami gejala ringan seperti gejala flu. Meski
demikian, pemeriksaan ke dokter tetap perlu dilakukan bila gejala tersebut muncul setelah
Anda kembali dari negara yang memiliki kasus infeksi MERS CoV.
MERS CoV disebabkan oleh coronavirus, yaitu kelompok virus yang menyebabkan batuk
pilek dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Selain menginfeksi manusia, MERS CoV
juga dapat menginfeksi hewan, khususnya unta. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan
risiko seseorang tertular MERS CoV adalah:
Berada di dekat penderita MERS CoV, terutama bagi lansia, orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah, dan petugas medis yang merawat penderita MERS CoV.
Baru pulang dari Arab Saudi atau negara sekitarnya, dan mengalami gejala gangguan
pernapasan.
Kontak dengan unta yang terinfeksi virus ini, termasuk meminum susunya dan
memakan dagingnya yang tidak dimasak dengan benar-benar matang.
Dokter akan bertanya tentang gejala yang dialami pasien dan kemungkinan pasien kontak
dengan penderita MERS CoV. Dokter juga akan menanyakan apakah pasien baru saja
bepergian ke Arab Saudi atau negara sekitarnya.
Untuk memastikan apakah di dalam tubuh pasien terdapat virus penyebab MERS CoV,
dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:
Sampai saat ini, belum ada metode maupun vaksin untuk mengobati dan mencegah MERS
CoV. Bagi pasien dengan gejala ringan, dokter akan meresepkan obat untuk meredakan
demam dan nyeri. Dokter juga akan menyarankan pasien beristirahat di rumah dan sebisa
mungkin menghindari kontak dengan orang lain untuk mencegah penyebaran virus.
Bagi pasien yang mengalami gejala berat, diperlukan penanganan intensif di rumah sakit.
Pasien akan diberikan oksigen, antibiotik, dan infus. Bila perlu, dokter akan memonitor
fungsi organ tubuh secara intensif dan memasangkan alat bantu napas.
Meski belum ada vaksin untuk mencegah MERS CoV, risiko tertular virus ini dapat
dikurangi dengan melakukan beberapa langkah berikut:
Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun, terutama sebelum makan atau sebelum
menyentuh wajah. Bila tidak ada sabun, gunakan hand sanitizer
Menutup hidung dan mulut dengan tisu ketika bersin atau batuk, lalu buang tisu tadi
ke tempat sampah
Membersihkan dan mensterilkan benda yang sering disentuh banyak orang, seperti
pegangan pintu
Menghindari kontak dengan seseorang yang sedang sakit, termasuk berbagi pakai alat
makan
Menghindari kontak dengan unta yang sedang sakit, dan jangan pula memakan daging
serta meminum susunya
MERS CoV yang tergolong parah sangat berbahaya, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Diketahui bahwa 30-40% penderita MERS CoV meninggal dunia, terutama penderita yang
juga memiliki gangguan sistem imun, seperti penderita diabetes atau kanker.
Pneumonia
Gagal ginjal
Gagal napas
Syok sepsis