Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENERAPAN PRECEDE-PROCEED DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


BIO-PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT
EPIDEMIOLOGI : MIDDLE EAST REPIRATORY SYNDROME –
CORONA VIRUS (MERS-CoV)

MATA KULIAH : MASALAH KESEHATAN GLOBAL


DOSEN PEMBIMBING
Dr. Untung Sujianto, S.Kp., M.Kes.

KELOMPOK 5:
Susilo Hartono 22020119183157
Umi Pagesti 22020119183179
Marlinda S.L. Huar 22020119183185
Sopian Hadi 22020119183196

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Middle East Repiratory Syndrome (MERS-CoV) merupakan penyakit saluran
napas yang disebabkan oleh Corona Virus tipe baru. Virus ini pertama kali
dilaporkan pada tahun 2012 di Arab Saudi dan sejauh ini terkait dengan negara-
negara di Semenanjung Arab dan sekitarnya (Uni Emirat Arab, Qatar, Oman,
Yordania, Kuwait, Yaman dan Lebanon).1
MERS-CoV biasanya dimulai dengan batuk, demam dan sesak napas.
Tampilan klinis MERS-CoV berkisar dari asimtomatik sampai sindrom distres
pernapasan akut dan kegagalan multi organ yang menyebabkan kematian,
khususnya pada individu dengan komorbiditas sebelumnya. 2Kebanyakan
individu dengan MERS-CoV yang terkonfirmasi laboratorium telah berkembang
menjadi penyakit pernapasan akut dan di antara 536 kasus yang dilaporkan pada
12 Mei 2014, angka kematiannya mencapai 30%.1
Jumlah kasus dan kematian yang dilaporkan di Arab Saudi telah direvisi
karena adanya dugaan kasus yang tidak dilaporkan. Jumlah kasus terbaru di
negara tersebut telah meningkat menjadi 688 dan jumlah kematian meningkat
menjadi 282 kasus dari 190 kasus, dengan angka kematian lebih dari 40%. 3
WHO melaporkan bahwa sampai 31 Mei 2015 terdapat 1180 kasus yang telah
terkonfirmasi laboratorium positif MERS-CoV dengan 483 pasien meninggal
(mortalitas 40%), terdiri dari kasus community acquired, hospital acquired dan
transmisi human-to-human di masyarakat.4
MERS-CoV saat ini telah menyebar di Korea Selatan. Kejadian ini
merupakan fakta bahwa Corona Virus sering kali dapat bermutasi, di mana hal
ini meningkatkan kekhawatiran bahwa MERS-CoV bisa menjadi
pandemik.5Menurut WHO sebanyak 75% dari kasus MERS-CoV merupakan
kasus sekunder, yaitu diperoleh dari orang lain yang terinfeksi. WHO
menyebutkan terjadi penularan terbatas dari manusia ke manusia, baik di klaster
keluarga atau masyarakat maupun di pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa

1
klaster kasus terkonfirmasi. Sampai saat ini belum jelas sumber asal virus
penularnya dan sedang diteliti lebih lanjut.6
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan jumlah populasi
umat muslim yang besar. Berdasarkan data dari Kementerian Agama Republik
Indonesia, rata-rata jumlah jama’ah umrah dari Indonesia adalah 195 orang per
hari dan rata-rata jumlah haji dari Indonesia adalah 154.000 orang per tahun, dan
dari data haji internasional, rata-rata jumlah jama’ah haji/umrah dari Arab Saudi
adalah 700.000 orang per tahun.7Disamping itu lebih dari satu juta Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) berangkat ke Arab Saudi setiap tahunnya.
Ketiga kelompok tersebut (jamaah haji, jamaah umrah, dan TKI) dapat
terinfeksi MERS-CoV dan dapat menyebarkannya di Indonesia. Meskipun
sampai saat ini di Indonesia belum ada kasus yang dilaporkan positif terkena
MERS-CoV, namun mengingat tingginya masyarakat Indonesia pada khususnya
dan dunia pada umumnya yang melakukan kegiatan ibadah keagamaan ke
negara Arab, MERS-CoV terus menjadi ancaman kesehatan pada masyarakat
tingkat rendah dan ancaman epidemik.7 Penyusunan makalah ini bertujuan unuk
mengetahui penerapan model teori Precede pada penyakit epidemiologi: MERS-
CoV.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tentang penyakit MERS-CoV
2. Mengetahui perbedaan manifestasi klinis antara penyakit MERS-CoV
dengan penyakit saluran pernafasan lain
3. Mengetahui penerapan model Precede-Proceed pada penyakit
epidemiologi: MERS-CoV
4. Mengetahui tentang pemenuhan kebutuhan Bio-psiko-sosio-spiritual pada
pasien dengan penyakit epidemiologi: MERS-CoV

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Penyebaran Middle East Repiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV)


Sampai Juni 2015 terdapat 1.334 kasus MERS-CoV yang dikonfirmasi dengan
laboratorium dan 471 kematian telah dilaporkan ke WHO.6Terdapat 26 negara
yang melaporkan kasus MERS-CoV, yaitu: Saudi Arabia, Iran, Yordania,
Kuwait, Lebanon, Oman, Qatar, Uni Emirat Arab, Yaman (Timur Tengah);
Austria, Perancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Turki, Inggris (Eropa);
Aljazair, Tunisia, Mesir (Afrika); Cina, Malaysia, Republik Korea, Thailand,
Filipina (Asia); dan Amerika Serikat. Sebagian besar dari kasus ini terjadi di
Arab Saudi.8
Sebuah pernyataan dari WHO pada bulan April 2014 menunjukkan
bahwa 75% dari kasus MERS-CoV yang dilaporkan tampaknya merupakan
kasus sekunder yang diperoleh dari orang lain yang terinfeksi.9 Pada tahun 2015
ini dan masih berlanjut, wabah MERS-CoV telah melanda Korea Selatan dan
pada tingkat lebih rendah di China, terdapat 172 kasus yang dikonfirmasi dan 27
kematian terkait telah dilaporkan.10
Virus MERS-CoVini berasal dari kelelawar. Pada bulan Agustus
2013,serum darah dari unta Oman dan dari unta Spanyol mempunyai protein
antibodi yang terspesifikasi MERS-CoV,ini merupakan virus yang sangat
menyerupai virus MERS-CoVyang beredar pada unta. Corona Virus ini terutama
ditularkan melalui saluran pernapasan (respiratory droplet) dan kontak langsung
atau tidak langsung dengan manusia yang terinfeksi. Virus ini juga dapat
dideteksi dalam darah, tinja, dan urin. Penularan dari partikel virus di udara
(airbone infection) dapat bersumber dari sekret pernapasan yang bersifat aerosol
dan material tinja. Corona Virus memiliki selaput lemak dengan respon terhadap
desinfektan dan sabun cuci bervariasi.10
MERS-CoVsendiri adalah strain Corona Virus yang pada mulanya
berawal di Arab Saudi dan menyebar ke Eropa serta negara lain termasuk
Indonesia. Sampai saat ini di Indonesia belum didapatkan kasus penyebaran
virus MERS-CoV, meski di awal tahun 2014 sempat terdapat penderita yang

3
dirawat di rumah sakit di Indonesia sepulang dari ibadah umrah karena dicurigai
terjangkit virus MERS-CoV.12 Virus MERS-CoV telah menyebar ke berbagai
negara, karena mobilitas yang bisa di akses oleh siapapun mempermudah
penyebaran virus MERS-CoV, dan warga dari berbagai negara yang melakukan
perjalanan bisnis,umrah dan haji ke Arab Saudi termasuk warga negara
Indonesia yang berada di Arab Saudi sebagai TKI.13

B. Manifestasi Klinis
Laporan bahwa rata-rata masa inkubasi MERS-CoV adalah 5,2 hari,tetapi jangka
waktu sampai 12 hari juga telah dilaporkan. 11,12 Gejala awal biasanya berupa
demam (≥38°C), batuk, menggigil, rhinorrhea, kelelahan dan mialgia. Gejala
gastrointestinal termasuk anoreksia, mual, diare dan sakit perut juga telah
dilaporkan. Gejala pernapasan berupa sesak napas dan dispnea, dapat menjadi
dominan kemudian hari. Pada kasus yang lebih berat, pasien yang mengalami
kegagalan nafas akut mungkin memerlukan ventilasi mekanis dan Extra
Corporeal Membrane Oxygenation(ECMO). Beberapa pasien dengan kondisi
yang parah dapat berkembang menjadi Gagal Ginjal Akut (GGA) yang
membutuhkan hemodialisis, limfopenia, trombositopenia dan kegagalan
multiorgan dengan koagulopati. Usia yang lebih tua (lebih dari 60 tahun), anak-
anak, wanita hamil dan penderita penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi,
imunokompromise, penyakit ginjal stadium akhir, penyakit jantung kronis, dan
kondisi paru telah dikaitkan dengan presentasi yang lebih berat dan beresiko
tinggi dengan kematian.11,12
Merujuk pada definisi kasus WHO, klasifikasi kasus MERS-CoV sebagai
berikut:11
1. Kasus dalam penyelidikan
a) Kasus dalam penyelidikan bila dijumpai keadaan demam ≥38oC atau
riwayat demam, batuk, pneumonia berdasarkan gejala klinis atau
radiologis dan salah satu kriteria ini:
1) Riwayat perjalanan ke negara terjangkit (Timur Tengah) dalam
waktu 14 hari.

4
2) Adanya petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah
merawat pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat
terutama pasien yang memerlukan perawatan intensif.
3) Adanya klaster pneumonia (gejala penyakit yang sama) dalam 14
hari tanpa memperhatikan tempat tinggal atau riwayat berpergian.
4) Adanya perburukan perjalanan klinis yang mendadak meskipun
dengan pengobatan yang tepat tanpa memperhatikan tempat tinggal
atau riwayat berpergian.
b) Kasus dalam penyelidikan bila seseorang dengan ISPA ringan sampai
berat yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi atau
probable infeksi MERS-CoV dalam waktu 14 hari sebelum sakit.
2. Kasus probable
a) Kasus probable bila seseorang dengan pneumonia atau Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan bukti klinis, radiologis
atau histopatologis dan tidak tersedia pemeriksaan untuk MERS-CoV
atau hasil laboratoriumnya negatif pada satu kali pemeriksaan spesimen
yang tidak adekuat dan adanya hubungan epidemiologis langsung
dengan kasus konfirmasi MERS-CoV.
b) Kasus probable bila seseorang dengan pneumonia atau ARDS dengan
bukti klinis, radiologis atau histopatologis dan hasil pemeriksaan
laboratorium inkonklusif (skrining positif tanpa konfirmasi
biomolekular) dan adanya hubungan epidemiologis langsung dengan
kasus konfirmasi MERS-CoV.
3. Kasus konfirmasi bila seseorang yang terinfeksi MERS-CoV dengan hasil
pemeriksaan laboratorium positif.

5
C. Perbandingan Manifestasi Klinis MERS-CoV dengan Penyakit Saluran
Pernafasan Lainnya

ISPA
MERS FLU BURUNG FLU BABI
NO MANIFESTASI (Virus/Bakteri
(Virus Corona) (Virus H5N1) (Virus H1N1)
Tidak Spesifik)

Febris
cenderung
Demam/ menetap, sulit
1 √ turun √ √
Febris meskipun
pemberian
antipiretik

2 Menggigil √ √ √ √
3 Sesak napas √ √ √ √

Disertai batuk
Disertai
kering dengan
4 Batuk √ hidung √
hidung
berlendir
tersumbat

Ada tapi jarang


5 Mual √ √ √
ditemui

Sangat jarang
karena proses
Ada pada Ada pada Ada tapi jarang
6 Diare perburukan
beberapa kasus beberapa kasus ditemui
yang sangat
cepat

Disertai pegal-
Kelelahan / Disertai nyeri
7 √ pegal dan sakit √
Mialgia otot
kepala

6
Mata merah
berair, sakit
Mimisan, gusi Sakit
8 Gejala Lain - tenggorokan,
berdarah tenggorokan
ruam pada
kulit
- Riwayat
kontak
dengan
unggas yang
dicurigai
terinfeksi
(unggas
yang tiba-
tiba mati)

- Perburukan
Riwayat kondisi Riwayat
bepergiaan paling cepat bepergiaan
dari Negara di dari daerah
9 Tanda Lain (biasanya -
Timur Tengah pandemik Flu
dalam
(perjalanan Babi (China,
hitungan
haji/umroh) Hong Kong)
hari),
ditandai
dengan
gambaran
Pneumonia
pada
Rontgen
Paru yang
bertambah
luas setiap
hari

D. Diagnosis
WHO dan Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan
pengambilan spesimen dari lokasi dan waktu yang berbeda pada kasus tersangka
MERS-CoV. Spesimen yang berasal dari saluran nafas bawah seperti dahak,
aspirat trakea dan bilasan bronkoalveolar mempunyai titer virus tertinggi. 13,14

7
Spesimen saluran pernapasan atas (nasofaring dan orofaring) tetap diambil
terutama bila spesimen saluran napas bawah tidak memungkinkan dan pasien
tidak memiliki tanda-tanda atau gejala infeksi pada saluran pernapasan bawah.
Sampel dari saluran napas harus diambil setiap 2-4 hari untuk memastikan
bersihan virus sesudah dua pemeriksaan menunjuk-kan hasil negatif. 3 Virus
MERS-CoV juga dapat ditemukan di dalam cairan tubuh lainnya seperti darah,
urine dan feses, tetapi kegunaan sampel tersebut dalam mendiagnosis infeksi
MERS-CoV belum pasti. Pemeriksaan diagnosis laboratorium kasus infeksi
MERS-CoV dilakukan dengan metoda RT-PCR dan dikonfirmasi dengan teknik
sekuensing.11
Pada beberapa kasus, didapatkan bahwa konfirmasi positif hanya dalam
spesimen sputum setelah hasil negatif atau ragu terhadap pemeriksaan PCR
MERS-CoV pada spesimen nasofaring dan orofaring. Spesimen dikatakan tidak
adekuat apabila hanya diambil spesimen dari swab nasofaring tanpa disertai
spesimen saluran pernapasan bawah, atau penanganan spesimen yang tidak baik
dan dinilai berkualitas rendah dari hasil pemeriksaan laboratoris, atau diambil
sangat terlambat dalam rentang perjalanan penyakit.13 Untuk mempertimbangkan
kasus MERS-CoV yang dikonfirmasi melalui laboratorium, salah satu dari
kriteria berikut harus dipenuhi: Hasil PCR positif setidaknya pada 2 target
tertentu yang berbeda pada genom MERS-CoV atau satu hasil PCR positif untuk
target tertentu pada genom MERS-CoV dan hasil PCR tambahan yang berbeda
memberikan hasil positif MERS-CoV.14
Hasil laboratorium inkonklusifbila didapatkan:13
1. Hasil positif pada pemeriksaan skrining yang tidak diikuti dengan
pemeriksaan konfirmasi molekuler.
2. Hasil pemeriksaan serologis dinyatakan positif pada pemeriksaan
laboratorium.
3. Harus mendapat pemeriksaan virologis dan serologis tambahan untuk dapat
menetapkan konfirmasi kasus MERS-CoV.
4. Bila memungkinkan, gunakan spesimen yang berasal dari saluran
pernapasan bagian bawah: dahak, aspirate endotracheal, cairan bilas
bronkoalveolar.

8
5. Jika kasus tidak memiliki gejala atau tanda infeksi saluran napas bawah dan
tidak tersedia spesimen dari saluran napas bawah maka harus diambil
spesimen nasofaring dan orofaring.
Tes PCR digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosis penyakit
menular serta dapat digunakan untuk mengonfirmasi kasus positif dari pasien
MERS-CoV dengan menggunakan sampel dari saluran pernapasan. 15
Pemeriksaan darah yang dapat menentukan apakah seseorang sebelumnya telah
terinfeksi dapat menggunakan antibodi terhadap MERS-CoV. Pengujian
serologis juga tersedia untuk mengevaluasi pasien yang terinfeksi MERS-CoV
ataupun kontak. Spesimen serum harus dikumpulkan selama fase akut penyakit
(minggu pertama sakit) dan diulang selama fase pemulihan (>3 minggu setelah
sampel awal didapatkan). Tes serologis ini tersedia dari CDC dan memerlukan
persetujuan, karena hanya untuk tujuan penelitian atau pengawasan. Tes ini
menggunakan Indirect Fluorescent Antibody (IFA) dan deteksi antibodi IgM-
IgG dengan berbasis teknologi micro array protein (MAP).16
Spesimen harus tiba di laboratorium segera setelah pengambilan.
Penanganan spesimen dengan tepat saat pengiriman adalah hal yang teramat
penting. Sangat disarankan agar pada saat pengiriman spesimen tersebut
ditempatkan di dalam cool box dengan kondisi suhu 0-4oC atau bila diperkirakan
lama pengiriman lebih dari 3 hari disarankan spesimen dikirim dengan es
kering.14

E. Penanganan
Seiring dengan perkembangan pesat, pilihan terapi yang efektif
merupakan sebuah prioritas yang tinggi karena belum ada antivirus yang
disepakati untuk pengobatan infeksi Corona Virus maupun vaksin yang tersedia
untuk pencegahan. Terapi infeksi MERS-CoV adalah bersifat suportif
tergantung kondisi keadaan pasien, berupa pemberian hidrasi, antipiretik,
analgesik, bantuan pernapasan, dan antibiotik jika diperlukan untuk mengatasi
infeksi sekunder.17,18
Pada pasien dengan gangguan pernapasan berat harus hati-hati dalam
pemberian cairan intravena, karena resusitasi cairan secara agresif dapat

9
memperburuk oksigenasi, terutama dalam situasi terdapat keterbatasan ventilasi
mekanik. Pada pasien pneumonia komunitas dan diduga terinfeksi MERS-CoV,
dapat diberikan antibiotik secara empirik (berdasarkan epidemiologi dan pola
kuman setempat) secepat mungkin sampai diagnosis ditegakkan. Terapi empirik
kemudian disesuaikan berdasarkan hasil uji kepekaan.17
WHO tidak merekomendasikan pemberian steroid dosis tinggi karena
dapat menyebabkan efek samping serius berupa infeksi oportunistik, nekrosis
avascular, infeksi baru bakteri dan kemungkinan terjadi replikasi virus yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, kortikosteroid harus dihindari kecuali
diindikasikan untuk alasan lain.11,17 Selain itu dilakukan pemantauan secara ketat
pasien dengan gangguan pernapasan berat bila terdapat tanda-tanda perburukan
klinis seperti gagal napas, hipoperfusi jaringan, syok dan memerlukan perawatan
intensif.17 Berikan terapi oksigen pada pasien dengan tanda depresi napas berat,
hipoksemia (SpO2 <90%) atau syok. Mulai terapi oksigen dengan 5 L/menit lalu
titrasi sampai SpO2 ≥ 90% pada orang dewasa yang tidak hamil dan SpO2 ≥
92%-95% pada pasien hamil.17
Pada sel yang dikultur, MERS-CoV dihambat oleh interferon tipe 1 (IFN-
α dan khususnya IFN-β) dan IFN-α2b yang dikombinasikan dengan ribavirin
dilaporkan dapat mengurangi kerusakan paru dan mengurangi titer paru saat
diberikan pada rhesus makaka dalam 8 jam inokulasi virus. Kombinasi ini diuji
pada pasien dengan penyakit berat, menunjukkan perbaikan pada 14 hari tapi
tidak pada 28 hari, mungkin karena diberikan pada fase lanjut penyakit.
Beberapa obat menghambat MERS-CoV pada kultur sel, yaitu siklosporin dan
asam mikofenolat. Beberapa obat lain (klorokuin, klorpromazin, loperamide, dan
lopinavir) menghambat replikasi virus secara in vitro (konsentrasi efektif, 3-8
μmol/L), walaupun efektivitas obat ini pada pasien tidak diketahui. Inhibitor fusi
peptida yang spesifik pada MERS-CoV, yang berfungsi sama dengan obat HIV
enfurfirtide akan menghilangkan replikasi virus pada sel yang dikultur, sehingga
memberikan pendekatan baru pada penanganan MERS-COV. Antibodi
penetralisir human monoclonal dan convalescent sera dari pasien yang sembuh
dapat berguna untuk perawatan bila didapat pada waktu yang tepat. Penelitian
metaanalisis post-hoc tentang SARS dan influenza berat menunjukkan

10
penurunan angka mortalitas yang signifikan sesudah penanganan dengan
antibodi dibandingkan dengan placebo atau tanpa penanganan (pooled odds
ratio 0,25 confident interval 95% 0,14-0,45).18
Pusat pengendalian infeksi dan Kementrian Kesehatan (Kemkes)
setempat harus dilaporkan segera jika terdapat kasus infeksi MERS-CoV.
Langkah-langkah pengendalian infeksi yang tepat, termasuk penularan kontak
dan tindakan pencegahan melalui udara harus dilakukan sambil mengobati
pasien yang diduga terinfeksi MERS-CoV. Konsultasi dengan spesialis penyakit
menular sangat dianjurkan, dan konsultasi dengan spesialis paru harus
dipertimbangkan jika komplikasi pernapasan parah berkembang.19

F. Pencegahan
Pencegahan MERS-CoV dilakukan dengan perilaku hidup bersih dan
sehat, menghindari kontak erat dengan penderita, menggunakan masker,
menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan memakai sabun dan
menerapkan etika batuk ketika sakit.11 Langkah pencegahan infeksi MERS-CoV
sama dengan pencegahan infeksi pada penyakit flu burung dan Emerging
Infectious Disease lainnya yang mengenai saluran napas. Hal yang harus
dilakukan dalam pengendalian infeksi MERS-CoV:17
1. Tindakan pencegahan transmisi droplet.
2. Tindakan pencegahan standar diterapkan pada setiap pasien yang diketahui
atau dicurigai memiliki infeksi pernapasan akut, termasuk pasien dengan
dicurigai, probable atau terkonfirmasi MERS-CoV.
3. Pencegahan infeksi dan tindakan pengendalian harus dimulai ketika pasien
masuk triase dengan gejala infeksi pernapasan akut yang disertai demam.
4. Pengaturan ruangan dan pemisahan tempat tidur minimal 1 meter antara
setiap pasien ISPA dan pasien lainnya yang tidak menggunakan alat
pelindung diri (APD).
5. Pastikan triase dan ruang tunggu berventilasi cukup.
6. Terapkan etika batuk.
7. Tindakan pencegahan airborne digunakan untuk prosedur yang
menimbulkan penularan aerosol. Resiko penularan pada petugas kesehatan

11
meningkat ketika dilakukan tindakan intubasi trakea. Peningkatan resiko
penularan SARS juga dilaporkan saat melakukan ventilasi non invasif,
trakeostomi dan bantuan ventilasi dengan ambubag sebelum intubasi.
Secara hirarkis pencegahan dan penularan infeksi menurut Infection
Prevention and Control(IPC), yaitu pengendalian administratif, pengendalian
dan rekayasa lingkungan, dan penggunaan alat pelindung diri
(APD).20Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi:
1. Kewaspadaan standar (standard precaution) yang diterapkan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
aman bagi semua pasien dan mengurangi resiko infeksi lebih lanjut.
2. Kewaspadaan pencegahan dan pengen dalian infeksi tambahan ketika merawat
pasien ISPA yaitu semua individu termasuk pengunjung dan petugas
kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien ISPA.
3. Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi pada prosedur/tindakan
medik yang menimbulkan aerosol (< 5 mikron).
4. Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi ketika merawat pasien
probable atau konfirmasi terinfeksi MERS-CoV dengan membatasi jumlah
petugas kesehatan, anggota keluarga dan pengunjung yang melakukan
kontak dengan pasien suspek, probable atau konfirmasi terinfeksi MERS-
CoV serta menunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan
memberi perawatan secara eksklusif kepada pasien.
5. Durasi tindakan isolasi untuk pasien harus diberlakukan selama gejala
penyakit masih ada dan dilanjutkan selama 24 jam setelah gejala hilang.
6. Pengumpulan dan penanganan spesimen laboratorium.17

12
BAB III
PEMBAHASAN

A. Penerapan Model Precede-Proceed


1. Diagnosis Sosial
Menurut laporan WHO sejak tahun 2012 hingga 30 Juni 2018, terdapat
2.229 kasus yang dikonfirmasi laboratorium terinfeksi MERS-CoV, 83% di
antaranya dilaporkan oleh Kerajaan Arab Saudi. Secara total, kasus telah
dilaporkan dari 27 negara di Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa, Amerika
Serikat, dan Asia. Pria di atas usia 60 tahun dengan kondisi medis yang
mendasari, seperti diabetes, hipertensi dan gagal ginjal, berada pada risiko
penyakit berat yang lebih tinggi, termasuk kematian. Hingga saat ini, 791
orang telah meninggal (35,5%).21
Sejak pembaruan global terakhir yang dipublikasikan pada 21 Juli
2017, 189 kasus MERS-CoV yang dikonfirmasi laboratorium dari empat
negara yang dilaporkan ke WHO, 60 diantaranya  telah meninggal dunia
(31,7%). Di antara kasus-kasus ini, 75,5% adalah laki-laki dan usia rata-rata
adalah 54 tahun. Usia rata-rata adalah serupa dengan median usia semua
kasus yang dilaporkan ke WHO sejak 2012 yaitu 52 tahun.
MERS-CoV adalah virus zoonotik yang telah berulang kali masuk ke
populasi manusia melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan
unta dromedary yang terinfeksi di Jazirah Arab. Penularan manusia
kemanusia yang terbatas dan tidak berkelanjutan terutama dalam pengaturan
perawatan kesehatan terus terjadi, terutama di Arab Saudi. Resiko penyakit
ini untuk ditularkan ke daerah di luar Timur Tengah masih signifikan,
teutama karena beberapa keperluan perjalanan seperti ibadah haji/ umroh,
TKI dan lain sebagainya.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan jumlah
populasi umat muslim yang besar. Pada musim Haji di bulan September
2013, sekitar 200.000 orang melakukan ibadah haji di Mekah. Pada tahun
2013, sekitar 750.000 orang melakukan ibadah Umrah di Arab Saudi.7

13
Meskipun telah ada perbaikan yang signifikan dalam pengawasan
MERS-CoV, respon terhadap kelompok yang dicurigai, identifikasi dini di
masyarakat dan sistem perawatan kesehatan, kepatuhan terhadap
pencegahan infeksi dan langkah-langkah kontrol serta tindak lanjut kontak,
namun pencegahan dan pengendalian wabah MERS-CoV tetap menjadi
tantangan utama.
Seperti yang dikutip dari WHO, para ahli menganggap bahwa
pengendalian wabah penyakit epidemiologi sangat penting mengingat
potensi mereka untuk menyebabkan keadaan darurat kesehatan masyarakat
dan tidak adanya obat berkhasiat dan/atau vaksin.

2. Diagnosis Epidemiologi
Sejak September 2012 s/d 01 Agustus 2013 jumlah kasus MERS-CoV yang
terkonfirmasi secara global sebanyak 94 kasus dan meninggal 47 orang
(50%) yang tersebar di 9 negara yang telah melaporkan kasus MERS-CoV
(Perancis, Italia, Jordania, Qatar, Arab Saudi, Tunisia, Jerman, Inggris dan
Uni Emirat Arab). Kasusnya terus meningkat setiap tahunnya, dan mencapai
puncak pada tahun 2014, mencapai 573 kasus yang terkonfirmasi
laboratorium.
Data menurut laporan WHO, dari 2012 sampai 30 Juni 2018 terdapat
2.229 total kasus MERS-CoV di dunia yang terkonfirmasi laboratorium.
Sembilan puluh persen kasus terjadi pada laki-laki dengan usia rata-rata 54
tahun dengan kondisi medis yang mendasari, seperti diabetes, hipertensi dan
gagal ginjal, berada pada resiko yang lebih tinggi dari penyakit berat,
termasuk kematian. Sampai saat ini, 791 orang telah meninggal (35,5%),
46% memiliki penyakit berat, 21% dilaporkan tidak memiliki gejala atau
gejala ringan.
Sejak 2012 hingga 2018, 27 negara telah melaporkan kasus infeksi
MERS-CoV. Di Timur Tengah: Bahrain, Mesir, Iran, Yordania, Kuwait,
Lebanon, Oman, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yaman; di Afrika:
Aljazair dan Tunisia; di Eropa: Austria, Perancis, Jerman, Yunani, Italia,

14
Belanda, Turki dan Inggris; di Asia: China, Republik Korea, Malaysia,
Filipina dan Thailand; dan di Amerika: Amerika Serikat.
Penyebaran terbanyak setelah negara Timur Tengah adalah Korea
yang terjadi pada tahun 2015. Sampai saat ini di Korea ditemukan 186 kasus
dan 39 kematian.Sedangkan di Indonesia, seperti yang disampaikan oleh dr.
Elvieda Sariwati, M. Epid., Subdit Pengendalian ISPA, Direktorat
Pengendalian Penyakit Menular Langsung, kasus dalam investigasi MERS-
CoV di Indonesia sejak akhir 2013 hingga 2015 terdapat 198 pasien suspek
MERS-CoV yang berasal dari 22 provinsi di Indonesia. Dari keseluruhan
kasus telah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil negatif (tidak
ada yang positif MERS-CoV). Kasus terbanyak golongan usia 45-64 tahun,
yaitu sebanyak 103 kasus (52%). Sedangkan WNI yang positif terkena
MERS-CoVada 2 kasus, yaitu seorang TKI usia 41 tahun yang bermukim di
Saudi, dan dinyatakan meninggal pada April 2014, dan seorang jamaah
umroh usia 84 tahun asal Sulawesi Selatan, sudah dinyatakan sembuh dan
telah kembali di Indonesia.

3. Diagnosis Perilaku dan Lingkungan


a. Saat batuk dan bersin tidak menutup mulut.
b. Membuang tisu yang digunakan untuk menutup mulut saat batuk atau
bersin ke sembarang tempat.
c. Tidak menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
d. Petugas kesehatan tidak menggunakan APD saat merawat pasien.
e. Petugas langsung memegang hidung, mulut dan mata dan tidak mencuci
tangan setelah bersentuhan dengan pasien.
f. Pekerja tidak mengganti pakaian kerja, sepatu, atau barang lainnya yang
mungkin telah terjadi kontak dengan sekret unta dan ekskresi dari unta.
g. Keluarga tidak mengenakan APD saat mengunjungi anggota keluarga
yang dirawat akibat MERS.
h. Jemaah haji tidak mengontrol kesehatan setelah pulang menunaikan
ibadah haji.

15
i. Masyarakat mengkonsumsi hewan yang beresiko menularkan virus
MERS-CoV.
j. Lingkungan dan kandang unta yang kotor dan tidak dibersihkan.

4. Diagnosis Edukasi dan Organisasi


a. Predisposing Factor
Sejak update global yang terakhir 21 Juli 2017, 17 dari 45 kasus sekunder
dilaporkan ke WHO dikaitkan dengan transmisi di fasilitas
perawatankesehatan. Kasus-kasus ini termasuk petugas kesehatan (12
kasus), pasien dengan kamar/bangsal dengan yang sama dengan pasien
mers, atau pengunjung dan keluarga.
Meskipun tak terduga, namun transmisi tersebut sangatlah miris,
mengingat bahwa MERS-CoV masih merupakan penyakit yang relatif
jarang terjadi, dan hal ini menunjukkan kesadaran tenaga medis tentang
MERS-CoV di fasilitas perawatan kesehatan masih rendah. Penularan
dari manusia ke manusia lebih cepat terjadi di area perawatan kesehatan
dikarenakan kurangnya kepatuhan dalam pencegahan infeksi dan
tindakan pengendalian serta keterlambatan triase atau isolasi pasien
suspek MERS-CoV.
Secara global, tingkat pengetahuan masyarakat tentang MERS-CoV
masih sangat rendah, didukung dengan kurangnya pengetahuan akan
pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat. Kurangnya kesadaran
masyarakat yang kontak langsung dengan unta dromedary (hewan yang
diduga kuat sebagai sumber virus MERS-CoV), misalnya petani, pekerja
rumah potong hewan, gembala, pemilik dromedary untuk melakukan
kebersihan diri setelah kontak dengan hewan tersebut.
b. Reinforcing Factor
Dalam pencegahan dan pengendalian kasus MERS-CoV, sangat
dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama dukungan dari
keluarga dan masyarakat.

16
c. Enabling Factor
Mengingat Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia, dan lebih
dari 200.000 jiwa melakukan ibadah haji setiap tahunnya, ditambah
dengan lebih dari 500.000 jiwa melakukan umroh ke negara Arab Saudi.
Oleh karena itu sejak tahun 2013, pemerintah Indonesia telah melakukan
beberapa strategi kesiapsiagaan pencegahan dan pengendalian penyakit
MERS-CoV, antara lain:
1) Peningkatan kegiatan pemantauan di pintu masuk negara (Point of
Entry).
2) Penguatan surveilans epidemiologi termasuk surveilans pneumonia.
3) Pemberitahuan ke seluruh Dinkes Provinsi mengenai kesiapsiagaan
menghadapi MERS-CoV.
4) Pemberitahuan ke 100 RS Rujukan Flu Burung, RSUD dan RS
Vertikal tentang kesiapsiagaan dan tatalaksana MERS-CoV.
5) Menyiapkan dan membagikan 5 dokumen terkait persiapan
penanggulangan MERS-CoV, yang terdiri dari:Pedoman Umum
MERS-CoV, Tatalaksana Klinis, Pencegahan Infeksi, Surveilans di
Masyarakat Umum dan di Pintu Masuk Negara, Diagnostik dan
Laboratorium.
6) Pelatihan dan Pembekalan semua petugas TKHI dalam
penanggulangan MERS-CoV.
7) Menyiapkan pelayanan kesehatan haji di 15 Embarkasi / Debarkasi
(KKP).
8) Meningkatkan kesiapan laboratorium termasuk penyediaan reagen
dan alat diagnostik.
9) Diseminasi informasi kepada masyarakat terutama calon jemaah haji
dan umrah serta petugas haji Indonesia.
10) Meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor seperti
BNP2TKI, Kemenhub, Kemenag, Kemenlu dan lain-lain tentang
kesiapsiagaan menghadapi MERS-CoV.
11) Melakukan kordinasi dengan pihak kesehatan Arab Saudi.
12) Meningkatkan hubungan Internasional melalui WHO dan lain-lain.

17
5. Diagnosis Administratif dan Kebijakan
Dalam pencegahan dan pengendalian penyakit MERS-CoV baik dari
pemerintah Indonesia maupun dunia internasional telah dilakukan dengan
serius, terbukti dengan adanya kebijakan-kebijakan terkait, diantaranya:
a. Nasional
1) Diterbitkannya 5 pedoman tentang pencegahan dan pengendalian
MERS-CoV oleh Depkes tahun 2013, yang terdiri dari:Pedoman
Umum MERS-CoV, Tatalaksana Klinis, Pencegahan Infeksi,
Surveilans di Masyarakat Umum dan di Pintu Masuk Negara,
Diagnostik dan Laboratorium.
2) Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3273).
3) Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5063).
4) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun
1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3447).
5) Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pengendalian
Zoonosis.
6) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 658/MENKES/PER/VII/2009
tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New-
Emerging dan Re-Emerging Diseases.
7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VIII/2004
tentang Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar biasa.
8) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010
tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah
dan Upaya Penanggulangan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 503).

18
9) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/I/2011
tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-
2014.
b. Internasional
1) International Health Regulation (IHR) 2005.
2) Guideline tentang MERS-CoV yang selalu diperbaharui yang dapat
diakses melalui situs resmi WHO.

B. Peran Perawat Ditinjau dari Pemenuhan Aspek Biologi, Psikologi, Sosial,


Kultural
Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 menyebutkan bahwa
“Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarakan ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat
yang mencakup seluruh kehidupan manusia”.
Dalam upaya pemberian pelayanan keperawatan yang professional,
pemenuhan kebutuhan pada pasien dengan MERS-CoV dilakukan sesuai dengan
lingkup masalah keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang
terdiri dari aspek biologis (fisiologis), psikologis, sosial, dan spiritual yang
diuraikan sebagai berikut:
1. Biologis (Fisiologis)
Tubuh manusia terdiri dari organ-organ yang mempunyai fungsi tersendiri
dan berbeda namun saling berkaitan dengan yang lainnya sehingga bila salah
satu organ yang lain mengalami gangguan maka organ maka organ yang
lainnya akan mengalami gangguan pula. Perawat diharapkan mampu
melakukan identifikasi terhadap gangguan-gangguan yang dialami pasien dan
berupaya untuk memenuhinya. Beberapa kebutuhan biologis dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan
dengan respirasi dan sirkulasi. Pada pasien dengan MERS-CoV, organ
utama yang mengalami gangguan adalah organ respirasi. Paru-paru yang

19
mengalami gangguan menyebabkan ventilasi dan distribusi oksigen
sampai ke tingkat sel menjadi tidak optimal. Sehingga diperlukan
penanganan segera terkait dengan kebutuhan oksigenasi agar tidak terjadi
kegagalan multi organ.
b. Nutrisi: Menggambarkan pola penggunaan nutrien untuk memperbaiki
kondisi tubuh dan perkembangan. Salah satu gejala yang ditimbulkan dari
penyakit MERS-CoV adalah adanya keluhan mual-muntah. Sementara
untuk meningkatkan proses penyembuhan diperlukan asupan nutrisi yang
optimal. Perawat harus mampu mengidentifikasi masalah nutrisi, dan
melaksanakan intervensi serta melakukan kolaborasi dengan ahli gizi bila
diperlukan.
c. Eliminasi: Menggambarkan pola eliminasi. Dalam beberapa kasus,
penyakit MERS-CoV ditemukan gejala berupa diare, karena virus yang
menginvasi sampai saluran gastrointestinal.
d. Aktifitas dan istirahat: mengambarkan pola aktifitas, latihan, istirahat dan
tidur. Kelemahan fisik yang dialami penderita MERS-CoV menyebabkan
pola aktivitas terganggu.
e. Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan
dan elektrolit. Kondisi febris menyebabkan peningkatan evaporasi cairan
tubuh, ditambah dengan keluhan diare dan mual-muntah, beresiko
menyebabkan pasien kekurangan cairan dan elektrolit. Manajemen cairan
sangat dibutuhkan dalam kasus ini agar tidak sampai terjadi syok
hiopovolemi.
f. Fungsi Neurologis: Menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan
dan intelektual.
g. Fungsi endokrin: Menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk
respons stres dan sistem reproduksi. Ketidakefektifan mekanisme regulator
(otonomik) tubuh berdampak terhadap distres yang dirambatkan melalui
HPA-Axis, sehingga terjadi immunosuppressive. Individu menjadi
rentan terhadap infeksi skunder.

20
2. Psikologis
Manusia adalah makhluk yang unik dan memiliki tingkah laku yang berbeda-
beda, oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatan perlu dikaji
tentang tingkah laku dari pasien sehingga perawat dapat menentukan cara
yang tepat untuk memberikan asuhan keperawatan. Perhatian ditujukan pada
kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral-etik. Jenis
adaptasi ini menekankan pada integritas psikis, yaitu kebutuhan untuk
mengetahui siapa supaya seseorang dapat bertahan dengan gangguan
integritas yang dialami. Pasien dengan MERS-CoV akan menjalani perawatan
dengan diisolasi agar tidak terjadi penyebaran penyakit. Kondisi ini akan
sangat mempengaruhi kondisi psikis pasien, dan berpotensi menghambat
proses penyembuhan bila tidak dikelola dengan baik. Perawat perlu
melakukan dukungan moral, juga melibatkan keluarga dalam mengelola
kebutuhan psikologis ini.
Untuk mendukung kebutuhan psikologis perawat dapat menunjukkan sikap
senang dan ramah pada saat merawat pasien, perawat cepat dan tanggap bila
pasien membutuhkan pertolongan, perawat juga cepat tanggap terhadap
kebutuhan sebelum diminta, dan perawat memberikan ketenangan ketika
ketakutan. Hal ini membuat harapan-harapan pasien terhadap pelayanan
keperawatan yang diinginkan sudah terpenuhi sehingga pasien merasa puas.
3. Sosial
Manusia berperan dalam memenuhi atau menjalankan norma lingkungan
kemasyarakatan sehingga manusia senantiasa saling membutuhkan, dengan
demikian peran perawat juga merupakan peran sosial yang diterapkan dengan
sebaik-baiknya sehingga keberadaan perawat bena-benar menjadi sesuatu
yang bermanfaat terhadap proses penyembuhan pasien.
Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang
berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda. Fungsi dari peran
menekankan pada kebutuhan untuk mengetahui bagaimana seseorang
berhubungan dengan orang lain supaya dia bisa  bertindak. Peran dipandang
sebagai suatu satu kesatuan dari sosial, dimana setiap peran selalu ada dalam
berhubungan dengan orang lain. Peran dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu

21
peran utama, peran sekunder dan peran tersier. Peran utama menentukan
kegiatan seseorang yang dilakukan hampir dalam kehidupannya. Peran
tersebut ditentukan oleh umur, jenis kelamin, dan tahap  perkembangan
seseorang. Peran sekunder adalah peran tambahan dalam menunjang peran
utama. Peran sekunder pada umumnya peran yang dilakukan individu dalam
memperoleh suatu prestasi atau penghargaan yang lebih tinggi dalam
kehidupannya. Sedangkan peran tersier peran yang berhungan dengan peran
kedua dan upaya individu dalam memenuhi kewajibannya. Peran tersier
tersebut biasanya sementara, secara bebeas dipilih oleh individu dan mungkin
meliputi kegiatan perkumpulan atau hobi.
Gangguan sosial yang ditunjukkan menurut Pearlin & Anehensel (1986)
adalah : emosi yang labil (terisolasi, tidak diperhatikan, dan tidak dihargai),
kecemasan (sakitnya, keluarga orang lain, peran, biaya), dan gangguan
interaksi sosial.
Untuk memenuhi kebutuhan sosial ini, perawat dapat memberikan
kesempatan kepada keluarga untuk berinteraksi dengan pasien sesuai dengan
kondisi dan kemampuan, perawat selalu bersikap halus dan menerima jika
ada sikap yang negatif dan perawat bersikap terbuka dan komunikatif. Selain
itu, perawat menyediakan cukup waktu bagi kelurga untuk memberikan
dukungan dan semangat untuk segera sembuh. Perawat juga merawat pasien
dengan ramah, sopan dan mampu menjaga privasi pasien.
4. Spiritual
Setiap manusia memiliki keyakinan, kepercayaan dan agama yang akan
memberikan tuntunan serta arah dalam menjalankan kehidupannya. Perawat
merupakan orang pertama dan secara konsisten selama 24 jam menjalani
kontak dengan pasien, sangat berperan dalam membantu memenuhi
kebutuhan spiritual pasien, baik dengan mendatangkan rohaniawan sesuai
dengan agama yang diyakini pasien, memberikan privasi untuk berdoa atau
memberikan kesempatan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain.
Menjalin hubungan terapeutik dengan pasien yang sedang mengalami
sakaratul maut juga merupakan bagian dari pemenuhan kebutuhan spiritual
pasien.

22
Dalam memenuhi kebutuhan spiritual, perawat diharap senantiasa
mengingatkan pasien dan keluarga untuk selalu berdoa sesuai dengan
keyakinan agar diberi kesembuhan. Perawat menyampaikan kepada pasien
dan keluarga bahwa rumah sakit merupakan sarana untuk mendapatkan
perawatan dan pengobatan, namun kesembuhan atas penyakit yang diderita
atas kehendak Tuhan. Dalam hal ini perawat aktif melakukan komunikasi
kepada pasien maupun keluarga dalam upaya memenuhi kebutuhan
spiritualnya. Komunikasi yang dilakukan pun dengan sopan, ramah dan
menyenangkan bagi pasien.

C. Peran Perawat dalam Tiga Level Pencegahan MERS-CoV


1. Pencegahan Primer
Upaya awal pencegahan penyakit MERS-CoV sebelum seseorang menderita
penyakit MERS-CoV. Dalam tahap ini, peran perawat fokus sebagai
edukator, antara lain:
a. Melakukan pendekatan komunitas berupa penyuluhan faktor-faktor
resiko penyakit terutama pada kelompok beresiko tinggi (calon peserta
haji/umroh)
b. Melakukan penyuluhan untuk melaksanakan pola hidup bersih dan sehat.
c. Melakukan penyuluhan untuk selalu mencuci tangan menggunakan
sabun.
2. Pencegahan Sekunder
Pada level pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang berfungsi
untuk mengontrol perkembangan penyakit MERS-CoVpada pasien atau
mencegah kecacatan/perburukan keadaan. Peran perawat sebagai fasilitator,
antara lain:
a. Melakukan skrining
b. Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam pemeriksaan
penunjang, perawatan serta pengobatan.
3. Pencegahan Tersier
Fokus utama pada level pencegahan tersier adalah rehabilitasi. Pencegahan
tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial.

23
Peran paling penting dari perawat saat perawatan dirumah adalah sebagai
penasehat pasien dan keluarga, guru, konselor dan pengubah lingkungan,
antara lain:
a. Memberi dukungan moral dan spiritual pada pasien MERS-CoVdalam
fase rehabilitasi.
b. Memberi edukasi untuk mengubah perilaku pasien untuk hidup bersih
dan sehat.
c. Membantu menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi
pasien MERS-CoVdalam fase rehabilitasi.

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Middle Eastern Respiratory Syndrome Corona Virus yang sering disebut
MERS-CoV merupakan penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh suatu
virus Corona Virus. MERS-CoV pada manusia pertama kali ditemukan tahun
2012 di Saudi Arabia. Sejak 2012-2018 terdapat 2.229 kasus yang dikonfirmasi
laboratorium terinfeksi MERS-CoV, 83% di antaranya dilaporkan oleh Kerajaan
Arab Saudi. Dari 2.229 kasus, 791 orang telah meninggal (35,5%).
Penyebaran Virus MERS hingga saat ini dapat dikendalikan, namun
upaya pencegahan akan infeksi virus tersebut harus tetap menjadi perhatian di
berbagai negara, terutama di negara- negara Timur Tengah. Pola penyebaran
MERS pada manusia masih terbatas dengan adanya kontak langsung pada
penderita MERS.
Meskipun dapat dikendalikan penyebarannya, namun dampak yang
ditimbulkan jika terinfeksi penyakit MERS cukup serius, hanya sedikit yang
tanpa gejala maupun menampakan gejala ringan, dan hampir separuhnya
berujung pada kematian.
Penyakit MERS dapat dicegah penularannya meningkatkan PHBS, cuci
tangan dengan sabun setelah kontak dengan hewan unta dremodery, ataupun
kontak dengan pasien yang terinfeksi MERS. Dalam menghadapi permasalah
epidemiologi internasional, yaitu MERS pemerintah Indonesia telah
menerbitkan 5 dokumen terkait pedoman pencegahan dan pengendalian MERS
sejak tahun 2013.
 
B. Saran
Pembelajaran dan penerapan model teori Precede-Proceed sangat bermanfaat
bagi perawat, sehingga perawat mampu menganalisa masalah-masalah kesehatan
global yang terjadi. Model teori ini dapat digunakan perawat untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan di lingkungan komunitas, sehingga perawat

25
ikut berkontribusi dalam pencegahan dan pengendalian penyakit terutama
penyakit epidemiologi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Rha B, Rudd J, Feikin D, Watson J, Curns AT, Swerdlow DL, dkk. Update on
the Epidemiology of Middle East Respiratory Syndrome Corona-Virus (MERS-
CoV) Infection, and Guidance for the Public, Clinicians, and Public Health
Authorities. MMWR 2015; 64(3):61-2.
2. McNeil DG. Saudi Arabia: MERS-CoV Toll Revised. The New York Times.
June 4, 2014. [cited 2015 June 22]. Available from: http://www.
nytimes.com/2014/06/04/health/saudi-arabia-MERS-CoV-toll-revised.html?
emc=eta1&_r=0.
3. Alimuddin Z, Hui DS, Perlman S. Middle East Respiratory Syndrome. London.
2015:1-9.
4. Center of Diseases Control. Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV).
Frequently Asked Questions and Answers. [cited 2015 June 22]. Available
from: http://www.cdc.gov/ coronavirus/MERS-CoV/faq.html.
5. Center of Diseases Control. Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV).
[cited 2015 June 22]. Available from: http://www.cdc.gov/coronavirus/MERS-
CoV/interim-guidance.html.
6. World Health Organization. Middle East Respiratory Syndrome Corona-Virus
(MERS-CoV) in Thailand. [cited 2015 June 22]. Available from: http://www.
who.int/csr/don/20-june-2015-MERS-CoV-thailand/en/
7. Dirjen P2&PL Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Umum Kesiapsiagaan
Menghadapi (MERS-CoV). Pedoman Umum Kesiapsiagaan Menghadapi
(MERS-CoV). 2013, 20. https://doi.org/10.2174/1874061801004010020
8. World Health Organization. Frequently Asked Questions on Middle East
Respiratory Syndrome Corona-Virus (MERS-CoV). [cited 2015 June 22].
Available from: http://www.who.int/ csr/disease/ corona
virus_infections/faq/en/
9. World Health Organization. Corona-Virus Infections. [cited 2015 June 22].
Available from: http://www.who.int/ csr/disease/coronavirus_infections/en/

27
10. World Health Organization. Middle East Respiratory Syndrome Corona-Virus
(MERS-CoV). [cited 2015 June 22]. Available from: http://www.who.int/
emergencies/MERS-CoV/en/
11. Slamet, Bratasena A, Sitorus M, Rizkiyati N, Samoedro E, Wignjadiputro I, et
al. Pedoman Umum Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory
Syndrome Corona-Virus (MERS-CoV). Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2013; p. 1-12.
12. Guery B, Poissy J, el Mansouf L, Sejourne C, Ettahar N, Lemaire X, dkk.
Clinical Features and Viral Diagnosis of Two Cases of Infection with Middle
East Respiratory Syndrome Corona-Virus: a Report of Nosocomial
Transmission. Lancet. 2013;381(9885): 2265-72.
13. Slamet, Bratasena A, Rizkiyati N, Sitorus M, Samoedro E, Nadhirin, dkk.
Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East
Respiratory Syndrome Corona-Virus (MERS-Cov). Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, 2013; p. 1-34.
14. Setiawati V, Pawestri HA, Susilarini NK, Andriana KN, Roselinda, Sudomo M
dkk. Pedoman Pengambilan Spesimen dan Pemeriksaan Laboratorium Middle
East Respiratory Syndrome Corona-Virus (MERS-CoV). Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2013; p. 1-6.
15. World Health Organization. Corona-Virus Infections. [cited 2015 June 22].
Available from: http://www.who.int/ csr/disease/coronavirus_infections/en/
16. Reusken C, Mou H, Godeke GJ, van der Hoek L, Meyer B, Muller MA, et al.
Specific Serology for Emerging Human Corona-Viruses by Protein
Microarray. Euro Surveill. 2013; 18(14):204-41.
17. Slamet, Bratasena A, Sitorus M, Rizkiyati N, Samoedro E, Wignjadiputro I, et
al. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berat Suspek
Middle East Respiratory Syndrome Corona-Virus (MERS-CoV). Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2013; p. 1-15.

28
18. Al-Tawfiq JA, Momattin H, Dib J, Memish ZA. Ribavirin and Interferon
Therapy in Patients Infected with The Middle East Respiratory Syndrome
Corona-Virus: An Observational Study. Int J Infect Dis. 2014;20:42-6.
19. Novie H. Rampengan. Middle East Respiratory Syndrome. Jurnal Biomedik
(JBM); 8(1); Maret 2016. hlm. 17-26
20. Slamet, Burhan E, Agustina P, Samoedro E, Handayani D, Agustin H, et al.
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Kasus Konfirmasi atau
Probable Infeksi Virus Middle East Respiratory Syndrome Corona-Virus
(MERS-CoV). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2013; p. 1-16.
21. WHO-International Regulation.WHO MERS Global Summary and Assessment,
(August). 2018.

29

Anda mungkin juga menyukai