Anda di halaman 1dari 23

Makalah Sistem Reproduksi

ASUHAN KEPERAWATAN

HAEMORAGIC POST PARTUM

Dosen Pembimbing :

Elvi Muniarsih, Ners, M. Kep

OLEH KELOMPOK 1

1. DEWI LUSI SAGALA (00121058)


2. RAHMA DEWITA SOPHA (00121054)
3. RATIH HARTATI (00121056)

PROGRAM STUDI S1 KONVERSI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AWAL BROS BATAM

2021/2022

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Haemoragic Post Partum” tepat pada waktunya.
Salawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan mata
kuliah Sistem Integumen pada Program Sarjana Keperawatan. Pada Kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan
dari beberapa pihak selama proses studi dan juga selama proses penyusunan penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Elvi Muniarsih, Ners, M. Kep selaku selaku dosen mata kuliah sistem Reproduksi
yang telah memberi ilmu arahan dan bimbingannya dalam penulisan makalah ini ini.
2. Teman-teman yang sudah bersedia membantu
3. Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang..

Batam, November 2022

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Post partum adalah waktu dimana proses penyembuhan dan perubahan, waktu
sesudah melahirkan sampai sebelum hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru (mitayani, 2009). Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat–alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas atau puerpenium dimulai 2 jam setelah melahirkan plasenta sampai dengan 6
minggu (42 hari) setelah itu, dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan
anak ini dsebut puerperium yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan.
Jadi puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi. Puerperium adalah masa pulih
kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat–alat kandungan kembali seperti
sebelum hamil, sekitar 50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum
sehingga pertolongan pasca persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu
untuk memenuhi kebutuhan ibu (Vivian,2011).Dibagi menjadi perdarahan post partum
primer dan juga perdarahan post partum sekunder.perdarahan post partum primer terjadi
dalam 24 jam pertama. penyebab utama perdarahan post partum primer adalah Antonia
uteri, retensio plasenta,dan robekan jalan lahir. Perdarahan post partum sekunder adalah
robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.
Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi
setelah bayi lahir. Perdarahan primer adalah perdarahan pasca persalinan dini, terjadi
dalam 24 jam pertama sedangkan perdarahan sekunder perdarahan masa nifas terjadi
setelah itu.
Rentensio plasenta adalah salah satu komplikasi post partum yang dapatmenimbulkan
perdarahan, yang merupakan penyebab kematian nomor satu (40% -60%), kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu yang disebab kan oleh
perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%.Menurut WHO dilaporkan
bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasentadan insidennya adalah 0,8-1,2%
untuk setiap kelahiran.
3

B. Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk

a. Memberikan informasi dan pengembangan keilmuan tentang haemoragic post partum


b. Sebagai bahan atau sumber bacaan diperpustakaan institusi pendidikan
c. Memperoleh pengalaman belajar dan untuk meningkatkan pengetahuan karena ilmu
akan terus maju sesuai dengan perkembangan zaman

C. Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian dan
asuhan keperawatan dari haemoragic post partum. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit
tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai
dengan asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. POST PARTUM HAEMORRAGE


1. Definisi PPH
Perdarahan post partum (PPH) adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih 1000 ml setelah persalinan abdominal. Kondisi
dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang
terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari
normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik <90
mmHg, denyut nadi 100x/menit, kadar Hb < 8g/dL. (Nugroho, 2010). Perdarahan
postpartum (PPH) adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir
pervaginam atau lebih dari 1000cc setelah persalinan abdominal dalam 24 jam dan
sebelum 6 minggu setelah persalinan. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan
postpartum dapat dibagi menjadi perdarahan primer dan perdarahan sekunder.
Perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya
disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, sisa sebagian plasenta dan gangguan
pembekuan darah. Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam
persalinan. Penyebab utama perdarahan post partum sekunder biasanya disebabkan sisa
plasenta (Satriyandari, 2017).

2. Etiologi PPH
Menurut Astikawati & Dewi (2017) secara etiologi perdarahan post partum lebih
diingat dengan 4T, yaitu:
a) Tone
Diagnosis antonio uteri ditegakan setelah bayi lahir dan plasenta lahir dan ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpul serta pada palpasi didapatkan fundus
uteri masih setinggi pusat atas lebih, kontraksi uterus lembek. Antonio uteri
disebabkan akibat partus cepat, persalinan karena induksi oksitoksin pada kelahiran
sebelumnya.
b) Tissue
Bila plasenta tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut retensio
plasenta. Sisa plasenta disebabkann karena kotiledon atau selaput ketuban tersisa.
c) Trauma
Trauma persalinan menyebabkan laserasi atau hematoma sehingga dapat
menyebabkan perdarahan post partum. Trauma dapat disebabkan karena episiotomi
yang melebar, ruptur uteri, robekan pada perineum, vagina dan serviks.d) Thrombin
Thrombin karena gangguan pembekuan darah. Pada pembekuan darah akan terjadi
perdarahan setiap dilakukan penjahitan, perdarahan merembes atau timbul hematoma
pada bekas jahitan.

3. Patofisiologi PPH
Sewaktu sebagian plasenta ( satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan Secara
normal, setelah bayi lahir uterus akan mengecil secara mendadak dan akan berkontraksi
untuk melahirkan plasenta, menghentikan perdarahan yang terjadi pada bekas insersi
plasenta dengan menjepit pembuluh darah pada tempat tersebut. Apabila mekanisme ini
tidak terjadi atau terdapat sesuatu yang menghambat mekanisme ini ( adanya sisa
plasenta, selaput ketuban yang tertinggal dan bekuan darah ) akan terjadi perdarahan
akibat lumen pembuluh darah akibat bekas insersi plasenta tidak tertutup atau tertutup
tidak optimal. Sisa plasenta diduga bila kala III berlangsung tidak lancar, atau setelah
melakukan manual plasenta atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada
saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri
eksternum pada saat kontraski rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit
( saiffudin, 2006)
4. Tanda dan gejala PPH
Tanda dan Gejala Menurut Nurarif & Kusuma (2015) ada beberapa tanda dan gejala
yaitu:
a. Atonia uteri
Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera
setelah anak lahir (perdarahan postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang timbul :
syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah,
mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir segerasetelah bayi
lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.Gejala yang kadang-kadang timbul : pucat,
lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada : plesenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahansegera,
kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul : tali pusat putus akibat
traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang timbul : uterus berkontraksi
baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada : uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali
pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala
yang kadang timbul : syok neurogenik dan pucat.
5. Manifestasi klinis
Gejala klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yangbanyak
(>500 ml), nadi cepat, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan
dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual
(Rukiyah, 2010).
6. Komplikasi PPH
Komplikasi hemoragi pasca partum ada dua, yakni segera atau tertunda. Syok
hemoragi (hipovolemik) dan kematian dapat terjadi akibat perdarahan yang tiba-tiba dan
perdarahan berlebihan. Komplikasi yang tertunda , yang timbul akibat hemoragi
pascapartum mencakup anemia, infeksi puerperal, dan tromboembolisme. ( Bobak, 2005)
7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Menurut Sarwono (2015) dan Pratiwi dkk (2016) penatalaskanan pada saat terjadi
komplikasi perdarahan secara umum yaitu:
a) Dilatasi dan kuretase sesuai indikasi
b) Perbaikan laserasI
c) Ketat dalam intake dan output
d) Pengeluaran plasenta secara manual
e) Terapi oksigen sesuai indikasi
f) Histerektomi
g) Memberikan pengobatan yang efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas
(antibiotik).
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan perdarahan post partum (Amin Huda, dkk, 2013 )
adalah :
a) Resusitasi Cairan
Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal
salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses Intravena perifer. NS
merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan
kompatoilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfuse darah. Resiko terjadinya
asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan perdarahan post partum. Bila
dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 l), dapat dipertimbangkan
penggunaan cairan Ringer Laktat.
b) Transfuse Darah
Transfuse darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 ml atau keadaan klinis pasien menunjukan tanda-
tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.
B. KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Abraham Maslow mengemukakan Teori Hierarki kebutuhan yang menyatakan bahwa
setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologi: kebutuhan rasa
aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri,
serta kebutuhan aktualisasi diri (Uliyah & Hidayat, 2011)
1. Kebutuhan Fisiologis Merupakan kebutuhan paling dasar pada manusia, antara lain
pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan),
eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang
dimaksud adalah aman yang dimaksud adalah aman pada berbagai aspek,baik fisiologis
maupun psikologis.
3. Kebutuhan rasa cinta Yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki, antara lain
memberi serta menerima kasih sayang, kehangatan, dan persahabatan ; mendapat tempat
dalam keluarga serta kelompok sosial dan lain-lain.
4. Kebutuhan akan Harga Diri Maupun perasaan dihargai oleh orang lain, terkaitdengan
keinginan untuk mendapatkan kekuatan serta meraih prestasi, rasa percaya diri, dan
kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri Merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki maslow,
berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain/lingkungan serta mencapai profesi
diri sepenuhnya.

C. FISIOLOGI KEBUTUHAN CAIRAN PADA MANUSIA


Kebutuhan dasar manusia menurut maslow secara hirakis yang pertama adalah
kebutuhan fiiologis (fisiological needs), yang dipandang sebagai kebutuhan paling
dasar untuk manusia dan mempertahankan kehdupannya (surviver). Salah satu
kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan akan cairan dan elektrolit yang
merupakan kebutuhan kedua setelah oksigen . bila tidak terpenuhi akan menyebabkan
ketidakseimbangan cairan tubuh bahkan bisa menyebabkan nkematian ( Atoilah dan kusnadi,
2013).
Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisi elektrolit di
dalamnya tetap stabil adalah penting bagi homeostatis. Beberapa masalah klinis
timbul akibat adanya abnormalitas dalam hal tersebut. Untuk bertahan, kita harus
menjaga volume dan komposisi cairan tubuh, baik ekstraseluler (CES) maupun
cairan intraseluler (CIS) dalam batas normal. Gangguan cairan dan elektrolit dapat
membawa penderita dalam kegawatan yang kalau tidak dikelola secara cepat dan
tepat dapat menimbulkan kematian. Hal tersebut terlihat misalnya pada diare,
peritonitis, ileus obstruktif, terbakar, atau pada pendarahan yang banyak.

D. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data tentang respons pasien
terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa post partum.
Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan intranatal meliputi :
1. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan
2. Lamanya ketuban pecah dini
3. Adanya episiotomi dan laserasi
4. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilaiAPGAR)
5. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran
6. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate post
partum
7. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti atonia
uteri, retensi plasenta.
Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang signifikan
yang merupakan faktor presdisposisi terjadinya komplikasi post partum.
b. Pengkajian status fisiologis maternal
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum,
banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast
(payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung kemih),
Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas
bawah), dan Emotion (emosi).
c. Pengkajian fisik
1. Tanda-tanda vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa tanda-tanda
vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah melahirkan atau
sampai stabil, kemudian periksa setiap 30 menit untuk jam-jam berikutnya. Nadi
dan suhu diatas normal dapat menunjukan kemungkinan adanya infeksi. Tekanan
darah mungkin sedikit meningkat karena upaya untuk persalinan dan keletihan.
Tekanan darah yang menurun perlu diwaspadai kemungkinan adanya perdarahan
post partum.
1) Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut
bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Setelah
persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan darah
sementara waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari.
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post
partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi,merupakan petunjuk kemungkinan
adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas. Namun hal ini seperti itu
jarang terjadi.
2) Suhu, suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke 4 setelah
persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan disebabkan dari aktivitas
payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari 38 C pada hari kedua sampai
hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
3) Nadi, nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut Nadi Ibu
akan melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu habis
persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi
utamanya pada minggu pertama post partum. Pada ibu yang nervus
nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/mnt. Bisa juga terjadi gejala shock
karena infeksi khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh.
4) Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada umumnya
respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain
karena Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.Bila ada
respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin karena adanya ikutan dari
2. Kepala dan wajah
1) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan rambut.
2) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.
3) Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan
4) Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau sinusitis.
Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan energi.
5) Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis, atau gigi
yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi pintu masuk bagi
mikroorganisme dan bisa beredar secara sistemik.
6) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran kelenjar tiroid.
Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan adanya infeksi, ditunjang
dengan adanya data yang lain seperti hipertermi, nyeri dan bengkak.
7) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada telinga.
3. Pemeriksaan thorak
1) Inspeksi payudara
- Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi asi, perlu
diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak
simetris pada perubahan posisi kontur atau permukaan.
- Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti adanya
depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara perlu dipikirkan kemungkinan
adanya tumor.
- Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat menunjukan adanya
peradangan.
2) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi inspeksi ukuran, bentuk,
warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah ada nyeri tekan guna menentukan
status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama post partum, payudara tidak banyak
berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang banyak. Ketika menyusui, perawat
mengamati perubahan payudara, menginspeksi puting dan areola apakah ada
tanda tanda kemerahan dan pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada nyeri
tekan. Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi lembut dan lebih nyaman
setelah menyusui.
4. Pemeriksaan abdomen
1). Inspeksi Abdomen
- Kaji adakah striae dan linea alba.
- Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras
menunjukan kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat diminimalkan.
Abdomen yang lembek menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk
merangsang kontraksi.
2). Palpasi Abdomen
- Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm dibawah pusat, 12
jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat
Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat
Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.
- Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan konteraksi
uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan terjadinya perdarahan.
- Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral biasanya
terdorong oleh bladder yang penuh.
- Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir
padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup, yang
menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama
selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat ukurannya
berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G.,Koniak, 2014).
- Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus abdominis akibat
pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan ini menyerupai belah memanjang dari
prosessus xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan lebarnya.
Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat
mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam nifas. Cara memeriksa
diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu untuk tidur terlentang
tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak diganjal kemudian palpasi abdomen
dari bawah prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar
diastasis.
5. Keadaan kandung kemih
Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung kemih yang
bulat dan lembut menunjukan jumlah urine yang tertapung banyak dan hal ini
dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.
6. Ekstremitas atas dan bawah
1). Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak. Pemeriksaan
varises sangat penting karena ibu setelah melahirkan mempunyai kecenderungan
untuk mengalami varises pada beberapa pembuluh darahnya. Hal ini disebabkan
oleh perubahan hormonal.
2). Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis sehingga
dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda homan
adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi, kemudian
didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri pada betis, jika nyeri
maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar
sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah ibu duduk dengan tungkainya
tergantung
bebas dan jelaskan apa yang akan dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/
patella. Dengan menggunakan hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan.
Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk. Bila reflek lutut
negative kemungkinan pasien mengalami kekurangan vitamin B1. Bila
gerakannya berlebihan dan capat maka hal ini mungkin merupakan tanda pre
eklamsi.
3). Perineum, kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu. Kebersihan
perineum menunjang penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1normal
untuk ibu hamil dan pasca persalinan.
- REEDA
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai kondisi
episiotomi atau laserasi perinium. REEDA singkatan (Redness / kemerahan,
Edema, Ecchymosisekimosis, Discharge/keluaran, dan Approximate/ perlekatan)
pada luka episiotomy. Kemerahan dianggap normal pada episiotomi dan luka
namun jika ada rasa sakit yang signifikan, diperlukan pengkajian lebih lanjut.
Selanjutnya, edema berlebihan dapat memperlambat penyembuhan luka.
Penggunaan kompres es (icepacks) selama periode pasca melahirkan umumnya
disarankan.
- Lochia
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu post partum.Perubahan
warna harus sesuai. Misalnya Ibu postpartum hari ke tujuh harus memiliki lokhia
yang sudah berwarna merah muda atau keputihan. Jika warna lokhia masih merah
maka ibu mengalami komplikasi postpartum. Lokhia yang berbau busuk yang
dinamankan Lokhia purulenta menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi
dan harus segera ditangani.
- Varises
Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan vulva. Jika ada yang
membuat perdarahan yang sangat hebat
d. Pengkajian status nutrisi

Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan pada data ibu
saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti simpanan besi yang memadai
(misal : konjungtiva) dan riwayat diet yang adekuat atau penampilan. Perawat juga perlu
mengkaji beberapa faktor komplikasi yang memperburuk status nutrisi, seperti
kehilangan darah yang berlebih saat persalinan.

e. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat

Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan apa yang dapat
dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan istirahat selama ibu di rumah sakit. Ibu
mungkin tidak bisa mengantisipasi kesulitan tidur setelah persalinan.

f. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien post
partum biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau “postpartum blues”
ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan kadang-kadang insomnia.
Postpartum blues disebabkan oleh banyak faktor, termasuk fluktuasi hormonal,
kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu. Ini adalah bagian normal dari
pengalaman post partum. Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari
beberapa minggu atau jika pasien post partum menjadi nonfungsional atau
mengungkapkan keinginan untuk menyakiti bayinya atau diri sendiri, pasien harus
diajari untuk segera melaporkan hal ini pada perawat, bidan atau dokter.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data
pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada penyakit
otosklerosis sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(2017), antara
lain :
Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka pasca operasi
c. Resiko penurunan curah jantung b/d Perubahan preload
d. Resiko infeksi b/d porte de entre, (luka episiotomi, robekan serviks, robekan
perinium)
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
meningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan
komunitas. (PPNI 2017). Berdasarkan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan
maka berikut intervensi :

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


(SDKI)
1. Hipovolemia Status Cairan MANAJEMEN HIPOVOLEMIA 
berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi
dengan kehilangan tindakan  Periksa tanda dan
cairan aktif keperawatan 3x24 gejala hipovolemia (mis.
jam frekuensi nadi meningkat, nadi
maka status cairan teraba lemah, tekanan darah
membaik dengan menurun, tekanan nadi
kriteria menyempit,turgor kulit
hasil : menurun, membrane mukosa
- Kekuatan nadi kering, volume urine menurun,
meningkat hematokrit meningkat, haus
- Membran mukosa dan lemah)
lembab  Monitor intake dan
- Perasaan lemah output cairan
menurun 2. Terapeutik
- Tekanan darah  Hitung kebutuhan cairan
membaik  Berikan posisi modified
- Turgor kulit trendelenburg
membaik  Berikan asupan cairan oral
- Hemogoblin 3. Edukasi
membaik  Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis (mis.
cairan NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian
produk darah
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan Tindakan :
dengan terputusnya 2x24 jam Observasi :
kontinuitas Ekspektasi nyeri : - Identifikasi skala nyeri
jaringan meningkat - Identifikasi respon nyeri non
Kriteria Hasil : verbal
 Keluhan nyeri - Identifikasi faktor yang
menurun memperberat dan
 Meringis memperingan nyeri
menurun - Monitor keberhasilan terapi
 Gelisah menurun komplementer yang sudah

 Frekuensi nadi diberikan

membaik Terapeutik :

 Nafsu makan - Fasilitasi istirahat dan tidur

membaik - Pertimbangkan jenis dan

 Pola tidur sumber nyeri dalam

membaik pemilihan strategi meredakan


nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian anlgetik, jika
perlu
3 Resiko penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung
asuhan 1. Observasi
curah jantung b/d
keperawatan selama  Identifikasi tanda/gejala
Perubahan preload.
2X24 jam primer penurunan curah
diharapkan curah jantung (dyspnea,
jantung kelelahan,edema,ortopne
meningkat dengan a, CVP)
Kriteria Hasil :  Identifikasi tanda/gejala
a. Kekuatan nadi sekunder penurunan
perifer curah jantung
meingkat (peningkatan BB,
b. Dyspnea menurun hepatomegaly, distensi
Lelah menurun vena
jugularis,palpitasi,ronchi
basah, oliguria, batuk)
 Monitor tekanan darah
 Monitor intake dan
output cairan
 Monitor satuarsi oksigen
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor nilai laboratorium jantung
2. Terapeutik
 Posisikan pasien semi fowler /
fowler dengan kaki kebawah/posisi
nyaman
 Berikan terapi relaksasi untuk
megurangi stress
 Berikan dukungan emosional dan
spiritual
 Berikan oksigen untuk
memprtahankan saturasi oksigen
>94%
4. Resiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan Setelah dilakukan Tindakan :
Port de entre, luka tindakan keperawatan Observasi :
episiotomi, robekan 3x24 tingkat infeksi - Monitor tanda dan gejala
serviks, robekan menurun infeksi local dan sistemik
perinium Kriteria Hasil : Terapeutik :
- Demam - Batasi jumlah pengunjung
menurun - Berikan perawatan kulit pada
- Nyeri area edema
menurun - Cuci tangan sebelum dan
- Bengkak sesudah kontak dengan
menurun pasien
- Pertahankan teknikaseptik
pada pasien beresiko tinggi
Edukasi :
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara mencuri tangan
dengan benar
- Anjutkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
antibiotik
4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah Pelaksanaan tindakan keperawatan yang


mana sudah direncanakan atau di intervensikan sebelumnya sehingga pemberian
asuhan keperawatan dapat secara komprenhensif. Tindakan keperawatan harus
sesuai dengan perencanaan sebelumnya yang sudah di indikasikan dengan keadaan
klien dan keluarganya sehingga dapat terlaksana semua rencana tindakan
keperawatan tersebut.Perlu di perhatikan dalam tindakan keperawatan, bila klien
dalam keadaan atau kondisi yang berubah sehingga tidak dapat di laksanakan
tindakan keperawatan, maka perawat perlu mengkaji ulang keadaan klien sehingga
dapat merubah perencanaan sebelumnya

5. Evaluasi
Menurut Bobak (2004), evaluasi kemajuan dan hasil akhir dari perawatan yang
telah dilakukan harus terus dilakukan sepanjang tahap keempat persalinan. Perawat
mengkaji pemulihan fisiologis kehamilan dan persalinan, demikian pula
perkembangan hubungan antara orang tua dengan anak dalam keluarga yang baru.
Penilaian secara klinis pada faktor-faktor tertentu perlu dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana ketercapaian hasil akhir dari perawatan yang telah dilakukan, faktor-
faktor tersebut antara lain:
a. Tetap bebas dari infeksi
b. Tetap merasa nyaman dan bebas dari cedera.
c. Memiliki pengetahuan yang adekuat tentang perawatan payudara, baik pada ibu
menyusui maupun ibu tidak menyusui.
d. Menunjukkan kepercayaan diri bahwa ia (keluarga) dapat memberikan perawatan
yang sangat diperlukan bayi baru lahir.
e. Melindungi kesehatan kehamilan berikutnya dan kesehatan anak-anak. Apabila
dalam proses pengkajian ditemukan hasil akhir kurang atau tidak sesuai dengan yang
diharapkan maka, perlu dilakukan pengkajian, perencanaan dan perawatan lebih
lanjut untuk memberi perawatan yang tepat kepada ibu post partum dan keluarganya.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Perdarahan pasca persalinana adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi
setelah bayi lahir. perdarahan primer ( perdarahan pasca persalinan dini ) terjadi dalam 24
jam pertama, sedangkan perdarahan sekunder ( perdarahan masa nifas ). Perdarahan
postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah persalinan
pervaginam. Dalam asuhan keperawatan, pengkajian yang diberikan pada klien dengan
Perdarahan postpartum lebih di klasifikasikan menjadi 2 yaitu perdarahan postpartum primer
dan perdarahan postpartum sekunder dengan masalah keperawatan yang muncul berupa
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume secara aktif akibat
perdarahan. Ganguan rasa aman nyaman : Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif, Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka pasca operasi, Resiko
penurunan curah jantung b/d Perubahan preload , berkurangnya jumlah cairan intravena, Resiko
infeksi b/d porte de entre, (luka episiotomi, robekan serviks, robekan perinium) dengan
adanya masalah masalah keperawatan diatas, perawat mampu merencanakan dan
memberikan tindakan mandiri keperawatan secara optimal. Sehingga masalah masalah
keperawatan teratasi dengan hasil yang memuaskan.

B. Saran
1. Diharapkan dapat memetik pemahaman dari uraian yang dipaparkan diatas, dan dapat
mengaplikasikannya dalam asuhan keperawatan haemoragic post partum
2. Diharapakan agar terus menambah wawasan khususnya dalam bidang keperawatan
3. Diharapakan dapat memberikan masukan, baik dalam proses penyusunan maupun
dalam pemenuhan referensi untuk membantu kelancaran dan kesempurnaan makalah
kedepanya.
DAFTAR PUSTAKA

Astikawati, R., & Dewi, E. K. (2017). Kasus Penyakit Kritis, Komplikasi & Kedaruratan.
Jakarta : Erlangga

Bobak,Irene.M & Jensen Margaret.D. (2000). Perawatan maternitas dan ginekologi.


Bandung : Keperawatan Pajajaran Bandung

Haswita & Reni. (2017). Kebutuhan dasar manusia. Jakarta : Tim


https://dinkes.lampungprov.go.id/download/renstra-2015-2019 / diakses pada 18 Februari
2022
Jannah, aulia firodatul. (2020). Gambaran jurnal perdarahan dua jam ibu post partum.
Unimus. Undergraduat tethesis

Josep, HK & Nugroho, M, S. (2010). Catatan Kuliah Ginekologi & Obstetri (Obsgyn).
Jogjakarta : Nuha Medika

Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, A, H, & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Medication

Nurhayati. (2019). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta : ANDI

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervesi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP PPNI

Simanjutak, Leo (2020). Perdarahan post partum (pasca salin). Fakultas Kedokteran

Suarni, Lisa & Apriyani, Heni. (2017). Metodologi Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka
Panasea

Uliyah, M., & Hidayat, A. A. (2011). Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai