Anda di halaman 1dari 7

KHK: SANKSI-SANKSI GEREJA

Keuskupan sufragan  pengadilan tkt 1


Keuskupan Agung memiliki pengadilan tkt 1 & 2.
Jika hendak mengajukan banding pada tkt 1harus pindah keuskupan (bila sufragan)
Suatu pengadilan akan terus berjalan bila pengadilan sipil tetap berjalan. Suatu
masalah (pedofil, dll) Gereja bertindak sesudah pengadilan sipil bertindak. Bila
pengadilan sipil berhenti, pengadilan Gereja juga berhenti.
 Suspensi hanya berlaku bagi kaum klerikus larangan menjalankan sebagian atau
seluruh kuasa jabatan. Cth.: larangan merayakan Ekaristi bersama umat, kalua sendiri
masih diperbolehkan.
 Suspensi sepenuhnya/total imam kehilangan semua tugas imamatnya dan setiap hak
gerejawi. Suspensi sebagian  imam hanya dapat dicabut dari sebagian kekuasaan
tahbisan, tugas atau beberapa fungsi yang melekat pada suatu jabatan.
 Suspensi dapat dicabut bila dilihat pertobatan dari imam tersebut; sejauh uskup
menetapkan sejauh mana hukuman berlaku.
PENJELASAN KANON
 Kan. 1311  Gereja sebagai penanggung jawab harus menjaga, melindungi dan
memajukan kebaikan komunitas melalui cinta kasih kegembalaan, teladan hidup, nasihat,
wibawa, dan jika perlu pernyataan hukuman seturut UU yang berlaku. Penjatuhan hukuman
bukan utk balas dendam melainkan untuk melindungi dan memajukan komunitas Gereja.
Gereje memiliki hak asli dan sendiri untuk menjatuhi umat beriman Kristiani yang
melakukan tindak kejahatan dengan sanksi hukuman.
Par. 2 = setiap salah satu kepala Gereja (Uskup) harus menjaga , membangun, dan
melindungi kebaikan Gereja yg dipimpinnya, dg berbelaskasih Pastoral, teladan hidup ,
nasihat, hukuman, bila perlu penjatuhan atau pernyataan hukuman.
 Kan. 1312 sanksi Gereja: hukuman medisinal atau censura  tertera dalam Kan. 1331-
1333, yaitu ekskomunikasi, interdik, dan suspensi. Hukuman silihsebagaimana tertera
dalam Kan. 1336. Perlu dibedakan latae sententiae dan ferendae sententiae. Hukuman
ekskomunikasi latae sententiae langsung kena secara otomatis, mis. Pemukulan pada
seorang Paus. Ferendae sententiae hukuman terkena melalui pengadilan terlebih dahulu.
Hukuman tidak boleh kekal atau selama-lamanya. Harus ada periode tertentu. Tujuan
hukuman Medisinal yang ada dalam Gereja adalah:
1. Pertobatan dari pelaku.
2. Memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh kejahatan yang terjadi.
3. Menghindari skandal suatu perbuatan tercela yang menjadi batu sandungan
bagi orang lain.
Hukum medisinal ada periodenya; bisa 3/5 tahun,
Berhentinya seorang uskup dari jabatannya, tidak otomatis mencabut hukuman si
pelaku. Bisa jadi berbeda pimpinan, hukuman menjadi ringan atau berat (ada
peninjauan ulang).
Kan. 1331
Par. 1  hukuman ekskomunikasi itu berat, tapi jarang diberikan.
1º = tidak boleh jadi pelayan (selebaran), atau pelayan liturgi
2º = dilarang rayakan sakramen/sakramentali dan sambut sakramen”
Par 2  bila ekskomunikasi dijatuhkan (ada persidangan)(dinyatakan  langsung
diformalkan dalam berita) maka:
 Ada 2 cara kena sanksi ekskomunikasi =
- Diperiksan dan disidang
- Langsung/otomatis kena (latae sententiae). Cth = melakukan kekerasan kpd Paus;
kekerasan itu dg sendirinya membuat di ekskomunikasi maka Uskup bisa saja
buat surat, hanya untuk menyatakan bahwa orang itu diekskomunikasi.

 Skandal = perbuatan tercela yg dapat menjadi satu sandungan di tengah umat

Kan. 1336  hukuman Silih


 Bisa dijatuhkan pada waktu tertentu / tetap dijatuhkan
 Misalnya:
- dilarang tinggal di kota Medan, karena di situ pernah buat kejahatan = (Larangan
hukuman)
- Perintah utk tinggal di seminari karena udah lakukan kejahatan = (Larangan
hukuman)
- Punya jabatan sebagai dosen, diberhentikan/dimutasikan ke tempat lain =
(perintah hukuman)
- Pemecatan status Klerikal

 Kan. 1313
Par. 1
 Seorang lakukan kejahatan (suda hada undang”) ternyata besok besok ada perubahan
(lebih lunak = sifat hukuman meringankan)
 Maka pelaku kejahatan itu menerima hukuman yg lebih lunak (hukuaman berpihak kpd
pelaku)
Par. 2
 Menghapus undang” / hukumannya di hapus;
 Contoh = kasus kekerasan kpd Paus (otomatis ekskomunikasi), tetapi besok” kan. 1370
dihapus, maka hukuman itu dihapus dan berhenti.

 Kan. 1314
 Ferendae Sententiae = masuk kasus kejahatan ke pengadilan; ada penyelidikan

 Kan. 1315
Par. 1
 Siapa saja yg punya kuasa u/ memberi hukuman” undang” dapat juga
melindungi/mengayomi/meneguhkan hukuman Ilahi dg hukuman yg layak
 Ordinaris kaum Religius (Propinsial&Wakil) tidak punya undang” hukuman pidana,
karena hanya memiliki kuasa eksekutif.
Par. 2
 Pembuat undang” yg lebih rendah (Uskup) ; yg tertinggi adlaah Paus:
- Meneguhkan/menambahkan hukuman yg sah dibuat Paus dg memperhatikan batas
kewenangan
- Menambah hukuman lain yg tela hada di KHK, hanya utk batas wilayahnya.
- Dapat dihukum dg hukuman yg adil  tidak ditentukan
 Maka Uskup buat bentuk hukuman yg ditentukan

Kan. 1317 tahbisan beda dgn status klerikal. Status itu adalah jabatan yg didudukkan
sebagai konsekuensi dari tahbisan.
 Bila klerikus keluar, status klerikalnya yang dicopot atau dipecat.
 Cara pencabutannya: terbukti tahbisannya tidak sah; orang itu sendiri yang meminta
kepada Gereja (Paus) utk dilaisasi; dijatuhkan sebagai hukuman (hilangnya status klerikal;
dipecat)
 Hukuman u/ pemecatan dari status klerikal tidak boleh ditetapkan oleh undang” partikular

Judul III = Subjek yg terkena Sanksi Pidana


Kan. 1321 asas praduga tak bersalah; tuduhan tidak boleh langsung dianggap bersalah
kecuali ada bukti2 persidangan yang menunjuk ke sana.
 Kan 1321
 Par. 2 = tidak boleh irang dihukum jika tidak ada pelanggarannya dan dapat
bertanggungjawab (kecuali pelanggarannya merupakan tanggungjawabnya)
 Cth= orang gila yg lakukan pelanggaran)
 Par.3 =Jika melakukan kesalahan karena lalai, tidak bisa dihukum. Tapi harus
bertanggungjawab
 Berbeda jika kesalahan itu dilakukan dg tindakan manusiawi.
 Cth = tindakan korupsi
 Par 4= dimana ada pelanggaean yg kelihatan, pelaku harus bertanggungjawab, kecuali
terbukti sebaliknya.

Kan. 1322 mereka yang kurang dalam penggunaan akal budi walaupun terlihat sehat
dinilai tidak mampu melakukan pelanggaran.
Kan. 1323 syarat bagaimana seseorang tidak mendapat hukuman pelanggaran.
 Kan 1323: Situasi yang membebaskan pelaku / tidak terkena hukuman:
 Belum berusua 16 th
 Dia tidak tahun bahwa yg dilakukan adalah pelanggaran
 Jika ia tidak tahu itu pelanggawan dan tidak tahu bahwa pelanggaran itu
dilakukannya
 Jika ada paksaan fisik
 Karena berulan yang tidak diperkirakan sebelumnya
 Karena ketakutan berat, kebutuhan mendesak, ketidaknyamanan berat kalao tidak
dilakukan.
 Karena membela diri/org lain terhadap penyerangan yg tidak adil

 Kan 1324: situasi yg meringankan pelaku kejahatan:


 Orang yg akal budinya kurang sempurna
 Sengaja mabuk biar buat kejahatan
 Orang maniak tertentu, lalu berbuat kejahatan yg berhubungan dg maniak tsb
 Orang yg berkisar usia 16-18 th
 Orang yg karena ketakutan lakukan kejahatan
 Orang lakukan kekerasan karena diejek
 Orang yg keliru menilai is ikan. 1323 no 4&5
 Orang yg tidak tahu bahwa ada undang” yg ada hukumannya
 Orang yg tidak bisa bertanggung jawab penuh (Aspek PSikologis)
 Kan 1326: Situasi yg memberatkan
Par1 =
- No. 1, Cth= seorang imam bocorkan dosa umat dikamar pengakuan, kesalahan ini
sudah didengar Uskup, sudah dihukum imam itu, tapi tetap mendengarkan pengakuan,
tetapi tetap saja lakukan kesalahan yg sama.
- No. 2, Cth = seorang iamam diangkat jadi vikjen, setelah diangkat, lalu buat kesalahan
(Kedudukan yg lebih tinggi membuat hukuman lebih berat)
- No. 3 = orang yang telah perkirakan kesalahan/kejahatan itu, tetapi tidak atasi dg
membuat langkah strategis untuk menghindarinya

 Kan 1364: Par 1


- Murtad = menyangkal sleuruh iman katolik  kena ekskomunikasi
- Heretik = menyangkal sebagian iman / bidaah
- Skismatik = menolak kesatuan penuh dg Gereja Katolik (Paus)
 Semua poin di atas akan terkena ekskomunikasi, kalau seorang klerikus, bisa
kehilangan status Klerikal
 Kan 1365
 Kalau mengajarkan ajaran yg sudah dikutuk oleh kepausan dan konsili Ekumenis,
ayai ajaran yg berbeda dari gereja dan Gereja sudah buat peringatan untuk ditarik,
namun tidak diindahkan, maka dapat dikenai hukum censura (suspense,
interdik, ekskomunikasi)
Kan. 1366  Kalau sudah diputuskan, tidak boleh banding.
 Kan 1366
 Orang yang ajukan banding dari satu dokumen kuria Romakepada Konsili
Ekumenis atau kolegio para Uskup dihukum dg Censura
Kan. 1367  Seorang katolik/wali yang membawa anaknya dibaptis di Gereja lain atau
menjadi non katolik mesti dihukum censura.
Kan. 1368  Seseorang dihukum bila di ruang publik atau melalui tulisan mengkritik Gereja
secara negatif.
 Kan 1368
 Seorang dapat dihukum dg hukuman yg adail, yg pada kesempatan umum atau
dalam tulisan yg dipublikasi, atau dg cara yg lain dari medsos, membangkitkan
penghujatan, atau dg berani merusak moral umum atau mengungkapkan kesalahan
agama atau G. Katolik.
 Gereja selalu sedia di kritik dan bereformasi
 Maka kalau kritik itu diungkapkan secara umum dapat dihukum dg adil
 Caranya Salah, bukan tindakannya.

Kan. 1369  Seseorang yang mengejek benda suci (benda bergerak atau benda tidak
bergerak) harus dihukum.
 Orang yg mem-profankan suatu benda suci, yg bergerak atau tidak bergerak, dapat
dihukum
Kan. 1370
§1  Kekerasan pada Paus secara otomatis (latae sententiae) terkena hukuman. Kalau
klerikus, bisa jadi terkena hukuman tambahan.
§2  Kalau ke Uskup terkena interdik (pencabuta hak-hak).
§3  Klerikus, religius, orang beriman kristiani…
Kan. 1371
§1  Yang masih tidak taat setelah dihukum harus diberi peringatan, atau diberi hukuman
tambahan oleh Tahta Apostolik, ordinaris wilayah atau superior (Kan. 1336, §2-4).
§2  Seseorang yang melanggar kewajiban yang sudah diputuskan harus dihukum melalui
Kan. 1336, §2-4.
§3  Seseorang yang bersumpah palsu memberi (kesaksian palsu) harus dijatuhi hukuman
yang adil.
§4  Seseorang yang membocorkan rahasia kepausan harus dijatuhi hukuman sesuai Kan.
1336, §2-4.
§5  Seseorang yang tidak mengindahkan eksekusi hukuman yang harus dijalankan harus
dihukum.
§6  Seseorang yang lalai melaporkan suatu pelanggaran harus dihukum.
Kan. 1372  berikut adalah tindakan yang mesti dijatuhi hukuman menurut Kan. 1336, §2-
4.
1o  Seseorang yang menghalang barang suci atau tindakan suci harus dihukum.
2o  Seseorang yang menghalangi kebebasan pemilihan harus dihukum.
Kan. 1373  Seseorang yang melakukan provokasi untuk melakukan tindakan buruk
terhadap Gereja harus dihukum.
Kan. 1374  Asosiasi yang melawan Gereja harus dihukum interdik. Umat Katolik yang
masuk organisasi yang melawan Gereja harus dihukum.
Kan. 1375
§1  Mereka yang menyalahkangunakan jabatan Gereja harus diusut.
§2  Seseorang yang masih menggunakan/mempertahankan jabatan.
Kan. 1376, §1:
 Nomor 1. Tanah hibah. Orang yang mencuri harta benda Gereja harus dihukum.
 Nomor 2 = Orang yg tanpa izin/pemenuhan persyaratan hukum menjual Harta Benda
Gereja atau menyewakannya tanpa ada konsultasi
 Tentang pengelolaan Harta Benda Gereja  jika lalai atau gaagal, dikenai hukumn
Kan. 1377
§1  Gravitasi
§2  Seseorang yang dalam melaksanakan tugas/fungsinya meminta sumbangan yang sudah
ditetapkan (meminta tambah) dihukum dengan hukuman yang layak, tidak terkecuali
pemecatan.
Kan. 1378
Seseorang yang menyalahgunakan kuasa Gerejawi harus dihukum.
Kan. 1379
§1  Seseorang yang tidak punya wewenang merayakan liturgi maka akan terkena hukuman
latae sententiae, interdict, kalau klerus dikenakan hukuman latae sententiae atau suspensi.
§2  Seseorang yang tidak mampu untuk mendengarkan pengakuan dan memberikan
absolusi akan dikenakan hukuman ; seorang imam harus menerima legitimasi utk dapat
memberikan absolusi atau mendengarkan pengakuai dari ordinaris wilayah
Kan. 1384
Seorang imam yang melakukan perzinahan (melawan kemurnian) langsung dikenakan
hukuman ekskomunikasi (hukuman medisinal/censura tertinggi).
Kan. 1385
Seorang imam yang mengajak peniten untuk melakukan pelanggaran seksual
(dekalog~perintah ke-6). Contoh: yang mengaku adalah PSK, terus ia mengajak melakukan
hubungan…
Kan. 1386
§1  Seorang bapa pengakuan yang melakukan pelanggaran sakramental (cth:
membocorkan rahasia pengakuan dosa) secara langsung, akan dikenakan hukuman
ekskomunikasi. Namun bila terjadi secara tidak langsung, dapat hukuman seperti tidak boleh
mendengar pengakuan untuk beberapa saat.
Contoh bocoran langsung: “eh, kwn2, rupanya yg ambil laptop … si anu”.
Contoh bocoran tidak langsung: “memberi kode2 terkait dosa orang yang mengarahkan
pendengar langsung pada si anu”.
§2  Seorang penterjemah yang membocorkan rahasia pengakuan juga mesti dihukum
penalti, tidak terkecuali ekskomunikasi.
§3  Seseorang (peniten/imam) yang melakukan perekaman secara diam2 atau langsung
akan terkena hukuman. Hal ini terjadi secara simulasi atau real. Simulasi bila berpura2 (tidak
punya wewenang, tapi melakukannya), real (benar2 terjadi). Ada 2 tindakan kejahatan:
merekam dan menyebarkan (menviralkan).
Kan. 1387
Seorang uskup yang ditahbiskan tanpa mandat vatikan. Uskup yang ditahbis dan yang
menahbis akan terkena ekskomunikasi.
Kan. 1388
§1  Uskup mentahbiskan tanpa surat dimissorial (surat kelayakan untuk ditahbiskan). Surat
dikeluarkan oleh ordinaris wilayah itu atau atasan. Contoh: surat penahbisan imam KAM
dikeluarkan oleh uskup KAM. Kalau misalnya, tahbisan imam kapusin perlu surat dari
provinsial.
Uskup yang mentahbiskan calon lain tanpa surat, akan terkena hukuman suspensi (tidak
boleh menahbiskan) selama satu tahun. Sementara yang ditahbis, akan terkena suspensi
selama 2 tahun.

Anda mungkin juga menyukai