Anda di halaman 1dari 8

Nama: Marselus Akursius Tendor

NPM: 0249303218
Tugas: Kitab Hukum Kanonik
Prodi: Filsafat Ketuhanan
1. Bagaimana pendapat Anda jika seorang kawan Anda (Katolik) berpendapat bahwa hukum
sebaiknya gereja (KHK) ini dihapus saja, karena kita hanya akan mengandalkan karya Roh Kudus?
(Berikan argumentasi Anda. Nilai tidak tergantung pada jawaban ‘setuju’ dan ‘tidak,’ tetapi
tergantung pada bobot argumentasi Anda).
Tidak setuju. Ada dua alasan. Pertama, memang benar umat membutuhkan Roh Kudus. Namun tidak
semua orang bisa menaati Roh Kudus dan mendengarkannya. Dengan demikian dia membutuhkan
panduan yang bisa ditaati secara praktis. Hukum dalam hal ini KHK adalah jawaban yang tepat bagi
umat. Kedua, KHK mengatur kehidupan praktis bergereja supaya berjalan dengan baik. Adapun (kami
meyakini bahwa hukum Gereja itu bukanlah sekedar buatan tangan manusia, melainkan hasil karya
Roh Kudus melalui tangan magisterium.

2. Ada seorang umat paroki mengatakan bahwa Paus-lah satu-satunya lembaga tertinggi dalam
Gereja Katolik yang berhak menafsirkan Kitab Hukum Kanonik 1983. Bagaimana pendapat
Anda? Kanon mana yang Anda jadikan dasar? Pandangan semacam itu merupakan suatu kekeliruan.
Lembaga tertinggi yang saya pahami bukan merujuk pada pribadi paus, melainkan organisasi yang
mana di dalamnya dijabat oleh orang-orang yang tergabung di dalamnya (para uskup yang
dikepalai oleh paus sebagai uskup Roma). Adapun untuk menguatkan argumen ini, Kan yang
menjadi acuan adalah Kan 336.
Ada tiga jawaban: Pertama, kalau berkaitan dengan kuasa penuh dan tertinggi, maka Paus menjadi
jawabannya (kanon 332 paragraf 1). Kedua, kalau berkaitan dengan lembaga tertinggi, maka
kolegium para uskup adalah jawabannya (kanon 336, 361). Ketiga, berkaitan dengan hak untuk
menafsirkan undang-undang, itu adalah kehendak atau kuasa dari pembuat undang-undang (Kanon 16
paragraf 1,2,3)

3. Ada pendapat bahwa Kitab Hukum Kanonik 1983 adalah satu-satunya kitab hukum dalam Gereja
Katolik. Karena itu pula, Gereja Katolik tidak mengakui berlakunya hukum sipil bagi tata-tertib dalam
kehidupan menggereja. Bagaimanakah pendapat Anda dengan kedua pernyataan ini? Kanon-kanon
mana yang Anda jadikan dasar?
Sekurang-kurangnya ada tiga jenis hubungan hukum Gereja dengan hukum sipil.
pertama: hubungan sejajar (kan. 10)
kedua: hubungan yang diwajibkan= Gereja juga mengakui kedudukan hukum sipil sejauh tidak
bertentangan dengan hukum Ilahi dan dirujuk oleh hukum Gereja itu sendiri (Kan. 22).
ketiga: hubungan mau tak mau (contoh tentang pembangunan rumah ibadat yang memohon izin
pemerintah, kanon 1240 dan 1176)
Beberapa perkara praktis dalam Gereja yang perlu diatur sesuai dengan hukum sipil adalah
perkara
(a) status perwalian anak (k. 98.2, k. 105.1, juga k. 110)
(b) perkawinan (k. 1071.1,2)
(c) pengelolaan dan pengalihan harta benda (k. 492.1, k. 1274.5,
k. 1284.1,3, k. 1299.2, juga k. 1500 dan 1716, dengan memperhatikan k. 197)
(d) kontrak/perjanjian (k. 1286.1, k. 1290)
(e) selain itu ada pula anjuran eksplisit agar klerus ‘memanfaatkan’ ketetapan undang - undang sipil
untuk keuntungan para klerus itu (kanon 289.2)

4. Syarat kanonik apakah yang harus dipenuhi seseorang supaya diakui sebagai pribadi yang
mempunyai hak-hak penuh dalam Gereja Katolik? Merujuk pada Kan. 11, syarat-syarat tersebut
adalah pribadi tersebut telah dibaptis atau diterima ke dalam Gereja Katolik, telah menggunakan akal
budinya, dan telah berusia tujuh tahun (rujukan lain pada Kan. 96).

5. Selain hak, seorang pribadi dalam Gereja Katolik juga mempunyai kewajiban. Setidaknya, ada tiga
'jenis' kewajiban, yaitu kewajiban sebagai pribadi, kewajiban sebagai anggota komunitas atau Gereja
partikular, dan kewajiban sebagai anggota masyarakat. Sebutkanlah contoh dalam hukum Gereja dari
ketiga kewajiban tadi dan hak yang melekat padanya.

Sebagai seorang pribadi, menurut Kan. 211, umat memiliki kewajiban dan hak mewartakan kabar
keselamatan ke seluruh dunia. Hal ini dapat berupa pewartaan sabda ( Kan…
Sebagai seorang anggota Gereja partikular, menurut Kan 212 paragraf 3, kanon 222
Sebagai anggota masyarakat, menurut Kan. 227

6. Kalau misalnya ada seorang pastor paroki melarang seorang wanita menjadi lektris di gereja,
bagaimana pendapat Anda? Kanon-kanon mana yang kiranya Anda pakai untuk mendukung pendapat
Anda tadi?
Jika merujuk pada Kan. 230 dalam KHK 1983, tentu saja dikatakan bahwa hanya laki-laki yang
menjadi lektor dan akolit. Namun Paus Fransiskus melalui motu proprio Spiritu Domini menyatakan
perubahan pada Kan. 230 §1. Hasil perubahannya adalah bahwa setiap umat awam baik laki-laki
maupun perempuan memiliki hak menjadi lektor dan akolit. Dengan demikian keputusan pastor
paroki yang melarang wanita menjadi lektris dapat ditentang dengan dasar hukum Kan. 230 §1.

7. Ada seorang pemuda yang mengatakan bahwa seorang biarawan itu pasti lebih suci dibanding
awam karena biarawan lebih sering menerima sakramen. Bagaimana pendapat Anda?
Pakailah Hukum Gereja untuk menanggapi pernyataan ini, dengan menunjukkan beberapa kanon
yang relevan. Menerima sakramen bukan berarti membuat orang hidupnya lebih suci dari pada orang
yang jarang menerima sakramen. Kesucian hidup merupakan hal yang sangat pribadi dalam
menghayati kehidupannya entah sebagai awam maupun religius dengan cara masing-masing. Kan
yang relevan untuk pernyataan ini adalah Kan 210. kan ini mengatakan bahwa “semua orang
beriman kristiani, sesuai dengan kedudukannya yang khas, harus mengerahkan tenaganya untuk
menjalani hidup yang kudus…” Dengan demikian, pandangan pemuda tersebut tidak tepat.

8. Anton, seorang sarjana ekonomi, beragama Katolik, adalah cucu dari kakak sulung seorang uskup
diosesan. Apakah Anton memenuhi syarat untuk dijadikan anggota dewan keuangan keuskupan?
Kanon mana yang mengaturnya?
Kanon 492 paragraf 3

Memang tidak dipaparkan tentang perilaku Anton dalam hal ini mengenai kejujuran. Akan tetapi,
Anton telah memenuhi salah satu syarat yakni studi ekonomi. Oleh karena itu, Anton bisa
dipercayakan untuk menjadi ekonom di keuskupan. Mengenai hal ini sebagaimana yang diamanatkan
dalam Kan 494 §1. Tentunya Anton dapat bekerja setelah mendapat persetujuan dari Uskup
mendengar masukan dari kolegium konsulator dan dewan keuangan. Akan tetapi, kalau Anton bekerja
karena relasi dekat berstatusnya sebagai cucu Uskup Diosesan, maka menyalahi aturan karena hal itu
mengarah pada praktik nepotisme.

9. KHK 1983 bukan satu-satunya hukum dalam Gereja Katolik. Sebutkan setidaknya 3 hukum lain
yang ada dalam Gereja Katolik.
Pertama, Kitab Hukum Kanonik.
Kedua, merujuk pada Kan. 587 §1, ada hukum dasar (codex fundamentalis) yang dimiliki oleh
masing-masing tarekat religius atau sekular atau serikat hidup bakti.
Ketiga, hukum tambahan (codex additicius) yang juga dimiliki oleh masing-masing tarekat religius
(merujuk pada motu proprio Ecclesiae Sanctae II no. 4 yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI).
Merujuk pada Kan. 587 §4 hal ini disebut sebagai peraturan-peraturan lain (ceterae normae).
10. Kanon 216 menyatakan bahwa semua orang beriman kristiani mempunyai hak untuk memajukan
atau mendukung karya kerasulan. Hanya saja, hak itu bukanlah hak tanpa batas. Batas-batas apa yang
ditetapkan dalam Kitab Hukum Kan 1983 sehubungan dengan hak itu? (sebutkan setidaknya 3 batas,
dan sebutkan kanon yang menyatakannya)
Batas pertama, tidak boleh menuntut menggunakan nama “Katolik” kecuali ia mendapat ijin (Kan.
216).
Batas kedua, dalam mengajukan pendapat harus memperhatikan ajaran magisterium Gereja. (Kanon
227)
Batas ketiga, dalam mengajukan pendapat, hendaknya ia berhati-hati supaya jangan sampai dalam
persoalan yang masih terbuka ia mengajukan pendapatnya sendiri sebagai ajaran Gereja. Batas kedua
dan batas ketiga diatur dalam Kan. 227.

11. a. Sampai hari ini Gereja Katolik masih melarang bayi tabung, meski tidak sedikit orang
mengusahakannya, termasuk beberapa orang Katolik. Kalau orang-tua anak hasil bayi tabung itu
minta anaknya dibaptis, bolehkan anak itu dibaptis? Mengapa?

Bayi itu boleh dibaptis. Merujuk pada Kan. 864, bayi tersebut memenuhi persyaratan untuk dibaptis.
Berdasarkan Kan. 868 §1 bayi itu memenuhi syarat untuk dibaptis karena orang tuanya
menyetujuinya.
b. Seorang pemuda datang ke pastoran, minta baptis. Setelah ditemui pastor kepala dan ditanyai
macam-macam, pemuda tadi dibawa ke gereja, lalu dibaptis. Sah-kah baptis itu? Mengapa?

Baptisan tersebut sah. Keterangan bahwa pemuda tersebut telah ditanyai macam-macam
mengindikasikan bahwa pemahaman iman yang cukup. Menurut Kan. 865 §1 pemuda tersebut
memenuhi syarat untuk dibaptis.

12. Dalam situasi APA SAJA seorang imam biasa dapat menerimakan sakramen penguatan?
Menurut Kan. 883 §3 imam biasa dapat memberikan sakramen penguatan jika sang penerima berada
dalam bahaya maut.
Kanon 884 paragraf 1 dan 2, jika dalam keadaan menuntut dan dalam bahaya yang berat

13a. Apakah dalam satu keuskupan hanya boleh satu uskup? Mengapa?
Tidak. Merujuk Kan. 376, dikatakan bahwa Uskup Diosesan memimpin Keuskupan. Namun dalam
praktiknya, Uskup Diosesan dibantu oleh Uskup Tituler yang bertugas entah sebagai Uskup Koajutor
(Kan. 409 §1) atau Uskup Auksilier (Kan. 409 §2)

b. Apakah di setiap negara harus ada kardinalnya? Mengapa?


Di setiap negara tidak harus ada Kardinalnya, sebab keputusan untuk menentukan Kardinal tergantung
pada wewenang paus. Yang akan menjadi kardinal bergantung pada Paus dan itu tidak harus diwakili
dari setiap negara.
Sumber: https://www.dokpenkwi.org/2019/09/05/ini-yang-perlu-diketahui-tentang-kardinal-dalam-
gereja-katolik/

14. a. Pada suatu hari Minggu, seorang pastor paroki membaptis anak-anak. Ternyata, salah satu bayi
yang dibaptis (sebut saja namanya Alex) adalah anak dari seorang ibu yang ternyata adalah isteri
kedua seorang yang bukan Katolik (sehingga pernikahannya tidak sah di mata Gereja). Sah-kah
baptisan si Alex itu? Mengapa?

Baptisan Alex tetap sah. Berdasarkan Kan. 868 §1-3, tidak disebutkan halangan baptis bagi bayi hasil
perkawinan tidak sah. Syarat baptisan bayi sah jika 1) salah satu orang tua menyetujui, ada harapan
dia dididik secara Katolik, dan jika bayi tersebut dalam bahaya mati. Pembaptisan Alex akan sah jika
sekurang-kurangnya memenuhi syarat tersebut. Kasus Alex mengindikasikan ketiga syarat tersebut
terpenuhi.

b. Apa yang dimaksud dengan ‘baptis bersyarat’? Kapan bisa dilakukan?

Menurut Kan. 869 §1 baptis bersyarat adalah baptisan yang dilakukan jika baptisan sebelumnya
diragukan sah atau tidaknya. Menurut Kan. 869 §3 baptisan bersyarat diberikan kepada orang
dewasa jika kepadanya sudah diuraikan ajaran tentang sakramen baptis dan kepada baptisan tersebut
diberikan kepada anak-anak, jika telah dijelaskan alasan-alasan keraguan sahnya baptis terdahulu
anak tersebut kepada orang tuanya.
tambahan: kan. 845 paragraf 2

15. Sebut saja ada seorang pemuda bernama Anto, umat paroki Katedral Jakarta. Karena sejauh ia
tahu bahwa seorang yang telah dibaptis bisa juga membaptis seorang calon baptis, pada suatu hari dia
membaptis sendiri keponakannya yang bernama Bona di kolam renang Ancol. Sah-kah baptis yang
diterima Bona secara Katolik? Mengapa?
Sebutkan kanon-kanon yang mendasari pendapat Anda.

Kan. 853, 857, 861, 862. mengatur perihal air baptis, lokasi, dan pelayan pembaptisan. Masing-
masing kanon tersebut memberikan ruang untuk kasus khusus (casum necessitas), Baptisan Anto akan
sah jika memang memenuhi kasus-kasus khusus.

16. Ani adalah katekumen di paroki Mangga Besar, karena rumahnya memang dekat dengan Gereja
Katolik Mangga Besar. Setelah mengikuti masa katekumenat selama satu tahun dan kemudian
dinyatakan layak baptis, karena dibujuk pacarnya, ia mendaftarkan pembaptisan di paroki
Kemakmuran. Setelah dibaptis di paroki Kemakmuran pada hari Jumat pertama bulan September
2003, dia mendaftarkan diri sebagai umat paroki Mangga Besar. Alangkah terkejutnya Ani ketika
ketua lingkungan di tempatnya mengatakan bahwa baptisnya tidak sah karena Ani dibaptis di luar
paroki, apalagi dibaptis pada hari Jumat, bukan hari Minggu. Ani lalu mengadu kepada Anda. Apa
yang perlu Anda katakan dengan mengacu pada hukum gereja?

Baptisan yang diterima Ani sah. Dasar hukum yang menjadi landasan dasar untuk menguatkan
argumen ini yakni Kan. 877. Memang benar bahwa seturut Kan. 857. §2, orang dewasa hendaknya
dibaptis di parokinya sendiri, namun Kan. 877 mengandaikan paroki tempat Ani dibaptis, terlepas
dari apakah ia terdaftar sebagai anggota paroki tersebut atau tidak, ia tetap dicat bat dibaptis dalam
liber baptizatorum paroki tempat ia dibaptis. Tentu saja ia memerlukan izin dari pastor paroki asalnya
untuk dibaptis di paroki lain. Kan 878 secara gamblang menyatakan bahwa jika pastor paroki tidak
membaptis atau tidak dihadiri olehnya maka pelayan baptis entah oleh pastor lain di paroki lain
diperbolehkan dengan catatan: pelayan baptis segera melaporkan ke pastor paroki, paroki asal Ani.
Berdasarkan Kan. 856, baptisan Ani tetap sah walaupun dilakukan pada hari Jumat.

17. Jika dalam suatu misa ternyata hosti yang telah diberkati habis, padahal masih ada umat yang
belum menerimanya, apa yang bisa dilakukan oleh imam itu? Apa landasan kanoniknya?

Kan. 925 mengakomodasi umat menerima anggur saja jika dibutuhkan. Kasus di atas memungkinkan
aturan ini berlaku mengingat hosti yang diberkati telah habis, tentu saja jika anggur yang sudah
dikonsekrasi masih tersedia.

18. Jika dalam suatu misa ada begitu banyak umat yang datang, padahal hanya ada satu imam yang
mempersembahkan misa. Tidak ada pro-diakon, frater, bruder atau suster yang bisa membantu
membagi komuni. Apa yang bisa dilakukan oleh imam itu? Apa landasan kanoniknya?

Menurut Kan. 910 §2, pelayan luar biasa komuni adalah akolit dan orang beriman lain yang telah
ditugaskan sesuai ketentuan Kan. 230 §3. Kan. 230 §3 memberikan kemungkinan bagi awam yang
bukan lektor dan akolit untuk membantu membagikan komuni jika terjadi kekurangan pelayan.
Terhadap kasus di atas dapat diberlakukan Kan. 230 §3 mengingat tidak ada pro-diakon, frater dan
biarawan/ti yang dapat membantu imam membagikan komuni.
Dengan berlakunya Kan 230 §1, maka Kan 231 §1 awam yang pada waktu khusus diperbantukan
untuk pelayanan Gereja, terikat kewajiban untuk pembinaan dituntut untuk melakukan tugas yang
semestinya. Dalam hal ini, kesungguhan mereka sangat membantu imam dalam pelayanan.
Sementara itu, dalam §2 dengan mengacu pada Kan 230 §1, mereka mempunyai hak atas
remunerasi wajar berdasarkan keadaan yang wajar.

19. Seorang mahasiswi Universitas Tarumanegara yang sudah menyelesaikan masa katekumenat akan
dibaptis, dan sebagai saksi dia mengajukan adiknya sendiri yang sudah dibaptis secara Katolik.
Bolehkan? Mengapa?

Adik mahasiswi tersebut boleh menjadi saksi baptis jika ia memenuhi syarat-syarat dalam Kan. 874
§1. (Lebih dari 16 tahun, telah menerima sakramen ekaristi, pengutan, dan bukan orangtua yang
hendak dibaptis)

20. a. Dalam kanon 368 ada keterangan tentang Gereja partikular: ‘dalam mana dan
dari mana.’ Apa maksud keterangan itu?

b. Terangkan persamaan dan perbedaan arti dari istilah-istilah di bawah ini dan
tunjukkan dasar kanonnya:
(i) administrator apostolik dan administrator diosesan. Persamaan antara administrator
apostolik dan administrator diosesan adalah bahwa mereka mengatur atau menggembalakan umat di
wilayah tertentu. Perbedaannya, administrator apostolik memimpin umat dalam administrasi apostolik
atas nama Paus. Administrasi apostolik adalah bagian tertentu umat Allah yang karena alasan-alasan
tertentu tidak didirikan oleh Paus menjadi keuskupan (Kan. 371 §2). Adapun administrator diosesan
adalah orang yang bertugas memimpin keuskupan saat takhta lowong (Kan. 419).
(ii) vikaris apostolik dan vikaris general. Persamaan antara vikaris apostolik dan vikaris
general adalah bahwa keduanya memiliki tugas melaksanakan kuasa eksekutif (administrasi).
Perbedaannya adalah bahwa vikaris apostolik berkarya di vikariat apostolik, yakni wilayah yang
karena alasan tertentu belum dibentuk menjadi kesurupan (Kan. 371 §1) sedangkan vikaris general
berkarya membantu Uskup diosesan di keuskupan (Kan. 475 §1).
(iii) uskup sufragan dan uskup emeritus. Persamaan antara uskup sufragan dan uskup
emeritus adalah bahwa keduanya adalah Uskup (menerima tahbisan episkopat). Perbedaannya adalah
bahwa Uskup Sufragan adalah Uskup dari sebuah keuskupan sufragan

21. Mengapa liturgi yang adalah perayaan iman umat, yang seharusnya juga menampung ekspresi
spontan iman umat itu, perlu diatur oleh Gereja? Tunjukkan kanon-kanon yang relevan dengan
jawaban Anda.

Liturgi merupakan perayaan komunial atau bersama. Oleh karena itu, perlu diatur sehingga terdapat
keseragaman. Selain keseragaman, setiap umat diharapkan dapat mengambil bagian dalam liturgi.
Kan yang dapat dijadikan acuan utama adalah Kan 2 (ini perlu dilihat lagi)
Kan. 837 - § 1. Tindakan liturgis bukanlah tindakan privat,
melainkan perayaan Gereja sendiri, yang merupakan "sakramen
kesatuan", yakni bangsa suci yang dihimpun dan diatur dibawah para
Uskup; karena itu perayaan liturgi menyangkut seluruh tubuh Gereja,
menunjukkan dan mengenainya; sedangkan setiap anggota terkena
dengan pelbagai cara, menurut perbedaan tahbisan, tugas dan
partisipasi aktualnya.

22. Pada suatu hari seorang imam diminta mempersembahkan misa dalam suatu camping rohani
mahasiswa di P. Rambut, Kepulauan Seribu. Ternyata, di antara mahasiswa Katolik itu ada tiga orang
yang bukan Katolik. Satu orang Buddha, satu orang katekumen, dan satu orang Protestan. Sebelum
misa, mereka bertiga bertanya apakah masing-masing nanti boleh ikut menerima komuni. Apa
jawaban harus diberikan imam itu kepada mereka bertiga? Kanon-kanon mana yang Anda jadikan
pedoman? Mengapa?
Yang pasti ketiganya tidak boleh menerima. Menurut Kan 849 dikatakan dengan tegas bahwa
sakramen merupakan pintu sakramen-sakramen lain. Dengan mengacu pada kanon ini maka ketiga
orang yang belum katolik itu tidak layak menerima komuni karena mereka belum dibaptis. kanon 96

23. a. Seorang pastor paroki melarang orang menerima komuni dua kali dalam sehari. Bagaimanakan
pendapat Anda? Apa argumentasi Anda?
Orang boleh menerima komuni dua kali. Ada dua syarat. Syarat pertama, menurut Kan. 917, jika
orang tersebut mengikuti perayaan Ekaristi yang mana ia menerima komuni keduanya. Bagaimana
jika ia tidak mengikuti perayaan Ekaristi yang kedua? Tentu saja ia tidak boleh menerima komuni
keduanya itu. Namun Kan. 917 juga menegaskan bahwa Kan. 921 §1-2 masih berlaku yang
memungkinkan orang itu menerima komuni kedua tanpa harus mengikuti misa dari awal sampai akhir
hanya jika ia berada dalam bahaya maut, yang mana komuni keduanya itu diterimanya sebagai
viaticum.
b. Ada seorang pemimpin biara yang mewajibkan anggota-anggotanya yang sudah imam untuk misa
konselebrasi setiap hari. Bagaimana komentar Anda? Apa alasan kanoniknya? Dalam Kan 1174 §1,
secara tegas dikatakan bahwa” para klerikal terikat kewajiban melaksanakan liturgi harian. Selain
Kan. 1174 §1, kanon lain yang juga menjadi menjadi rujukan untuk ketetapan ini adalah Kan 276 §2
30 para imam dan para diakon calon presbiter, terikat kewajiban untuk melaksanakan tugas liturgi
harian.

24. a. Apa bedanya keuskupan sufragan dengan keuskupan agung?

Perbedaan keuskupan sufragan adalah uskup yang dipercayakan untuk reksa suatu keuskupan Kan.
376, dengan tugas memperhatikan semua orang beriman di keuskupannya, juga memperhatikan para
imam di sana Kan. 383 dan Kan. 384. Sementara keuskupan agung memiliki wewenang menjaga
agar iman dan disiplin gerejawi ditaati dengan seksama, dan melaporkan penyelewengan-
penyelewengan, jika ada, kepada Paus; mengadakan visitasi kanonik, jika itu diabaikan Uskup
sufragan, tetapi hal itu harus lebih dahulu mendapat persetujuan dari Takhta Apostolik; serta
mengangkat Administrator diosesan Kan. 436, menurut norma Kan. 421, § 2 dan Kan. 425, § 3.
b. Apakah dalam satu keuskupan hanya boleh satu uskup? Mengapa?

Dalam keuskupan keberadaan uskup dapat lebih dari satu uskup dengan syarat bahwa dia
mengemban tugas sebagai Administrator Kan. 461§ 1 dan Kan. 406 § 2 .
c. Apakah di setiap negara harus ada kardinalnya? Mengapa?
Di setiap negara tidak harus ada Kardinalnya, sebab keputusan untuk menentukan Kardinal
tergantung pada wewenang paus. Yang akan menjadi kardinal bergantung pada Paus dan itu tidak
harus diwakili dari setiap negara.
Sumber: https://www.dokpenkwi.org/2019/09/05/ini-yang-perlu-diketahui-tentang-kardinal-dalam-
gereja-katolik/

25. Terangkan arti istilah-istilah di bawah ini, tunjukkan ada di kanon mana dan berikan contoh
kongkretnya (10 point)
a. communicatio in sacris merupakan istilah yang mengacu pada berbagi dalam kesucian.
Dalam hal ini, berbagai dengan mereka yang bukan Katolik (Gereja-Gereja Timur). Ada dua kanon
yang bisa menjadi rujukan yakni 844 dan 861. Menurut Kan 844 §1, sakramen yang diberikan oleh
pelayan Katolik licit bila penerima adalah orang-orang beriman Katolik. Meski demikian, tetap
perhatikan ketentuan yang termuat di dalam §2 ,§3, dan §4. Kedua, dalam Kan 861§2, dikatakan
bahwa dalam
b. iura stolae merupakan jenis sumbangan sukarela dari umat beriman yang diberikan kepada
seorang imam yang merayakan Misa atas permintaan umat. Rujukan kanon yang dapat dijadikan
sebagai referensi adalah Kan 945-985. Contoh konkret …..
c. stipendium. Dengan mengacu pada Kan 945-985 secara implisit memberikan definisi
tentang stipendium. Bertolak dari Kanon-kanon yang telah dipaparkan di atas ( 945-985), stipendium
merupakan sumbangan dari umat secara sukarela kepada imam yang memimpin sakramen.
Stipendium diberikan sebagai bentuk ucapan terima kasih umat kepada imam. Sebaliknya, seorang
imam tidak boleh menuntut atau memasang patokan. Dalam hal ini, besar kecilnya hanya tergantung
pada umat (seorang pelayan tidak perlu menuntut). Contoh konkret misalnya pastor Anns diundang
umat paroki Paskalis wilayah Benteng Daud memberkati mobil baru.
d. latae sententiae merupakan kebalikan dari ferendae sententiae yakni bila seseorang melanggar
hukum kanonik pelaku utama dan orang orang yang terlibat langsung kena efek dari perbuatan
tersebut. Misalnya, pelaku aborsi dan orang lain yang terlibat (orang tua, keluarga, teman, atau pacar
dari si cewek yang melakukan pengguguran janin). Kanon-kanon tentang latae sententiae yakni Kan
1315 §1, Kan 1318, Kan 1367 tentang hukuman ekskomunikasi latae sententiae bagi mereka yang
membuang hosti kudus. Misalnya, Santi adalah seorang mahasiswa di salah satu sekolah tinggi
semester 4 hamil karena pergaulan bebas. Kemudian ia bersama orang tuanya berusaha untuk
menutupi aib keluarganya, mereka mencari dukun untuk membantu melakukan aborsi. Dalam contoh
kasus yang sudah disebutkan sebelumnya, baik pelaku maupun yang membantu pelaku melakukan
aborsi langsung kena hukum latae sententiae.
e. ferendae sententiae merupakan istilah dalam hukum kanonik agar pengambil keputusan
hukum (hakim) harus dipertimbangkan oleh kuasa hukum. Hal ini dimaksudkan agar tidak keliru
menjatuhkan hukuman kepada orang yang dituduh bersalah. Ferendae Sententiae dapat dipahami
sebagai hukum yang sifatnya tidak langsung (orang yang bersalah kesalahanya dikaji secara teliti
sebelum menjatuhkan hukuman kepadanya) Kanon-kanon yang bisa dijadikan sebagai rujukan yakni
Kan. 1314 - Hukuman biasanya ferendae sententiae (masih harus
diputuskan), sedemikian sehingga tidak mengenai orang yang berbuat
salah, sebelum dijatuhkan padanya;
Kan. 1329 - § 1. Mereka yang dengan perencanaan bersama untuk
berbuat jahat bekerjasama dalam tindak pidana, dan dalam undangundang
atau perintah tidak disebutkan secara jelas, apabila ditetapkan
hukuman ferendae sententiae untuk pelaku utama, terkena hukuman
yang sama, atau dapat dikenakan hukuman lain yang beratnya sama
atau kurang.
§ 2. Rekan-rekan yang terlibat (complices), yang tidak disebutkan
dalam undang-undang atau perintah, terkena hukuman latae sententiae
yang terkait pada suatu tindak pidana, jika seandainya tanpa bantuan
mereka tindak pidana tersebut tidak akan terlaksana, dan hukuman itu
sedemikian sehingga dapat mengenai mereka; jika tidak, mereka dapat
dijatuhi hukuman ferendae sententiae.

f. ad validitatem demi sahnya suatu hukum (sifatnya wajib, harus). Misalnya, dalam Kan 900
§1 dikatakan bahwa pelayan selaku in persona Christi yang dapat melaksanakan perayaan Ekaristi,
adalah imam yang ditahbiskan secara sah.
g. ad liceitatem demi baiknya (sifatnya anjuran). Kanon yang dapat dijadikan rujukan yakni
Kan 892 yang mana berbunyi “calon penguatan hendaknya sedapat mungkin didampingi oleh
seorang bapak atau ibu penguatan…..”

26. Suatu hari, ada seorang umat dari Paroki B yang minta sakramen perminyakan kepada seorang
imam di paroki A, untuk ibunya yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit di kawasan paroki A.
Sebelumnya, kira-kira 6 bulan lalu, ibunya pernah menerima sakramen perminyakan juga. Imam itu
menolak dengan alasan ibu itu bukan anggota parokinya dan lebih-lebih karena ibu itu toh pernah
menerima sakramen perminyakan. Jadi, cukup sekali saja, katanya! Bagaimana komentar Anda
(dengan argumentasi kanonik tentunya)?
Sikap imam paroki A tidak tepat. Ada dua alasan. Alasan pertama, merujuk pada Kan. 1003 §1-2, atas
alasan yang masuk akal, setiap imam lain manapun dapat melayani sakramen pengurapan orang sakit.
Alasan umat meminta imam paroki A untuk melayani sakramen pengurapan orang sakit adalah masuk
akal mengingat walaupun si penderita adalah warga paroki B, namun beliau dirawat di rumah sakit
yang ada di wilayah paroki B. Alasan kedua, merujuk pada Kan. 1004 §2, si penderita dapat
menerima sakramen pengurapan orang sakit untuk kedua kalinya jika ia setelah sembuh menderita
sakit berat lagi atau penyakitnya menjadi semakin berat.

27. Seorang imam akan mempermandikan seorang mantan pembunuh yang sudah dipenjara 5 tahun.
Untuk menunjukkan sesal dan tobatnya, imam tadi minta mantan bromocorah tadi menerima
sakramen pengakuan dosa lebih dahulu. Apa komentar Anda?

Tindakan imam tersebut tidak tepat. Mengapa? Karena sang mantan pembunuh tersebut belum
menerima sakramen baptis. Adapun, menurut Kan. 849. sakramen baptis adalah pintu sakramen-
sakramen. Seseorang dapat menerima sakramen-sakramen lainnya hanya jika ia sudah dibaptis atau
baptisannya diterima sebagai sah.

28. Bacalah kanon 10. Ada dua butir penting yang perlu digarisbawahi dari kanon itu. Apa sajakah?
Bisakah kamu memberi contohnya (dengan menyebut kanon-nya)?

Dua hal yang digarisbawahi adalah undang-undang yang menjadikan tindakan-tidak-sah (lex irritans)
dan undang-undang yang menentukan orang-tidak-mampu (lex inhabilitans). Adapun lex irritans
diatur dalam beberapa kanon seperti Kan. 977, Kan. 1085.1, dan Kan. 1088 sedangkan lex
inhabilitans diatur dalam beberapa kanon seperti Kan. 1083.1 dan Kan. 1095.

29. Ada seorang guru agama Katolik mengatakan bahwa orang yang tidak atau jarang menerima
sakramen bukanlah orang Katolik Roma yang baik. Bagaimana pendapat Anda? Uraikan
argumentasi Anda dengan melihat
a. Apa kriteria orang bisa disebut ‘tergabung dalam Gereja Katolik Roma’? (LIHAT KAN. 96)
b. Apakah penerimaan sakramen menjadi kriteria satu-satunya dari ‘kebaikan’ (baca: kekudusan)
orang Katolik?

30. a. Apa yang dimaksudkan dengan “UU semata-mata gerejawi” (kanon 11)? Berikan contohnya.
Yang dimaksudkan dengan “UU semata-mata gerejawi” adalah hukum-hukum gerejawi, dalam
konteks KHK 1983 adalah hukum yang berlaku dalam Gereja Katolik ritus Latin. Contohnya adalah
hukum yang mengatur pemberian komuni atau sakramen ekaristi.
b. Ada seorang katekis mengajarkan kepada para katekumen bahwa seorang suster itu bisa membagi
komuni dalam suatu perayaan ekaristi karena suster itu seorang klerus. Apa komentar Anda?
Pendapat katekis itu keliru. Mengapa? Sebagai biarawati tidak ditahbiskan sebagai Imam. Menurut
Kan. 1024, hanya laki-laki yang telah dibaptis yang dapat menerima penahbisan suci secara sah.
Seorang suster dapat membagikan komuni jika ia adalah pelayan luar biasa komuni (Kan. 910 §2) dan
diatur seturut Kan. 230 §3, bukan karena ia adalah seorang klerus, yang mana mustahil terjadi
baginya.

Catatan: Ini merupakan hasil diskusi kami mahasiswa tingkat 4 dari OFM dari beberapa teman-
teman awam.

Anda mungkin juga menyukai