Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH SAKRAMEN TOBAT

NAMA :
 MARGARETH GWHYNIE AMANDA
 LAURA ALEXA THE NALLEY
 DAVID FREDERICK ONDOK
 PETRUS ROBERTO DE NOBILLY
 FLORIANUS E.G MELDY
KELAS : VIII-B
MAPEL : AGAMA
HARI / TANGGAL : SELASA, 16 MEI 2023

SMPK ST FRANSISKUS XAVERIUS RUTENG


Sakramen Pengakuan Dosa (sering juga disebut Sakramen Tobat atau Sakramen
Rekonsiliasi) adalah salah satu dari tujuh sakramen dalam Gereja Katolik—disebut juga
"Misteri" dalam Gereja Timur—di mana penerimanya memperoleh belas
kasihan Allah berupa pengampunan atas dosa yang diakui dan disesalinya. Melalui sakramen ini
mereka juga sekaligus didamaikan dengan Gereja yang telah mereka lukai karena dosa-dosa
mereka. (bdk. Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen
Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas
dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat
setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang
dari kecenderungan berbuat dosa.[1]:1423-1442
Santo Ambrosius mengatakan bahwa dosa diampuni melalui Roh Kudus,
namun manusia memakai para pelayan Tuhan (imam) untuk mengampuni dosa. Para pelayan
Tuhan tersebut tidak menggunakan kekuatan mereka sendiri; mereka mengampuni dosa bukan
atas nama mereka, tetapi atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Mereka meminta, dan
Tuhan memberikannya.[3]
Sakramen Rekonsiliasi adalah satu-satunya cara normal yang digunakan seseorang yang
melakukan dosa berat agar terhindar dari bahaya penderitaan atau siksa dosa abadi (Lihat: Bobot
Dosa).[1]:1446 Sakramen ini membebaskan seseorang dari dosa-dosa yang diakui dan disesalinya,
tetapi ia tetap harus menanggung akibat dari dosa-dosa yang dilakukannya (siksa dosa
sementara) dan melakukan silih yang diperlukan seiring dengan
pertobatannya (Lihat: Indulgensi).[1]:1471-1473
Elemen-elemen sakramen
Sakramen Rekonsiliasi terdiri dari 2 elemen utama, yaitu "tindakan Allah" berupa pengampunan
dosa (atau absolusi), dan "tindakan manusia" berupa penyesalan, pengakuan, dan silih
(atau penitensi).[4]
Penyesalan
Artikel utama: Penyesalan
Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan
pertama. Penyesalan adalah kesedihan jiwa dan kebencian terhadap dosa yang telah dilakukan,
bersamaan dengan niat untuk tidak berbuat dosa lagi (Konsili Trente: DS 1676). Kalau
penyesalan itu berasal dari kasih, di mana Allah saja yang patut dikasihi di atas segala sesuatu,
maka dinamakan "penyesalan sempurna" ("sesal karena kasih", contrition of charity).
Penyesalan sempurna mengampuni dosa ringan; dapat juga mendapat pengampunan atas dosa
berat jika di dalamnya terdapat niat yang kuat untuk secepatnya melakukan pengakuan secara
sakramental (melalui Sakramen Rekonsiliasi).[1]:1451-1452
"Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan
Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19)
Pengakuan dosa
Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan
membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain. Melalui pengakuannya,
seseorang memandang dengan tepat dosa-dosanya di mana ia bersalah karenanya, menerima
tanggung jawab atas dosa-dosa tersebut; dan dengan demikian orang tersebut membuka diri
kepada Allah dan persekutuan dengan Gereja demi masa depannya yang baru.[1]:1455
Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan
Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): "Dalam Pengakuan para
peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri
secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua
perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28);
terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada
dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka."[1]:1456
"Karena jika orang sakit merasa malu untuk menunjukkan lukanya kepada dokter,
maka obat tidak akan menyembuhkan apa yang tidak dikenalnya."
- St. Hieronimus -[1]:1456
Pengampunan dosa
Artikel utama: Absolusi § Dalam Gereja Katolik
Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-
dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan
pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). Pelaksanaan pelayanan pengampunan
dosa itu dipercayakan Kristus kepada para pelayan apostolik (2 Korintus 5:18), yaitu para imam.
[1]:1442
Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan
kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi).
Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-
unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala
pengampunan; kalimat intinya: "... Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu ...".[1]:1449
Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut
adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan
dalam absolusi sakramental—yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam.
Absolusi yang diberikan di hadapan publik bukanlah sakramental, tetapi hanyalah doa mohon
pengampunan atas dosa-dosa ringan; contohnya absolusi yang diberikan setelah Pernyataan
Tobat dalam misa.[5]:A3 Namun demikian dalam KGK 1483 dituliskan pengecualian di mana
dalam keadaan sangat darurat dimungkinkan upacara komunal Sakramen Rekonsiliasi dengan
pengakuan dosa dan absolusi secara umum, misalnya dalam bahaya maut yang mengancam
secara langsung saat terjadi perang.[1]:1483
Penyilihan
Artikel utama: Penitensi
Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian
bagi orang lain. Sehingga orang tersebut wajib sedapat mungkin mengganti rugi atas
perbuatannya (misalnya mengembalikan barang yang dicurinya, memulihkan nama baik orang
yang difitnahnya, membayar kompensasi dan merawat orang yang dilukainya), di mana
prinsip keadilan pun sudah menuntut hal tersebut. Namun dosa juga melukai dan melemahkan
pendosa itu sendiri, sebagaimana juga dampaknya dalam hubungannya dengan Allah dan
sesamanya. Absolusi yang diterima dalam Sakramen Rekonsiliasi menghapuskan dosa, tetapi
tidak memulihkan semua kekacauan yang disebabkan oleh dosa. Setelah pendosa diampuni dari
dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih
untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus "melakukan silih",
atau biasa disebut penitensi.[1]:1459
Penitensi yang diberikan bapa pengakuan (sebutan bagi imam yang melayankan sakramen ini)
mempertimbangkan keadaan pribadi peniten dan melayani kepentingan rohaninya; diberikan
sedapat mungkin sesuai dengan kadar dosa yang dilakukan peniten. Penitensi tersebut dapat
terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang
dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang
harus dipikulnya dengan sabar. Penitensi-penitensi tersebut membantu peniten agar dapat
semakin menyerupai Kristus (Roma 3:25, 1 Yohanes 2:1-2).[1]:1460

Seorang peniten mengakukan dosanya di hadapan bapa pengakuan (Gereja Katolik-Yunani


Ukraina)
Ruang pengakuan dosa
Manfaat
Sakramen Rekonsiliasi menghasilkan manfaat-manfaat bagi peniten dalam hal rohani berupa:
[1]:1496

 pembebasan dari hukuman kekal (siksa dosa abadi) yang disebabkan oleh dosa berat
 pembebasan, setidaknya sebagian, dari siksa dosa sementara yang disebabkan oleh dosa
 perdamaian (rekonsiliasi) dengan Gereja dan Allah, di mana peniten memperoleh
kembali rahmat yang sebelumnya hilang akibat dosa
 kedamaian dan ketenangan batin, serta hiburan rohani (konsolasi)
 meningkatkan kekuatan spiritual dalam perjuangan sebagai seorang Kristiani (salah
satunya yaitu tambahan kekuatan untuk menolak godaan berbuat dosa)
Pelayan sakramen
Pelayan yang sah
Pelayan Sakramen Rekonsiliasi, disebut juga "bapa pengakuan", adalah para imam
tertahbis yang sah; minimal adalah tahbisan tahap dua (presbiterat), diakon tidak dapat
memberikan pelayanan sakramen ini (Lihat: Sakramen Imamat). Sahnya absolusi dosa menuntut
bahwa pelayan sakramen ini memiliki, selain kuasa tahbisan, kewenangan melaksanakan kuasa
tersebut terhadap peniten. Kewenangan tersebut berdasarkan hukum atau dari otoritas
berwenang sesuai Kan. 969; jadi tidak semua imam tertahbis memiliki kewenangan untuk
melayani Sakramen Rekonsiliasi.[6]:966-969 Namun ada pengecualian bahwa jika peniten berada
dalam bahaya maut (kematian), setiap imam walaupun tanpa kewenangan dapat memberikan
absolusi secara sah.[6]:976-977
Pelayanan antar Gereja
Kitab Hukum Kanonik mengatur mengenai penerimaan Sakramen Rekonsiliasi antar Gereja, di
mana seorang pelayan Katolik dapat menerimakan sakramen ini kepada peniten dari:[7]:844[8]:991
 Gereja partikular yang berbeda, yang dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma
Contohnya: seorang imam dari Gereja Katolik Roma dapat melayani peniten dari Gereja
Katolik Maronit, dan demikian juga sebaliknya.
 Gereja Timur yang tidak dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik
Yaitu seandainya peniten tersebut memintanya dengan sukarela dan dalam keadaan
layak. Contohnya: seorang imam Gereja Katolik-Yunani Melkit dapat melayani peniten
dari Gereja Ortodoks Timur, sejauh syarat-syarat tersebut terpenuhi. Hal ini juga berlaku
kepada Gereja lain yang menurut penilaian Takhta Apostolik, sehubungan dengan
sakramen, berada dalam kedudukan yang sama dengan Gereja-Gereja Timur tersebut.
 Umat Kristen lainnya yang tidak dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik
Yaitu seandainya ada bahaya kematian atau menurut penilaian uskup ada keperluan berat
yang mendesak. Syaratnya peniten tersebut memintanya dengan sukarela,
memperlihatkan iman Katolik sehubungan dengan sakramen ini, dan dalam keadaan
layak.
Praktik penerimaan

Pengakuan Dosa saat Hari Pemuda Dunia 2013 di Brasil


Sebenarnya tidak ada suatu aturan baku yang ditetapkan mengenai teknis pelaksanaan
Pengakuan Dosa, yang terpenting adalah elemen-elemen yang telah disebutkan sebelumnya di
atas. Namun biasanya di dalam ruang atau bilik pengakuan disediakan teks panduan mengenai
apa yang harus dilakukan peniten, terutama pada suatu pengakuan terjadwal—misalnya pada
masa Pra-Paskah dan masa Adven. Imam akan menyatakan penintensi yang perlu dilakukan oleh
peniten sebelum imam memberikan absolusi, dan biasanya peniten diminta untuk
mendaraskan Doa Tobat (sesuai yang tercantum di Puji Syukur No.25-26).
Menurut Kanon 844 §2, umat Katolik diperkenankan menerima Sakramen Rekonsiliasi dari
pelayan yang bukan dari Gereja Katolik jika membuatnya mendapatkan manfaat rohani yang
nyata dan ia berada dalam keadaan mendesak. Syaratnya tidak ada bahaya kesesatan, secara fisik
atau moril ia tidak dapat menghadap pelayan Katolik, dan sakramen tersebut adalah sah
dalam Gereja tersebut.[7]:844
Frekuensi penerimaan
Setiap umat yang telah mencapai usia yang dianggap mampu untuk membuat pertimbangan dan
bertanggung jawab atas tindakannya, diwajibkan untuk dengan setia mengakukan dosa-
dosa beratnya melalui Sakramen Rekonsiliasi minimal satu kali dalam setahun.[8]:989 Perintah
kedua dari "Lima perintah Gereja" juga menyebutkan mengenai kewajiban seseorang untuk
mengakukan dosa-dosanya minimal sekali setahun untuk menjamin penerimaan Hosti Kudus
secara layak dalam Perayaan Ekaristi, yang mana merupakan kelanjutan dari pertobatan dan
pengampunan yang telah diterima dalam Pembaptisan. Sementara dalam perintah ketiga
disebutkan bahwa seseorang harus menerima Komuni Kudus saat hari raya Paskah; dengan
demikian dapat dikatakan bahwa umat diharapkan untuk, setidak-tidaknya, melakukan
pengakuan dosa pada masa menjelang Paskah (Pra-Paskah) untuk menjamin bahwa ia
menyambut Komuni Kudus dengan layak saat perayaan Paskah.[9]:2042
Seseorang yang telah melakukan suatu dosa berat tidak dapat menerima Komuni Kudus sebelum
menerima absolusi dalam Sakramen Rekonsiliasi, sekalipun ia merasakan penyesalan yang
mendalam, kecuali ia memiliki alasan yang sangat serius untuk dapat menerima Komuni dan
tidak memungkinkan baginya untuk melakukan pengakuan dosa.[1]:1457 Pelanggaran terhadap hal
tersebut adalah dosa berat yang serius, yaitu sakrilegi, karena merupakan penodaan secara
langsung terhadap Tubuh Kristus yang hadir secara nyata dalam Sakramen Ekaristi.[10]:2120
Walaupun tidak diwajibkan, pengakuan atas dosa-dosa ringan yang dilakukan sehari-hari sangat
dianjurkan oleh Gereja. Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu seseorang dalam
membentuk hati nurani yang baik dan melawan kecenderungan yang jahat; seseorang
membiarkan dirinya disembuhkan oleh Kristus dan bertumbuh dalam hidup rohaninya. Dengan
menerima Sakramen Rekonsiliasi lebih sering, seseorang akan merasakan belas kasihan Allah
yang memampukannya untuk berbelas kasih sebagaimana Allah juga penuh belas kasihan
(Lukas 6:36).[1]:1458

“ Siapa yang mengakukan dosa-dosanya, sudah bekerja sama dengan Allah. Allah
menggugat dosa-dosamu; jika engkau juga menggugatnya, engkau bergabung
dengan Allah. Manusia dan pendosa dapat dikatakan adalah dua kenyataan yang
berbeda: kalau berbicara tentang "manusia", Allahlah yang menciptakannya; kalau
berbicara tentang "pendosa", manusia itu sendirilah yang menciptakannya.
Hancurkanlah apa yang telah engkau ciptakan, agar Allah dapat menyelamatkan
apa yang telah Ia ciptakan. ... Kalau engkau mulai jijik terhadap apa yang engkau
ciptakan, berarti karya-karyamu yang baik telah dimulai, karena engkau mendakwa
dirimu sendiri atas karya-karyamu yang jahat. Awal mula karya-karya yang baik
adalah pengakuan akan karya-karya yang jahat. Engkau melakukan kebenaran dan
datang kepada Terang. ”

— St. Agustinus[1]:1458
Rahasia sakramental
Artikel utama: Meterai Pengakuan (Gereja Katolik)
Seorang bapa pengakuan, sebagai pelayan Sakramen Rekonsiliasi, tidak dapat membocorkan
rahasia pengakuan dosa (disebut juga "rahasia sakramental") sekecil apapun dan dengan cara
apapun. Kewajiban menyimpan rahasia sakramental juga berlaku pada penerjemah, jika ada, dan
semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari
suatu Pengakuan Dosa.[6]:983 Seandainya bapa pengakuan secara langsung melanggar rahasia
sakramental ini maka ia terkena sangsi ekskomunikasi secara otomatis (latae sententiae), di
mana sangsi tersebut hanya dapat dicabut oleh Takhta Suci. Sementara bagi pelanggar tidak
langsung, penerjemah, atau orang lain yang disebutkan sebelumnya yang melakukan
pelanggaran rahasia sakramental dihukum sesuai bobot pelanggarannya dan juga dapat
dikenakan sangsi ekskomunikasi.[11]:1388

Anda mungkin juga menyukai