Anda di halaman 1dari 116

KASUS DISLEKSIA PADA SISWA KELAS IV SD DALAM MEMAHAMI S

CERITA KELAS IV MATERI BANGUN DATAR DI SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh gelar Sarjana


Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh
SALSYABILLA WILANDA RAMLAN
NIM. 1705470

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2
i

KASUS DISLEKSIA PADA SISWA KELAS IV SD DALAM


MEMAHAMI SOAL CERITA KELAS IV MATERI BANGUN DATAR
DI SEKOLAH DASAR.

Oleh
Salsyabilla Wilanda Ramlan

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

© Salsyabilla Wilanda Ramlan


Universitas Pendidikan Indonesia
2021

Hak cipta dilindungi undang-undang


Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak
ulang,
Di foto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis
ii

LEMBAR PENGESAHAN
SALSYABILLA WILANDA RAMLAN
KASUS DISLEKSIA PADA SISWA KELAS IV SD DALAM MEMAHAMI
SOAL CERITA KELAS IV MATERI BANGUN DATAR DI SEKOLAH
DASAR.

Disetujui dan disahkan oleh pembimbing:


Pembimbing I

Drs. Dudung Priatna, M.Pd


NIP. 195802041986031004

Mengetahui,
Ketua Program Studi PGSD

Dr. Yeni Yuniarti, M.Pd


NIP. 197001172008122001
iii

Halaman Pernyataan
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kasus Disleksia pada
Siswa Kelas IV SD dalam Memahami Soal Cerita Kelas IV Materi Bangun
Datar di Sekolah Dasar.” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya
saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas
pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila dikemudian hari di
temukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain
terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2022


Yang membuat
pernyataan,

Salsyabilla Wilanda
Ramlan
NIM.1705470
iv

MOTO

“Do the best. For the best. Be the Best. For Allah”
v

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, karunia, serta taufik hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam penulis panjatkan semoga senantiasa tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebenaran dan
menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta. Adapun judul skripsi
yang penulis susun “Kasus Disleksia pada Siswa Kelas IV SD dalam
Memahami Soal Cerita Kelas IV Materi Bangun Datar di Sekolah Dasar.”.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih
jauh dari kata sempurna, maka penulis memohon maaf apabila adanya kesalahan
dan kekurangan yang ada dalam tulisan yang telah disusun. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sehingga untuk kedepannya menjadi lebih baik dan tepat.
Dengan adanya tulisan ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya, dan bagi pebaca umumnya. Selain itu harapan penulis dapat
memberikan sumbansih pengetahuan pada bidang keilmuan yang diteliti yakni
Kasus Disleksia pada Siswa Kelas IV SD dalam Memahami Soal Cerita Kelas
IV Materi Bangun Datar di Sekolah Dasar.

Bandung, Januari 2022

Penulis
vi

UCAPAN TERIMA KASIH


Terlebih dahulu penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis
mengharapkan skripsi ini dapat membantu mengembangkan wawasan bagi
siapapun yang membaca, khususnya dalam bidang Pendidikan sekolah dasar.
Dalam penyusunan skripsi ini, ditemukan banyak sekali kesulitan-kesulitan
namun meskipun demikian penulis tetap berusaha menyelesaikan skripsi ini
dengan mendapatkan bantuan, bimbingan dan dorongan penuh cinta dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan sangat berterima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak diantaranya:
1. Drs. Dudung Priatna, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang rela
membagi waktunya untuk melakukan bimbingan secara daring dikala
situasi pandemic Covid-19 yang telah memberikan motivasi,
bimbingan, saran yang membuka jalan pikiran dan memeriksa karya
tulis ini demi perbaikan yang lebih baik.
2. Dr. Yeni Yunianti selaku ketua prodi PGSD UPI kampus Cibiru yang
telah memberikan kesempatan penulis unuk dapat melakukan
penelitian.
3. Kepala sekolah dan guru-guru SD Talenta yang telah memberikan
peneliti izin untuk melakukan observasi penelitian dan ujicoba media
yang dikembangkan peneliti.
4. Seluruh Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas
Pendidikan Indonesia Kampus di Cibiru yang telah memberikan
pengajaran dan pengalaman yang berharga selama perkuliahan, juga
seluruh staf akademika yang selalau memudahkan peneliti dalam
melengkapi persyaratan dan memberikan fasilitas selama penyusunan
skripsi.
5. Direktur UPI Kampus di Cibiru Dr.H Asep Henry Hernawan, M. Pd
yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
6. Wakil Direktur UPI Kampus di Cibiru Dr.H Dede Margo Irianto,
M.Pd yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
7. Kepada kedua orang tua tercinta yang selama ini telah membantu
peneliti dalam bentuk perhatian, kasih sayang, motivasi penuh, serta
doa yang tiada henti-hentinya mengalir demi kelancaran untuk segera
menyelesaikan skripsi ini. Kemudian terima kasih banyak untuk
kakak-kakakku yang selalu menghibur dan memberi dukungan penuh
bagi peneliti.
8. Kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
vii

ABSTRAK
PENGEMBANGAN GAME EDUKATIF PENGURANGAN BILANGAN
BULAT SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SD
BERBASIS ANDROID
(Penelitian Pengembangan pada Pembelajaran MTK Kelas VI Sekolah Dasar)

Izzan Nafsan
1705235
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat
membuat media pembelajaran semakin bervariatif. Media dalam proses pembelajaran
dapat membantu meningkatkan sikap positif terhadap pembelajaran te rmasuk materi
matematika yang sering dikenal menyeramkan bagi banyak siswa . Namun masih banyak guru
yang belum menggunakan media dalam kegiatan pembelajarannya sehingga siswa banyak yang
kurang paham dan kurang senang terhadap materi matematika tersebut. Melihat perilaku siswa
pada saat ini yang sudah biasa memainkan mobile game. Media game dalam membantu kegiatan
pembelajaran tentu sangat bisa dilakukan. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk merancang
dan mengembangkan media game edukatif pengurangan bilangan bilang bulat berbasis android
sehingga dapat digunakan kapanpun dan dimanapun. Penelitian ini menggunakan metode Design
& Development (D&D) dengan model ADDIE (Analize, Design, Development, Implementation,
Evaluation). Teknik pengumplan data yang dilakukan dalam penelitian yaitu wawancara yang
dilakukan terhadap guru dan angket yang akan diberikan kepada ahli media, ahli materi, guru dan
siswa kelas VI. Teknik analisis data menggunakan table Linkert sebagai acuan dalam menilai
media yang sedang dikembangkan. Hasil penelitian ini berupa aplikasi “JaMath” berupa game
edukatif pengurangan bilangan bulat yang dinilai oleh validator sudah sangat layak digunakan
dalam pembelajaran matematika khususnya pengurangan bilangan bulat. Ujicoba yang dilakukan
kepada guru dan siswa kelas VI mendapatkan respon yang sangat baik.

Kata Kunci: Sekolah Dasar, Game Edukatif, Media Pembelajaran, Mobile Game
viii

ABSTRACT
DEVELOPMENT OF EDUCATIONAL GAMES FOR SUBTRACTION
INTEGERS AS LEARNING MEDIA ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS
AS AN ANDROID-BASED
(Development Research on Math Learning for Grade VI Elementary School)

Izzan Nafsan
1705235
This research is motivated by the rapid development of technology which makes learning
media more varied. Media in the learning process can help increase positive attitudes
towards learning, including math material which is often known to be scary for many
students. However, there are still many teachers who have not used the media in their
learning activities so that many students do not understand and are not happy with the
mathematics material. Seeing the behavior of students at this time who are used to
playing mobile games. Game media in helping learning activities are certainly very
doable. Therefore, this study aims to design and develop an educational game media for
reducing integers based on Android so that it can be used anytime and anywhere. This
study uses a Design & Development (D&D) method with the ADDIE model (Analyze,
Design, Development, Implementation, Evaluation). The data collection technique used
in this research is interviews with teachers and questionnaires that will be given to media
experts, material experts, teachers and sixth grade students. The data analysis technique
uses a Linkert table as a reference in assessing the media being developed. The results of
this study are the "JaMath" application in the form of an educational game for reducing
integers which is considered by the validator to be very suitable for use in learning
mathematics, especially integer reduction. Tests conducted on teachers and students of
class VI got a very good response

Keyword: Elementary School, Educational Games, Learning Media, Mobile Game


ix

DAFTAR ISI

Hak Cipta............................................................................................................................
Lembar Pengesahan...........................................................................................................
Lembar Pernyataan...........................................................................................................
Moto.................................................................................................................................
Kata Pengantar...................................................................................................................
Ucapan Terimakasih.........................................................................................................
Abstrak............................................................................................................................
Abstract..........................................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................................
Daftar lampiran..................................................................................................................
Bab I Pendahuluan.............................................................................................................
1.1. Latar Belakang.....................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................................
1.3.1. Tujuan Umum.............................................................................................
1.3.2. Tujuan Khusus............................................................................................
1.4. Manfaat Penelitian...............................................................................................
1.5. Struktur Organisasi..............................................................................................
Bab II Teori Landasan.......................................................................................................
2.1. Neuroscience di Sekolah Dasar...........................................................................
2.1.1. Neurologi Gangguan Belajar
x

dan Masalah Belajar di Sekolah Dasar.......................................................


2.1.1.1. Perbedaaan Gangguan belajar dan Masalah belajar......................
2.1.1.2. Ganguan Belajar Merupakan Gangguan Neurologis.....................
2.1.1.3. Masalah Belajar dalam Kajian Neurologi......................................
2.1.2. Gangguan Belajar di Sekolah Dasar..........................................................
2.1.2.1 Disleksia.......................................................................................
2.1.2.2 Jenis Disleksia..............................................................................
2.2. Evaluasi Pembelajaran di Sekolah Dasar...........................................................
2.2.1. Jenis Tes Evaluasi di Sekolah Dasar........................................................
2.2.1.1. Subjektif.......................................................................................
2.2.1.2. Objektif........................................................................................
2.2.2. Tes Evaluasi Soal Cerita Matematika di Sekolah Dasar..........................
2.3. Pembelajaran Matematika di SD........................................................................
2.3.1. Materi Bangun Datar di SD Kelas IV.......................................................
2.3.1.1. Persegi.........................................................................................
2.3.1.2. Persegi Panjang............................................................................
2.3.1.3. Segitiga........................................................................................
2.4. Penelitian Relevan..............................................................................................
2.4.1. Kostopoulus, et al (2017)..........................................................................
2.4.2. Mardhiyah, A., Nurhasanah, N., & Fajriani, F. (2019)............................
2.5. Kerangka Berfikir...............................................................................................
Bab III Metode Penelitian................................................................................................
3.1. Metode dan Desain Penelitian............................................................................
3.1.1. Metode Penelitian.....................................................................................
3.1.2. Definisi Operasional.................................................................................
3.2. Partisipan dan Tempat Penelitian.......................................................................
3.3. Pengumpulan Data..............................................................................................
3.3.1. Metode Tes...............................................................................................
3.3.2. Wawancara...............................................................................................
xi

3.3.3. Observasi..................................................................................................
3.3.4. Dokumentasi.............................................................................................
3.4. Instrumen Penelitian...........................................................................................
3.4.1. Lembar Soal Matematika..........................................................................
3.4.2. Lembar Pedoman Wawancara..................................................................
3.4.3. Lembar Pedoman Observasi.....................................................................
3.5. Analisis Data.......................................................................................................
3.6. Isu Etik Penelitian...............................................................................................
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan.......................................................................
3.1. Hasil Penelitian...................................................................................................
3.1.1. Metode Tes...............................................................................................
3.1.2. Metode Wawancara..................................................................................
3.1.3. Metode Observasi.....................................................................................
3.1.4. Metode Dokumentasi................................................................................
3.2. Pembahasan........................................................................................................
3.2.1. Kemampuan Pemahaman Materi..............................................................
3.2.2. Jenis Disleksia yang dialami Siswa..........................................................
3.3. Keterbatasan Penelitian......................................................................................
Bab V Kesimpulan dan Saran..........................................................................................
5.1. Kesimpulan.........................................................................................................
5.2. Saran...................................................................................................................
Daftar Pustaka..................................................................................................................
Lampiran-lampiran..........................................................................................................
xii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR


Gambar 2.1......................................................................................................................
Tabel 3.1..........................................................................................................................
Tabel 3.2..........................................................................................................................
Tabel 3.3..........................................................................................................................
Tabel 3.4..........................................................................................................................
Gambar 3.1......................................................................................................................
Gambar 3.2......................................................................................................................
xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.....................................................................................................................
Lampiran 2.....................................................................................................................
Lampiran 3.....................................................................................................................
Lampiran 4.....................................................................................................................
Lampiran 5.....................................................................................................................
Lampiran 6.....................................................................................................................
Lampiran 7.....................................................................................................................
Lampiran 8.....................................................................................................................
Lampiran 9.....................................................................................................................
Lampiran 10...................................................................................................................
Lampiran 11...................................................................................................................
Lampiran 12...................................................................................................................
Lampiran 13...................................................................................................................
Lampiran 14...................................................................................................................
Lampiran 15...................................................................................................................
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Membaca merupakan kemampuan dasar yang perlu ditindaklanjuti.
Hal ini berkaitan dengan urgensi membaca yang merupakan salah satu
kemampuan berbahasa. Hal ini menduduki peran yang sangat penting dalam
kehidupan umat manusia terlebih di era literasi digital saat ini. Membaca
adalah jendela dunia dimana ia menjadi jembatan bagi siapapun yang ingin
maju dan sukses.
Terkait dengan membaca, (Dalman, 2013) mengungkapkan membaca
pemahaman yakni kelanjutan dari membaca permulaan. Pembaca tak lagi
dituntut untuk melafalkan huruf dengan benar dan merangkai setiap bunyi
bahasa menjadi bentuk kata, frasa, dan kalimat tetapi pembaca juga dituntut
untuk memahami isi bacaan yang dibacanya. Namun membaca pemahaman
ini, kecil kemungkinan tercapai oleh anak-anak yang mengalami gangguan
berbahasa atau membaca yang disebut juga anak-anak disleksia.
Hal ini dipaparkan oleh (Juliansyah, 2018) bahwa disleksia
merupakan gangguan belajar spesifik yang berpengaruh pada kesulitan
membaca yang berdampak pada kesulitan menghitung dan menulis.
Gejala ini dialami oleh 5-10% anak di dunia. Adapun penelitian yang
dilakukan oleh (MAHARANI, 2020) menunjukkan bahwa penderita disleksia
melakukan penyimpangan-penyimpangan membaca berupa pembalikkan,
penghilangan, dan penggantian pada kalimat dasar bahasa Indonesia.
Penderita disleksia juga sering mengacaukan pola kalimat dasar yang
mengakibatkan kalimat dasar menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.
Kesadaran persepsi visual mempengaruhi penderita disleksia dalam
membaca. Selain itu, pada penelitian lainnya yang meneliti penyandang
disleksia kelas 4 sebuah SD Swasta Bandung menyebutkan bahwa dampak
disleksia terhadap self-esteem pada aspek competence dan power memiliki
gambaran tingkat self-esteem yang rendah, namun pada aspek significance
dan virtue dengan gambaran tingkat selfesteem yang tinggi
(Kusumawardana, 2021). Adapun (Archibald, 2013) menjelaskan bahwa

1
2

dalam penelitiannya pada anak usia 6 hingga 10 tahun dari 34 sekolah yang
berbeda, tercatat 70% anak mengalami hambatan berbahasa, membaca,
matematika dan gangguan belajar.
Berdasarkan data penelitian di atas dinyatakan bahwa siswa yang
mengalami hambatan membaca dikenal dengan disleksia sejalan dengan
definisi yang dituturkan oleh (Witzel, 2018) dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa disleksia adalah salah satu bentuk ketidakmampuan
belajar yang umum dan sering digunakan sebagai sinonim dari "kesulitan
membaca". Selain itu, disleksia berasal dari bahasa Yunani yaitu dyslexia,
“dys” yang berarti kesulitan, “lexis” yang bermakna kata-kata. Dapat
disimpulkan bahwa disleksia merupakan kesulitan belajar primer dimana hal
ini berkaitan dengan masalah bahasa tulisan contohnya seperti membaca,
menulis, dan mengeja.
Sejalan dengan definisi diatas, ciri-ciri yang terlihat pada anak yang
mengalami disleksia tak hanya ditentukan dari kesulitan membaca, menulis,
dan mengeja saja, ia juga dapat dilihat dari gejala lainnya seperti seorang
anak yang usianya sudah menginjak enam tahun namun masih meletakkan
benda dalam posisi yang terbalik, seringkali jatuh, sering tersesat bahkan
untuk pulang ke rumah, sukar membedakan kanan dan kiri, atau bahkan tidak
paham tentang konsep waktu. Adapun ciri-ciri lain yang terjadi pada anak
dengan disleksia yakni terjadi masalah dalam konsentrasi, daya ingatnya pun
jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi), dan ia juga mengalami masalah
dalam pengorganisasian, sehingga cenderung tidak teratur. Siswa yang
mengalami disleksia mengalami kesulitan dalam menggunakan dan
memahami simbol dan kata, khususnya kata-kata dengan fungsi kecil dari
bahasa yang tak memiliki makna yang mudah untuk digambarkan, atau multi
tafsir tergantung dengan konsepnya. Mereka juga dapat mengalami kesulitan
dalam memahami konsep waktu, pengorganisasian dan urutan.
Sehubungan matematika, hal ini menyebabkan kebingungan baik
dalam memahami simbol yang biasa digunakan dalam soal memahami soal
kata. Memasuki tahun ke empat di Sekolah Dasar, pada materi bangun datar,
peserta didik diharapkan memiliki kemampuan untuk mengkonversi satuan
3

metrik dalam pengukuran dan memecahkan masalah yang melibatkan


pengukuran desimal, uang dan waktu. Hal tersebut juga termasuk
menghitung keliling dan luas bentuk (persegi dan persegi panjang), dan juga
memperkirakan volume bentuk 3D.
Sebagian besar siswa yang mengalami disleksia memiliki
kemampuan penalaran visual dan spasial yang kuat, sehingga mereka
cenderung lebih memahami konsep matematika yang diajarkan melalui
strategi manipulatif atau visual dengan lebih baik, meskipun masalah
pemahaman konsep waktu, pengorganisasian, dan urutan masih bisa menjadi
penghalang. Masing masing dari mereka akan memiliki hambatan yang unik.
Namun seiring waktu, mereka akan belajar mengenali beberapa kata dan
simbol, atau menguasai beberapa konsep.
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakuan mengenai anak
yang mengalami disleksia. Menurut (Michigan, 2017), kurang lebih 70
hingga 80% memiliki gangguan melek huruf menderita disleksia, yang setara
dengan 5-10% dari populasi. Diskalkulia memiliki jumlah persenan yang
sama.
Pada penelitian lainnya, (SZE, 2018) memaparkan bahwa terdapat
bukti adanya defisit fonologi dalam individu disleksia, namun tidak dapat
disimpulkan mengenai defisit dan kekuatan visual-spasial. Terdapat
konsensus pada sifat defisit kemampuan kesadaran fonologi tetapi tidak pada
kemampuan visual spasial pada disleksia. Fakta yang ada bahwa hubungan
antara kesadaran fonologi dan kemampuan visual-spasial dalam disleksia
bergantung kepada bidang kemampuan visual yang diukur.
Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (ARIFIN,
2020), dikutip dari penelitian (Hermijanto, 2016) disleksia jenis
disnemkinesia merupakan disleksia yang memiliki daya pengembangan
kemampuan visual-spasial dan daya ingat yang buruk sehingga kesulitan
unuk membedakan atau mengenali huruf dan membuat suatu perkataaan atau
kosakata.
Sekilas telah dijabarkan tentang penelitian (Archibald, 2013). Dalam
penelitannya mengungkapkan keterkaitan skor rendah pada putaran fonologi
4

memori jangka pendek mencirikan kelompok dengan kelemahan berbahasa.


Kesadaran fonologis rendah atau variabel dikaitkan dengan kelemahan
membaca (berbeda dengan kelemahan berbahasa). Hanya kelompok
kemampuan matematika rendah yang tidak menunjukkan defisit fonologis
ini.
Pada penelitian ini akan lebih difokuskan kepada disleksia.
Berbahasa, membaca, dan matematika saling terkait dalam kemampuan
seseorang dalam mempelajari sesuatu. Peneliti mengambil fokus ini
dikarenakan terdapat beberapa gap dari penelitian sebelumnya dimana hal
tersebut dijadikan sebuah kesempatan bagi peneliti untuk memenuhi gap
tersebut karena dianggap memiliki urgensi untuk dilaksanakan. Peneliti
tertarik untuk mendapatkan data sehubungan dengan kasus disleksia pada
seorang siswa kelas IV dalam memahami soal cerita kelas IV materi bangun
datar di SD.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas di atas, maka
penelitian ini akan difokuskan pada kasus disleksia pada siswa kelas IV
SDdalam memahami soal cerita kelas IV materi bangun datar di sd yang
dibatasi oleh pertanyaan dibawah ini.
a. Bagaimana kemampuan memahami soal cerita kelas IV SD materi
bangun datar pada anak disleksia kelas IV SD?
b. Jenis disleksia apa yang dialami oleh anak disleksia kelas IV SD dalam
memahami soal cerita kelas IV SD materi bangun datar?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan umum pada penelitian
ini adalah untuk mengetahui dan memahami kasus disleksia pada siswa
kelas IV SD dalam memahami soal cerita kelas IV materi bangun datar di
sekolah dasar.

1.3.2. Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yakni:
5

a. Mengetahui kemampuan memahami soal cerita kelas IV SD materi


bangun datar pada anak disleksia kelas IV SD.
b. Mengetahui jenis disleksia apa yang dialami oleh anak disleksia kelas IV
SD dalam memahami soal cerita kelas IV materi bangun datar di sekolah
dasar.

1.4. Manfaat Penelitian


Sesuai dengan tujuan penelitian di atas maka manfaat yang akan
diperoleh dari penelitian ini:
a. Untuk memperoleh gambaran kemampuan memahami soal cerita kelas
IV SD materi bangun datar pada siswa yang mengalami disleksia kelas
IV SD.
b. Sebagai acuan pengembangan penelitian anak disleksia kelas IV di
sekolah dasar, khususnya penanganan anak disleksia dalam menghadapi
soal cerita.

1.5. Struktur Organisasi


Berikut ini akan dipaparkan sistematika penulisan sebagai
gambaran singkat dari pembahasan dan penyusunan disertasi.
Bab I: Bab ini memaparkan tentang pendahuluan yang berisi latar
belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: Bab ini memaparkan tentang kerangka teori yang berisi teori
tentang disleksia, jenis disleksia, soal cerita, dan materi bangun
datar.
Bab III: Bab ini memaparkan tentang metode penelitian yang berisi
desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian,
pengumpulan data, teknik analisis data dan isu etik.
Bab IV: Bab ini akan menganalisis tentang temuan dan pemaparan dari
bab ini akan menganalisis tentang temuan dan pemaparan dari
kemampuan memahami soal cerita kelas IV SD materi bangun
datar pada anak disleksia kelas IV SD dan jenis disleksia apa
6

yang dialami oleh anak disleksia kelas IV SD dalam memahami


soal cerita kelas IV materi bangun datar di sekolah dasar.
Bab V: Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang simpulan,
implikasi dan rekomendasi.
1

BAB II
TEORI LANDASAN
2.1 Neuroscience di Sekolah Dasar
Pada hakikatnya, pedidikan merupakan suatu bentuk
optimalisasi seluruh potensi kecerdasan manusia dimana berpusat
pada otaknya. Ilmu yang mempelajari otak yaitu neurosains. Oleh
karena itu, dalam ilmu pedagogic dirasa perlu memasukan
neurosains ke dalam praksis pembelajaran di kelas.
Secara etimologi, (Pasiak, 2012) menjelaskan bahwa
neurosains dapar diartikan sebagai ilmu neural (neural science)
dimana mempelajari system saraf, terutama mempelajari neuron atau
sel saraf dengan pendikatan multi disipliner. Secara terminology,
neurosains merupakan bidang ilmu yang terkhususkan pada studi
saintifik system saraf. Neurosains juga disebut sebagai ilmu yang
mempelajari otak dan seluruh fungsi saraf belakang.
(Sousa, 2010) memaparkan bahwasanya seorang pendidik
bukanlah pakar dari neurosains, namun pendidik dalam hal ini
merupakan guru yakni seseorang yang dalam pekerjaan sehari-
harinya mengubah otak. Semakin guru tidak mengetahui ilmu
neurosains, maka semakin sulit mereka dalam megembangkan
potensi peserta didik.
Tujuan dari ilmu neurosains secara garis besar yakni
mempelajari dasar biologis dari setiap perilaku seorang individu.
Dalam hal ini dapat diartikan peran neurosains merupakan
menjelaskan perilaku seorang individu dari sudut pandang aktifitas
yang terjadi di dalam otaknya.
Pembelajaran neurosains dalam pembelajaran di SD
dirancang untuk mengkaji struktur otak dan sistem syaraf
manusia serta hakikatnya dalam pembelajaran di SD. Neurosains di
SD juga mengkaji kesadaran dan kepekaan otak dan sistem saraf
dari segi IPA, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan proses
perkembangan dan stimulasi pembelajaran anak usia SD.

7
8

Pemahaman terkait neurosains merupakan dasar untuk menganalisis


hubungan antara proses kognitif yang terdapat di dalam otak dengan
tingkah laku yang akan dihasilkan. Informasi ini sangat penting
dipelajari dan diperoleh oleh calon guru SD sebagai bekal dalam
proses pengajaran dan pembelajaran di kelas.

2.1.1. Neurologi Gangguan Belajar dan Masalah Belajar di Sekolah


Dasar
2.1.1.1. Perbedaaan Gangguan belajar dan Masalah belajar
(Syahril & Riska, 1987) memaparkan bahwa masalah dapat
didefinisikan sebagai suatu kegagalan individu untuk memenuhi satu atau
beberapa kebutuhan, dimana menimbulkan ketidakseimbangan di dalam
kehidupannya. Masalah yakni sesuatu yang menghambat, merintangi, atau
mempersulit seorang individu untuk mencapai sesuatu (Winkel, 2006).
Sedangkan (Siswohardjono, 1991) memberi definisi masalah yakni
sesuatu yang menghambat, merintangi atau mempersukar individu di
dalam usahanya untuk mencapai tujuan. Di samping itu istilah “masalah”
menunjukkan suatu hambatan maupun rintangan yang di hadapi oleh
seorang individu pada upaya pencapaian untuk suatu tujuan sesuai yang ia
harapkan. Pada hakikatnya, masing-masing individu memiliki masalah
yang bermacam-macam.
Howard L. Kingsleny dalam (Baharuddin, 2009) memaparkan
bahwa belajar diposisikan sebagai suatu proses dimana ketika tingkah laku
(dalam artian yang luas) ditimbulkan atau diubah lewat praktik maupun
latihan.
Senada dengan James O. Wittaker dalam (Baharuddin, 2009)
bahwa belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu tingkah
laku ditimbulkan atau bahkan diubah melalui latihan maupun pengalaman.
Dalam berbagai literatur ilmiah ilmu kependidikan, masalah
belajar didefinisikan sebagai suatu kondisi tertentu yang dialami oleh
seorang peserta didik dimana melalui hambatan maupun rintangan yang
menghambat kondisi optimal peserta didik tersebut untuk memahami
9

pembelajaran baik dibatasi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor


tesebutlah yang menyebabkan siswa tidak dapat melaksanakan kegiatan
belajar secara optimal. Dalam klasifikasinya, masalah belajar dapat
dibedakan menjadi dua macam yakni primer dan sekunder.
(Widyorini & Van Tiel, 2017) menyebutkan bahwa masalah belajar
primer biasa disebut sebagai “Gangguan Belajar” atau dalam bahasa
inggris dapat kita sebut sebagai learning disabilities. Gangguan belajar
dapat timbul dikarenakan adanya gangguan neurologis pada otak seorang
individu dimana mengakibatkan adanya gangguan perkembangan dalam
satu atau bahkan lebih di area intelegensi (kognitif). Kondisi tersebut
menyebabkan anak akan mengalami kesulitan dalam menjalani kegiatan
belajarnya sehingga tidak dapat berjalan secara optimal. Dengan kata lain,
individu tersebut tidak dapat berprestasi dengan baik meskipun ia
mempunyai tingkat intelegensi yang normal bahkan tinggi.
(Widyorini & Van Tiel, 2017) juga memaparkan masalah belajar
sekunder yang biasa kita sebut sebagai “Kesulitan Belajar (Learning
Difficulties)”. Dalam hal ini faktor penyebab dari kesulitan belajar dibagi
dalam dua macam yaitu faktor lingkungan sekitar seorang individu dan
faktor dari dalam diri individu yang mana belum mengalami kematangan
untuk mengoptimalkan kegiatan belajarnya.

2.1.1.2. Gangguan Belajar Merupakan Gangguan Neurologis


Gangguan belajar dapat kita sebut sebagai gangguan neurologis
karena gangguan belajar mempunyai akar masalah pada kekurangan
dalam perkembangan fungsi kognitif intelegensi di otak. (Widyorini &
Van Tiel, 2017) memaparkan bahwa dalam hal ini terdapat satu bahkan
lebih area intelegensi yang terkena dampak yakni kekurangan dalam
perkembangannya. Misalnya beberapa kemampuan seperti berbahasa, atau
kemampuan pandang ruang dimensi.
Dengan demikian seorang anak dapat dikatakan mengalami
gangguan belajar jika memenuhi gejala-gejala tersebut yakni adanya
deskrepansi yang nyata antara potensi dan prestasi. Dimana hal ini terkait
10

dengan adanya ketidakharmonisan pretasi dan ketidakharmonisan profil


intelegensi.

2.1.1.3. Masalah Belajar dalam Kajian Neurologi


Pada awalnya dari masalah belajar dapat dilihat dari keadaan
Minor Brain Damage. Namun seiring perkembangan pengetahuan, Minor
Brain Damage tidak lagi digunakan karena kerusakan otak disinyalir tidak
dapat dilihat melalui pencitraan otak baik rontgen maupun scanning.
Maka istilah tersebut diganti menjadi Minor Brain Dysfuntion. Hal ini
mencakup gangguan hiperaktif, implsif, dan gangguan konsentrasi
(pemusatan perhatian).
Setelah melalui berbagai riset dan penelitian, istilah-istilah tersebut
berganti menjadi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH). Sekalipun
seorang peserta didik menyandang ADHD mempunyai kesulitan belajar
(Learning Difficulties), namun belum tentu mempunyai masalah gangguan
belajar (Learning Disabilities). Untuk melacaknya, peserta didik tersebut
perlu melalui pemeriksaan lainnya yang dilakukan oleh seorang ahli
kependidikan anak berkebutuhan khusus (orthopedagog).
(Aldenkamp, Renier, & Smith, 2001) menjelaskan bahwa dari bidang
neurologi akan diperkirakan bahwa seorang peserta didik akan menglami
gangguan belajar jika didapatkan tanda-tanda adanya gangguan neurologi,
dimana hal tersebut akan tampak pada hasil pemeriksaan sebagai berikut
ini:
a. Gangguan tempo pada unit bahasa
b. Gangguan pada diskriminasi auditif
c. Gangguan pada seleksi pencandraan (seleksi perhatian)
d. Gangguan pada visual-spatial organisasi
e. Gangguan pada pengenalan melalui panca indra taktil
Namun dari pemeriksaan dokter neurologi ini, kita belum bisa
menyebut peserta didik ini menyandang disleksia. Hal ini disebabkan
dokter neurologi tidak melakukan rangkaian tes disleksia itu sendiri.
(Widyorini & Van Tiel, 2017) menyebutkan bahwa hasil yang diperoleh
11

oleh dokter tersebut hanya berbagai faktor resiko yang kemungkinan akan
menyebabkan anak mempunyai masalah gangguan belajar disleksia.

2.1.2. Gangguan Belajar di Sekolah Dasar


Pada masa sekolah, beberapa masalah timbul mengiringi tumbuh
kembang peserta didik di sekolah. Salah satu permasalahan yang timbul
yakni kesulitan belajar. Setiap individu memiliki daya tangkap yang
berbeda. Ada yang memiliki respon cepat dari luar, namun ada juga yang
lambat dalam menerima respon. Kesulitan belajar pada peserta didik erat
kaitannya dengan pencapaian akademik dan juga aktivitas sehari-hari.
Masalah belajar, dapat berupa gangguan belajar (learning
disabilities) akan berakibat pada prestasi peserta didik selama menjalani
pembelajaran. Peserta didik akan dinilai kurang mampu untuk mencapai
prestasinya sebagaimana kapasitas yang dapat diharapkan darinya. (Dewi,
2020) memaparkan bahwa bentuk masalah yang muncul pada pembelajaran
dibedakan dalam tiga yakni pelajaran membaca (disleksia), berhitung
(diskalkulia), dan menulis (disgrafia).
Gangguan membaca di dalamnya mencakup gangguan dalam
beberapa kemampuan yakni: mengenali huruf-huruf, angka, dan simbol-
simbol atau tanda baca yang digunakan dalam kalimat, mengenali kata-kata,
melakukan analisis kalimat, dikte (mencongak), teknik membaca,
memahami bacaan, dan menggunakan bahasa. Jika peserta didik mengalami
gangguan salah satu atau lebih dari kemampuan tersebut, maka secara
otomatis peserta didik tersebut dinyatakan mengalami gangguan membaca
yang kemudian disebut sebagai disleksia (Widyorini & Van Tiel, 2017)
(Davis & Braun, 2011) memaparkan bahwa disleksia merupakan suatu
sebutan yang digunakan untuk mendeskripsikan sebuah gangguan belajar.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa gangguan belajar ini kemudian jika
dilihat berdasarkan faktor-faktor penyebabnya, disleksia disebut sebagai
Mother of all Learning Disabilities.
Pada tahun 1920, Dr. Samuel Torrey Orton dalam (Geschwind,
1982) mendeskripsikan disleksia sebagai fenomena neurosains dimana
terjadinya kesalahan kognitif otak. Dalam kondisi ini, otak kanan
12

melakukan kegiatan yang dilakukan oleh otak kiri, dan sebaliknya. Hal
tersebut ternyata merupakan pemicu terjadinya disorientasi. Penderita
disleksia sering merasakan disoritensi tersebut dan bahkan memicu
disoritensi terjadi secara tidak sadar. Diorientasi ini lah yang kemudian
berpotensi menimbulkan gangguan belajar.

2.1.2.1. Disleksia
Disleksia yaitu suatu gangguan yang muncul pada proses belajar,
di mana seseorang mengalami kesulitan membaca, mengeja, atau menulis
(Irdamurni, Kasiyati, Zulmiyetri, & Taufan, 2018). Mereka juga
mengemukakan bahwa peserta didik yang mengalami disleksia akan
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi bagaimanakah kata yang
diucapkan harus diubah menjadi bentuk huruf dan kalimat, dan
sebaliknya.
Disleksia dapat diartikan sebagai ketidak-mampuan belajar yang
bersifat spesifik dengan ditandai oleh masalah pada mengekspresikan atau
penerimaan dalam pekerjaan lisan ataupun tertulis, dimana mungkin
muncul dalam membaca, berbicara, mendengarkan dan juga menulis
(Michael. R. Clement, dalam (Weiner, 2003)).
Adapun menurut National Institute of Neurological Disorders dan
Stroke (NINDS, 2011), disleksia merupakan kesulitan belajar yang
bersifat spesifik dengan basis neurologi dimana secara khusus dapat
mengganggu kemampuan seseorang untuk berbahasa dan membaca.
Selanjutnya (Frederickson & Cline, 2009) dan (Rowan, 2010)
melihat disleksia sebagai sebuah permasalahan membaca dengan kondisi
tidak sempurna dan masalah pada ucapan tertulis baik dalam membaca
maupun mengeja. Dikatakan juga bahwa disleksia yaitu sebuah kombinasi
dari kecacatan dan kesulitan dimana mempengaruhi proses pembelajaran
dalam satu atau lebih membaca, mengeja, dan menulis. Individu tersebut
seringkali memiliki kemampuan membaca lebih rendah daripada yang
diharapkan meskipun mereka memiliki kecerdasan normal.
13

2.1.2.2. Jenis Disleksia


Disleksia dalam berbagai komponen model membaca merupakan
jenis defisit selektif. Defisit pada setiap komponen atau koneksi dapat
menimbulkan pola kesulitan membaca yang berbeda-beda. Hal ini
ditandai oleh jenis kesalahan yang berbeda dan kata-kata berbeda sesuai
dengan tingkatan paling menyulitkan pembaca.
(Friedmann & Coltheart, 2018) menjelaskan bahwa disleksia secara
kasar dibagi menjadi dua yakni:
a. Disleksia Perifer
Disleksia perifer yakni gangguan membaca yang mana
diakibatkan oleh defisit pada ortografik-visual di tahap analisis.
b. Disleksia Sentral,
Disleksia sentral merupakan gangguan membaca pada tahap
selanjutnya dari rute leksikal dan sublexical. (Mulyadi, 2010)
mengemukakan bahwa dyslexia yaitu gangguan yang bersifat
heterogen, dan tiap-tiap ahli dapat memiliki pendapat yang berbeda-
beda dalam melakukan studi disleksia. Adapun pendekatan kognitif
diajukan oleh Piaget, dengan memandang kemampuan bahasa
merupakan salah satu kemampuan yang berkembang dari proses
pematangan kognitif.
Berkaitan dengan teori kognitif, (Mulyadi, 2010) menuliskan teori
yang terbagi dalam dua teori, antaralain: (a) phonological deficit theory
dan (b) double deficit theory. Berikut adalah penjelasannya secara ringkas:
a. Teori Defisit Fonologi (Phonological Deficit Theory).
Pringle Morgan pada tahun 1896 dalam (Latief, 2020)
menemukan teori ini. Morgan dalam teorinya melihat membaca
sebagai suatu proses yangmana melibatkan pemisahan teks ke dalam
sebuah grapheme. Dalam teori ini, beliau menjelaskan bahwa individu
dengan disleksia mempunyai kelemahan pada fonologi yang mana
menimbulkan kesulitan pada saat individu tersebut menggambarkan
sebuah fonem. Kelemahan fonologi dan menganggap gejala lain tak
mempengaruhi kesulitan pada membaca menjadi penyebab disleksia
yang bersifat tunggal. Dalam hal ini, keterampilan dalam memproses
14

fonologis ini terdapat tiga jenis keterampilan antara lain: phonological


recording in lexical acces, kesadaran fonologis, dan juga ingatan
verbal jangka pendek.
b. Double Deficit Theory Wolf Dan Blower (2002) dalam (Gomes,
2017) Mengajukan Teori Double Deficit.
Pemikiran ini muncul diakibatkan bertambahnya jumlah anak
yang mengalami disleksia dalam kondisi tak sempat mendapatkan
diagnosa dikarenakan gejala-gejala yang muncul pada individu
tersebut dianggap sebagai bagian atas kelemahan fonologi. Teori
double deficit menunjukkan bahwa terdapat 2 jenis pembaca disleksia
yakni:
1) Disleksia dengan kelemahan tunggal (kecepatan menamai atau
kelemahan fonologi).
2) Disleksia dengan kelemahan ganda (kecepatan menamai dan
kelemahan fonologi).
(Sidiarto, 2007) dalam (Munawaroh & Anggrayni, 2015) telah
memaparkan bahwa klasifikasi disleksia sebagai berikut ini:
a. Disleksia dan Gangguan Visual
Disleksia jenis ini dapat dikatakan sebagai disleksia diseidetis
atau disleksia visual (Helmer Myklebust). Diseleksia jenis ini jarang
ditemukan dan hanya terdapat pada 5% kasus disleksia (Gobin, 1980
yang dikutip Njikoktjien, 1986 dikutip lagi dalam (Munawaroh &
Anggrayni, 2015)). Ditinjau secara neurologis, gangguan fungsi otak
bagian belakang akan menimbulkan gangguan pada persepsi visual
(pengenalan visual tidak optimal, membuat kesalahan dalam membaca
dan mengeja visual), juga defisit dalam memori visual. Adanya rotasi
pada bentuk huruf maupun angka yang memiliki bentuk hampir mirip,
ataupun seperti bayangan cermin (b-d, p-q, 5-2, 3-E,) atau huruf, angka
terbalik (inversion) semisal m-w, n-u, 6-9. Bukti ini dapat terlihat
secara nyata pada hasil tulisannya.
b. Disleksia dan Gangguan Bahasa
Jenis ini disebut juga sebagai disleksia verbal atau linguistik.
Beberapa jurnal penelitian menyebutkan prevalensi yang cukup besar
15

yaitu 50-80%. Hal ini didefinisikan sebesar lima puluh persen dari jenis
disleksia verbal atau linguistik mengalami keterlambatan berbicara
(disfasia perkembangan) baik ketika masa balita maupun prasekolah
(Njikoktjien, 1986). Legien dan Bouma (1987) dalam (Munawaroh &
Anggrayni, 2015) memaparkan bahwa kelainan disleksia verbal atau
linguistik didapatkan pada sekitar 4% dari semua anak laki-laki dan 1%
pada anak perempuan. Gejala berupa kesulitan pada diskriminasi
maupun persepsi auditoris (disleksia disfonemmis) seperti p-t, b-g, t-d,
t-k; kesulitan mengeja secara auditoris, kesulitan menyebut maupun
menemukan kata atau kalimat, urutan auditoris yang kacau
(sekolah→sekolha). Hal ini mempengaruhi pada kemampuan peserta
didik untuk imla atau membuat karangan.
c. Disleksia dengan Diskoneksi Visual-Auditoris
Disleksia ini dapat didefinisikan sebagai disleksia auditoris
(Myklebust). Pada jenis ini terdapat kondisi visualauditoris (grafem-
fonem) mengalami gangguan, dimana hal yang terjadi adalah anak
membaca lambat. Dalam jenis ini bahasa verbal dan persepsi visualnya
baik. Apa yang dilihat oleh penderita disleksi jenis ini tidak dapat
dinyatakan dalam bunyi bahasa. Hal ini disebabkan oleh adanya
gangguan dalam “crossmodal (visual-auditory) memory retrieval”.
(Bakker, Bouma, & Gardien, 1990) membagi disleksia menjadi dua
tripologi, yakni sebagai berikut.
1) L-Type dyslexia (linguistic)
Anak membaca relatif cepat namun mereka membuat kesalahan
seperti penghilangan (omission), penambahan (addition), maupun
penggantian huruf (subtitution), dan kesalahan multi-kata lainnya.
2) P-Type Dyslexia (perspective)
Anak cenderung membaca dengan lambat dan membuat
kekeliruan sebagai contoh fragmentasi (membaca terputus-putus) dan
mengulang-ulamg (repetisi).
Dari dua tripologi di atas dapat disimpulkan yakni jarang
terdapat hanya satu jenis disleksia yang murni, kebanyakan gabungan
16

dari berbagai jenis disleksia, dimana terdapat gangguan dalam masalah


wicara bahasa, membaca, dan bahasa tulis.

2.2 Evaluasi Pembelajaran di Sekolah Dasar


Evaluasi adalah suatu proses penilaian pencapaian tujuan dan
pengungkapan masalah kinerja program/kegiatan dimana
dimaksudkan sebagai pemberian umpan balik untuk meningkatkan
kualitas kinerja program/kegiatan (Divayana & Sugiharni, 2016)
Dalam keberjalanan proses pembelajaran, evaluasi merupakan salah
satu komponen yang dinilai amat penting. Evaluasi merupakan suatu
wadah yang akan memberi gambaran terhadap pendidik tentang
tingkat penguasaan peserta didik terhadap satu materi, memberi
gambaran tentang kesulitan belajar peserta didik, dan memberi
gambaran tentang posisi peserta didik di antara kawan-kawannya
(Setemen, 2010) Dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran
adalah proses yang dinilai lebih kompleks jika dibandingkan
pengukuran dan penilaian. Hasil evaluasi pembelajaran nantinya
akan memberi suatu keputusan yang professional. Artinya, evaluasi
pembelajaran adalah salah satu kompetensi professional yang perlu
dimiliki seorang pendidik. Kompetensi tersebut satu haluan dengan
instrumen penilaian kemampuan guru, dimana salah satu
indikatornya yakni melakukan evaluasi pembelajaran (Asrul, dkk,
(2015) dalam (Basri, 2017)).
Evaluasi pembelajaran pada tingkat Sekolah Dasar (SD)
dapat dilakukan oleh pendidik dengan cara mengevaluasi peserta
didik dengan mengetahui ciri-ciri intelegentnya, salah satunya yaitu
evaluasi yang dilakukan dengan cara tidak langsung pada peserta
didik (Sari, 2014)

2.2.1. Jenis Tes Evaluasi di Sekolah Dasar


Menurut Nurkancana dan Sumartana (2003: 83) dalam (Irianti,
2020) bahwa tes merupakan suatu cara yang diupayakan untuk
melakukan penilaian yang berbentuk tugas yang perlu dikerjakan peserta
17

didik agar mendapatkan data berupa nilai dan prestasi peserta didik dimana
akan dapat dibandingkan dengan nilai dan prestasi yang dicapai kawan -
kawannya atau nilai standar yang telah ditetapkan oleh pendidik maupun
penyusun tes. Dengan demikian, tes adalah suatu bentuk pemberian tugas
maupun pertanyaan yang perlu dikerjakan oleh peserta didik yang sedang
dites. Jawaban yang diberikan peserta didik terhadap pertanyaan –
pertanyaan itu dianggap sebagai informasi terpercaya yang mencerminkan
kemampuannya. Kegiatan tes akan terlaksana jika telah tersedia suatu
perangkat tugas, pertanyaan, atau latihan. Hal tersebutlah yang saat ini
diketahui sebagai alat tes atau instrumen tes. Namun dewasa kini, jarang
kita temukan guru atau peserta didik yang menyebut hal tersebut sebagai
alat tes atau suatu instrumen tes, melainkan sebagai soal - soal.
Tes dapat dibedakan menjadi berbagai macam jenis yang
dibentuk sesuai dengan dasar yang digunakan yakni berdasarkan individu
yang dites (1), jawaban yang dikehendaki (2), penyusun tes (3), dan
bentuk tes (4) (Nurgiyantoro, 1997 dalam (Irianti, 2020)). Dilihat dari
segi cara menjawabnya, tes dibagi menjadi dua bagian yakni tes tertulis
dan tes lisan. Tes lisan menghendaki jawaban peserta didik
diberikan secara lisan; sedangkan tes tertulis meminta peserta didik untuk
memberikan jawaban secara tertulis.
Ditinjau berdasarkan penyusunnya, tes dapat dibedakan ke
dalam tes buatan guru dan tes standar. Tes buatan guru akan dibuat oleh
pendidik yang mengajar dalam kelasnya sendiri. Tes tersebut dibuat dengan
maksud untuk melihat dan mengukur tingkat keberhasilan peserta didik
mencapai tujuan setelah peserta didik melaksanakan dan terlibat dalam
proses pengajaran yang dikelola oleh pendidik dalam kelas yang
bersangkutan. Tes standar merupakan tes yang telah diberi standar tertentu.
Tes standar dapat dibedakan dalam dua jenis, yang terdiri atas aptitude test
dan achievement test, meskipun dalam keberjalanannya keduanya memiliki
sifat ketimpangtindihan.
Secara garis besar, dapat dibedakan dua macam bentuk tes,
yaitu tes subjektif dan tes objektif. Tes subjektif memberikan
18

kesempatan terhadap peserta didik untuk menunjukkan kemampuannya


dalam menerapkan maupun mengimplementasikan pengetahuan hasil
belajarnya dengan menganalisis, menghubungkan, dan mengevaluasi soal
yang dihadapkan kepadanya. Tes objektif dapat disebut sebagai tes jawab
singkat (short answer test). Tes jawab-singkat akan mengarahkan peserta
didik untuk memberikan jawaban singkat atas pertanyan yang diberikan,
bahkan hanya dengan memilih kode-kode tertentu yang mewakili
alternatif-alternatif jawaban yang telah disediakan.

2.2.1.1. Subjektif
Pada umumnya, tes subjektif bersifat subjektif. Bentuk dari tes
subjektif ini biasanya berbentuk esai maupun uraian. Tes bentuk esai ini
merupakan tes yang di buat untuk mengetahui sejauh mana kemajuan
belajar yang dimiliki oleh peserta didik yang dijawab dalam bentuk
rangkaian kata maupun pembahasan.
Suatu tes dikategorikan sebagai tes subjektif apabila penilaian
terhadap jawabannya dapat dipengaruhi oleh dan bahkan tergantung pada
kesan dan pendapat pribadi penilai. Jawaban terhadap tes subjektif
biasanya berupa ungkapan bebas dalam bentuk kalimat, paragraph
ataupun uraian lengkap termasuk karangan esai. Dikarenakan memiliki
sifat yang khas tersebut, maka tes subjektif ini sesuai digunakan dalam
penilaian untuk hal yang memerlukan penguraian pikiran, pemahaman
peserta didik terhadap materi. Ini menegaskan bahwa tes subjektif tidak
semata mata tes yang bersifat hafalan maupun sekedar penyebutan hal-hal
yang terpisah-pisah.
(Arikunto, 2021) menyebutkan bahwa ciri dari suatu tes subjektif
biasanya diawali dengan kata tanya: uraikan, jelaskan, mengapa,
bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya.Secara garis besar,
soal tes subjektif ini mendorong peserta didik untuk dapat mengorganisir,
menginterpretasi, menghubungkan berbagai definisi yang telah ada di
dalam pengetahuan peserta didik.
(Arikunto, 2021) menjelaskan lebih lanjut petunjuk penyusunan
pembuatan tes subjektif ini antara lain:
19

1. Soal tes meliputi ide pokok dari bahan tes,


2. Susun soal yang bersifat komprehensif,
3. Tidak mengambil langsung kalimat yang ada di buku maupun catatan,
4. Soal dilengkapi kunci jawaban maupun pedoman penilaian,
5. Menggunakan variasi pertanyaan seperti: “Jelaskan”, “Mengapa”,
“Bagaimana”, “Seberapa jauh”, agar penilai dapat mengetahui sejauh
mana penguasaan peserta didik terhadap bahan materi.
6. Mudah dipahami peserta didik
7. Tegaskan model jawaban yang dikehendaki oleh penyusuntes. Tidak
terlalu umum, namun juga tidak terlalu khusus
Contoh:
Coba jelaskan peringatan hari ulang tahun kemerdekaan NKRI!
Menjadi
Coba jelaskan peringatan hari ulang tahun kemerdekaan NKRI yang diadakan di
Kantor Kabupaten tanggal 17 Agustus 2019 yang lalu, ceritakan mengenai:
a. Pengaturan tempat,
b. Undangan yang hadir,
c. Acara peringatan,
d. Atraksi yang disuguhkan,
e. Hidangan yang diberikan.

2.2.1.2. Objektif
Tes objektif merupakan tes yang penilaiannya dilaksanakan secara
objektif dimana meniadakan unsur subjektifitas dari penilai ataupun
setidak-tidaknya menekan sampai tingkat terendah. Hal ini bukan kanya
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh tes subjektif
tetapi juga dilaksanakan agar penilaian dapat dilakukan secara ajeg
dengan hasil yang sama tidak berubah ubah meskipun seandainya
penilaian tersebut dilakukan berulang maupun jika penilainya berganti.
(Djiwandono, 1996) memaparkan bahwa hal tersebut
memungkinkan untuk dilakukan dikarenakan ciri dari tes objektif yakni
dalam pembuatannya perlu dikembangkan maupun disusun sedemikian
rupa sehingga jawaban yang benar terhadap butir soalnya dapat dipastikan
20

sebelumnya dan dijadikan satu dalam bentuk kunci jawaban. Berikut ini
adalah macam macam tes objektif:
a. Tes Benar-Salah (true or false)
Soal yang diberikan berupa pernyataan-pernyataan dimana
hanya ada pilihan benar atau salah. Peserta didik diminta untuk
menandai masing masing pernyataan tersebut dengan menandai huruf
B jika pernyataan itu betul menurut pendapatnya dan menandai huruf S
jika pernyataan dinilai salah.
(Arikunto, 2021) memaparkan beberapa petunjuk penyusunan
pembuatan tes Benar-Salah yakni:
1) Tulis huruf B-S untuk mempermudah mengerjakan dan menilai
(scoring),
2) usahakan agar jumlah butir soal dengan jawaban B sama dengan
butir soal dengan jawaban S,
3) Hindari soal yang masih bisa diperdebatkan,
4) Hindari pernyataan yang persis dengan buku
5) Hindari kata-kata yang menunjukan kecendurungan memberi saran
seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya:
semuanya, tidak selalu, tidak pernah, dan sebagainya.
Adapun cara untuk mengolah skor dari tes Benar-Salah ada
dua macam yakni sebagai berikut:
1) Dengan denda
S=R–W
Dengan pengertian:
S: skor yang diperoleh
R: right (jawaban benar)
W: wrong (jawaban salah)
Contoh:
Jumlah soal tes = 40 butir
A menjawab 35 betul dan 5 salah. Maka skor A adalah:
35-5 = 30
21

Dengan menggunakan pengolahan skor metode denda, maka ada


kemungkinan peserta didik memiliki skor negatif.
2) Tanpa denda
S=R
Dalam metode tanpa denda ini, penilai hanya menghitung jumlah
betulnya saja. Untuk soal yang tidak dikerjakan dinilai 0.
b. Tes Pilihan Ganda (multiple choice test)
Multiple choice test merupakan bentuk soal yang terdiri dari
suatu keterangan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Pada
tes jenis ini, peserta tidak perlu untuk menuliskan jawabannya dalam
bentuk esai, paragraph, maupun kalimat, huruf dan angka. Jawaban
dari pertanyaan jenis tes ini hanya dinyatakan dengan car memilih
salh satu alternative jawaban yang telah disediakan.
(Djiwandono, 1996) memaparkan bahwa tes pilihan yang baik
merupakan tes yang alternative jawaban yang harus dipilih perlu
dirumuskan sedemikian rupa sehingga dari tiap alternative jawaban
tersebut seolah-olah merupakan jawaban yang benar. Meskipun pada
kenyataannya hanya ada satu jawaban yang paling benar.
(Arikunto, 2021) menjelaskan lebih lanjut dimana tes jenis ini
memiliki beberapa bagian di tiap soalnya. Bagian keterangan (stem)
dan bagian alternative pilihan jawaban (options). Pada bagian
kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban paling tepat dan
lainnya merupakan pengecoh (distractor).
Adapun cara untuk mengolah skor dari multiple choice test
ada dua macam yakni sebagai berikut:
1) Dengan denda
W
S=R –
O−1
Dengan pengertian:
S: skor yang diperoleh
R: right (jawaban benar)
W: wrong (jawaban salah)
O: banyaknya pilihan jawaban alternatif
22

Contoh:
Jumlah soal tes = 40 butir
Peserta didik menjawab 35 soal dengan betul dan 2 butir soal
dinyatakan salah. Soal pilihan ganda ini menggunakan option
sebanyak 3 buah. Maka skor peserta didik adalah:
2
S = 38 – = 37
3−1
2) Tanpa denda
S=R
Dalam metode tanpa denda ini, penilai hanya menghitung jumlah
betulnya saja. Untuk soal yang tidak dikerjakan dinilai 0.
c. Tes Menjodohkan (matching test)
Pada tes jenis ini, peserta didik akan diminta untuk
mencocokan jawaban atau dapat kita sebut dengan istilah
mempertandingkan, mencocokan, memasangkan, maupun
menjodohkan dengan pilihan yang tepat. Matching test ini terdiri dari
satu seri pertanyaan dan satu seri pernyataan jawaban. Masing masing
pertanyaan akan memiliki satu pasangan sebagai jawaban yang cocok.
Dalam petunjuk penyusunannya, (Arikunto, 2021)
menjelaskan terdapat beberapa saran dalam penyusunannya sebagai
berikut:
1) Seri pertanyaan dalam matching test baiknya tidak lebih dari 10
soal. Semakin banyak soal yang terdapat dalam seri, maka
peserta didik akan semakin kesulitan dalam menjawabnya.
2) Jumlah jawaban dalam seri yang perlu dipilih oleh peserta didik
harus lebih banyak dari jumlah pertanyaan yang ada di dalam
seri. Dengan demikian peserta didik dihadapkan pada banyak
pilihan jawaban yang memiliki kemungkinan benar. Hal tersebut
akan memubat peserta didik lebih menggunakan pikirannya.
3) Antarsoal yang tergabung dalam satu seri matching test harus
merupakan kelompok yang bersifat homogen.
Adapun cara untuk mengolah skor dari multiple choice test
sebagai berikut:
23

S=R
Dalam metode tanpa denda ini, penilai hanya menghitung
jumlah betulnya saja. Untuk soal yang tidak dikerjakan dinilai 0.
d. Tes Isian (completion test)
Completion test dapat kita sebut dengan istilah tes isian, tes
menyempurnakan, maupun tes melengkapi. Compleion test
merupakan tes yang memiliki kalimat-kalimat yang merupakan
bagian dari pertanyaan dimana memiliki bagian yang dihilangkan
yang perlu peserta didik lengkapi.
(Djiwandono, 1996) menyebutkan bahwa mengisi bagian yang
kosong pada sebuah wacana, atau menyelesaikan kalimat yang belum
lengkap termasuk jenis tes jawaban pendek dimana dikenal sebagai
tes melengkapi.
Pada hakikatnya tes dalam bentuk isian ini dapat menjadi tes
dengan pola penilaian subjektif, namun bisa juga digunakan dalam
penilaian objektif. Berdasarkan hal tersebut, (Arikunto, 2021)
memaparkan bagaimana penggunan jenis tes ini pada tiap cara
penilaian sebagai berikut:
1) Penggunaan tes isian dalam penilaian subjektif
a) Kelompok yang aan tes kecil dan tes tersebut akan digunakan
berulang-ulang.
b) Tester (guru) ingin menggunakan berbagai cara untuk
mengetahui kemampuan peserta didik nya dalam bentuk
tertulis.
c) Guru ingin mengetahi lebih banyak tentang sikap sikap peserta
didik daripada hasil yang telah tercapai oleh peserta didik .
d) Memiliki waktu yang cukup banyak untuk menyusun tes.
2) Penggunaan tes isian dalam penilaian objektif
a) Kelompok yang akan di tes banyak dan tesnya akan digunakan
lagi berkali kali
b) Skor yang diperoleh diperkirakan memiliki reliabilitas yang
tinggi
24

c) Hanya memiliki waktu yang sedikt untuk menyusun tes.

2.2.2. Tes Evaluasi Soal Cerita Matematika di Sekolah Dasar


Soal cerita dapat disebut sebagai permasalahan dimana dinyatakan
dalam bentuk kalimat yang bermakna dan tidak sulit untuk dipahami
(Wijaya, 2012). Soal cerita dapat disajikan ke dalam bentuk lisan ataupun
tulisan, adapun soal cerita yang berbentuk tulisan dapat berupa kalimat
yang mengilustrasikan atau menggambarkan aktifitas di kehidupan sehari-
hari (Ashlock, 2003).
Soal cerita memiliki manfaat untuk mengimplementasikan
pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik sebelumnya.
Penyelesaian soal cerita adalah aktifitas pemecahan masalah. Pemecahan
masalah pada suatu soal cerita matematika adalah suatu proses yang mana
berisikan langkah-langkah yang benar dan juga logis yang bertujuan untuk
mendapatkan sebuah penyelesaian (Jonassen, 2004). Tujuan dari pemberian
soal cerita ini yakni mengenalkan kepada peserta didik dengan
menggunakan pemanfaatan ilmu matematika baik konsep dan prinsip
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Materi yang dapat diterapkan
dalam soal cerita yakni bangun datar.

2.3 Pembelajaran Matematika di SD


Matematika merupakan suatu ilmu universal yang telah
menjadi fondasi berbagai perkembangan teknologi modern, dimana
matematika memiliki peran penting dalam berbagai disiplin ilmu
dan dapat mengambangkan daya pikir manusia. Pentingnya
membangun kemampuan berpikir matematis, sehingga metematika
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif (Depdiknas, 2006).
Matematika adalah mata pelajaran yang diajarkan mulai dari
tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah bahkan
sampai di perguruan tinggi, hal ini bertujuan untuk peserta didik
agar mereka tidak hanya terampil menggunakan matematika, namun
25

juga dimaksudkan agar dapat memberikan bekal kepada peserta


didik dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, peserta didik menganggap matematika merupakan suatu
mata pelajaran yang sukar untuk dikerjakan maupun dipelajari. Hal
itu dikarenakan sebagian besar peserta didik kurang memahami
konsep pada materi yang diajarkan oleh para pendidik. Pendidik
yang diposisikan sebagai seorang fasilitator diharapkan mampu
mengerti kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi yang
telah distandarkan. Namun, tidak semua pendidik mampu mengerti
hal tersebut. Kurangnya pengetahuan pendidik mengenai hal
tersebut menyebabkan peserta didik menganggap pembelajaran
matematika merupakan pelajaran yang sukar untuk dikerjakan
maupun dipelajari. Padahal matematika menjadi sulit dikarenakan
belum tertanamnya konsep dan penyampaian materi yang kurang
sesuai dengan kondisi dari peserta didik.

2.3.1. Materi Bangun Datar di SD Kelas IV


Matematika merupakan suatu cabang dari ilmu pengetahuan yang
perlu dipelajari bagi setiap umat manusia dan sangat berperan penting
dalam kehidupannya. Ruseffendi dalam (Heruman, 2014). Materi yang
disampaikan dalam penelitian ini yakni, luas dan keliling persegi, luas dan
keliling persegi panjang, dan luas dan keliling segitiga.

2.3.1.1. Persegi
Persegi yakni bangun datar dimana dibatasi oleh keempat sisi yang
memiliki panjang sama. Rumus untuk mencari sebuah luas dan keliling
persegi yaitu sebagai berikut ini:
1) Keliling persegi:
Keliling persegi dapat kita tentukan dengan cara menghitung jumlah
dari panjang keempat sisinya. Rumus keliling sebuah persegi: (K = 4
x s)
2) Luas persegi:
Luas persegi yakni besarnya daerah yang dibatasi oleh keempat
sisinya. Rumus luas suatu persegi: (L = S x S = S2)
26

2.3.1.2. Persegi panjang


1) Keliling persegi panjang:
Keliling persegi panjang dapat kita tentukan dengan cara
menjumlahkan tiap-tiap panjang sisinya. Pada persegi panjang, sisi
yang saling berhadapan memiliki panjang yang sama. Rumus dalam
mencari keliling bangun persegi panjang yakni sebagai berikut (K = 2
x (p + l))
2) Luas persegi panjang:
Luas persegi panjang yakni besarnya daerah yang dibatasi oleh
keempat sisinya yang apabila berhadapan memiliki panjang yang
sama. Luas persegi panjang dapat dihitung dengan menggunakan
rumus (L = p x l)

2.3.1.3. Segitiga
1) Keliling segitiga:
Keliling bangun segitiga dapat kita tentukan dengan cara
menjumlahkan panjang tiap sisi segitiga. Rumus untuk mencari keliling
bangun segitiga yaitu (keliling segitiga = sisi 1+ sisi 2+ sisi3)
2) Luas segitiga :
Luas suatu segitiga yakni besarnya daerah yang dibatasi oleh
sisinya. Luas sebuah segitiga dapat dihitung dengan menggunakan
rumus (L= a x t).

2.4 Penelitian Relevan


2.4.1. Kotsopoulos, et al (2017)
Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh (Kotsopoulos, et
al., 2017) berkenaan dengan diagnosis disleksia dan kemampuan
visual-spasial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kuantitatif dengan menggunakan pendekatan psikometrik
dimana dapat mengukur perbedaan kuantitatif dalam kemampuan
kognitif dengan menggunakan test yang menyatakan atau
memprediksi kemampuan tersebut. Pendekatan ini digunakan untuk
mengetahui kemampuan kognitif visual-spasial yang penting untuk
27

pembelajaran bagimana anak dengan disleksia diuji tingkat


gangguannya. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
apa implikasi potensial, matematis untuk anak anak penyandang
disabilitas yang belum teridentifikasi secara formal.
Beberapa penelitian melaporkan anak-anak dengan disleksia
memiliki keterampilan visual-spasial yang superior dan penelitian lain
melaporkan adanya defisit. Penelitian ini berupaya untuk
mengeksplorasi lebih lanjut hubungan antara anak-anak yang telah
diidentifikasi memiliki disleksia dan kemampuan visual-spasial.
Peserta didik direkrut dari 10 sekolah dasar dari pusat kota
menengah. Hanya peserta didik yang "secara formal" diidentifikasi
dengan disleksia yang diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian
kami. Daftar calon peserta pertama kali dibuat oleh masing-masing
guru pendidikan khusus sekolah yang mengawasi rencana pendidikan
yang diberikan kepada peserta didik dengan keunggulan, dan yang
akan memiliki pengetahuan tentang peserta didik yang diidentifikasi
secara resmi. Di yurisdiksi kami sendiri, ada perbedaan antara peserta
didik yang kekhususannya telah diidentifikasi baik secara formal
maupun informal - dan ini mungkin juga umum di dewan sekolah
lain. Identifikasi formal, seperti yang akan kami jelaskan secara
singkat, akan melibatkan penilaian psikometri dan akan lebih dapat
diandalkan dalam pandangan kami daripada identifikasi peserta didik
secara informal dan mungkin tidak konsisten oleh guru. Untuk
penelitian ini, penilaian psikometri mungkin telah secara terbuka
menyatakan "disleksia" sebagai diagnosis atau akan menunjukkan
"kesulitan yang ditandai oleh masalah dengan pengenalan kata yang
akurat atau lancar, decoding yang buruk, dan kemampuan ejaan yang
buruk" (American Psychiatric Association, 2013, hal. 67 dalam
(Kotsopoulos, et al., 2017)).
Data yang dikumpulkan adalah data prestasi resmi tingkat
sekolah, penilaian psikometri, dan kuesioner demografis yang diisi
oleh orang tua. Anak-anak tersebut kemudian diuji secara individual
28

pada hari yang berbeda dan di lokasi yang berbeda saat mereka diuji
di sekolah masing-masing. Peserta didik diuji pada transformasi
spasial (Levine, Huttenlocher, Taylor, & Langrock, 1999 dalam
(Kotsopoulos, et al., 2017)), Piagetian Water-Level-Task (Quaiser-
Pohl, Lehmann, & Eid, 2004 dalam (Kotsopoulos, et al., 2017)), Rod-
and-Frame Test (Quaiser-Pohl et al., 2004 dalam (Kotsopoulos, et al.,
2017)), dan Vandenberg Mental Rotations Task (MRT) (Quaiser-Pohl
et al., 2004; Shepard & Metzler, 1971; Vandenberg & Kuse, 1978
dalam (Kotsopoulos, et al., 2017)). Tugas-tugas tersebut dipilih
karena mereka sebelumnya digunakan atau memiliki sifat yang mirip
dengan penelitian lain untuk mengeksplorasi kemampuan visual-
spasial dan dengan demikian hasilnya akan memungkinkan kami
untuk secara konsisten berkontribusi pada temuan penelitian
sebelumnya.
Persamaan penelitin ini dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah mengkaji tentang disleksia dan visual-spasial. Visual-
spasial berhubungan langsung dengan kemampuan peserta didik
dalam mengerjakan soal geometri yang mana dalam penelitian yang
akan peneliti lakukan menggunakan bahasan tentang bangun datar.
Perbedaan dalam penelitian ini dan penelitian yang akan
dilakukan. Dimulai dari metode yang digunakan, penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif sedangkan penelitian yang akan
peneliti lakukan yakni metode studi kasus kualitatif. Pengumpulan
data yang digunakan adalah data prestasi resmi tingkat sekolah,
penilaian psikometri dan kuesioner demografis yang diisi oleh
orangtua. Sedangkan teknik pengumpulan data yang akan peneliti
lakukan berupa tes, wawancara, observasi, dan dokumentasi saja.
Banyaknya perbedaan tetap dapat dikatakan relevan
dikarenakan penelitian yang akan dilakukan peneliti dapat
memperkuat penelitian kuantitatif sebelum dan juga penelitian
selanjutnya, khususnya penelitian seputar anak disleksia dengan
pemahaman soal cerita bangun datar matematika.
29

2.4.2. Mardhiyah, A., Nurhasanah, N., & Fajriani, F. (2019)


Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan
penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh (Mardhiyah,
Nurhasanah, & Fajriani, 2019) berkenaan dengan diagnosis disleksia
pada anak kelas IV sekolah dasar dan kemampuan belajar bahasa
Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif. Jenis penelitian yang peneliti gunakan yaitu
deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini menjelaskan suatu
fenomena yang sebenarnya terjadi dilapangan dan lebih
mengutamakan proses dari pada hasil melalui kata atau kalimat.
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 15 Pulai Anak Air di
Kota Bukittinggi dimana pada sekolah tersebut terdapat peserta didik
disleksia. Sehubungan dengan adanya pandemi COVID-19 sistem
pembelajaran dilakukan dari rumah peserta didik masing-masing.
Subjek dalam penelitian ini adalah guru wali kelas yang mengajar
pembelajaran bahasa Indonesia, peserta didik disleksia dan kepala
sekolah.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah
dengan cara observasi yang peneliti lakukan mengamati keadaan
sebenarnya dilapangan, Pengamatan yang peneliti lakukan yaitu
bagaimana pembelajaran bahasa Indonesia bagi anak disleksia kelas
IV di SDN 15 Pulai Anak Air Bukittinggi. Selanjutnya wawancara,
pada masa pandemi Covid-19 ini peneliti melakukan wawancara
dengan mengikuti protocol kesehatan menggunakan masker, mencuci
tangan dan menjaga jarak. Dokumentasi yang peneliti dapatkan
berupa dokumen-dokumen seperti: 1) Silabus; 2) RPP; 3) bentuk
program pembelajaran; 4) Materi pembelajaran daring; 5) Foto
lapangan dan sebagainya.
Penyajian data dalam penelitian ini membahas pembelajaran
bahasa Indonesia bagi anak disleksia pada masa pandemi COVID-19
yang telah peneliti olah menjadi uraian yang disajikan dalam bentuk
30

teks yang bersifat naratif, dengan melakukan penyajian data juga


memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi dilapangan.
Keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan uji kredibilitas. Perpanjangan pengamatan untuk
menguji kredibilitas sebagai bentuk usaha guna mendapatkan
informasi atau data yang akurat dari sumbernya. Dengan melakukan
perpanjangan pengamatan peneliti juga bisa lebih dekat dengan guru-
guru disana sehingga memberi kemudahan bagi peneliti untuk
menggali informasi yang peneliti butuhkan dan dapat teruji
kebenarannya. Kemudian peneliti menggunakan teknik triangulasi
sumber dan triangulasi teknik yaitu observasi, wawancara dan
dokumentasi.
Dari hasil wawancara pada penelitian tersebut diperoleh
mengenai penyusunan perangkat pembelajaran guru kelas
menyebutkan perencanaan dalam pembelajaran yang disusun oleh
guru harus dipertimbangkan dari berbagai aspek dan tidak asal-asalan
yang mana akan berpengaruh kepada peserta didik. Maka
perencanaan pembelajaran dipertimbangkan dari berbagai sumber
yang ada yang bisa mendukung sumber yang sudah ada dan menjadi
pendukung keberhasilan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia
bagi anak disleksia.
Oleh karena anak disleksia butuh bimbingan dalam belajar,
maka orangtua dan guru harus bisa berkerjasama. Guru kelas
sebelumnya mengatakan bahwa tidak ada racangan pembelajaran
khusus untuk anak disleksia, hanya saja pada pelaksaaannya peneliti
melihat guru kelas sudah berusaha untuk melakukan modifikasi dalam
proses pembelajaran khusus untuk anak disleksia.
Pemilihan metode yang tepat dalam mengajar pembelajaran
yang dilakukan dari rumah menjadi tolak ukur berhasil tidaknya
materi yang sudah disampaikan guru. Metode yang digunakan guru
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada masa pandemi COVID-
19 ini yaitu metode daring dan luring untuk semua peserta didik.
31

Pembelajaran secara daring yaitu dalam jaringan dengan


menggunakan gadget ataupun laptop melalaui beberapa aplikasi
pembelajaran, sedangkan pembelajaran secara luring yaitu luar
jaringan/offline dengan menggunakan televisi, radio, modul belajar
mandiri dan lembar kerja, bahan ajar cetak dan media belajar dari
lingkungan sekitar.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah mengkaji tentang disleksia di kelas IV SD, metode
penelitian yakni kualitatif serta teknik pengumpulan data yang
menggunakan triangulasi. Perbedaan dalam penelitian ini dan
penelitian yang akan dilakukan dimulai dari objek penelitian dimana
penelitian yang akan dilakukan mengkaji mata pelajaran matematika
lain halnya dengan penelitian ini yang objek penelitiannya adalah
bahasa Indonesia. Penelitian ini juga lebih mengedepankan proses
belajar bahasa Indonesia anak disleksia, sedangkan penelitian yang
akan dilaksanakan yakni bagaimana kemampuan mereka dalam
menyelesaikan soal cerita.
Banyaknya perbedaan tetap dapat dikatakan relevan
dikarenakan penelitian yang akan dilakukan peneliti dapat
memperkuat penelitian kuantitatif sebelum dan juga penelitian
selanjutnya, khususnya penelitian seputar anak disleksia dengan
pemahaman soal cerita bangun datar matematika.
32

2.5 Kerangka Berfikir

Latar Belakang
Masalah

Rumusan
Masalah

Batasan Masalah

Kesulitan
Kesulitan dasar Jenis disleksia
penyelesaian
disleksia yang dialami
soal cerita

Disleksia Anak Kelas 4 SD dalam


Teori Memahami Soal Cerita Kelas 4 SD
Materi Bangun Datar

Feed
Analisis dan
Back
Pembahasan

Kesimpulan

Rekomendasi

= Lingkup penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir


Sumber : Peneliti 2022
1

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode dan Desain Penelitian

Kasus disleksia pada siswa kelas 4 sekolah dasar dalam memahami


soal cerita kelas IV materi bangun datar di sekolah dasar menjadi judul
penelitian yang akan dilakukan di kelas IV sekolah dasar. Pada penelitian
yang peneliti lakukan, akan menggunakan metode penelitian yakni metode
deskriptif kualitatif.
Satori (2011: 23) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif
dilakukan serta merta dikarenakan peneliti berkeinginan untuk mengeksplor
fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan dimana bersifat
deskriptif. Contohnya yakni proses suatu langkah kerja, formula suatu resep,
karakteristik suatu barang dan jasa, pengertian-pengertian tentang suatu
konsep yang beragam, gambar-gambar, gaya-gaya, model fisik suatu artifak,
tata cara suatu budaya, dan lain sebagainya.
Selain itu, Sugiono (2012: 9) juga mengemukakan penelitian
kualitatif dapat digunakan sebagai metode penelitian dimana berlandaskan
pada filsafat postpositivisme. Metode ini digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif
ataupun kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat heuristic dan
bukan deduktif. Tergantung dengan pertanyaan penelitian maupun data yang
dibuat sebelum penelitian dimulai. Berbeda hal nya dengan penelitian
deskriptif dapat bersifat heuristik atau deduktif. Tipe atau kategori penelitian
ini dapat mengacu pada penelitian berdasarkan pada data-data yang telah ada
maupun sebagai penelitian non-eksperimen dengan menggunakan hipotesis
yang telah dibentuk sebelumnya. Studi deskriptif beranjak dari sebuah
pertanyaan umum yang berkaitan dengan fenomena yang sedang dikaji
maupun dengan menggunakan pertanyaan serta fokus yang lebih spesifik.
Pada hal ini khususnya pada penelitian deskriptif studi kasus akan

33
34

memberikan sebuah analisis linguistik yang akan mendalam mengenai aspek


kemampuan pemahaman soal cerita oleh partisipan penelitian
Menurut Sukmadinata (2011: 73), penelitian deskriptif kualitatif
dapat diajukan untuk mendeskripsikan dan juga menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, dimana hal tersebut bersifat alamiah maupun rekayasa
manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas,
keterkaitan antar kegiatan.
Selain itu, penelitian deskriptif tidak sama sekali memberikan
perlakuan, manipulasi ataupun pengubahan pada variabel-variabel yang
sedang diteliti, ia hanya akan menggambarkan suatu kondisi yang apa
adanya. Perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang
dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan keterangan dari beberapa ahli di atas, kesimpulannya
bahwa penelitian deskriptif kualitatif yakni rangkaian kegiatan untuk
memperoleh data yang bersifat apa adanya tanpa ada dalam kondisi tertentu
yang hasilnya lebih menekankan pada makna.. Keduanya baik itu penelitian
kualitatif maupun deskripti berkaitan dengan pendeskripsian, namun
pendekatan penelitian berasal dari perspektif yang berbeda.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif karena penelitian ini mengeksplor mengembangkan teori tentang
pemahaman penyelesaian soal cerita pada anak disleksia. Selain itu penelitian
ini juga bersifat induktif dan hasilnya lebih menekankan pada makna.

3.1.1. Metode Penelitian


Sesuai dengan tujuan yang telah diutarakan, penelitian yang
digunakan untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab pertanyaan
yang diajukan adalah penelitian studi kasus kualitatif instrument tunggal.
Pendekatan studi kasus banyak digunakan pada kasus klinis, dengan
pendekatan interpretatif atau naratif kualitatif untuk mendukung kasus
tunggal yang lebih sistematis (Krampen & Krampen, 2016).
Sejalan dengan hal tersebut, Baxter & Jack, (2008) mengungkapkan
bahwa pendekatan studi kasus bermanfaat untuk penelitian dalam
mengembangkan teori, mengevaluasi program, dan mengembangkan
35

intervensi karena fleksibilitas dan ketelitiannya. Sehubungan dengan hal


tersebut, penelitian ini dimaksudkan agar peneliti dapat mengembangkan
teori tentang pemahaman penyelesaian soal cerita materi bangun datar dan
jenis jenis disleksia yang dialami oleh siswa yang mengalami disleksia
untuk mendukung penelitian kasus tunggal yang bersifat kualitatif.

3.1.2. Definisi Operasional


Definisi operasional adalah suatu definisi berkaitan dengan variabel
yang telah dirumuskan yang berdasarkan karakteristik variabel tersebut,
dapat kita diamati. Definisi operasional yang paling relevan bagi variabel
yang ditelitinya dirasa harus dipilih dan ditentukan Peneliti (Azwar, 2011:
74). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:
b. Variabel Tunggal
Pemahaman soal cerita kelas IV materi bangun datar pada siswa yang
mengalami disleksia dan jenis disleksia yang dialami oleh siswa kelas
IV sekolah dasar
Disleksia merupakan gangguan membaca, mengeja, dan menulis
yang dipengaruhi oleh faktor genetik atau di luar genetik. Soal cerita
merupakan permasalahan yang dirangkai dalam kata kata dan bisa dalam
bentuk lisan maupun tulisan yang mengilustrasikan masalah sehari hari.
Soal cerita diberikan untuk menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki
oleh siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Pemahaman teks
soal dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang
diberikan.

3.2. Partisipan dan Tempat Penelitian

Adapun partisipan penelitian dalam penelitian ini yakni ahli- ahli


yang melakukan validasi yaitu ahli materi, kepala sekolah maupun guru kelas
IV SD Negeri Cinangsi, serta peserta didik kelas IV SD Negeri Cinangsi di
Kabupaten Subang yang mengalami gangguan membaca atau disleksia.
Partisipasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Ahli materi merupakan dosen terkait materi bangun datar (Matematika)
berasal dari program studi matematika yang akan menilai soal cerita
36

bangun datar ini dari segi kecocokkan materi, kesesuaian konsep dengan
materi bagi peserta didik.
b. Kepala Sekolah SD Negeri Cinangsi sebagai tenaga ahli yang akan
memvalidasi dan menyatakan bahwa partisipan mengalami gangguan
disleksia.
c. Guru kelas IV SD Negeri Cinangsi sebagai tenaga ahli yang akan
memvalidasi dan menyatakan bahwa partisipan mengalami gangguan
disleksia..
d. Peserta didik kelas IV SD Negeri Cinangsi yang mengalami gangguan
membaca atau disleksia sebagai partisipan dalam mengetahui
pemahaman soal cerita materi bangun datar ini.
Tempat penelitian dilakukan di SD Negeri Cinangsi secara daring
(luring) dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, ataupun
dilakukan secara daring jika secara langsung (luring) tidak memungkinkan.
Hal ini dilakukan untuk pemberian respon, baik dari peserta didik maupun
dari guru.

3.3. Pengumpulan Data

Data penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa teknik yaitu tes,


wawancara, observasi, dan dokumentasi.

3.3.1. Metode tes

Metode tes ini dilakukan untuk mengetahui jawaban siswa setelah


diberikan soal cerita matematika dengan jenis-jenis soal objektif yang mesti
siswa diselesaikan. Setelah subjek diberikan soal matematika, subjek
langsung diwawancarai mengenai strategi yang digunakan untuk
menyelesaikan soal yang telah diberikan. Namun sebelum dilaksanakan tes,
anak terlebih dahulu divalidasi bahwa partisipan tersebut mengalami
disleksia.
Validasi dilakukan oleh Kepala Sekolah SD Negeri Cinangsi dan
Guru kelas IV SD Negeri Cinangsi sebagai tenaga ahli yang akan
memvalidasi dan menyatakan bahwa partisipan mengalami gangguan
disleksia.
37

3.3.2. Wawancara

Metode wawancara dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa


dengan disleksia terhadap soal matematika bangun datar. Metode
wawancara yang digunakan adalah metode wawancara baku terbuka.
Pengertian baku menunjukkan bahwa urutan materi yang ditanyakan dan
cara penyajian sama untuk setiap partisipan penelitian, sedangkan
pengertian terbuka adalah adanya keluwesan pertanyaan tergantung pada
situasi dan kecakapan pewawancara. Wawancara ini dilakukan secara
mendalam sampai didapat data atau informasi yang diinginkan. Dalam hal
ini peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) menyiapkan
alat perekam yaitu handphone dan alat tulis, (2) meminta siswa
menyelesaikan soal matematika, (3) melakukan wawancara dan membuat
catatan-catatan yang tidak bisa dideteksi oleh alat perekam
Teknik wawancara menjadi pengumpulan data yang berguna dalam
penelitian ini, karena informasi yang diperoleh dapat lebih mendalam sebab
peneliti mempunyai peluang lebih luas untuk mengembangkan lebih jauh
informasi yang diperoleh dari partisipan dari penelitian ini. Data tersebut
diperoleh dari hasil wawancara antara peneliti dengan orangtua dan guru
dan siswa yang mengalami disleksia, untuk mendukung pelaksanaan
wawancara, peneliti menggunakan sejumlah pertanyaan yang diajukan
kepada informan. (Pedoman wawancara terlampir) Pertanyaan tersebut
disusun berdasarkan fokus dan rumusan masalah dalam penelitian ini.
Adapun peneliti menggunakan teknik wawancara untuk mendapatkan
jawaban valid dari informan sehingga peneliti harus bertatap muka menjalin
partnership dan bertanya langsung dengan informan.

3.3.3. Observasi

Observasi dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, dimana


peneliti dalam pengamatan ikut melakukan kegiatan yang dilakukan siswa
dan aktivitas siswa dalam memahami soal cerita bangun datar. Observasi
dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan
mengenai bagaimana proses pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian
38

ini, observasi dilakukan ketika siswa dengan gangguan disleksia


mengerjakan soal cerita matematika bangun datar.

3.3.4. Dokumentasi

Arikunto (2010: 274) menyatakan dibanding dengan metode lain,


maka metode ini agak tidak begitu sulit dalam arti apabila ada kekeliruan
sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi
yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Dengan studi
dokumentasi ini peneliti mendapat suatu penjelasan yang akurat dari hasil
observasi dan wawancara yang telah dilaksanakan tentang berbagai hal
yang berkaitan dengan masalah, tujuan, fungsi dan sebagainya. Penelitian
ini menggunakan dokumentasi berupa Hasil lembar wawancara, observasi
dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan memahami soal cerita oleh
siswa dengan gangguan disleksia.

3.4. Instumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama


dalam mengumpulkan data dan menginterpretasikan data dengan dibimbing
oleh pedoman wawancara dan pedoman observasi. Dengan mengadakan
observasi dan wawancara mendalam dapat memahami makna interaksi
sosial, mendalami perasaan dan nilai-nilai yang tergambar dalam ucapan dan
perilaku responden. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah
lembar soal matematika dan lembar pedoman wawancara.

3.4.1. Lembar soal matematika

Soal matematika yang diberikan pada penelitian ini berupa soal


matematika jawaban singkat. Soal matematika yang diberikan terdiri dari
12 soal yang berkaitan dengan operasi bangun datar.
Untuk menghasilkan soal matematika yang valid dan sesuai
dengan tujuan penelitian, maka peneliti akan melakukan hal-hal sebagai
berikut: (1) membuat draf soal matematika bangun datar dan jawabannya,
(2) mengonsultasikan draf soal matematika bangun datar dan jawaban
kepada dosen pembimbing, jika disetujui maka dilanjutkan untuk
39

divalidasi oleh expert judgement. (3) Meminta validasi kepada dosen


Pendidikan Matematika sebagai expert judgement agar didapatkan
instrumen penelitian yang relevan dan valid.
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes
Kemampuan Memahami Soal Cerita Kelas IV SD Materi Bangun Datar
No
mo
N Tujuan Indikator
Indikator r
o Penelitian Konsep
Soa
l
Mengetahui Menerjemahkan
informasi sisi-sisi
kemampuan
segitiga ke dalam
1 memahami soal bentuk gambar
1
untuk
cerita kelas IV
mengidentifikasi
SD materi jenis segitiga pada
soal cerita
bangun datar
Interpretting Menerjemahkan
pada anak informasi sisi-sisi
Menerjemahkan persegi ke dalam
disleksia kelas
2 informasi dari bentuk gambar
2
IV SD. untuk
satu bentuk ke mengidentifikasi
bentuk lain persegi pada soal
cerita
Menerjemahkan
informasi sisi-sisi
persegi panjang ke
3 dalam bentuk
3
gambar untuk
mengidentifikasi
persegi panjang pada
soal cerita
Classifying Mengklasifikasi
segitiga dan bukan
Mengkategorikan
segitiga berdasarkan
4 informasi ukuran panjang sisi
5
pada soal cerita
berdasarkan
menggunakan
konsep konsep syarat
segitiga
5 Mengklasifikasi 4
40

persegi panjang
dan bukan
persegi
berdasarkan
ukuran panjang
sisi pada soal
cerita
menggunakan
konsep syarat
persegi
Mengklasifikasi
persegi panjang
dan bukan
persegi panjang
berdasarkan
6 ukuran panjang 6
sisi pada soal
cerita
menggunakan
konsep syarat
persegi panjang
Menerapkan konsep
Inferring segitiga pada soal
7 cerita dalam 7
Membuat
perhitungan
Keputusan / matematis
kesimpulan Menerapkan konsep
persegi pada soal
8 berdasarkan cerita dalam 8
informasi yang perhitungan
matematis
disajikan dengan Menerapkan konsep
perhitungan logis persegi panjang pada
9 soal cerita dalam 9
matematis perhitungan
matematis
1 Comparing Membandingkan 10
41

luas dengan
menerapkan konsep
segitiga dalam
0 menyelesaikan soal
yang berkaitan
dengan
permasalahan
sehari-hari.
Membandingkan
luas dengan
menerapkan konsep
1 Membandingkan persegi dalam
menyelesaikan soal 11
1 dua atau lebih yang berkaitan
konsep/objek dengan
permasalahan
sehari-hari.
Membandingkan
luas dengan
menerapkan konsep
persegi panjang
1
dalam
12
2 menyelesaikan soal
yang berkaitan
dengan
permasalahan
sehari-hari.
1 Mengetahui Disleksia Adanya rotasi 4-7
3 jenis Gangguan pada bentuk (tul
disleksia visual huruf maupun isa
apa yang angka yang n)
dialami memiliki
oleh anak bentuk hampir
disleksia mirip, ataupun
kelas IV seperti
SD dalam bayangan
memahami cermin (b-d, p-
soal cerita q, 5-2, 3-E,)
kelas IV atau huruf,
materi angka terbalik
bangun (inversion)
42

semisal m-w, n-
u, 6-9.
Gejala berupa
kesulitan pada
diskriminasi
maupun
1 persepsi
7 auditoris
(disleksia
disfonemmis)
seperti p-t, b-g,
t-d, t-k;
8-
kesulitan
1 Disleksia 12
mengeja secara
8 Gangguan (Li
auditoris,
datar di bahasa san
kesulitan
sekolah )
menyebut
dasar.
1 maupun
9 menemukan
kata atau
kalimat,
Urutan
auditoris yang
2
kacau
0
(sekolah→sekol
ha).
1-3
Disleksia
Mengalami (lis
Gangguan
2 kesulitan dalam an-
Diskoneksi
1 menyatakan apa tuli
Visual-
yang ia lihat. san
Audiotoris
)
43

3.4.2. Lembar pedoman wawancara

Pedoman wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan yang


ditanyakan peneliti untuk mengetahui pemahaman siswa dengan disleksia
terhadap soal matematika bangun datar. Pedoman wawancara berisi
pertanyaan pertanyaan yang ditanyakan peneliti untuk memperkuat hasil
dari pengumpulan data yang dilakukan dengan metode tes. Pertanyaan
disusun secara semi terstruktur dan diajukan kepada subjek penelitian
setelah subjek menyelesaikan soal matematika. Sebelum instrumen
digunakan, terlebih dahulu instrumen dikonsultasikan kepada dosen
pembimbing dan divalidasi oleh dosen Pendidikan Matematika sebagai
tenaga ahli yang dilibatkan di awal validasi partisipan. Validasi bertujuan
untuk mengetahui apakah instrumen sudah layak digunakan atau belum
untuk pemahaman soal cerita materi bangun datar pada kelas IV SD.
Skala Penilaian Wawancara Siswa

(4) (3) (2) (1)


Sangat Mudah Mudah Sulit Sangat Sulit

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Siswa


Kemampuan Memahami Soal Cerita Kelas IV SD Materi Bangun Datar
Skala
Tujuan
N Indikator Kisi Kisi Penilaian
Peneliti
o Konsep Pertanyaan S M S S
an
M S
1 Mengetahui Interpretting Kesulitan dalam
menerjemahkan
kemampuan Menerjemahkan
informasi sisi-sisi
memahami informasi dari segitiga, persegi,
dan persegi
soal cerita satu bentuk ke
panjang ke dalam
kelas IV SD bentuk lain bentuk gambar
untuk
materi
mengidentifikasi
bangun datar jenis segitiga,
persegi, dan
44

persegi panjang
pada soal cerita
Kesulitan dalam
mengklasifikasi
segitiga, persegi,
dan persegi
Classifying panjang dan bukan
segitiga, persegi,
Mengkategorikan dan persegi
4 informasi panjang
berdasarkan
berdasarkan ukuran panjang sisi
konsep pada soal cerita
menggunakan
konsep syarat
segitiga, persegi,
dan persegi
panjang
Inferring
Membuat
pada anak
Keputusan / Kesulitan dalam
disleksia menerapkan
kesimpulan konsep segitiga,
kelas IV SD.
7 berdasarkan persegi, dan
persegi panjang
informasi yang pada soal cerita
disajikan dengan dalam perhitungan
matematis
perhitungan logis
matematis
Kesulitan dalam
membandingkan
luas dengan
menerapkan
Comparing
konsep segitiga,
1 Membandingkan persegi, dan
persegi panjang
0 dua atau lebih
dalam
konsep/objek menyelesaikan
soal yang berkaitan
dengan
permasalahan
sehari-hari.
1 Menget Disleksia Kesulitan
3 ahui Gangguan membaca
45

jenis visual secara visual


disleksi Kesulitan
Disleksia
1 a apa membaca
Gangguan
7 yang secara
bahasa
dialami audiotoris
oleh
anak
disleksi
a kelas
IV SD
dalam
memah Disleksia Kesulitan
ami Gangguan dalam
2
soal Diskoneksi menyatakan
1
cerita Visual- apa yang ia
kelas Audiotoris lihat.
IV
materi
bangun
datar di
sekolah
dasar.

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Guru


Kemampuan Memahami Soal Cerita Kelas IV SD Materi Bangun Datar
Tujuan Pertanyaan
N Indikator
Peneliti
o Konsep
an
1 Mengetahui Persiapan Belajar Apa saja
kemampuan persiapan yang
memahami perlu dilakukan
soal cerita guru sebelum
kelas IV SD belajar bersama
46

partisipan?
Apa saja
persiapan yang
perlu dilakukan
partisipan
sebelum belajar
bersama
partisipan?
Bagaimana
respon siswa
4 Kegiatan
materi Prabelajar ketika apersepsi
bangun datar diberikan?
pada anak Bagaimana
disleksia tingkat interaksi
7 Kegiatan Belajar
kelas IV SD. partisipan dengan
siswa di kelas?
Apakah
partisipan dapat
menyimpulkan
kegiatan belajar
dengan baik?
1
Kegiatan Penutup Bagaimana
0
tingkat prestasi
partisipan selama
belajar
matematika di
kelas IV SD?
1 Menget Disleksia Apakah
3 ahui Gangguan partisipan
jenis Visual mengalami
disleksi banyak
a apa distraksi
47

secara
visual ketika
membaca
tulisan?
yang
Bagaimana
dialami
cara
oleh
partisipan
anak
menangani
disleksi
gangguan
a kelas
visualnya?
IV SD
Apakah
dalam
partisipan
memah
mengalami
ami
banyak
1 soal
distraksi
7 cerita
secara audio
kelas
ketika
IV Disleksia
dijelaskan
materi Gangguan
secara lisan?
bangun Bahasa
Bagaimana
datar di
cara
sekolah
partisipan
2 dasar.
menangani
1
gangguan
audiotorisny
a?
Disleksia Apakah
Gangguan siswa
Diskoneksi mengalami
Visual- baik
Audiotoris gangguan
visual
48

maupun
audio
selama
belajar
matematika?

3.4.3. Lembar pedoman Observasi

Sedangkan untuk observasi peneliti membagi pengamatan dalam


kegiatan awal, inti, dan penutup. Pedoman observasi ini disusun
berdasarkan kebutuhan akan informasi yang lebih mendalam untuk
menjawab rumusan penelitian tentang pemahaman soal cerita melalui
mata pelajaran matematika bangun datar oleh siswa kelas IV dengan
disleksia di SD Negeri Cinangsi.
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Observasi
Kemampuan Memahami Soal Cerita Kelas IV SD Materi Bangun Datar
N Kegiatan selama
Tujuan Penelitian Indikator
o mengerjakan soal
Mengetahui Interpretting
kemampuan memahami Menerjemahkan
1 soal cerita kelas IV SD informasi dari
materi bangun datar satu bentuk ke
pada anak disleksia bentuk lain
kelas IV SD. Classifying
Mengkategorikan
2 informasi
berdasarkan
konsep
3 Inferring
Membuat
Keputusan /
kesimpulan
berdasarkan
49

informasi yang
disajikan dengan
perhitungan logis
matematis
Comparing
Membandingkan
4
dua atau lebih
konsep/objek
Mengetahui jenis Disleksia
5
disleksia apa yang visual
dialami oleh anak Disleksia
6
disleksia kelas IV bahasa
SD dalam
memahami soal
Disleksia
cerita kelas IV
6 Visual-
materi bangun
Audiotoris
datar di sekolah
dasar.

3.5. Analisis Data

Penelitian ini menguraikan secara menyeluruh dan cermat mengenai


pemahaman soal cerita melalui mata pelajaran matematika bangun datar
oleh siswa kelas IV dengan disleksia di SD Negeri Cinangsi melalui logika
induktif, yakni logika yang bertolak khusus ke umum. Konseptualisasi,
katagorisasi, dan deskripsi dikembangkan atas dasar kejadian yang
diperoleh di lapangan berlangsung.
Analisis data adalah proses pengolahan data yang mencakup
kegiatan mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori, dan satuan uraian dasar yang akhirnya didapatkan suatu
kesimpulan. Pada penelitian ini, data yang sudah terkumpul selanjutnya
dianalisis seperti paparan berikut ini:
50

a. Mereduksi data
Mereduksi data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1)
memutar hasil rekaman beberapa kali agar peneliti dapat menuliskan
jawaban subjek dengan tepat, (2) mentranskrip hasil wawancara subjek
penelitian yang telah diberi kode berbeda setiap subjeknya dengan
memperhatikan beberapa catatan pada saat wawancara, (3)memeriksa
kembali hasil transkrip wawancara tersebut dengan memutar ulang
hasil rekaman dan mendengarkan jawaban-jawaban subjek saat
wawancara berlangsung, agar mengurangi kesalahan pada penulisan
transkip.
b. Memaparkan data
Memaparkan data pada penelitian ini disajikan dengan menampilkan
hasil transkip wawancara dan hasil tes pemahaman soal cerita
matematika bangun datar setelah dilakukan wawancara yang
selanjutnya dianalisis. Analisis data mengenai pemahaman siswa
terhadap materi bangun datar berdasarkan soal cerita yang disajikan
dan didasarkan atas hasil wawancara yang telah dijelaskan pada kajian
pustaka. Dalam memaparkan data hasil transkrip wawancara, peneliti
memaparkan data berdasarkan subjek penelitian.
c. Menarik kesimpulan
Adapun proses penarikan kesimpulannya ialah profil siswa disleksia
dalam menyelesaikan soal matematika dilihat dari hasil jawaban siswa
yang tertera pada hasil wawancara. Kemudian dari hasil transkrip
wawancara tersebut dianalisis untuk melihat bagaimana kemampuan
memahami soal cerita kelas IV SD materi bangun datar pada anak
disleksia kelas IV SD. Selain itu juga untuk mengetahui jenis disleksia
apa yang dialami oleh anak disleksia kelas IV SD dalam memahami
soal cerita kelas IV SD materi bangun datar yang dijelaskan pada bab
kajian pustaka.
d. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara melihat hasil secara
keseluruhan.
51

e. Selesai melakukan penganalisisan, peneliti menguji kembali apa-apa


yang telah ditemukannya kepada pembimbing.
f. Bila semua itu dinyatakan siap dan layak, maka mulai peneliti menulis
laporan hasil studinya.

3.6. Isu Etik Penelitian


Penulis harus menjaga etika saat melaksanakan penelitian agar tidak
menimbulkan dampak negatif baik secara fisik maupun non-fisik. Karena hal
ini menyangkut hubungan dengan partisipan yaitu guru. Hendaknya
dilaksanakan sesuai dengan prosedur agar penelitian dapat berjalan dengan
lancar. Dengan menjaga etika diharapkan dapat menciptakan suatu kerjasama
yang menyenangkan diantara penulis dan partisipan.
a. Kerahasiaan
Dalam penelitian ini peneliti akan menutup atau merahasiakan
semua identitas guru yang menjadi responden dalam penelitian ini, nama
nya maupun dalam bentuk dokumentasi foto. Agar identitas narasumber
tidak tertunjukan dalam penelitian ini.
b. Privasi
Hasil penelitian hanya digunakan untuk perkembangan dunia
pendidikan dalam penulisan skripsi, dan ditunjukan oleh penulis sebagai
salah satu informasi untuk penelitian ini.
c. Izin
Peneliti meminta ijin kepada narasumber saat melakukan
wawancara atau observasi sehingga tidak adanya keberatan dalam
pengambilan data untuk penelitian di SD Negeri Cinangsi, Kabupaten
Subang.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


52

A. Deskripsi Lokasi Penelitian


1. Identitas Sekolah
NSPN : 20232698
Nama Sekolah : SD Negeri Cinangsi
Alamat : Jl. Situraja
Kelurahan/Desa : Cinangsi
Kecamatan : Kecamatan Cibogo
Kabupaten/Kota : Kabupaten Subang
Provinsi : Jawa Barat
Telepon/HP : (0265)7423767
Jenjang : Sekolah Dasar
Status (Negeri/Swasta) : Negeri
Tanggak SK Pendirian : 1954-07-15
Hasil Akreditasi :A
Email : sdcinangsi@yahoo.co.id

2. Visi, Misi dan Tujuan SD Negeri Cinangsi


1. Visi Sekolah
“Membentuk generasi bangsa yang kuat, Beriman, Bertagwa, dan
Berakhlakul Karimah. Serta unggul dalam meningkatkan mutu dan
prestasi dalam bidang pendidikan, sehingga dapat menciptakan
kecintaan terhadap Budaya dan Bangsa Indonesia”
2. Misi Sekolah
“Meningkatkan layanan pendidikan dan pengajaran demi
terwujudnya nuansa pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan
menyenangkan.
Menyelenggarakan program pendidikan yang senantiasa berakar
pada system nilai, adat istiadat, agama dan budaya masyarakat
sekitarnya, melalui pembelajaran berbasis kompetensi dengan
menggunakan teknologi informatika
53

Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat


dan perkembangan IPTEK
Meningkatkan prestasi dalam kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan
bakat, minat dan kompentensi yang dimiliki peserta didik”
3. Tujuan Sekolah
1) Meningkatkan kwalitas tenaga pendidikan dan
kependidikan sesuai dengan tuntutan program pembelajaran
yang bermutu
2) Mengupayakan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana
serta program pendidikan untuk mendukung kegiatan
belajar mengajar dan hasil belajar siswa
3) Menjalin kerjasama dengan lembaga terkait, masyarakat
sekitarnya dan dunia usaha / industri dalam rangka
pengembangan program pendidikan yang berakar pada
budaya bangsa serta mengikuti perkembangan IPTEK
4) Proses belajar mengajar mengarah pada program
pembelajaran berbasis kompetensi
5) Meningkatkan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
unggulan yang sesuai dengan potensi, bakat, dan minat
siswa
4. Strategi Meningkatkan Layanan Pendidikan
1) Mengoptimalisasi Program Kurikulum
2) Mengoptimalisasi Sumber Daya Manusia
3) Mengoptimalisasi Fasilitas Sarana dan Prasarana
4) Mengoptimalisasi Fasilitas Masyarakat”

B. Deskripsi Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di SD Negeri Cinangsi yang
berkedudukan di Jl. Situraja, Desa Cinangsi dengan lama penelitian
selama 10 hari, yang rincian waktunya sebagaimana tercantum
dalam tabel dibawah ini
54

Tabel 3.1
Kegiatan dan Waktu Penelitian
Waktu
No Kegiatan
Hari Tanggal Bulan Tahun
Kegiatan tes soal Senin-
1. 20-21 Juni 2022
kepada siswa Selasa
Kegiatan Selasa-
2. 21-22 Juni 2022
wawancara Rabu
Kegiatan Selasa-
3. 28-30 Juni 2022
observasi Kamis
Kegiatan Senin-
4. 20-22 Juni 2022
dokumentasi Rabu
Sumber : Penulis 2022

Tabel diatas merupakan jadwal peneliti melakukan penelitian di SD


Negeri Cinangsi
1) Tes soal
Kegiatan tes soal kepada siswa dilaksanakan pada hari Senin s/d
Selasa dan bertempat di SD Negeri Cinangsi, diruangan aula
sekolah, pada jam 11.00-12.00 WIB.
2) Wawancara
Kegiatan wawancara kepada siswa dan guru dilaksanakan pada hari
Selasa s/d Rabu, bertempat di ruangan aula SD Negeri Cinangsi
pada jam 10.30-11.00 WIB.
3) Observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan pada hari Selasa s/d Kamis
bertempat di SD Negeri Cinangsi
4) Dokumentasi
Kegiatan dokumentasi penelitian dilaksanakan pada hari Senin s/d
Rabu mengambil tempat di lingkungan SD Negeri Cinangsi.

Seluruh kegiatan penelitian dilakukan langsung di tempat, yaitu SD Negeri


Cinangsi.
55

C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas 4 SD dan seorang
siswa kelas 4 SD yang berkesulitan dalam belajar memahami materi
bangun datar. Berikut ini adalah penjelasan tentang subjek penelitian
1. Guru Kelas 4 SD

Nama : Iin Inayah, S.pd


Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Subang, 08 April 1970
Agama : Islam
Usia : 52 Tahun
Alamat : BTN Griya Cinangsi Asri Blok C No
243 RT/RW : 023/07 Kec. Cibogo Kabupaten
Subang
Latar Belakang Pendidikan : S1 PGSD

2. Siswa Kelas 4 SD

A. Identitas Subjek
Nama Siswa : Iksan Ramadhan
Nomor Induk Siswa : 181901013
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Subang, 3 Agustus 2011
Agama : Islam
Alamat : Kp. Situraja RT/RW 10/03 Desa
Cinangsi
Nama Bapak Siswa : Enda Suhenda
Nama Ibu Siswa : Ika Kartika
Pekerjaan Bapak Siswa : Buruh
Pekerjaan Ibu Siswa : Karyawati
56

B. Karakteristik Subjek
Kondisi fisik Iksan Ramadhan terlihat sehat, tidak ada
kelainan fisik yang tampak. Iksan Ramadhan memiliki postur
tubuh sedang, berkulit sawo matang, rambut lurus dan termasuk
anak yang lincah. Menurut keterangan guru pengajar,
kemampuan motorik kasar Iksan Ramadhan tergolong baik.
Kemampuan panca indera cukup baik, dan termasuk kemampuan
auditorinya juga baik. Siswa di kelas 4 yang belajar bersama
siswa/i lainnya dengan jumlah 26 siswa. Iksan panggilan
akrabnya termasuk siswa yang lincah dan selalu ceria. Ia
termasuk siswa yang senang bergaul dengan siapa saja bahkan
dengan teman yang bukan 1 kelas.
Iksan termasuk anak yang memiliki rasa ingin tahu cukup
tinggi, terutama yang berhubungan dengan olah fisik. Iksan
sangat senang bermain bola, lari dan kegiatan olah fisik lainnya.
Namun dalam hal akademis terutama yang berhubungan dengan
pemahaman materi seperti soal cerita Iksan kerap sulit menyerap
materi yang disampaikan oleh guru. Kendala yang dihadapi oleh
Iksan, yaitu kesulitan dalam hal membaca dan memahami materi,
namun tidak untuk materi yang berhubungan dengan gambar, ia
menceritakan bahwa Iksan cukup mengerti materi yang
disampaikan oleh guru dalam bentuk gambar.
Berdasarkan hasil keterangan guru kelas 4, Iksan kurang
menyukai pelajaran matematika, apalagi materi matematika yang
melibatkan kemampuan membaca soal cerita. Saat pelajaran
matematika, Iksan sering terlihat kurang bersemangat bahkan
menolak untuk belajar, namun ketika dihadapkan dengan materi
bangun datar, ia cukup mengerti bentuk-bentuk bangun datar
tersebut. Hal ini karena Iksan memiliki kemampuan membaca
yang rendah namun cukup tertarik dengan materi yang berbentu
gambar. Kemampuan membaca Iksan masih dibawah teman-
teman di kelasnya. Pada saat membaca Iksan terlihat mengerak-
57

gerakkan bibirnya lirih untuk mengeja sebelum disuarakan


dengan keras. Saat guru meminta Iksan untuk membaca lebih
keras, Iksan tampak terbata-bata dan jarinya selalu menelusur
tulisan yang dibaca. Oleh sebab itu, seringkali Iksan
membutuhkan penjelasan kembali dari guru tentang bacaan yang
sudah selesai dibaca bersama-sama. Kurangnya kemampuan
tersebut membuat Iksan sering tidak memperhatikan guru saat
pelajaran, sibuk mengajak berbicara teman di kelas, dan sulit
untuk duduk diam. Disamping itu, perhatiannya juga mudah
teralih saat ada rangsangan dari sekitar. Namun, Iksan tampak
antusias apabila guru memberikan materi pelajaran yang
berkaitan dengan bentuk gambar.

C. Hasil penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan teknik tes, wawancara, observasi
dan dokumentasi. Teknik yang paling utama adalah tes dan wawancara
karena peneliti memperoleh informasi utama melalui tes dan wawancara
langsung kepada subjek penelitian tentang kemampuan memahami
materi bangun datar pada siswa kelas IV yang mengalami gangguan
disleksia. Dalam hal ini peneliti juga menggunakan subjek dalam hal ini
guru untuk metode wawancara. Berikut ini adalah tahapan yang
dibutuhkna untuk pengumpulan data :
1. Metode Tes
Metode tes dikukan oleh siwa kelas IV yang mengalami
gangguan disleksia, dengan beberapa jenis soal, diantaranya :
1) Soal Lisan/Tulisan (Essai)

Jenis soal ini dibuat untuk mengetahui sejauh mana, ia bisa


membaca dan memahai soal cerita yang berhubungan dengan
bangun datar.
58

2) Soal Pilihan Benar/Salah


Tujuan dibuatnya soal ini adalah untuk mengetahui pemahaman
dan mengetahui kebenaran dan kesalahan dari soal cerita
tersebut.
3) Soal Pilihan Ganda
Pilihan ganda menjadi salah satu jenis soal yang sering dibuat
untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan focus supaya
tidak terkecoh dengan pilihan yang lain.
4) Subjektif (Uraian)
Soal uraian dibuat untuk dapat mengetahui kemampuan siswa
dalam menyajikan jawaban yang terurai, dan juga dengan soal
uraian diharapkan siswa dapat belajar untuk mengemukakan
pandapat.

2. Metode Wawancara
Wawancara yang dilakukan antara peneliti dan guru kelas.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti memperoleh informasi bahwa
terdapat 1 siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca
pemahaman. Siswa tersebut saat ini duduk di kelas IV. Guru
mengungkapkan bahwa siswa tersebut mempunyai kemampuan
yang lebih rendah daripada teman sekelasnya dalam hal memahami
materi, contohnya seperti bacaan soal cerita pada pelajaran
matematika.
Wawancara selanjutnya dilakukan antara peneliti dengan
siswa yang mengalami gejala disleksia. Dari hasi wawancara
peneliti dengan siswa, didapatkan hasil bahwa siswa tersebut dalam
memahami konsep matematika soal cerita dengan materi bangun
datar cukup kurang. Dalam hal ini dilihat dari segi membaca secara
visual dan membaca secara audiotoris masih sangat kurang dan
sering kali dalam membaca soal masih terbata-bata. Namun dalam
59

hal menyebutkan bentuk bangun datar dari apa yang ia lihat cukup
mengerti.
3. Metode Observasi
Dalam observasi partisipatif peneliti melakukan observasi
dengan siswa yang mengalami gejala disleksia, dimana saat siswa
mengerjakan soal ceita matematika bangun datar mengalami
kesulitan dalam hal membaca soal dan memahami isi soal. Siswa
cukup terbata-bata dalam membaca soal, namum ketika siswa
melihat secara visual bentuk bangun datar siswa tersebut dapat
cukup memahami.
4. Metode Dokumentasi
Pengambilan gambar dan perekaman wawancara merupakan
wujud dokumentasi pelaksanaan penelitian. Dokumentasi dalam
penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber-
sumber yang dapat memperkuat proses penelitian. Dokumentasi
berupa foto saat pembelajaran, wawancara dengan responden, dan
dokumen lain sebagai penunjang penelitian.

D. Pembahasan

Disleksia merupakan gangguan yang kerap muncul pada saat proses


belajar, dimana seseorang mengalami kesulian dalam membaca, mengeja
ataupun menulis.

Berdasarkan hasil Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dengan


siswa disleksia, observasi dan dokumentasi serta catatan lapangan
didapatkan data sebagai berikut:

1. Kemampuan Pemahaman Materi


a. Pemahaman Materi pada Siswa
Menurut Benyamin S. Bloom pemahaman adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu
setelah sesuatu itu diketahui dan di ingat. Seorang peserta didik
60

dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan


penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu
dengan menggunakan bahasa sendiriPemahaman Materi pada
Obyek Kedua
Dalam kasus ini kemampuan pemahaman dapat dijadikan
tolok ukur dalam menentukan apakah obyek tersebut
mengelami gejala diskelsia.
Pada siswa kelas IV dilakukan metode tes bangun datar
untuk mengetahui sebrapa jauh pemahaman obyek tersebut
dengan materi. Pada tes tersebut obyek menunjukan gejala-
gejala disleksia yang lamban dalam hal pemahaman dalam hal
membaca soal dan memahaminya. Tetapi dalam hal
pemahaman secara visual, siswa dapat cukup mengerti bentuk
bangun datar yang ada pada soal ceita.
2. Jenis Disleksia yang dialami Siswa
a. Jenis Disleksia yang dialami Objek Penelitian
Pada tanggal 20 Juni 2022, peneliti melakukan pengamatan
pada kelas Iv SD Negeri Cinangsi, Kabupaten Subang, Jawa
Barat. Selanjutnya peneliti mengambil sampel siswa yang
bernama Iksan Ramadhan. Dari hasil pengamatan dengan
metode-metode yang sudah dijelaskan diatas, peneliti
menyimpulkan bawhasanya siswa yang bernama Iksan
Ramadhan, belum bisa memahami soal cerita bangun datar
dengan baik. Kecenderuangan jenis disleksia pada siswa yang
bernama Iksan Ramadhan adalah disleksia gangguan visual,
dimana siswa tersebut sulit membaca kata atau kalimat serta
menguraikan kata-kata secara keseluruhan, sehingga kalimat
bentukannya tidak beraturan.

E. Keterbatasan Penelitian
61

Dalam penelitian ini masih terdapat kekurangan. Penelitian tentang


kasus disleksia pada siswa kelas IV SD dalam memahami soal cerita
materi bangun datar ini mengalami keterbatasan yaitu :
1. Keterbatasan waktu dan tenaga dari peneliti membuat penelitian ini
hanya dilakukan pada satu siswa disleksia kelas IV, sedangkan
untuk kelas yang lain belum dilakukan. Jumlah subjek yang relative
kecil tentunya membuat peneliti perlu berhati-hati dalam
menggeneralisasikan data yang diperoleh.
2. Tes dan wawancara yang dilakukan pada satu orang siswa dilakukan
pada siang hari, yaitu pada waktu menjelang istirahat dan siswa
kerap teeganggu dengan teman-temannya yang sedang istirahat dan
bermain. Kejadian ini membuat peneliti perlu berhati-hati dalam
mencari data agar subjek bisa focus saat tes dan wawancara.

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan juga pembahasan yang
telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
62

1. Setelah dilakukan beberapa metode untuk mengetahui seberapa juah


pemahaman siswa yang mengalami gejala disleksia, peneliti
menyimpulkan bahwa tingkat pemahaman siswa terhadap materi
soal matematika bangun datar masih kurang baik.
2. Jenis gejala disleksia yang dialami oleh siswa merupakan gejala
disleksia gangguan visual.

5.2 Saran

Berdasarkan temuan penelitian maka dapat dikemukakan


rekomendasi sebagai berikut:

1. Sekolah dapat menyajikan dasar acuan agar guru dapat melakukan


upaya yang mendalam terhadap anak dengan gangguan disleksia
visual.
2. Pada hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagaimana
memperlakukan anak dengan gangguan disleksia visual.

DAFTAR PUSTAKA
Aldenkamp, A., Renier, W., & Smith, L. (2001). Neurobiologische aspecten van
ontwikkelingsproblemen bij kinderen. Leuven-Apeldoorn: Garant.

Archibald, L. M. (2013). Language, reading, and math learning profiles in an


epidemiological sample of school age children. PloS one, 8(10), e77463.
63

ARIFIN, A. B. (2020). PERANCANGAN BUKU AKTIFITAS ANAK DENGAN TEKNIK


DIGITAL PAINTING SEBAGAI MEDIA BELAJAR ANAK DISLEKSIA USIA 6 – 9
TAHUN. Surabaya: FAKULTAS TEKNOLOGI & INFORMATIKA UNIVERSITAS
DINAMIKA.

Arikunto, S. (2021). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 3. bumi aksara.

Ashlock. (2003). Guiding each child’s learning of mathematics . Colombus: Bell


Company.

Baharuddin. (2009). Pendidikan & Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media.

Bakker, D. J., Bouma, A., & Gardien, C. J. (1990). Hemisphere-Specific Treatment of


Dyslexia Subtypes: A Field Experiment. Journal of Learning Disabilities,
23(7), 433–438. . doi:https://doi.org/10.1177/002221949002300707

Basri, I. (2017). Evaluasi Pembelajaran Sekolah Dasar (SD) Berbasis Pendidikan


Karakter dan Multikultural. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 1(4), 247-251.

Dalman, H. (2013). Keterampilan membaca. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Davis, R. D., & Braun, E. M. (2011). The gift of dyslexia: why some of the brightest
people can't read and how they can learn. Souvenir Press.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:


Departemen Pendidikan.

Dewi, K. Y. (2020). DISLEKSIA DAN ANATOMI OTAK. Daiwi Widya, , 7(1).

Divayana, D. G., & Sugiharni, G. A. (2016). valuasi Program Sertifikasi Komputer


Pada Universitas Teknologi Indonesia Menggunakan Model CSE-UCLA. PI
(Jurnal Pendidikan Indonesia), 5(2), , 158-165.

Djiwandono, M. S. (1996). Tes Pengajaran Bahasa. Bandung: Penerbit ITB.

Frederickson, N., & Cline, T. (2009). Special Educational Needs, Inclusion and
Diversity: a Textbook. Buckingham: Open University Press.

Friedmann, N., & Coltheart, M. (2018). 35. Types of developmental dyslexia. In


Communication Disorders (pp. 721-752). De Gruyter Mouton.

Geschwind, N. (1982). Comments made on the occasion of the dedication of the


Samuel Torrey Orton Library College of Physicians and Surgeons, Columbia
University. . Annals of Dyslexia, 9-11.

Gomes, F. D. (2017). DIAGNOSIS DAN METODE BELAJAR MEMBACA SISWA


SEKOLAH DASAR YANG BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA TAHAP
PERMULAAN. JIPD (Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar), , 1(2), 197-213. . From
http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jipd/

Hermijanto, O. B. (2016). Disleksia: bukan bodoh, bukan malas, tetapi berbakat.


Gramedia Pustaka Utama.
64

Heruman. (2014). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Irdamurni, I., Kasiyati, K., Zulmiyetri, Z., & Taufan, J. (2018). Meningkatkan
Kemampuan Guru pada Pembelajaran Membaca Anak Disleksia. Jurnal
Pendidikan Kebutuhan Khusus, 2(2), 29-32.

Irianti, A. P. (2020). Penerapan Supervisi Klinis dalam Meningkatkan Kemampuan


Guru Mengembangkan Instrumen Tes Pilihan Ganda dan Jawab SIngkat di
SD Negeri Margasari 01 Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal Semester II
Tahun Pelajaran 2019/2020. DIALEKTIKA: Jurnal Pendidikan, 4(2), 36-45.

Jonassen, D. (2004). Learning to solve problem an intsructional design guide. San


Fransisco USA: John Wiley & Sons, Inc.

Juliansyah, A. (2018). Komunikasi Instruksional pada ANak Disleksia di Sekolah


Dasar. Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran, 6(3), 119-131.

Kotsopoulos, D., Zambrzycka, J., Makosz, S., Asdrubolini, E., Babic, J., Best, O., &
Scott, M. (2017). The Diagnosis Dilemma: Dyslexia and Visual-Spatial
Ability. . Brock Education: A Journal of Educational Research and Practice,
26(2), 103-110.

Kusumawardana, D. &. (2021). DAMPAK HAMBATAN DISLEKSIA PADA SELF-ESTEEM


SISWA DI SEKOLAH DASAR INKLUSI. COLLASE (Creative of Learning Students
Elementary Education), 4(2), 146-156.

Latief, K. A. (2020). Disleksia dan Tantangan Bagi Pegiat Literasi (Vol. 2011026501).
Banda Aceh: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh.

MAHARANI, M. H. (2020). KEMAMPUAN MEMBACA KALIMAT DASAR BAHASA


INDONESIA PENDERITA DISLEKSIA DI SEKOLAH KIDZ SMILE MEDAN : KAJIAN
NEUROLINGUISTIK. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Mardhiyah, A., Nurhasanah, N., & Fajriani, F. (2019). HAMBATAN DAN UPAYA
GURU DALAM PENANGANAN PESERTA DIDIK DISLEKSIA DI SEKOLAH DASAR
NEGERI KECAMATAN KEJURUAN MUDA, ACEH TAMIANG. JIMBK: Jurnal
Ilmiah Mahapeserta didik Bimbingan & Konseling, 4(4).

Michigan, U. o. (2017). Dyslexia help starts here. Frequently asked questions.


Retrieved from http://dyslexiahelp.umich.edu/answers/faq.

Mulyadi, H. (2010). Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan


Belajar Khusus. Yogyakarta: Nuha Litera.

Munawaroh, M., & Anggrayni, N. T. (2015). MENGENALI TANDA-TANDA DISLEKSIA


PADA ANAK USIA DINI. Proseding Seminar Nasional PGSD UPY, (pp. 167-
171).

NINDS. (2011). NINDS Dyslexia Information. From National Institute of Neurogical


Disorders and Stroke Retrieved:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/dyslexia/dyslexia,htm
65

Pasiak, T. (2012). Tuhan dalam Otak Manusia; Mewujudkan Kesehatan Spiritual


Berdasarkan Neurosains. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Rowan, L. (2010). Learning with Dyslexia in Secondary School in New Zealand: What
Can We Learn Fromstudents’ Past Experiences? . Australian Journal of
Learning Difficulties,, 15(1),71-79.

Sari, D. I. (2014). Evaluasi pembelajaran. Jakarta.

Setemen, K. (2010). Pengembangan evaluasi pembelajaran online. Jurnal


Pendidikan dan Pengajaran, 43(3).

Sidiarto, L. D. (2007). Perkembangan Otak dan Kesulitan Belajar pada Anak. Belajar
pada Anak: UI Press.

Siswohardjono, A. (1991). Perspektif Bimbingan Konseling Dan Penerapannya Di


Berbagai Institusi. Semarang: Satya Wacana.

Sousa, D. A. (2010). Mind, brain, & education: Neuroscience implications for the
classroom. . Solution Tree Press.

Syahril, & Riska, A. (1987). Pengantar Bimbingan dan Konseling. Padang: Angkasa
Raya.

SZE, A. C. (2018). A Review on Phonological Awareness and Visual-Spatial Ability


among Children with Dyslexia. Jurnal Sains Kesihatan Malaysia (Malaysian
Journal of Health Sciences), 16.

Weiner, I. (2003). Principles of Rorschach interpretation. Second edition,


10.4324/9781410607799, 1-433.

Widyorini, E., & Van Tiel, J. M. (2017). Disleksia: Deteksi, Diagnosis, Penanganan di
Sekolah dan di Rumah. . Rawamangun - Jakarta: Prenada.

Wijaya, A. (2012). Pendidikan matematika realistik: Suatu alternatif pendekatan


pembelajaran matematika. . Yogyakarta: Graha Ilmu.

Winkel, W. S. (2006). Psikologi Pengajaran (Cetakan ke-15). Jakarta: Grasindo.

Witzel, B. &. (2018). Meeting the Needs of Students with Dyslexia and Dyscalculia.
SRATE journal, 27(1), 31-39.
66

LAMPIRAN-LAMPIRAN
67

Lampiran 1

Lembar Validasi Ahli Materi

Angket Validasi Ahli Inklusi Terhadap Instrumen Penelitian


Kemampuan Memahami Soal Cerita Kelas IV SD Materi Bangun Datar

Identitas Pribadi
Nama :
NIP :
Instansi :
Judul Penelitian : Kasus Disleksia pada Siswa Kelas IV SD dalam Memahami
Soal Cerita Kelas IV Materi Bangun Datar di Sekolah Dasar
Materi : Bangun Datar
Mata Pelajaran : Matematika
Sasaran/Program : Siswa Disleksia
Hari/Tanggal :

Bapak/Ibu yang terhormat,


Saya memohon bantuan Bapak/Ibu untuk mengisi angket ini. Angket ini ditujukan
untuk mengetahui respon Bapak/Ibu tentang kualitas instrument penelitian yang sedang
dalam proses pengembangan. Produk tersebut yakni “Kasus Disleksia pada Siswa Kelas
IV SD dalam Memahami Soal Cerita Kelas IV Materi Bangun Datar di Sekolah
Dasar”. Penilaian, kritik, dan saran dari Bapak/Ibu akan sangat bermanfaat untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas media pembelajaran ini. Atas perhatian dan
ketersediaannya untuk mengisi lembar penilaian ini, saya ucapkan terima kasih.

A. Petunjuk Pengisian
1. Isilah skor sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu.
2. Kriteria Penilaian:
Sangat Baik (SB) = Skor 5 Kurang Baik (KB) = Skor 2
Baik (B) = Skor 4 Sangat Kurang Baik (SKB) = Skor 1
Cukup Baik (CB) = Skor 3
3. Komentar, kritik, dan saran mohon tuliskan pada kolom yang telah disediakan.
4. Isilah pernyataan kesimpulan dengan melingkari pada pilihan yang disediakan sesuai
dengan pendapat Bapak/Ibu.
68

B. Aspek Penilaian
Indikator Poin Penilaian Skor Kualitas Mutu
Kesesuaian Isi/Materi Kesesuaian materi
dengan kompetensi
dasar
Bahasa yang
digunakan sesuai
dengan karakteristik
siswa
Bahasa soal mudah
dipahami
Materi soal disajikan
dengan jelas

C. Komentar dan Saran

D. Kesimpulan
Pilih salah satu jawaban dengan melingkari jawaban yang Bapak/Ibu pilih:
1. Apakah Bapak/Ibu tertarik dengan penelitian ini? Ya / Tidak
2. Menurut Bapak/Ibu media pembelajaran ini:
a. Layak digunakan. (tanpa perbaikan)
b. Layak digunakan, namun masih perlu diadakan perbaikan.
c. Tidak layak digunakan.

Bandung, 2022

Nama Ahli
NIP.
69

Lampiran 2 (Lembar Hasil Validasi Ahli Materi)


70
71
72
73
74
75
76
77

Lampiran 3 (Soal Tes)

LEMBAR SOAL CERITA MATEMATIKA TENTANG BANGUN DATAR

A. OBJEKTIF
Lisan-Tulisan (ISIAN)
1. Pak Ahmad memiliki sebuah bentuk segitiga dengan Panjang sisi semuanya adalah 10
cm. Pak Ahmad tidak bisa menentukan jenis segitiga yang dia punya. Adik-adik tolng
bantu Pak Ahmad untuk mengetahui jenis segitiga apa yang Pak Ahmad punya, lalu
gambarkan segitiganya.
2. Anton memiliki kertas gambar dengan ukuran 4 sisinya sama yaitu 20 cm, anton
kesulitan untuk mengetahui bentuk kertas tersebut. Coba gambarkan kertas yang
dipunyai anton dan sebutkan jenis bangun datar apa.
3. Ibu Sinta mempunyai sebuah kain warna merah dengan Panjang sisinya adalah 2
meter dan lebarnya adalah 1 meter. Coba gambarkan kain yang Ibu Sinta punya dan
sebutkan jenis bangun datar tersebut.

Tulisan (BENAR-SALAH)
4. Budi menggambar pada kertas dengan ukuran kertas 50 cm pada setiap 4 sisinya,
sedangkan Edi menggambar pada kertas dengan ukuran kertas Panjang 50 cm dan
lebar 30 cm.
Kertas Edi merupakan bentuk persegi. Gambarkan bentuknya!
5. Seno memiliki kain dengan mempunyai 3 sisi yang sama ukurannya yaitu 3 cm, Budi
memiliki kain dengan 4 sisi yang sama dengan ukuran 5 cm.
Budi memiliki bentuk segitiga. Gambarkan bentuknya!
6. Ayu memiliki gambar dengan ukuran Panjang 50 cm dan lebar 25 cm, sedangkan Tina
memiliki gambar dengan ukuran dengan 4 sisi yang sama, yaitu 30 cm.
Ayu memiliki bentuk persegi Panjang. Gambarkan bentuknya!

(PILIHAN GANDA)
7. Rama memiliki topi yang berbentuk segitiga, dengan memiliki sisi masing-masing 3
cm, maka keliling segitiga Topi Rama adalah?

a. 9 cm c. 18 cm
b. 12 cm

Lisan
78

8. Eni memiliki Gambar yang berbentuk persegi, dengan memiliki ukuran sisi 10 cm,
maka luas gambar persegi yang dimiliki Eni adalah?

a. 150 cm c. 90 cm
b. 100 cm

9. Hengki memiliki lukisan yang berbentuk persegi panjang, dengan memiliki ukuran
panjang 2 meter dan lebar 1 meter, maka luas lukisan persegi Panjang yang dimiliki
Hengki adalah?

a. 1 m
b. 3 m
c. 2 m
79

B. SUBJEKTIF (URAIAN)
10. Sebuah syal berbentuk segitiga sama kaki dengan panjang sisi yang sama 12
cm dan panjang sisi lainnya 30 cm. Jika tinggi syal tersebut 9 cm, tentukan
a. keliling syal;
b. luas syal.
11. Sebuah halaman rumah berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 3
meter dan lebar 2 meter. Di sekeliling halaman rumah tersebut akan dipasang
pagar dengan biaya pembuatan pagar Rp5.000 per meter. Tentukan besar
biaya yang diperlukan untuk membuat pagar tersebut.
12. Pak Kirno memiliki sebidang sawah dengan ukuran Panjang 5 meter dan
lebar 4 meter, Pak Kirno ingin mengetahui jumlah luas dan keliling
sawahnya. Coba hitung berapa luas dan keliling sawah Pak Kirno.
80

Lampiran 4 (Lembar Jawaban Tes Siswa)


81

Lampiran 5 (Kunci Jawaban Soal Tes)

LEMBAR JAWABAN SOAL CERITA MATEMATIKA TENTANG


BANGUN DATAR

1. Segitiga sama sisi


2. Persegi
3. Persegi Panjang
4. Salah
5. Salah
6. Benar
7. Rumus Keliling Segitiga Sama Sisi = Sisi + Sisi + Sisi (3+3+3=9)
Jadi Jawabannya adalah 9 cm
8. Rumus Luas Persegi = Sisi x Sisi (10x10=100)
Jadi jawabannya adalah 100 cm
9. Rumus Luas Persegi Panjang = Panjang x Lebar (2x1=2)
Jadi jawabannya adalah 2 m
10. a. Rumus Keliling Segitiga = Sisi + Sisi +Sisi (12+12+30=50)
Jadi kelilingnya adalah 50 cm
b. Rumus Luas Segitiga = 1/2 x Alas x Tinggi (½ x 30 x 9 = 135)
Jadi luasnya adalah 135 cm
11. Rumus Luas Persegi Panjang = Panjang x Lebar (3x2=6)
Jadi luas persegi Panjang adalan 6 m
Biaya per meter adalah Rp. 5.000 (5.000x6=30.000)
Jadi biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat pagar adalah Rp.
30.000
12. a. Keliling Persegi Panjang = 2x(P+L) 2x(5+4) = 18
Jadi keliling persegi panjang adalah 18m
b. Luas Persegi Panjang = Panjang x Lebar (5x4=20)
Jadi luas persegi panjang adalah 20 m
82

Lampiran 6 (Instrumen Wawancara)

Tabel Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Siswa


Kemampuan Memahami Soal Cerita Kelas IV SD Materi Bangun Datar

Tujuan Kisi Kisi Skala Penilaian


No Indikator Konsep
Penelitian Pertanyaan SM M S SS
Mengetahui Kesulitan dalam
kemampuan menerjemahkan
memahami informasi sisi-sisi
soal cerita segitiga, persegi,
kelas IV SD Interpretting dan persegi
materi Menerjemahkan panjang ke dalam
1 bangun datar informasi dari bentuk gambar
pada anak satu bentuk ke untuk
disleksia bentuk lain mengidentifikasi
kelas IV SD. jenis segitiga,
persegi, dan
persegi panjang
pada soal cerita
4 Classifying Kesulitan dalam
Mengkategorikan mengklasifikasi
informasi segitiga, persegi,
berdasarkan dan persegi
konsep panjang dan bukan
segitiga, persegi,
dan persegi
panjang
berdasarkan
ukuran panjang sisi
pada soal cerita
menggunakan
83

konsep syarat
segitiga, persegi,
dan persegi
panjang
Inferring
Kesulitan dalam
Membuat
menerapkan
Keputusan /
konsep segitiga,
kesimpulan
persegi, dan
7 berdasarkan
persegi panjang
informasi yang
pada soal cerita
disajikan dengan
dalam perhitungan
perhitungan logis
matematis
matematis
Kesulitan dalam
membandingkan
luas dengan
menerapkan
konsep segitiga,
Comparing
persegi, dan
Membandingkan
10 persegi panjang
dua atau lebih
dalam
konsep/objek
menyelesaikan
soal yang berkaitan
dengan
permasalahan
sehari-hari.
Mengetahui Kesulitan
Disleksia
13 jenis membaca secara
Gangguan visual
disleksia apa visual
17 yang dialami Disleksia Kesulitan
oleh anak Gangguan membaca secara
disleksia bahasa audiotoris
84

Disleksia
Gangguan Kesulitan dalam
21 Diskoneksi menyatakan apa
kelas IV SD
Visual- yang ia lihat.
dalam
Audiotoris
memahami
soal cerita
kelas IV
85

Lampiran 7 (Hasil Wawancara dengan Siswa)


86
87

Lampiran 8 (Instrumen Wawancara dengan Guru)

Tujuan Pertanyaan
No Indikator Konsep
Penelitian
Mengetahui Apa saja
kemampuan persiapan yang
memahami perlu dilakukan
1
soal cerita guru sebelum
kelas IV SD belajar bersama
materi partisipan?
bangun datar Persiapan Belajar Apa saja
pada anak persiapan yang
disleksia perlu dilakukan
kelas IV SD. partisipan
sebelum belajar
bersama
partisipan?
Bagaimana
respon siswa
4 Kegiatan
Prabelajar ketika apersepsi
diberikan?
Bagaimana
tingkat interaksi
7 Kegiatan Belajar
partisipan dengan
siswa di kelas?
10 Kegiatan Penutup Apakah
partisipan dapat
menyimpulkan
kegiatan belajar
dengan baik?
Bagaimana
tingkat prestasi
partisipan selama
88

belajar
matematika di
kelas IV SD?
Apakah
partisipan
mengalami
banyak distraksi
secara visual
Mengetahui
Disleksia ketika membaca
13 jenis
Gangguan Visual tulisan?
disleksia apa
Bagaimana cara
yang dialami
partisipan
oleh anak
menangani
disleksia
gangguan
kelas IV SD
visualnya?
dalam
Apakah
memahami
partisipan
soal cerita
mengalami
kelas IV
17 banyak distraksi
materi
secara audio
bangun datar Disleksia
ketika dijelaskan
di sekolah Gangguan
secara lisan?
dasar. Bahasa
Bagaimana cara
partisipan
21 menangani
gangguan
audiotorisnya?
Disleksia Apakah siswa
Gangguan mengalami baik
Diskoneksi gangguan visual
Visual- maupun audio
Audiotoris selama belajar
89

matematika?

Lampiran 9 ( Hasil Wawancara dengan Guru)


90

Tujuan Indikator Pertanyaan Jawaban


No
Penelitian Konsep
Mengetahui Apa saja Persiapan yang dilakukan adalah
kemampuan persiapan yang 1. Rencana Program
memahami perlu dilakukan Pembelajaran yaitu rencana
soal cerita guru sebelum yang menggambarkan
kelas IV belajar bersama prosedur dalam pelaksanaan
SD materi partisipan? pembelajaran, dalam hal ini
1 bangun untuk anak disleksia
datar pada 2. Program Pembelajaran
anak Individual yaitu suatu
disleksia Persiapan program jangka panjang yang
kelas IV Belajar nantinya akan diajarkan
SD. kepada anak sesuai dengan
kebutuhannya
Apa saja Perisapan yang dilakukan
persiapan yang partisipan yaitu :
perlu dilakukan 1. Alat tulis pada umumnya
partisipan 2. Mainan yang mereka sukai
sebelum belajar
bersama
partisipan?
Bagaimana Respon siswa ketika diberikan
Kegiatan respon siswa apresiasi, misalnya berupa tepuk
4
Prabelajar ketika apersepsi tangan atau hadiah sangat
diberikan? antusias
Bagaimana Tingkat interaksi cukup
tingkat interaksi beragam, ada yang bermain
Kegiatan
7 partisipan sendiri dan ada juga yang
Belajar
dengan siswa di bermain Bersama temannya.
kelas?
10 Kegiatan Apakah Untuk saat ini siswa masih
91

partisipan dapat kurang dalam menyimpulkan


menyimpulkan kegiatan pembelajaran
kegiatan belajar
dengan baik?
Bagaimana Dalam pelajaran matematika
Penutup
tingkat prestasi siswa tersebut kurang dalam
partisipan memahami materi pembelajaran
selama belajar
matematika di
kelas IV SD?
Mengetahui Apakah Iya, kemampuan membaca siswa
jenis partisipan tersebut masih kurang.
disleksia mengalami
apa yang banyak distraksi
dialami secara visual
oleh anak Disleksia etika membaca
13 disleksia Gangguan tulisan?
kelas IV Visual Bagaimana cara Siswa mengatasinya dengan cara
SD dalam partisipan mendengar.
memahami menangani
soal cerita gangguan
kelas IV visualnya?
materi
Disleksia Apakah Iya, siswa Ketika dijelaskan
bangun
Gangguan partisipan terkadang teralihkan
datar di
Bahasa mengalami perhatiannya dengan hal lain.
sekolah
17 banyak distraksi
dasar.
secara audio
ketika dijelaskan
secara lisan?
21 Bagaimana cara Harus menggunakan susuatu
partisipan yang bisa menarik perhatinnya
92

menangani
gangguan
audiotorisnya?
Apakah siswa Iya, siswa disamping mengalami
Disleksia
mengalami baik kesulitan untuk membaca,, siswa
Gangguan
gangguan visual juga sering teralihkan
Diskoneksi
maupun audio perhatiannya Ketika mendengar
Visual-
selama belajar materi yang disampaikan
Audiotoris
matematika?

Lampiran 10 (Lembar Pedoman Observasi)

No Tujuan Penelitian Indikator Kegiatan selama


93

mengerjakan soal
Interpretting
Menerjemahkan
1 informasi dari
satu bentuk ke
bentuk lain
Classifying
Mengkategorikan
2 informasi
berdasarkan
Mengetahui
konsep
kemampuan memahami
Inferring
soal cerita kelas IV SD
Membuat
materi bangun datar
Keputusan /
pada anak disleksia
kesimpulan
kelas IV SD.
3 berdasarkan
informasi yang
disajikan dengan
perhitungan logis
matematis
Comparing
Membandingkan
4
dua atau lebih
konsep/objek
Mengetahui jenis
5 Disleksia visual
disleksia apa yang
dialami oleh anak
6 Disleksia bahasa
disleksia kelas IV SD
dalam memahami soal
cerita kelas IV materi Disleksia Visual-
6
bangun datar di sekolah Audiotoris
dasar.
94

Lampiran 11 (Lembar Hasil Observasi)


95

Lampiran 12 (Dokumentasi)
96

Lampiran 13 (Surat Izin Penelitian)


97

Lampiran 14 (Surat Telah Melaksanakan Penelitian)


98

Lampiran 15 (Lembar Bimbingan)


99
100
101

BIODATA PENULIS

Salsyabilla Wilanda Ramlan nama penulis pada skripsi ini.


Lahir pada tanggal 23 Juli 1999, di Bandung Provinsi
Jawa barat. Saat ini penulis bertempat tinggal di BTN
Griya Cinangsi Asri Blok C No 70 RT/RW 14/05
Kecamatan Cibogo Kabupaten Subang. Penulis
merupakan anak ke 1 dari 2 bersaudara, dari pasangan
Olan Ramlan dan Alm. Willyana. Penulis pertama kali
masuk pendidikan di TK Negeri Pembina pada tahun 2003
tamat pada 2005. Di tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SD PIT
Bhaskara pada tahun 2005 hingga 2006 lalu pindah ke SDN Perumnas 1 hingga
2009 dan tamat 2011 di SDN Sukamenak. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Subang dan tamat pada tahun 2014.
Setelah tamat di SMP Negeri 1 Subang penulis melanjutkan ke SMA IT As Syifa
Boarding school dan tamat pada tahun 2017. Dan pada tahun yang sama penulis
mendaftar sebagai Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Kampus Cibiru.

Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha.


Penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir skripsi ini. Semoga
dengan penulisan tugas akhir skripsi ini mampu memberikan kontribusi positif
bagi dunia pendidikan.

Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas


terselesaikannya skripsi yang berjudul "Kasus Disleksia pada Siswa Kelas IV SD
dalam Memahami Soal Cerita Kelas IV Materi Bangun Datar"

Anda mungkin juga menyukai