Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN KASUS DISPUTE MEDIS BERSAMA TIM KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA (TKMKB) PROVINSI JAWA BARAT

BPJS KESEHATAN KEDEPUTIAN WILAYAH JAWA BARAT


SEMESTER II TAHUN 2021

KANTOR KODE - NAMA CBGs -


NO TOPIK KASUS URAIAN KASUS DAN PERMASALAHAN DASAR TEORI DAN ANALISIS KODING REKOMENDASI TKMKB
CABANG DIAGNOSA
Bedah
1 SUKABUMI KODE CBGs : Prosedur Pada URAIAN KASUS : Penambahan jumlah klaim grouping K-I-20- Sesuai ICD 10 perforasi krn appendicitis dikode USG tergantung pada alat yang digunakan dan orang yang
K-1-20- Abdomen prosedur intestinal kompleks di RSU Hermina Sukabumi dengan kode K35,- dan jika disertai peritonitis dikoding include melakukan USG. Untuk membedakan perforasi/ tidak, pada
diagnosa K65.0 acute peritonitis dan K63.1 Perforation of intestineke K35.2 sehingga kode diagnosa peritonitis USG hanya memperlihatkan cairannya saja. Jika ada cairan
NAMA CBGs : (nontraumatic) dengan kode tindakan 46.75 Suture of laceration of maupun perforasi yang disebabkan oleh pada intraabdominal, tendensinya kearah adanya suatu
PROSEDUR INTESTINAL large intestine. Setelah dilakukan cek berkas, pasien yang awalnya appendicitis cukup dikoding K35.2 saja. Namun perforasi. Keberhasilan melihat appendiks melalui USG cukup
KOMPLEKS diketahui appendicitis dengan hasil USG abdomen suspek appendicitisRS mengentrikan kode diagnosa peritonitis dan rendah hanya 51%-80%. Appendisitis berpatokan pada kondisi
akut. perforasinya saja tanpa mengentri kode diagnosa klinis. Dengan adanya peritonitis maka perlu dilakukan operasi,
DIAGNOSA PRIMER : appendicitisnya. Sesuai SE NOMOR USG tidak menjadi pilihan kecuali pada anamnesis terjadi
Peritonitis PERMASALAHAN : HK.03.03/MENKES/518/2016 Prosedur yang keraguan maka dapat dilakukan USG.
1. Apakah untuk kasus appendicitis akut dengan kasus yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak Pada saat Tindakan laparatomi, dilakukan eksporasi yang
complicated hingga terjadi perforasi caecum maupun kasus dapat dikoding namun RS mengkoding tindakan merupakan salah satu cara untuk menegakkan diagnosis klinis.
komplikasi lainnya hingga membutuhkan suture organ abdomen, tidak suture terpisah dengan kode 46.75 Suture of Appendisitis Ketika dibuka situasinya berbeda, pada grade 4
dapat terlihat dari pemeriksaan USG Abdomen sebelum tindakan? laceration of large intestine tanpa mengentrikan akan terjadi potensi kebocoran pada sekum. Cara
2. Bagaimana penegakan diagnosa yang ditemukan saat durantee kode tindakan appendectomy nya membedakannya dengan melakukan pemeriksaan patologi.
op, jika sebelumnya tidak ada gejala dan tidak terlihat dari hasil Dilihat Kembali laporan operasinya, jika memang berat maka
pemeriksaan USG Abdomen? dapat menjadi sevel III, dilihat juga anamnesisnya, jika
3. Bagaimana membedakan tindakan suture pada organ intestinal kasusnya baru jarang sekali terjadi komplikasi berat. Untuk
yang dilakukan, merupakan bagian dari prosedur utama atau kasus lama, besar kemungkinan berat dan menjadi sevel III.
merupakan tindakan diluar prosedur utama? Dilihat resumenya berapa lama terjadinya, jika 1-3 hari fase
akut kemudian menjadi berat saat dilakukan operasi, ada
kemungkinan ada hal lain yang harus dilakukan pemeriksaan
patologi.

2 BANDUNG KODE CBGS : K-1-50-I PROSEDUR : 4911 - URAIAN KASUS : Hemoroid dengan perianal atau fistul merupakan kondisi yang
NAMA CBGS : Anal fistulotomy/ 1. Pasien didiagnosa hemoroid pada rawat inap pertama dan kedua berbeda. Hemoroid merupakan adanya pelebaran dari flexus
PROSEDUR ANAL 4946 - Excision of kemudian dilakukan tindakan eksisi hemoroid pada kedua perawatan vena, dapat terjadi pada seluruh lingkaran dari anus. Hemoroid
RINGAN hemorrhoids/ 4945 - tersebut dengan jeda waktu 15 hari antara tindakan pertama & kedua di jam 2 kemudian 3 minggu lg di jam yang berbeda itu sangat
Ligation of 2. Pasien rawat inap pertama dengan anamnesa perianal abses mungkin, karena hemoroid merupakan pola gaya hidup dari
DU : Anal abscess/ Anal hemorrhoids kemudian dilakukan tindakan fistulotomi. 11 hari kemudian, pasien pasien. Abses/ anal fistul menyambung dari epitel bagian luar
fistula/ Unspecified rawat inap kembali dengan anamnesa fistula ani dan dilakukan tubuh sampai ke dalam. Kurang dalamnya pemeriksaan fisik
haemorrhoids with other Kauterisasi namun ditagihkan kode fistulotomi. menyebabkan pada saat operasi fistulotomy menyebabkan
complications/ Unspecified fistul yang baru. Di daerah sulit untuk dilakukan pemeriksaan
haemorrhoids without Permasalahan : penunjang. Fistulografi dapat dilakukan untuk menentukan
complication Apakah hemoroid dan/atau perinatal abses/fistula ani dapat terjadi apakah fistula simple atau kompleks. Jika simple maka dapat
berulang ? Jika ya, rata-rata berapa lama kemungkinan akan muncul dilakukan oleh bedah umum namun jika kompleks maka
kekambuhan sehingga harus dilakukan tindakan yang sama ? dilakukan oleh bedah digestive.

Jantung
3 SUKABUMI KODE CBGs : Cardiac Arrest URAIAN KASUS : Berdasarkan American Heart Association,2021 : Cardiac arrest merupakan henti jantung, bukan hanya
Severity Level-III Semua pasien dengan serangan jantung di wilayah FKRTL Sukabumi "Heart Attacks" disebabkan oleh penyumbatan disebabkan heart ettack namun bisa ada kelainan elektronik
menagihkan "serangan jantung" dengan Cardiac Arrest, tidak Ada yang menghentikan aliran darah ke jantung. atau sepsis atau segala sesuatu yang mengganggu sistem
NAMA CBGs : yang menagihkan sebagai Heart Attack baik pada pasien dengan cara"Heart Attack" mengacu pada kematian jaringan kelistrikan jantung. Bukan untuk menegakkan diagnose RJP.
Masuk dalam kategori pulang sehat maupun cara pulang meninggal. otot jantung karena hilangnya suplai darah. Ini Begitu ada cardiac arrest maka langsung dilakukan RJP. RJP
Berat adalah masalah "sirkulasi". dalam kasus ini adalam pengobatan. Jika ditagihkan dengan
PERMASALAHAN : "Heart Attack" cukup serius dan terkadang fatal. cardiac arrest, apakah memang merupakan CA sehingga
DIAGNOSA SEKUNDER : Bagaimana membedakan Cardiac Arrest dengan Heart Attack Sebaliknya, "Cardiac Arrest" disebabkan ketika dilakukan resusitasi, jika ya maka kemungkinan besar memang
I46.9 (Cardiac Arrest) sebagai dasar penjaminan? Apakah ada kondisi atau penunjang yang sistem listrik jantung tidak berfungsi. Jantung CA. Jika kasusnya adalah serangan jantung namun tidak
mendukung penegakan diagnosa Cardiac Arrest selain RJP? berhenti berdetak dengan benar. Fungsi dilakukan Tindakan dan membaik, perlu dilihat lagi
Mengingat pasien dengan RJP yang dirawat di FRKTL langsung pemompaan jantung "arrested," atau dihentikan. penyebabnya. Jika setelah dilakukan RJP kemudian kondisi
ditagihkan sebagai pasien Cardiac Arrest. pasien membaik, maka baru dilakukan pemeriksaan
penunjang.
Heart attact penyebabnya adalah penyempitan pembuluh darah
dan bisa dilihat dari pemeriksaan EKG dan lab.
Penatalaksanaan : akut (revaskularisasi bisa bersifat
medikamentosa dengan fibrinolitik jika kurang dari 3 jam jika
lebih dari 3 jam dilakukan dengan intervensi coroner (dipasang
ring)).
Agar dapat diperbaiki diagnosa yang benar dan penyebabnya.
Cardiac Arrest hanya didiagnosa oleh Sp. J dan minimal Sp.
PD, jika tidak diperbaiki maka klaim tidak dapat ditagihkan ke
BPJSK. Dilihat lagi tren kasusnya, jika banyak yang didagnosa
cardiac arrest dan di RJP banyak kasus yang berhasil maka
lakukan penelusuran lebih lanjut karena tingkat keberhasilan
RJP <10%.
Cardiac arrest selalu menjadi diagnose utama.

4 SOREANG KODE CBGs : I-4-10-III Diagnosis sekunder URAIAN KASUS : Sesuai BA P2JK pada Point : Diagnosis sekunder Shock Kardigenik, kriteria : nadi tidak teraba, perfusi sudah
Shock Kardiogenik Anamnesa Kilinis : Sesak nafas (+), Nyeri dada (+), DM berobat tidak Shock Kardiogenik pada kasus meninggal menurun, disertai dengan kelainan yang lain. 70% penyebab
NAMA CBGs : INFARK pada kasus teratur (+), Tekanan Darah = Palpasi, Nadi = tidak teraba, Saturasi = Aspek Medis : syok kardiogenik adalah infark miokard. Pemeriksaan fisik
MYOKARD AKUT (BERAT) meninggal 95 %, “Kondisi Syok Kardiogenik dapat menjadi menandakan sudah terjadi perfusi menurun, ginjalnya sudah
Hasil Lab : HB = 8,4 , Ureum = 122, Kreatinin = 4,9, SGOT = 570, diagnosis sekunder terutama pada pasien terkena, Tekanan darah menurun maka secara klinis sudah
DIAGNOSA PRIMER : SGPT = 291, penyakit jantung dengan bukti tertulisnya kriteria terjadi syok kardiogenik. Dalam kondisi ini pasien tidak perlu
I21.1 (Acute Transmural EKG = ST Elevasi, I, avL, II,II avf klinis dalam rekam medis berupa : lagi dilakukan echocardiograf.
Myocardial Infarction of Therapi ; Dopamin, Dobutamin, arixtra, pranza, CPG, aspilet 1. Penurunan Tekanan Darah a. TD < 90 mmHg
Interior Wall) RS menagihkan kode dx R57.0 (Cardiogenk Shock) tanpa ada nilai tanpa inotropik, atau b. TD < 80 mmHg dengan
EF karena tidak memiliki alat Echocradiografi inotropik
DIAGNOSA SEKUNDER : 2. Penurunan Ejection Fraction (EF < 50%)
R57.0 (Cardiogenk Shock) PERMASALAHAN :
N18.9 (Chronic Renal Apakah kode R57.0 (Cardiogenk Shock) dapat dikode tanpa ada nilai
Failure, Unspecified) EF sesuai dengan BA P2JK Tahun 2019?
5 CIMAHI KODE CBGs : Prosedur USG lain- URAIAN KASUS : Tidak perlu dilakukan USG abdomen, dari sisi diagnostic
Z-3-23-0 lain di poli jantung pasien poli jantung dengan keluhan nyeri dada, kemudian dilakukan penegakkan diagnosa jantung harus melalui beberapa
NAMA CBGs : usg abdomen dengan tujuan untuk menyingkirkan kemungkinan nyeri pemeriksaan penunjang. Pengobatan pertama adalah kasus
Prosedur Ultrasound Lain- selama bulan dada dari organ lain seperti dari lambung dan gastrointestinal. jantungnya terlebih dahulu, untuk diagnose sekunder
lain pelayanan Januari- ditindaklanjuti dengan pemberian obat kepada pasien. Tidak
Mei 2021, terdapat ada kapabilitas Sp.JP untuk melakukan atau meminta untuk
DIAGNOSA PRIMER : 36 kasus pelayanan PERMASALAHAN : dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan pemeriksaan
Z09.8 Follow-up exam usg abdomen pada 1. apakah sudah tepat indikasi dilakukan usg abdomen pada pasien penunjang lainnya di luar kompetensi Sp.JP. Dispepsia dalam
after other treatment for pasien poli jantung dengan keluhan nyeri dada? kasus ini dan USG abdomen yang dilakukan oleh Sp.JP, tidak
other conditions dengan hasil 2.dalam hal penegakkan diagnosis untuk menyingkirkan dapat ditagihkan kepada BPJSK.
konfirmasi dari RS, kemungkinan diagnosis selain jantung, apakah dilakukan pemeriksaan
DIAGNOSA SEKUNDER : tujuan dilakukan usg absomen oleh Sp.JP atau perlu dikonsulkan ke Spesialis terkait? penegakkan diagnosis dyspepsia cukup dengan menggunakan
I50.0 Congestive heart USG abdomen 3. dalam kasus dyspepsia, apakah perlu dilakukan USG abdomen? dyspepsia questionairre
failure adalah untuk
I09.9 Rheumatic heart menyingkirkan nyeri
disease, unspecified dada dari organ lain
I48 Atrial fibrillation and
flutter
K30 Dyspepsia

PROSEDUR :
88.79 Other diagnostic
ultrasound
6 BANJAR KODE CBGs: I-1-40-I Prosedur POBA dan URAIAN KASUS: Prosedur POBA: Setelah pasien dilakukan intervensi, pasti terdapat laporan alat
NAMA CBGs: PCI Tn. O MRS tgl 30-06-2021 dengan sakit dada dan riwayat HT 00.66 (Parcutaneous transluminal coronary apa saja yang digunakan. Apabila pada saat intervensi
PERCUTANEOUS dilakukan prosedur POBA sesuai laporan operasi tetapi di aplikasi angioplasty (PTCA) or coronary atherectomy) menggunakan balon dan dibuktikan terdapat balon yang
PROCEDURES OF ditagihkan PCI. Dilakukan konfirmasi, hasil konfirmasi laporan operasi dengan tarif INA CBGs Rp. 10.413.400,- digunakan, maka seharusnya dilaporkan pemasangan balon,
CARDIOVASCULAR diganti jadi PCI. jika menggunakan stent dan dibuktikan terdapat stent yang
SYSTEM Prosedur PCI: digunakan, maka dilaporkan pemasangan stent. Laporan
PERMASALAHAN: 00.66 (Parcutaneous transluminal coronary operasi tidak perlu dilakukan konfirmasi dan tidak dapat diubah
DIAGNOSA PRIMER: Terdapat dua laporan operasi pada satu pasien dimana laporan angioplasty (PTCA) or coronary atherectomy) karena tindakan sudah dilakukan , sehingga untuk kasus
I20.0 Unstable angina operasi yang pertama adalah tindakan POBA dan laporan operasi 36.07 (Insertion of drug-eluting coronary artery perubahan laporan operasi maka klaim tidak dapat dibayarkan
DIAGNOSA SEKUNDER: kedua PCI. RS memiliki laporan operasi yang berbeda tindakanya stent(s) dengan top up PCI) tarif CBGs Rp. dan perlu audit medis terkait kasus cathlab di RSUD Banjar.
I10 Essential (primary) terhadap satu pasien. 20.826.800,- Kasus dengan derajat sedang dan berat dirujuk PPK 3.
hypertension

Penyakit Dalam
7 Tasikmalaya KODE CBGs :K-4-12-I GERD URAIAN KASUS :terjadi peningkatan kasus GERD di salah satu sesuai Revisi Konsensus Nasional Untuk Penetapan diagnose GERD dapat menggunakan tabel
rumah sakit termasuk dalam 5 besar dengan keluhan hanya heartburn Penatalaksanaan Penyakit Refluks GERD Q dan symtomp yg spesifik. GERD tidak ada indikasi
NAMA CBGs :Gangguan tanpa ada waktunya seperti dalam table GERD Q Gastroesofageal harus dilakukan Endoskopi. Dilakukan endoskopi apabila ada
Esogasus Ringan (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) anemia, Hepatitis dengan tanda sirosis dan lain sebagainya.
PERMASALAHAN :mohon penjelasan secara detail anamnesa dan di Indonesia 2013 halaman 7-13. dalam hal
DIAGNOSA PRIMER pemeriksaan fisik apa saja yang diperlukan untuk penegakan diagnosa penegakan diagnosa setidaknya ada 7
:K219 Gastro-oesophageal GERD jika tanpa endoskopi bisa ditegakan sesuai hasil TKMKB pemeriksaan yang harus dilakukan diantaranya
reflux disease without sebelumnya. apakah boleh standar penetapan diagnosasisnya GERD Q,Endoskopi saluran cerna bagian atas
oesophagitis menggunakan tabel GERD Q? (SCBA),Pemeriksaan histopatologi,Pemeriksaan
DIAGNOSA SEKUNDER pH-metri 24 jam, PPI test, Penunjang diagnosis
lain, Surveilans Barret’s Esophagus.
8 BANDUNG KODE CBGs : D-4-11- Hemofilia URAIAN KASUS : Seluruh kasus Hemofilia di salah 1 RS di Kota Dapat dirawat inap apabila ada indikasi lain seperti perdarahan
Bandung dilakukan pengajuan sebagai klaim Rawat Inap dengan intraserebral, gastrointestinal dan hematuria sedangkan
NAMA CBGs : Gangguan berbagai tingkat severity level dan juga dengan berbagai frekuensi hemarthrosis tidak dapat dijadikan indikasi pasien dirawat
Pembekuan Darah mulai dari 1 x dalam 1 bulan sampai dengan 8 x dalam 1 bulan. inapkan.
Namun paling banyak penagihan dengan tingkat Sevel 2, karena Diagnosa hemarthrosis dapat ditambahkan pada diagnose
DIAGNOSA PRIMER : disebabkan hampir semua ditambahkan dengan diagnosa Sekunder sekunder apabila klinisnya sesuai seperti terdapat nyeri sendi,
D.66, D.67 hemarthrosis, dimana hemarthrosis merupakan manifestasi khas pembengkakan sendi dll. Hanya bukan merupakan indikasi dari
pada Hemofilia. Menurut pihak RS, dilakukan Rawat Inap karna rawat inap.
DIAGNOSA SEKUNDER: diperlukan waktu 8-12 jam untuk pemberian faktor VIII dan juga 18-24
M2500 - Haemarthrosis, jam untuk faktor IX.
multiple sites
PERMASALAHAN :
1. Apakah waktu pemberian terapi dapat dijadikan dasar indikasi
Rawat Inap? Atau kasus seperti apa yang seharusnya bisa dilakukan
Rawat Inap?
2. Apakah dapat dilakukan penambahan diagnosa hemarthrosis
sebagai Diagnosa Sekunder dimana hal tersebut merupakan
manifestasi khas dari Diagnosa Utama dengan tatalaksana yang
sama?
9 SOREANG KODE CBGs : A-4-13-III Efusi Pleura URAIAN KASUS : Sesuai BA P2JK Tahun 2019 : Efusi pleura pada kasus DHF atau dengue fever dengan tanpa
Demam 5 hari SMRS, diare (-), mual/muntah (-), KU= CM, Efusi pleura sebagai diagnosis sekunder apabila adanya Tindakan punksi pleura tidak dapat ditambahkan
NAMA CBGs : INFEKSI TD=80/60, HR= 110x/menit, RR= 22x/menit, Suhu=36, CRT < 4', memenuhi salah satu Kriteria berikut ini: menjadi diagnose sekunder jika tidak ada bukti ekspertise dari
VIRAL & NON-BAKTERIAL Ptechie (-), akral dingin, 1. Efusi pleura dengan jumlah berapapun dan dokter radiologi.
LAIN (BERAT) Hematokrit = 49, Trombosit = 40.000, Ro Thorax = Efusi Pleura penyebabnya apapun yang terbukti terdapat
dextra cairan dengan tindakan pungsi pleura/
DIAGNOSA PRIMER : A90 Therapi = Ring As , Dopamine, KSR, OMZ thorakosintesis
Dengue fever [classical PERMASALAHAN : 2. Efusi pleura yang terbukti dengan pemeriksaan
dengue] Apakah diagnosa efusi pleura pada kasus DHF atau Dengue Fever imaging ( foto toraks dan/ atau USG toraks dan/
bisa ditegakkan sebagai diagnosa sekunder tanpa ada tindakan punksi atau CT Scan toraks) dengan jumlah minimal
DIAGNOSA SEKUNDER : pleura atau lebih dari minimal yang disertai dengan
R57.8 (Other shock) + J90 tindakan punksi pleura (tidak harus keluar
(Pleural effusion, not cairan) dan / atau tatalaksana tambahan sesuai
elsewhere classified) penyebabnya diluar tatalaksana diagnosis
primer.

10 BANDUNG KODE CBGs: Bervariatif CKD Uraian Kasus: Penegakkan diagnose CKD tidak cukup hanya melampirkan
tergantung Diagnosa Utama Berdasarkan hasil UR, di KC Bandung banyak ditemukan kasus CKD hasil ureum dan creatinine saja. Parameter yang digunakan
unspecified sebagai Diagnosa Sekunder, penunjang yang dilampirkan dalam penentuan stage adalah e-GFR. Pemeriksaan GFR
Nama CBGs: yaitu pemeriksan ureum dan creatinin. Selain itu, karna tidak dapat dilakukan secara langsung atau dengan menggunakan E-
Bervariatif tergantung ditentukan stage dari CKDnya, sehingga membuat kenaikan Severity GFR untuk menentukan stage gagal ginjalnya. Pada kasus ini
Diagnosa Utama Level. seharusnya yang dapat menaikkan severity level adalah jika
ada tanda-tanda akut sehingga disebut acute on CKD atau
Diagnosa Utama: acute superimposed CKD tandanya yaitu adanya pulmonary
Bervariatif Permasalahan: edem, hiperkalemia,asidosis metabolik dan dehidrasi dll yang
Diagnosa Sekunder: Mohon diberikan rekomendasi untuk termasuk kasus kegawatdaruratan dalam penyakit dalam. Jika
N18.9 1. Penegakan diagnosa CKD? Apakah cukup dengan melampirkan pasien stabil di CKD paling tinggi stage 4, untuk yang stage 5
ucret? dilakukan dialisis kronik.
2. Apakah selain pemeriksaan GFR, sebagai penentuan stage awal
dapat menggunakan e-GFR?
11 Kepwil Jabar Gruper N-3-15-0 (Prosedur Durasi Prosedur Dilakukan sampling beberapa kasus pada bulan layan Agustus 2021 Pedoman Pelayanan Hemodialisis di Sarana Secara akademis, hasil penelitian dialysis idealnya 8 jam, di
dengan sampling Dialisis) Dialisis dengan jumlah kunjungan HD >8 x dalam 1 bulan. Dari hasil Pelayanan Kesehatan Direktorat Bina Pelayanan Indonesia rata-rata 4jam. Yang paling bagus adalah yg
data KC Bandung sampling, terdapat beberapa pasien dengan durasi Hemodialisa Medik Spesialistik, Direktorat Bina Pelayanan continue seperti CAPD. Dalam program JKN seharusnya
Diagnosa Utama Z49.2 dibawah 4,5 jam. Belum ditemukan Jurnal Ilmiah yang meneliti Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008 mengedepankan CAPD, karena maintenancenya lebih efisien
Diagnosa Sekunder N18.5 hubungan antara durasi Hemodialisa dengan jumlah frekuensi terkait Prosedur Pelayanan Hemodialisis, setiap jika pasien terdidik. Kasus ini tidak dapat dijawab. 2 atau 3 kali
atau Null Hemodialisa yang harus dijalani oleh pasien. Maka perlu adanya tindakan hemodialisis terdiri dari : harus dilihat Kembali mampu bertahan hidup berapa lama.
kesepakatan kriteria Hemodialisa 3 kali seminggu untuk setiap a. Persiapan pelaksanaan hemodialisis : 30 Menit Aspek keilmuan harus dilihat mortalitinya. Aspek finansial lebih
kondisinya, dan perlunya penetapan Juknis Pelayanan Tindakan b. Pelaksanaan hemodialisis : 5 Jam menguntungkan 2x.
Hemodialisa bagi Peserta Program JKN. c. Evaluasi pasca hemodialisis : 30 menit
Sehingga untuk setiap pelaksanaan hemodialisis
diperlukan waktu mulai dari persiapan sampai
dengan waktu pasca hemodialisis minimal 6 jam.

Orthopedi
12 KARAWANG KODE CBGs : M-1-10-I Tindakan Uraian Kasus Sesuai Rekomendasi DPM Provinsi Jawa Barat Dilihat dari diagnose, ini merupakan kista dan ginggivitis. Pada
Rekonstruksi Tn. X Usia 32 tahunTanggal masuk 10 September 2021 dan pulang 2019: durante operasi perlu dilakukan rekonstruksi maka diagnose
NAMA CBGs : mandibula, pada tanggal 11 Agustus 2021. Laporan operasi terlampir Tindakan untuk kista hanya enukleasi, perlu paska operasi akan berbeda dengan pre op nya, yaitu
PROSEDUR KRANIAL diagnosa Kista dilakukan rawat inap jika ada kondisi yang dilakukannya rekonstruksi. Jika hanya gingivitis/ kista saja,
DAN REKONSTRUKSI odontogenik hasil panoramik (terlampir): memberatkan, odon tektomi yang dirawat inap kan hanya dilakukan debridemen dan enukleasi, tidak rekonstruksi
TULANG WAJAH - os mandibula dan os maxila kanan/kiri baik harus ada klasifikasi yang jelas jika hanya 1 gigi jika hanya dilihat dari diagnosanya saja. Tindakan rekonstruksi
(RINGAN) -tak tampak massa/dektruksi tulang tidak harus dilakukan NU, dan pada hasil tidak dapat ditagihkan. Pada kasus ini ditagihkan rawat jalan.
Diagnosa Utama: -tampak impaksi pada M3 kanan/kiri bawah panoramik tidak ada keterangan adanya kista.
Depelovemental -caries pada M3 kanan atas, M3 kiri bawah sisa akar M3 kiri bawah
odontogenic cyst (K09.0) missing pada M1 kanan bawah, dental lainnya kesan baik
Diagnosa sekunder:
gingivitis (K05.1) Telah dilakukan konfirmasi kepada DPJP indikasi dilakukan
Prosedur: Excision of rekonstruksi adalah adanya defek tulang disekitar angulus mandibula
dental lesion of jaw (24.4); yang dibuang dengan di bor kemudian dipasang graft tulang dengan
Other reconstruction of jaringan tulang yang sehat (autograft) untuk melindungi canalis
mandible (76.43) mandibula, pembuangan jaringan kista dengan enukleasi beserta
kantungnya, defek yang rusak (nekrotik) ditambahkan graft agar tidak
fraktur angulus. tujuan dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan
estetik serta komplikasi pasca tindakan terjadi fraktur.

Permasalahan
1. Apakah kasus tersebut benar dilakukan enukleasi dan rekontruksi
mandibula? sedangkan pada hasil pembacaan panoramik hanya
ditemukan caries gigi pada M3 saja
2. Indikasi dilakukan di rawat inap, apakah dapat dilakukan dirawat
jalan?

Ketua Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya Wakil Ketua Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya Deputi Direksi Wilayah Jawa Barat

Eka Mulyana, dr., Sp.OT, FICS, M.Kes, S.H, MH.Kes Toni Mustahsani Aprami, dr., Sp.PD.,Sp.JP(K) Dr. Fachrurrazi, MM., AAK., CGP

Anda mungkin juga menyukai