Anda di halaman 1dari 2

KASUS : PENGHIDARAN PAJAK (TAX AVOICANCE) MELALUI CFC

MATA KULIAH : PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Perusahaan ABC memberikan pinjaman kepada Perusahaan PQR sebesar Rp 500


milyar. Asumsikan tingkat suku bunga pasar atas pinjaman sebesar 8%. Dengan
demikian, penghasilan atas bunga pinjaman yang diterima oleh Perusahaan D
adalah sebesar 8% x Rp 500 milyar = Rp 40 milyar.

Berdasarkan Pasal 23 UU PPh, pembayaran bunga pinjaman dari subjek pajak


dalam negeri (Perusahaan PQR) kepada subjek pajak dalam negeri (perusahaan
ABC) dipotong PPh dengan tarif 15% dan bersifat tidak final. Oleh karena itu,
perusahaan B melakukan pemotongan sebesar 15% x Rp 40 milyar = Rp 6 milyar.

Bagi Perusahaan ABC, pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp 6 milyar tersebut


merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan Badan, Perusahaan D akan
melaporkan penghasilan atas bunga pinjaman sebesar Rp 40 milyar untuk
dikenakan tarif seperti yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh yaitu sebesar 25% x Rp
40 milyar = Rp 10 milyar.

Untuk menghindari beban pajak sebesar Rp 10 milyar tersebut, Perusahaan ABC


melakukan skema transaksi melalui pendirian controlled foreign
corporation (CFC).

Diminta :

1. Gambarkan skema penghidaran pajak (tax avoidance) yang akan dilakukan


perusahaan ABC melalui CFC disetai dengan penjelesan langkah-langkahnya.

2. Berapa besarnya penghematan pajak yang diperoleh perusahaan ABC dari


tidakan tax avoidance melalui CFC tersebut.

Penyelesaian :

1
Pengalihan Penghasilan melalui CFC

Perusahaan anak (DEF) Suku bunga 8 %


8% x 500 M = 40 M
Negara “C”
(Negara Tax Heaven)

Setoran modal
500 M
Negara “A” (Indonesia) Pinjaman 500 M

Perusahaan Induk (ABC) Perusahaan “PQR”

Untuk menghindari beban pajak sebesar Rp 40 milyar tersebut, Perusahaan ABC melakukan
skema transaksi melalui pendirian controlled foreign corporation (CFC) seperti dicontohkan
di bawah ini.

1. Membuat perusahaan anak (Perusahaan DEF) dengan kepemilikan saham 100% dengan
jumlah nominal sebesar Rp 500 milyar;
2. Perusahaan anak (Perusahaan DEF) tersebut didirikan di Negara C, negara tax haven,
yang menganut teritorial system (negara yang tidak mengenakan pajak atas penghasilan
yang tidak bersumber dari negaranya). Diasumsikan tidak ada perjanjian penghindaran
pajak berganda antara Negara Indonesia dan Negara S;
3. Kemudian uang sebesar Rp 500 milyar tersebut oleh perusahaan anak (Perusahaan DEF)
dipinjamkan kepada Perusahaan PQR dengan tingkat suku bunga, misal 8% per tahun.
Dengan demikian, jumlah bunga sebesar 8% x Rp 500 milyar = Rp 40 milyar;
4. Ketika Perusahaan PQR membayar bunga kepada Perusahaan DEF, Perusahaan PQR
melakukan pemotongan pajak atas dasar Pasal 26 UU PPh (karena tidak ada perjanjian
penghindaran pajak berganda) sebesar 20% x Rp 40 milyar = Rp 8 milyar;
5. Di Negara C, penghasilan sebesar Rp 40 milyar tersebut tidak dikenakan pajak (menganut
teritorial system). Dengan demikian, beban pajak efektif sebesar 20% x Rp 40 milyar =
Rp 8 milyar.
6. Jadi, penghematan pajak yang didapat oleh Perusahaan D dengan cara melakukan skema
CFC adalah sebesar Rp 10 milyar – Rp 8 milyar = Rp 2 M.

Anda mungkin juga menyukai