Anda di halaman 1dari 13

PEWARISAN NYANYIAN IYABELALE (NYANYIAN

MENIDURKAN ANAK) PADA MASYARAKAT SUKU BUGIS


Arifin Manggau1, Andi Taslim Saputra 1, Asia Ramli 1
1
Universitas Negeri Makassar

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi Iyabelale sebagai media nyanyian
menidurkan anak sekaligus di dalamnya termuat konsep pewarisan dengan elemen-
elemen musikal yang kuat bagi masyarakat Masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan.
Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan pendekatan bentuk, pewarisan, dan
mengeskplorasi pendekatan grounded teori. Metode penelitian menggunakan
menggunakan observasi dengan pengamatan yang difokuskan pada peristiwa Iyabelale
di masyarakat Bugis. Wawancara mendalam dilakukan untuk memperkuat data yang
diperoleh melalui pengamatan Iyabelale dan untuk mengeksplorasi Iyabelale pada aspek
pewarisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Iyabelale merupakan tradisi musikal
yang mengandung sistem budaya dan sistem sosial. Hubungan antara Ibu dan anaknya
sangat intim dalam proses pewarisan pengetahuan, bakat, keterampilan, budaya, ingatan
atau pengalaman. Pada pewarisan musikal ini dialirkan melalui perilaku-perilaku estetis
budaya lokal yakni perilaku mappatinro, makkelong, ma’donde, capu’ campa,
ma’cuncu. Perilaku estetis ini bernilai sebagai pendidikan pewarisan budaya yang
dimiliki oleh anak perempuan Bugis dan kemudian diturunkan kembali pada anak
perempuannya pada saat dia telah menjadi Ibu, seperti inilah yang terus terjadi pada
peristiwa Iyabelale masyarakat suku Bugis.
Keyword: Konsep pewarisan, Nyanyian Menidurkan Anak, class action assessment, visual arts,
mixed media painting

A.PENDAHULUAN yang dimaksud ketika suku Bugis berada di


luar Pulau Sulawesi tetap membawa
Nyanyian Iyabelale adalah salah- kebiasaan-kebiasaan suku Bugis selama
satu nyanyian lokal di rumpun Sulawesi hadir di tempat tersebut. Artinya,
Selatan. Penyebutan iyabelale berdasarkan masyarakat Bugis telah terikat dengan
dari bahasa Bugis. Secara etimologis, kulturnya di manapun komunitas ini
Iyabelale adalah nyanyian menidurkan anak bermukim. Kebiasaan-kebiasaan tersebut
pada masyarakat suku Bugis. Iyabelale secara alamiah mengikat perilaku
dinyanyikan oleh orang-orang Bugis asli kesehariannya yang berorientasi pada
terdahulu, yang tidak diketahui siapa nama, perilaku keseharian suku Bugis.
keberadaannya, dan dinyanyikan secara Terdapat kebiasaan Ibu dari suku
turun temurun (Manggau, 2018:1). Bugis yang dibawa secara berkelanjutan
Iyabelale hadir sebagai manifestasi sebuah dengan bentuk peristiwa menidurkan anak.
peristiwa keseharian yang direfleksikan Hal ini sangat digemari oleh Ibu-Ibu ketika
secara longgar oleh entitas otentik dari menidurkan anaknya bahkan peristiwa
peristiwa kultural. menidurkan anak sebuah hal yang khusus
Keberadaannya terkait dengan bagi masyarakat suku Bugis. Kebiasaan
proses migrasi yang dilakukan oleh menidurkan anak (baca: Iyabelale), masih
masyarakat bugis di pulau Sulawesi. Hal bertahan sampai hingga sekarang. Ekspresi

1
ibu terhadap anaknya tersebut masih yang mampu secara ideal menidurkan anak
dilakukan dengan tuntunan dan sifatnya dengan konsep Iyabelale diperlukan suatu
yang masih murni. Walaupun peristiwa ini hal yang estetik, serangkaian kemampuan
tidak dilakukan oleh banyak keluarga di dialog dan pengetahuan kultural (vokabuler
masing-masing rumah, tetapi masih ada dongeng dan petuah nenek moyang).
masyarakat suku Bugis yang melakukan ini Penelitian ini mengeksplorasi ruang
di rumahnya. Hal ini dikarenakan adanya praktik iyabelale dengan fokus masalah
kegiatan transmisi yang dilakukan secara yang diajukan mencakup hal yang
alamiah dan dapat diasumsikan hal tersebut berhubungan dengan penyajian dan sistem
secara sengaja dilakukan. Pewarisan atau pewarisan Iyabelale pada masyarakat suku
transmisi nilai budaya adalah hal yang Bugis. Oleh karenanya, penelitian ini
ditradisikan secara turun menurun, berupaya untuk memahami secara
walaupun sering kali sulit dirunut pangkal mendalam proses pewarisan dari budaya
mulanya, dilihat dari segi nilai, masyarakat suku Bugis yang sejauh ini
kepercayaan, dan keyakinan yang belum pernah ada yang menguraikannya
ditradisikan itu kiranya telah menjadi pula dalam penelitian-penelitian yang
semacam kebutuhan atau kelengkapan dari berhubungan dengan objek penelitian. Pada
masyarakat yang bersangkutan (Cahyono, sisi lain, kebanyakan penelitian yang
2006:24). berhubungan dengan pewarisan adalah
Fenomena Iyabelale dapat dilihat pertunjukan seni. Pada objek penelitian ini
terjadi aktivitas pewarisan secara adalah peristiwa kultur musikal pada
berkelanjutan. Proses pewarisan dipandang persitiwa keseharian. Dalam konteks lain,
sebagai salah satu kegiatan pemindahan, peristiwa iyabelale pada masyarakat Bugis
penerusan, pemilikan antar generasi terjadi persoalan krisis atau defisit,
dalam rangka menjaga tradisi dalam sebuah sehingga menguraikan proses pewarisan
silsilah keluarga yang bergerak secara menidurkan dengan konsep Iyabelale
berkesinambungan dan simultan (Elvandari, sangat urgent untuk diteliti dengan kondisi
2020:102). Kebiasaan ini bukanlah sesuatu yang disampaikan sebelumnya.
hal yang khusus dilakukan dan
pewarisannya tidak menuntut dari keluarga METODE
bangsawan. Kebiasaan ini dapat dimiliki Penelitian ini menggunakan
oleh siapapun yang berada pada arena model penelitian kualitatif dengan
peristiwa Iyabelale. Artinya, bagi siapapun pendekatan interdisiplin yaitu dengan
yang menyaksikan peristiwa ini tentu menggunakan lebih dari satu disiplin
secara tidak langsung terjadi proses
ilmu menjadi satu (Rohidi, 1992:35).
transmisi. Ibu sebagai subyek yang
Penelitian ini yakni memahami
melakukan peristiwa ini tentu memiliki
banyak pengalaman-pengalaman interaksi fenomena tentang apa yang dialami oleh
dengan yang mewariskan cara menidurkan subjek penelitian secara holistik, dan
sebelum melakukan kontrol langsung dengan cara deskripsi dalam bentuk
praktik menidurkan anaknya. Mengenai kata-kata dan bahasa, pada suatu
seorang ibu mengalami proses pewarisan konteks khusus yang alamiah dan
dalam menidurkan anaknya. Menariknya, dengan memanfaatkan berbagai metode
ternyata untuk menjadi seorang yang Ibu ilmiah (Moleong, 2007). Dengan teori-
yang menidurkan anaknya bukan hanya teori yang akan mendukung dalam
kekuatan fisikal saja, tetapi seorang Ibu penelitian ini adalah teori transmisi

2
vertical dan menggunakan pendekatan kebiasaan leluhurnya. Seperti pada
grounded teori untuk menemukan penggunaan sarung, masih melakukan
konsep pewarisan termuat pada kebiasaan lama dengan menggunakan
peristiwa Iyabelale. sarung tenunan. Begitupun tempat anak
diayunkan atau dininabobokan, tentunya
Pada kegiatan wawancara ini
disesuaikan dengan paham yang dianutnya
mewawancarai Ibu dan Nenek yang
secara turun temurun pada posisi tempat
berasal dari suku Bugis di Bone, menidurkannya. Hal ini tentunya masing-
Soppeng, Sinjai, dan Barru. Beberapa masing memiliki arti tersendiri dalam
daerah yang disebutkan sebelumnya kepercayaan masyarakatnya.
merupakan daerah yang mayoritas Peristiwa kultural Suku Bugis yang
masyarakatnya rumpun Bugis. Data disebut Iyabelale adalah bagian yang tidak
yang dianalisis tentunya tentang terpisahkan dan menjadi habit bagi
Iyabelale ritual pengantar tidur anak, masyarakatnya. Iyabelale mayoritas
yang difokuskan pada bentuk nyanyian dilakukan oleh Ibu atau Nenek, biasanya
Iyabelale sebagai ekspresi budaya Nenek dari Ibu atau Ayah dari anak
tersebut. Ini bukanlah syarat, melainkan
dalam pendidikan keluarga masyarakat
Ayah dari bayi tersebut tidak selalu berada
suku Bugis. Selain itu, nyanyian ritual
di rumah untuk mengurus anak. Ayah dari
pengantar tidur anak Iyabelale sebagai bayi tersebut biasanya melakukan
ekspresi model pewarisan dalam kewajiban sebagai kepala rumah tangga
pendidikan keluarga masyarakat suku yaitu mencari
Bugis. penghasilan untuk menghidupi
keluarganya. Artinya, seorang ayah sangat
HASIL DAN PEMBAHASAN jarang berada di rumah untuk membersamai
anaknya.
Pada peristiwa Iyabelale, Ibu atau
Penyajian Peristiwa Iyabelale
nenek memiliki peranan paling atas dalam
Masyarakat Suku Bugis
Peristiwa kultural yang menidurkan anak di masyarakat Suku
dipertahankan pada masa sekarang, Bugis. Pada penyajian Iyabelale atau
meskipun praktik-praktik globalisasi yang menidurkan anak, Ibu atau nenek
begitu kuat hadir membersamai tetapi menggunakan sarung tenun. Sarung tenun
keberlanjutan kegiatan kultural masih biasanya menjadi pilihan untuk media
bersinergi dan berdiri sendiri. Peristiwa untuk menidurkan anak. Biasanya jumlah
yang dimaksud adalah peristiwa sarung yang digunakan hanya satu. Jumlah
menidurkan anak Iyabelale. Masyarakat sarung bisa bertambah tergantung dari
suku Bugis memegang teguh dari praktik kebutuhan, kenyamanan dan cuaca pada
Iyabelale. Bagi masyarakat suku Bugis saat ingin dininabobokan. Selain sarung,
dianggap sebagai perlakuan Ibu atau Nenek biasanya ada bantal tidur berisikan kapuk
kepada anak pada saat ditidurkan, sebagai media pendukung untuk
instrumen dan metode menidurkan anak kenyamanan anak saat tidur. Artinya,
dari tahap proses, melakukan prosesi bantal ini menjadi alas tidur untuk anak.
penidurannya, dan sampai pada tahap pasca Dengan adanya bantal kapuk ini membuat
peniduran anak. Hal ini masih anak tidak gelisah. Alat pendukung untuk
berkelanjutan di kalangan suku Bugis, membentuk sarung menjadi ayunan adalah
walaupun ada kalangan masyarakat juga tali. Bilamana tali tidak tersedia, biasanya
yang telah bergeser dari kebiasaan- menggunakan sarung yang dijadikan

3
sebagai pengikat atau penggantung ayunan. konstribusi penyemangat hidup serta
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa harapan kepada kebaikan yang dibebankan
sarung bisa lebih dari satu yang digunakan. kepadanya sejak dini sebagai bekal
Sarung juga difungsikan juga sebagai tali. keselamatan dalam mengarungi bahtera
Sarung yang dialih fungsikan menjadi tali kehidupan (Manggau, 2016:317). Pola yang
biasanya tali itu saling diikatkan satu sama disebutkan tersebut disematkan pada
lain sehingga sarung tersebut layaknya senandung Iyabelale. Adapun lantunan
sebuah tali. Seumpama talinya tersedia, yang disenandungkan diuraikan ke dalam
maka mereka gunakan tali tersebut untuk tiga teks nyanyian sebagai berikut.
mengikatkan sarung ke sebuah benteng Berikut teks 1;
kayu yang posisinya lebih tinggi dari Ibu Iyabelale…..
dan dibuat menggantung, tidak menyentuh Cakkaruddu (Mengantuklah Anak)
lantai dari rumah. Selain itu, disiapkan kayu Atinrino Mai Anakku (Tidurlah
kecil untuk menyangga sarung yang Wahai Anakku)
dimasukkan ke dalam tali. Biasanya Upakkuru Sumange’mu (Kudoakan
diameter dari tali menyesuaikan berat atau Berumur Panjang)
beban dari bayi, sarung, dan bantal. Iyabelale………..
Pada saat Ibu atau Nenek sudah Tuwono Mai (Hiduplah Anakku)
selesai pada tahap persiapan tempat tidur, Mugalotto Kalola (Mudah-
maka waktunya seorang anak digendong Mudahan Panjang Umur)
dan dimasukkan ke dalam ayunan. Ibu atau Muwallongi-Longi (Menjadi Orang
Nenek tentu meletakkan anak tesebut Yang Tinggi)
dengan pelan dan kasih sayang. Dengan Iyabelale………..
cara tersebut bayi terlelap dan nyaman. Longi-Longini (Jika Sudah Tinggi,)
Pada proses peletakan ini tentu harus Iyapi Kuwellau Asalamakenna
diimbangi dengan kasih sayang yang tulus. (Kuminta Juga Supaya Selamat)
Beda ceritanya kalau pada saat proses Salamapi Ri Gawena (Mendapat
memasukkan anak ke ayunan dengan mood Keselamatan Kekal)
emosional hati yang gundah atau marah, Natonang Ri Sakkaleng (Menjadi
bayi yang digendong tersebut tentu Terang)
merespon dengan hal yang berbeda yaitu Iyabelale….
dengan ketidaknyamanan. Setelah itu, Buana Buana Atikku (Buah,
ketika Ibu atau Nenek sudah memastikan Buahnya Hatiku)
anak tersebut sudah diposisi yang nyaman Engkalingani Elokku (Dengarlah
di atas ayunan atau alas tidur diposisi yang Kubersenandung)
baik maka Ibu atau Nenek akan Elong Kininna Nawa (Senandung
menyandungkan nyanyian lokal tanpa Dari Lubuk Hati Paling Dalam)
diiringi alat musik lainnya, sambil bayi Buana Atikku (Buah Hatiku)
diayun-ayunkan perlahan sampai tidur Iyabelale…….
terlelap. Senandung tersebut menyiratkan Unga Uganna Atikku (Bunga
pola-pola kesantunan individu ketika dalam Bunganya Hatiku)
tidur. Hal itu dianggap sebagai manifestasi Engkalingani Pasekku (Dengarlah
pendidikan akhlak yang baik, tentu saja Pesanku)
sebagai bekal pola hidup bermasyarakat. Paseng Tiro Deceng Unganna Ati
Pola yang selaras juga ditemukan dalam (Pesan Kebaikan Bunga Hatimu)
bait-bait selanjutnya yang mencerminkan Iyabelale……..

4
Upakkuru Sunge’mu (Selamatlah Tuwoki Mai Tafada Tuwo
Dikau Anak Berumur Panjang) (Hiduplah/Panjang Umurlah Bersama-
Tudang Ri Langkana (Duduklah Sama)
Diayunan) Tafada Mallongi Longi (Bersama-Sama
Mucawa Cabberu (Sambil Meraih Derajat Tertinggi)
Tersenyum) Iyabelaleeee
Mallongi Longini Becce (Anakku Sudah
Teks II ; Tinggi Derajatmu)
Iya Iya Iyabelale Iyapi Ri Ellau Asalamakemmu (Yang
Upakuru’ Sumange’ta’ Ana’ Kupinta Hanya Keselamatanmu)
(Sabarlah Anak) Iyabelaleeee
Aja’ Muteri Teri Ana’ Salama’pi Ri Gauna (Terpujilah
(Jangan Menangis Anak) Perilakumu)
Tuoki’ Malampe’sunge’ Ta’ Ana’ Na Tonang Ri Sakka Pattampabajana
(Panjang Umurlah Anak) (Sehingga Mendapat Keberkahan
Hidupmu)
Namuriala Pattola Pallallo Ana’ Iyabelaleeeee
(Dan Kelak Akan Melebihi Kemampuan Pattampabajana (Keberkahan Itu)
Orang Tuamu) Aja Nakkedae Moni Malaleng Mpenni
Iyabelaleeeee Ana’ (Tidak Mengenal Waktu…. Bahkan Tengah
(Iya Belaleee Anak) Malam)
Atinroni’mai Ana’ Parewe’ Sumange’ (Mampu
(Tidurlah Anak) Mengembalikan Semangat)
Mammuare’ Tuo Malampe’ Sunge’ Ta’ Iyabelaleeee
Ana’ Sumange’na Aroe Becce (Semangat Yang
(Mudah Mudahan Panjang Umur Anak) Ada Dihatimu Becce)
Namuriala Pattola Palallo Ana’ Aja Mulao Lira’lawangeng Mabelae
(Dan Kelak Akan Melebihi Kemampuan (Janganlah Kamu Pergi Jauh Berkelana)
Orang Tuamu) Iyabelaleeee
Ajja’ Muteri Teri Ana’ Mabela Tonging Lipu’na (Di Daerah Yang
(Jangan Menangis Anak) Sangat Jauh)
De’ I Gaga Ambo’ Mu Ana’ Silasa Tenna Rafi’ (Tak Akan Bisa Di
(Bapak Mu Tidak Ada Anak) Capai)
Iyabelaleeeee Ana’ Nalabu Essoe (Hingga Malam Pun Datang)
(Iyabelaleee Anak) Iyabelaleeee
Iyabelaleeeee Ana’ Labuni Essoe (Hari Telah Gelap)
(Iyabelaleee Anak) Tuoni Pellengede (Obor Telah Menyala)
Tuoki’ Malampe Sunge’ta’ Ana’ Wettunnani Massenge’ (Saatnya Untuk
(Panjang Umurlah Anak) Mengenang Engkau Di Kejauhan)
Namuriala Pattola Palallo Ana’ Iyabelaleeee
(Dan Kelak Akan Melebihi Kemampuan Sengeremmu Pada Bulu (Kenanganmu
Orang Tuamu) Sebesar Gunung)
Adammu Silappae (Setiap Kata-Katamu)
Teks III ; Ruttungeng Manengngi (Membuat
Iyabelaleeee Kerinduanku Runtuh)
Becce Tuwo (Anakku Panjang Umurlah) Iyabelaleeee

5
Bulu Maruttung Tona (Gunung Runtuh) non-pertunjukan. Sebuah peristiwa musikal
Tanete Leppang Tona (Waktu Seakan yang dilakukan di rumah, bukan di
Berhenti) panggung. Meskipun demikian struktur teks
Nataro Uddani (Karena Kerinduan) dan sajiannya memiliki format penyajian
Iyabelaleeeee layaknya sebuah pertunjukan. Penyajian
Muddani Pale’na Naterri (Karena Rindu yang dimaksud adanya artefak-artefak atau
Dia Menangis) properti yang dipersiapkan, serta lantunan
Najjai Lao Cemme (Berpura-Pura Pergi dengan struktur musikal yang jelas seperti
Mandi) yang telah dipaparkan sebelumnya.
Natiro Labangeng (Kemudian Lari Dan Tentunya, dari semua hal tersebut adalah
Pergi) ekspresi yang bermuara pada kehadiran
musikal dari subyek kepada objek.
Pada teks di atas menunjukkan Kehadiran kedua elemen tersebut maka
banyak doa-doa dan pengharapan di setiap akan disebut sebagai aktivitas musikal
teksnya. Dapat disimpulkan jika melihat dengan perangkat sajian yang melekat
struktur teks dalam penyajian Iyabelale ini, dengan rentetan peristiwa mulai dari pra
meliputi; pendahuluan (introduction), produksi (proses), produksi, dan pasca
bagian tengah (body), dan penutup produksi (membenahi perlengkapan).
(conclusion), sebagaimana penjelasan di
bawah ini; Sistem Transmisi Peristiwa Iyabelale
a) Pendahuluan (introduction); Masyarakat Suku Bugis
Sistem pewarisan dibedakan
mengungkapkan rasa kasih sayang
menjadi dua jenis yaitu Vertical
dan cintanya seorang ibu/nenek
Transmission dan Horizontal Transmission.
kepada anaknya.
Vertical Transmission atau transmisi secara
b) Bagian tengah (body);
vertical adalah pewarisan nilai yang
mengungkapkan tentang doa ibu atau
dilakukan secara langsung oleh orangtua
nenek kepada anaknya.
kepada anaknya melalui bakat atau
c) Dan penutup (conclusion);
pembiasaaan terus-menerus, sedangkan
mengungkapkan sebuah harapan
Horizontal Transmission atau transmisi
ibu/nenek kepada anaknya agar dapat
secara horizontal adalah pewarisan nilai
berbakti atau dimuliakannya.
melalui latihan baik di lembaga formal
Sebagaimana pemaparan di atas maupun non formal (Arisyanto dkk,
adalah sebuah fenomena nyanyian rakyat. 2021:4). Peristiwa Iyabelale, pola
Nyanyian rakyat berupa Sastra lisan terdiri pewarisan yang dilakukan, menggunakan
atas nyanyian penyemangat kerja (working satu jenis pewarisan, yaitu pewarisan secara
song), nyanyian permainan rakyat (game vertikal.
song), dan nyanyian senandung menidurkan Salah satu jenis pola pewarisan
anak (lullaby) serta nyanyian rakyat juga yang terjadi dalam masyarakat Bugis pada
memiliki fungsi, yaitu nyanyian rakyat peristiwa Iyabelale adalah pola pewarisan
yang kata-katanya memiliki peranan dan vertikal. Proses pewarisan vertikal
maksud penting karena lirik lagunya sesuai menggunakan metode pembiasaan. Pada
dengan aktivitas kehidupan manusia pada proses pewarisan vertikal, seorang anak
umumnya (Oktania, 2021:44). Pada dibiasakan sejak kecil untuk mengalami
argumentasi sebelumnya menjelaskan Iyabelale dan mendengarkan lantunan dan
posisi secara variabel peristiwa Iyabelale lirik dari Iyabelale. Bahkan, secara intens,
merupakan nyanyian rakyat dengan format Ibu atau Nenek membesarkan anak dengan

6
menghabituskan Iyabelale. Dengan Pendidikan non-formal di sini sangat
demikian, anak tersebut akan mengalami berpengaruh dan mendominasi proses
dan merasakan sendiri pembiasaan- pertumbuhan anak, sehingga pada konteks
pembiasaan lokalitas yang dilakukan oleh pendidikan perempuan Bugis sangat
Ibu atau Nenek saat ditidurkan. Sebuah memiliki andil dalam membesarkan
pembiasaan dengan rasa kasih sayang dan anaknya. Pada status dominan tersebut
rapalan doa-doa. Hal tersebut akan seorang Ibu yang memiliki anak perempuan
membuat anak terbiasa pada peristiwa tentu melekatkan budaya Iyabelale dengan
kultural yang disebut dengan Iyabelale. praktik atau demonstrasi di depan anak
Secara tidak langsung, anak akan menyerap perempuannya. Aktualisasi demo bentuk
bentuk Iyabelale dari masyarakat suku Iyabelale adalah salah satu bentuk
Bugis. Pada momentum inilah fenomena pewarisan kepada penerima gagasan
pewarisan vertikal terjadi. Proses pewarisan Iyabelale, dalam hal ini adalah anak
vertikal ini memang berlangsung secara perempuan dari Ibu atau Nenek. Proses
nonformal dan dilakukan dengan metode pengamatan ini dilakukan berulang kali,
pembiasaan atau pengulangan secara sehingga aktivitas itu terekam pada memori
efektif. Transmisi terjadi dari hubungan anak perempuan tersebut. Pada tahap yang
biologis, dari ibu ke anak perempuannya. diuraikan sebelumnya terjadi transmisi
Hal ini dikhususkan bagi yang berjenis tataran budaya lokal, pengetahuan, dan
kelamin perempuan. Proses ini berlangsung keterampilan tak langsung (keterampilan
dalam kurun waktu yang lama, sehingga dari seseorang tanpa melakukan praktek).
pemahaman tentang bentuk Iyabelale Pada tataran ini nilai budaya lokal,
masuk ke alam bawah sadar Ibu ke anak. pengetahuan, dan keterampilan yang
Tentu pembiasaannya dilihat secara diwariskan adalah syarat-syarat sebelum
langsung. Tidak berlangsung seperti melakukan (mantra), pemahaman waktu
layaknya pembelajaran formal atau kursus- melakukannya dan etika melakukan
kursus memainkan alat musik. Tetapi aktivitas Iyabelale.
pembiasaan ini dengan metode melihat Pada suatu waktu ketika
kemudian selanjutnya meniru tanpa ada pengulangan itu telah dialami secara terus
modifikasi di dalamnya. Sesuatu yang menerus, anak perempuan tersebut
masuk terus menerus dalam kurun waktu dilibatkan atau diposisikan sebagai pelaku
yang cukup lama, tentunya akan yang melakukan peristiwa Iyabelale. Pada
berpengaruh pada pola pikir dan sikap status ini tentunya subyek pewaris sudah
seseorang (Arisyanto, 2021:10). berupaya pada status pemain utama, tidak
Bentuk peristiwa budaya musikal lagi berperan sebagai pengamat atau
Iyabelale tentunya memiliki nilai-nilai menonton apa yang dilakukan oleh subyek
paradigma yang diwariskan kepada pemilik (Ibu). Kesiapan dari individu tidak
generasi penerusnya, yakni pewarisan Ibu diperlukan karena pada saat bersamaan
ke anak perempuan suku Bugis. Nilai-nilai subyek ini seperti seorang yang baru belajar
pewarisan melalui Iyabelale berupa budaya membaca atau dalam artian meraba
lokal, pengetahuan, petuah atau doa, aktivitas Iyabelale secara perlahan-lahan
perilaku, pengalaman sikap, pengalaman sekaligus memastikan struktur dramatik
tindakan dan keterampilan. Proses atau plot sudah sesuai alurnya berdasarkan
pewarisan konsep Iyabelale dalam konteks ingatan dan arahan dari Ibunya (subyek
budaya, terjadi melalui aktivitas keseharian pemilik). Pada tahapan ini, pewarisan yang
atau pendidikan dalam lingkup keluarga. mulai dilakukan adalah sebuah transfer

7
pengalaman sikap, pengalaman tindakan Longi (Menjadi Orang Yang Tinggi). Hal
dan keterampilan secara langsung. yang kedua adalah aksen atau ujaran dalam
Nilai-nilai pengalaman sikap dan ritual Iyabelale senantiasa diucapkan dalam
pengalaman tindakan berupa etika, setiap kata yang cukup jelas seiring melodis
moralitas dan perilaku praktek yang nyanyian, sehingga perkataan dalam setiap
diwariskan. Perilaku etika dan prakteknya ungkapan sangat mudah dimengerti
berupa bagaimana seharusnya menjadi sekalipun terpenggal-penggal konsonan per
seorang ibu yang menerapkan sikap kata atas kebutuhan melodis dan irama
perilaku seorang Ibu suku Bugis, nyanyian. Misalnya; “iyabe….la….le….
bagaimana membedakan pribadi saat tuwo….no…. ma….imuga….lot…to…..”.
menjadi seorang Ibu dengan seorang wanita Hal ketiga adalah tekanan, hal ini dalam
yang belum punya anak. Anggota baru juga ritual Iyabelale, pada setiap kata dalam
akan belajar mengenai totalitas dan nyanyian memiliki tekanan tersendiri dan
tanggungjawab sebagai seorang ibu. klimaks tekanan senantiasa berada pada
Impresi pengalaman ini diwariskan melalui akhir kalimat. Contoh dalam bentuk
aktualisasi langsung oleh seorang ibu. Hal diagram sederhana;
lainnya pengajaran moralitas yang positif “Yabe………….la……………………….
berupa kesan rasa sayang, akhlak dan cinta ……….le”. Hal keempat adalah jeda pada
terhadap anaknya. Hal selanjutnya adalah nyanyian ini terjadi ketika selesai dalam
aspek keterampilan. setiap baitnya. Hal ini digunakan untuk
Berkenaan dengan aspek menarik nafas dan untuk menjaga
keterampilan, tentu hal inilah yang keseimbangan vocal dan nafas yang bekerja
merupakan point utama dalam konteks seusai melantungkan nyanyiannya.
pewarisan Iyabelale ketika menyangkut Kemampuan keterampilan yang
scope seni. Keterampilan yang diwariskan berhubungan dengan nilai musikalitas
adalah persoalan teks-teks nyanyian, seorang ibu berhubungan dengan
kemampuan lantunan atau senandung, dan kemampuan memahami intonasi,
kemampuan irama lokal. Nilai keterampilan memahami aksen, memahami tekanan, dan
ini didapatkan ketika seorang Ibu atau memahami jeda. Nilai keterampilan ini
nenek melakukan kegiatan menidurkan diperoleh selama proses belajar proses
anak dan kemudian ada aktivitas nyanyian pengamatan dan juga proses penerapan
dengan bentuk teks lirik untuk pada diri. Hal yang tak kalah penting dari
meninabobokan anaknya. Aktivitas ini proses transmisi budaya atau alih generasi
direkam oleh subyek pewaris. Adapun ini adalah memahami proses, melihat,
dalam konteks musikal yaitu persoalan mendengar, dan mengamati secara detil
intonasi atau biasa disebut kalimat lagu, setiap tahapan-tahapannya. Hal disebutkan
bahwa dalam satu kalimat senantiasa sebelumnya merupakan alasan mengapa
dimulai dengan kata Iyabelaleee. Seperti reproduksi pemilik budaya Iyabelale dapat
contoh; Iyabelaleeee….. Cakkaruddu bertahan berdasarkan budayanya. Ketika
(Mengantuklah Anak), Atinrino Mai proses modifikasi ambil bagian, maka
Anakku (Tidurlah Wahai Anakku), kemurnian budaya Iyabelale akan tergerus.
Upakkuru Sumange’mu (Kudoakan Transmisi Iyabelale Sebagai Model
Berumur Panjang). Contoh; Transmisi Tradisional Masyarakat
Iyabelale………..Tuwono Mai (Hiduplah Suku Bugis
Anakku), Mugalotto Kalolo (Mudah- Pewarisan sebenarnya sudah terjadi
Mudahan Panjang Umur), Muwallongi- secara turun temurun, tidak hanya
dilakukan pada bentuk keseniannya saja,

8
namun juga pada hal-hal yang menyangkut Model pewarisan Iyabelale agak
nilai norma yang berlaku dalam masyarakat berbeda dengan model transmisi vertikal
(Efita, 2020:95). Pada peristiwa pewarisan atau pewarisan secara biologis. Pada tataran
tersebut, dengan nalar berpikir akan model dasar memang sama dengan
mengisyaratkan sebuah model atau sajian transmisi vertikal, perbedaan terletak pada
konsep pewarisan yang berbeda satu sama unsur lainnya. Hal yang dimaksudkan
lain. Akibat perbedaan ini, teori untuk adalah sistem transmisi pada iyabelale
membedah realitas yang terjadi akan memiliki hal yang lebih kompleks dan
mengalami ketidakcocokan dalam rumit dibandingkan dengan model transmisi
membedah realitas tersebut. Pada sajian vertikal yang dipaparkan oleh Cavalli dan
Iyabelale yang merupakan objek tinjauan Feldman. Teori transmisi yang dipaparkan
model pewarisan mengandung konseptual oleh Cavalli dan Feldman telah digunakan
pewarisan yang berbeda dan memiliki ciri untuk membaca fenomena-fenomena
khas transmisi. pewarisan baik dari dalam konteks budaya
Pada tataran yang dideksripsikan di dan kesenian. Berdasarkan dari teori
atas, maka pelacakan model transmisi Cavalli dan Feldman, maka kiranya
Iyabelale dilakukan. Pada hal pertama cakrawala berpikir tentsng adanya
menelusuri rutinitas dari Iyabelale itu perbedaan dari model pewarisan pada objek
sendiri. Konkretnya adalah rutinitas Iyabelale. Pada model pewarisan ini pada
Iyabelale memiliki struktur di masyarakat dasarnya adalah mekanisme genetik yang
suku Bugis. Seperti pada memandikan lintas antar generasi. Secara jelas yang
anak, memberi bedak pada anak, memberi membuat perbedaan ini terjadi adalah
makan, menidurkan, menyanyikan, muatan-muatan teknis dan substantif.
Donde/cuncu/capu campa, dan bermain Model transmisi Iyabelale ialah
bersama. Struktur yang sebelumnya sebuah transmisi biologis dengan dasar
diuraikan adalah rutinitas seorang ibu keterpengaruhan dari sistem sosial dan
dalam memelihara dan menjaga anak. budaya yang luarannya mewarisi sifat-sifat
Dalam arti lain proses yang disebutkan perilaku estetis dengan muatan-muatan
sebelumnya adalah bagian dari Iyabelale. pengetahuan, pengetahuan, pengalaman dan
Dengan demikian, penjelasan struktur dari keterampilan dari subyek ke subyek
Iyabelale di atas merupakan struktur yang warisan melalui pengamatan dan praksis
sudah terbangun sejak masa gadis dengan yang ditujukan kepada objek. Model yang
pembiasaan menjaga anak dan tanpa sadar dijelaskan sebelumnya merupakan hasil
menjadi pola habit untuk mengelola identifikasi atas fenomena Iyabelale pada
seseorang dengan perihal buday, masyarakat suku Bugis. Lebih jauh,
pembelajaran dan musikalitas di dalamnya. gagasan ini menyangkut sebuah fenomena
Alih-alih Iyabelale hadir sebagai rutinitas, yang telah terjadi dan direproduksi secara
ternyata di dalamnya terkandung model terus-menerus dari masa lalu sampai di
pewarisan. Sehingga setelah menikah dan masa sekarang. Artinya, dibalik fenomena
memiliki anak, penyesuaian untuk tersebut terjadi aktivitas pewarisan dari
melakukan hal-hal tersebut di atas, dengan generasi ke generasi pada masyakat suku
mudah dilakukannya. Atas dasar Bugis. Secara metodis, bentuk dari
terkandung sebuah model, maka kiranya pewarisan terstruktur dan terulang-ulang,
uraiannya lebih menitikberatkan pada sehingga terbentuk paradigma bahwa hal
persoalan gagasan model. itu adalah sebuah transmisi menidurkan
anak dengan metode tradisional yang

9
kemudian disebut dengan model pewarisan kemudian tahap selanjutnya melakukan
Iyabelale. simulasi. Hal-hal yang dipraktikkan adalah
Bagian pertama dari model sebuah peristiwa menidurkan anak yang
pewarisan ini adalah transmisi dibentuk pada uraian ini menyebutnya sebagai
oleh dua kutub yakni sistem budaya dan peristiwa perilaku estetis yang diwariskan.
sistem sosial. Kedua kutub inilah yang Perilaku estetis merupakan perilaku yang
menjadi pijakan ari aktivitas-aktivitas melekatnya sebuah keindahan, keduanya
selanjutnya. Pada dasarnya, kedua kutub saling berdinamika satu sama lain. Pada
inilah yang menjadi konstruksi awal dalam kerangka transmisi Iyabelale, perilaku
pembentukan elemen-elemen selanjutnya. estetis ini menjadi sesuatu yang diturunkan
Sistem budaya dimaksudkan muatan- dari pemilik untuk dimiliki pewarisnya.
muatan perilaku yang melekat pada Adapun perilaku estetis adalah mappatinro,
komunitas tersebut yang telah diberikan Ma’kelongeng, Ma’Donde, Ma’cuncu,
oleh leluhur, sedangkan pada sistem sosial Capu campa, dan Ma’culei.
adalah muatan-muatan perilaku yang Dengan pola yang teratur dalam
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan atau Mappatinro (Menidurkan Anak) dalam
persoalan geografis. Kedua kutub ini saling keluarga adalah merupakan bentuk
berkorelasi dan mempengaruhi akan model keseriusan orang tua untuk menjaga
konstruksi pewarisan Iyabelale. Dari kedua tumbuh kembang anak, baik ketahanan
hal ini kemudian menubuh pada perilaku secara fisik, maupun ketahanan secara
subyek. Subyek ini merupakan seorang Ibu psikis. Dalam hal ini, peran serta ritual
yang menjadi center point dalam Iyabelale sangat mendukung dalam
melakukan aktivitas menidurkan anak. perawatan dan pemeliharaan tumbuh
Pewarisan terjadi tidak melalui kembang anak, karena nyanyian ini bagi
subyek ke objek. Objek menjadi perantara masyarakat pendukung, sangat berfaedah
atau bahan untuk dijadikan sebuah aktivitas ketika anak ditidurkan yang mengantarkan
untuk berjalannya transmisi. Artinya, pada anak cukup lelap dalam tidurnya. Dalam
proses pewarisan terdapat dua subyek. artian, anak dapat tidur secara maksimal
Subyek pertama yang berperan adalah ibu sesuai kaidah-kaidah ilmiah pada pola
sebagai pemili, sedangkan subyek kedua pengasuhan anak.
adalah anak perempuan sebagai pewaris.
Ibu memposisikan diri untuk
memperlihatkan kepada anak
perempuannya perilaku-perilaku saat
menidurkan bayinya (objek). Anak
perempuan ini melihat dan mengamati yang
dilakukan oleh Ibunya. Setelah itu, Ibu
memposisikan anak perempuannya sebagai
subyek yang menidurkan adiknya. Pada
status ini, anak perempuan tersebut
mempraktikkan sesuatu berdasarkan teori,
Ibunya tetap hadir untuk mengajarkan Gambar 1. Mappatinro (Menidurkan Anak)
sesuatu secara praktik. Ketika terdapat
kekeliruan Ibu akan menginterupsi. Hal ini Dalam proses tidurnya anak, pada
berarti Ibunya mengajarkan metode secara tahapan kedua adalah Ma’kelongeng
tidak langsung dengan model demonstrasi (Dinyanyikan) sebagai media yang
memiliki kekuatan lewat nyanyian karena

10
anak dibuai tertidur tanpa kegelisahan dan Gambar 2. Kegiatan Ma’cuncu
keresahan, bahkan menjadikan anak tenang
dan damai dalam kelelapan tidurnya atas Perilaku estetis yang dilakukan
buaian kasih sayang ibu/nenek kepada sebelumnya akan diwariskan ke pewaris
anaknya. Hal ini juga dapat terjadi, karena selanjutnya dengan kegiatan yang
keindahan alunan lagu Iyabelale yang menjadi siklis atau bersiklus, kemudian
melibatkan gairah dan emosi anak. berlanjut pada urusan-urusan peniruan
Hal selanjutnya adalah ma’Donde, yang disebut dengan multi rekursif.
atau ma’cuncu, atau capu campa anak, Agenda kegiatan di atas diekspresikan
adalah suatu kegiatan dalam menidurkan dengan kegiatan demonstrasi oleh Ibu
anak agar anak dapat terlena dan tertidur.
sebagai subyek pewaris yang
Dalam kegiatan ini pula, peran ibu/nenek
mengamati kemudian selanjutnya anak
melakukan sentuhan langsung dengan
tubuh anak. Hal ini untuk membangun
sebagai subyek pewaris melakukan
hubungan anak dengan orangtua dan simulasi dengan status melakukan
anggota keluarga lainnya agar anak menjadi praktik budaya menidurkan anak
bagian dari diri keluarga dan dapat Iyabelale.
dianggap sebagai suatu sistem yang saling Berdasarkan uraian di atas,
berinteraksi. Ma’Donde dengan di sifatnya yang konseptual membuat
selonjorkan kedua kaki kedepan sementara peristiwa Iyabelale menampakkan
anak ada diatas kedua kaki tersebut, di kualitas sebagai konfigurasi fisik-
goyangkan kekiri kekanan dengan sentuhan material transmisi tradisional. Pada
tangan ibu/nenek dibagian tertentu tubuh
akhirnya dapat dikatakan, bahwa
anak. Ma’cuncu dengan mengayun anak
Iyabelale menyatakan tentang dirinya
yang telah ada di atas ayunan sambil
ibu/nenek memegang atau menyentuh betis merayakan pewarisan, dan sekat-sekat
dan kaki anak di atas ayunan. Capu campa yang dibentuk olehnya menuangkan
adalah kegiatan ibu/nenek yang menidurkan perilaku-perilaku yang mampu
di atas tempat tidur atau di atas gendongan diterapkan oleh subyek yang kemudian
ibu/nenek sambil menepuk bagian paha menjadi metode untuk dirinya di dalam
atau kakinya ataukah mengelus-elus ubun peristiwa tertentu. Berikut ini adalah
dan kepalanya. Sehingga struktur penyajian model pewarisan Iyabelale yang
dapat di rangkum menjadi 3 (tiga), yakni; dibentuk dengan skema berpikir
1) anak telah di tempat untuk ditidurkan, 2) berdasarkan penjelasan-penjelasan yang
anak digoyangkan atau di ayun, dan 3)
diuraikan sebelumnya.
ibu/nenek menyentuh tubuh anak pada
bagian-bagian tertentu.

Model Transmisi
Iyabelale

Kultural Sistem
Transmisi
Tradisional

Demonstrasi dan
Simulasi Subyek

11
Subyek Penerus
1. Mengamati Perilaku Estetis
2. Laku Praksis
Ma’kelongeng
Multi Siklis
Ma’Donde

Capu’ Campa’
Budaya
Knowledge Ma’cuncu
Ingatan/Pengalaman
Keterampilan
Objek

Skema 1. Konsep Pewarisan Menidurkan Anak Iyabelale

atau norma-norma dalam berkehidupan.


KESIMPULAN Dalam konteks bahasan pewarisan dari
Berdasarkan pembahasan yang peristiwa Iyabelale adalah bentuk
telah dilakukan ditemukan bahwa transmisi secara vertikal. Adapun hal-
budaya menidurkan anak Iyabelale pada hal yang diwariskan adalah menyangkut
suku Makassar mengandung bentuk persoalan budaya, pengetahuan atau
penyajian menyiapkan perlengkapan knowledge, keterampilan, dan
seperti sarung, tali, dan bantal sebagai pengalaman. Data-data yang disebutkan
elemen-elemen untuk membuat ayunan sebelumnya adalah data-data yang
untuk anak sebagai bagian utama. ditransferkan ke pewaris selanjutnya.
Selain itu, bagian utama yang lainnya pewarisan konsep Iyabelale ini
untuk sebuah penyajian Iyabelale diberikan oleh Ibu kemudian diterima
adalah sebuah lantunan dengan tigas oleh anak perempuan. Paradigma
teks nyanyian lokal dengan muatan doa tentang Iyabelale diimpelementasikan
yang lebih dominan dan teks-teks sikap oleh anak ketika dia telah menjadi Ibu

12
dan bentuk ini berlangsung hingga Univesitas Negeri
lintas generasi. Konsep ini akan Makassar.
berlangsung secara terus menerus ketika Miles, B.B., dan A.M. Huberman.1992.
anak dan atau menantu perempuan yang Analisa Data Kualitatif.
bersuku Bugis hadir dalam keluarga Jakarta: UI Press
yang memiliki kebiasaan menidurkan Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi
anak Iyabelale. Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Remaja
DAFTAR PUSTAKA Rosdakarya.
Arifin Manggau. 2018. Iyabelale, Ritual Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi
Pengantar Tidur Anak: Makna
Penelitian Kualitatif:
Pada Struktur Dan Fungsi
Sebagai Ekspresi Budaya Dalam Paradigma Baru llmu
Pendidikan Keluarga Suku Komunikasi dan llmu
Bugis Di Sulawesi Selatan. Sosial Lainnya. Bandung:
Disertasi Pendidikan Seni PT. Remaja Rosdakarya.
Pascasarjana Universitas Negeri Oktania, W, Sari, Hasanuddin. 2021.
Semarang. Struktur dan Fungsi Sosial
Arisyanto, P, Riris, S,S, Mei, F, A,U.
Nyanyian Rakyat (Lullaby)
(2021). Barongan New Singo
“Laloklah Nak Kanduang”
Joyo, Pola Pewarisan Bentuk
Masyarakat di Nagari
dan Nilai di Masyarakat.
Paninggahan. Lingua Susastra.
Pelataran Seni. 6(1). 1-14.
2(1). 43-56.
Cahyono, Agus. (2006). Pola Pewarisan
Rohidi, T.R. 1992. Analisis Kualitatif :
Nilai-Nilai Kesenian Tayub.
Harmonia Jurnal Pengetahuan Deskripsi Singkat dalam
dan Pemikiran Seni. 7(1). 23-36. Konteks Penelitian
Danim, Sudarwan. (2002). Menjadi Kualitatif. Dalam
Peneliti kualitatif. Lembaran Penelitian IKIP
Bandung: Pustaka Setia. Semarang. Tahun VIII 89-
Elvandari, Efita. (2020). Sistem 99.
Pewarisan Sebagai Upaya
Pelestarian Seni Tradisi. Geter
Jurnal Seni Drama, Tari dan
Musik. 3(1). 93-104.

Manggau, Arifin. 2016. Revitalisasi


Pendidikan Seni dan
Desain sebagai Basis
Pengembangan SDM
Kreatif. Prosiding:
Seminar Nasional
Pendidikan Seni Fakultas
Seni dan Desain

13

Anda mungkin juga menyukai