Anda di halaman 1dari 8

MERANCANG MITIGASI MASALAH YANG MENGHAMBAT

PROMOSI BUDAYA BERAKHLAK

Tugas Kelompok 1

Andi Taslim Saputra, S.Pd., M.Sn. (ketua kelompok)

Andi Fauziyah Hijrina Fatimah, S.Ds., M.A.

Harmin Hatta, S.Sos., M.I.Kom

Muhammad Zia Ulhaq, S.Pd., M.I.Kom.

Muhammad Suyudi, M.Pd.

BERORIENTASI PELAYANAN

Berorientasi Pelayanan adalah sebuah contoh sikap profesionalisme yang


mengedepankan pelayanan prima dalam bentuk sebuah komitmen demi mencapai kepuasan
Masyarakat. Berorientasi pelayanan merupakan point pertama dalam BerAKHLAK yang
kesemua poinnya saling berhubungan dan saling menunjang. Memberikan Pelayanan Prima
merupakan tanggung jawab yang wajib dipenuhi oleh seorang ASN kepada Masyarakat.
BerAkKHLAK sendiri merupakan akronim dari Berorientasi pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Merujuk pada pernyataan pada
paragraph sebelumya maka apapun profesi dan instansi tempat anda bekerja, maka nilai-nilai
dari BerAkhlak yang salah satunya adalah Berorientasi Pelayanan haruslah mampu
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian halnya dengan seorang dosen yang juga
harus mampu menyajikan pembelajaran secara prima. Tak hanya itu, seorang dosen juga
haruslah mampu memberikan bimbingan kepada mahasiswa agar mahasiswa mampu
melaksanakan tanggung jawabnya denganbaik dan senantiasa mersa nyaman dalam tiap
interaksi pembelajaran.
Kendati demikian, terkadang dalam pengaplikasiannya terdapat Faktor Penghambat
yang bias menjadi tantangan tersendiri dalam memberikan pelayanan prima kepada
Mahasiswa seperti :

1. Dibatasinya aktifitas Mahasiswa dimalam hari padhal pada pagi-siang-dan sore hari waktu
mahasiswa banyak dihabiskan untuk mengikuti perkulihan wajib sehingga waktu baik untuk
latihan dan melatih perkembangan diri hanya ada pada malam hari. Namun sayangnya
adanya pembatasan jam menjadikan terbatasnya akses mahasiswa dalam menggunakan
fasilitas kampus.

2. Kurangnya pemeliharaan terhadap satana dan prasaran yang ada. Hal ini juga didukung
dengan kurangnya rasa peduli dan tanggung jawab mahasiswa yang mengakibatkan beberapa
fasilitas kampus tidak mampu berfungsi secara optimal. Contohnya fasilitas Esel dan
penerangan pada studio Lukis dan Galeri.

3. Tak adanya system yang sistematis yang mampu memberikan petunjuk jelas secara
terstruktur kepada mahasiswa metode yang mudah dan diaplikasikan dalam seni Lukis. Hal
ini mengakibatkan tidak terstrukturnya metode penggarapan tugas lukis karena mahasiswa
hanya memperagakan teknik melukis yng ia pahami berdasarkan pengalaman padahal dosen
pengampu Mata kuliah sudah berupaya untuk memberikan tutorial dan demo melukis namun
sejumlah pelanggaran dasar dalam metode lukis realis masih saja ditemukan.

4. Tidak lengkapnya sarana dan prasarana dalam hal ini adalah tidak berimbangnya anatara
jumlah mahasiswa dengan jumlah sarana yang ada. Contohnya dalam melukis yang
membutuhkan esel (tatakan tempat menaruh kanvas saat melukis) yang jumlahnya tdak lebih
dari setengah dari total jumlah populasi mahasiswa dalam satu kelas. Hal tersebut diatas
mengakibatkan adanya kekurangan dari upaya dalam memberikan layanan prima kepada
Mahasiswa dalam mata kuliah Seni Lukis Realis maupun Non-Realis. Namun Faktor
penghamabat bukanlah sebuah batu sandungan bagi seorang ASN kreatif karena
kemampuannya untuk terus berinovasi dan menemukan jalan keluar kreatif pada setiap
masalah. Karena apapun alasannya, pelayanan prima harus tetap diberikan ditengah berbagai
tantangan yang ada.
STRATEGI MITIGASI YANG MENGHAMBAT AKUNTABEL (BERAKHLAK
AKRONIM A)

Mitigasi merupakan sebuah langkah yang diambil secara independen dari situasi
darurat (Pradapaning, 2017). Artinya, mitigasi ini sangat diperluan untuk mengatasi segala
isu-isu negatif yang muncul di opini publik. Dengan hal itu kemudian beragam isu-isu positif
kemudian disampaikan oleh pemerintah untuk meredam atau menurunkan dominansi isu
negatif di masyarakat. Isu-isu yang menyangkut persoalan akuntabel sangat marak
disampaikan oleh pemerintah. Bahkan hal ini sangat menyangkut dengan kejujuran oleh
setiap perangkat pemerintahan. Pada dasarnya, akuntabel adalah berhubungan dengan apa
yang kita ucapkan, maka itu pula yang harus dikerjakan. Kadangkala hal ini sangat berat
untuk dikerjakan oleh seseorang. Contoh kasus masyarakat millenial adalah ketika seseorang
perempuan yang mempunyai hubungan asmara yang sudah bertahun-tahun menjalin asmara.
Bahkan, sudah berbagai macam janji-janji yang diucapkan oleh kekasihnya. Sayangnya, laki-
laki itu berlabuh atau menikah dengan perempuan lain. Contoh kasus ini adalah sikap
seseorang laki-laki yang tidak akuntabel. Fenomena seseorang yang tidak akuntabel sangat
banyak, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin menipis. Logikanya,
ketika masyarakat tingkat kepercayaannya meningkat berarti semakin banyak orang yang
akuntabel.

Dari fenomena yang ada terkait dengan isu yang menghambat terbentuknya perilaku
akuntabel, maka dibutuhkan strategi yang efektif yang dilakukan oleh individu maupun
lembaga antara lain peningkatan mitigasi faktor penghambat akuntabel dengan
memanfaatkan kearifan lokal yang ada, peningkatan kerja sama dengan pihak lain dalam
penyusunan draft-draft yang berhubungan dengan sap pendisiplan, peningkatan kesibukan
positif ke SDM, dan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui kerja gotong-royong.
REKOMENDASI Berdasarkan analisis lingkungan strategis, faktor penghambat dan
pendorong, serta isu strategis, maka ditemukan sebuah strategi yang sudah diuji
menggunakan spekulasi kata-kata. Strategi-strategi tersebut menjadi rekomendasi dalam
pelaksanaan mitigasi faktor penghambat akuntabel yang dilakukan oleh oknum-oknum
tertentu agar nantinya masyarakat Indonesia ini menjadi lebih baik ke depannya. Upaya-
upaya strategis yang efektif dapat dilakukan adalah:
1. Peningkatan mitigasi yang menghambat perilaku akuntabel dengan memanfaatkan kegiatan
kejujuran seperti membuat aktivitas kejujuran dengan mengembangkan dan melakukan
kegiatan jujur kepada teman terdekat atau teman kantor agar meningkatkan sifat akuntabel.

2. Peningkatan kerja sama dengan orang lain dengan melakukan game-game yang
mengisukan sikap-sikap akuntabel dan menginternalisasikannya ke dalam pribadinya.

3. Peningkatan potensi SDM untuk menghadapi antusiasme masyarakat yang tinggi misal
dengan melakukan pelatihan berkelanjutan.

4. Melakukan pembinaan dengan cara mengeksplorasi ruang alam dan mengungkapkan


perasaan yang terdalam ke alam.

KOMPETEN

Nilai dasar lainnya adalah kompeten, yang berarti kecakapan atau ketrampilan yang
dimiliki seseorang dalam bidangnya. Seorang ASN sudah seharusnya kompeten atau
memiliki kecakapan dan ketrampilan dalam menjalankan tugas dan pekerjaan yang
diembannya. Seseorang dianggap kompeten apabila mereka dapat melaksanakan tugas-tugas
tertentu secara professional Kompeten berkaitan erat dengan profesionalisme.
Profesionalisme ASN merupakan aspek penting dalam upaya meningkatkan kualitas layanan
publik sesuai dengan agenda reformasi birokrasi. Untuk itu, pengelolaan ASN yang
profesional harus didasarkan pada kualitas, kompetensi, dan hasil penilaian kinerjanya,
sehingga ASN dapat mendukung secara optimal kinerja organisasi sesuai tugas dan fungsinya
masing-masing. Peningkatan dan pengembangan kompetensi dapat dilakukan melalui
pembelajaran yang berkelanjutan. Dalam hal pengembangan kompetensi, sesuai Peraturan
Pemerintah No. 17 tahun 2020 menyebutkan bahwa pengembangan kompetensi bagi setiap
PNS dilakukan paling sedikit 20 jam pelajaran dalam satu tahun.

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi No 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil
Neagar maka Apaaratur Sipil Negara harus memiliki kompetensi sesuai dengan Standar
Kompetensi Jabatan yang dipesryaratkan.

Begitu juga dalam penyelenggaraan pengembangan kompetensi ASN yang selama ini
cenderung dilakukan melalui jalur klasikal, terpaksa diarahkan ke jalur non klasikal.
Perubahan yang dilakukan secara tiba-tiba ini tentu saja menghadapi berbagai dinamika
dalam penerapannya. Untuk itu, penulis ingin mengidentifikasi peluang dan tantangan serta
memberikan masukan terhadap penyelenggaraan pengembangan kompetensi ASN di era
adaptasi kebiasaan baru. Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, penulis menemukan
beberapa poin yang menjadi peluang yaitu, makin banyaknya jenis kompetensi baru yang
dibutuhkan di masa depan, kehadiran platform ASN Unggul sebagai sarana pendukung
pembelajaran virtual bagi ASN, penghematan anggaran karena penyelenggaraan
pembelajaran virtual, dan banyaknya jalur dalam pelatihan non klasikal yang masih
berpeluang untuk dikembangkan. Sedangkan dari sisi tantangan, gangguan lingkungan
saat work from home (WFH) dan kekurangan fasilitas bagi peserta, keterbatasan kemampuan
untuk pemanfaatan teknologi pembelajaran bagi pengajar, masih banyak instansi
penyelenggara yang belum memiliki platform pembelajaran virtual, dan jaringan internet
yang tidak stabil dan belum merata.

HARMONIS

ASN diharapkan bersikap harmonis dalam lingkungan kerjanya. Perilaku yang


harmonis tergambar dengan sikap saling menghargai dan peduli dengan sesamanya.
Terciptanya harmonisasi dalam lingkup organisasi dapat membangun lingkungan kerja yang
kondusif, yang pada akhirnya berefek kepada keberhasilan pencapaian tujuan, tugas dan
fungsi organisasi. Untuk itu, di saat menjalankan tugas kedinasan ASN dituntut untuk berlaku
harmonis dengan lingkungan kerjanya dalam suatu organisasi. Hal ini dikarenakan organisasi
adalah kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan
bersama. Harmonisasi dalam organisasi merupakan upaya penyelarasan semua anggota dalam
suatu organisasi agar tujuan organisasi tercapai dengan maksimal. Suasana yang harmonis
dalam suatu organisasi akan membuat kenyamanan bagi semua pegawai di lingkungannya.
Kenyamanan dalam hubungan yang baik antar anggota di dalam organisasi akan
membuahkan kerjasama yang baik sehingga memperlancar tugas dan fungsi organisiasi.

Nilai-nilai itu memberikan arah (direction) mengenai mana yang benar dan mana
yang salah, mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak, mana yang harus didorong dan
mana diprioritaskan dan mana yang tidak. Disamping itu nilai-nilai budaya juga harus
menjadi “sumber energi” yang tak ada habisnya. Ia harus mammpu memberikan motivasi
bagi ASN dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi
masyarakat Pegawai Negeri Sipil memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang
berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.

Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, wajib
memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan
dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Untuk
menjamin agar setiap Pegawai Negeri Sipil selalu berupaya terus meningkatkan kesetiaan
ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan perundang-undangan yang
mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil, baik di dalam maupun di
luar dinas.

LOYAL

Loyal merupakan nilai ke lima dari core value ASN “BerAKHLAK” yang mana setiap
ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Loyal memiliki
arti sebagai kesetiaan atau kepatuhan. Loyal bagi seorang ASN tentunya merupakan nilai
yang sangat penting, karena dengan nilai tersebut seorang ASN bisa menghadapi tantangan-
tantangan yang akan ada dihadapannya, baik dalam lingkup instansi maupun kepada bangsa
dan negara. Loyal tidak hanya dilihat dari sikap perilaku saja, melainkan dilihat dari seberapa
besar pikiran, perhatian, gagasan, serta dedikasinya diberikan kepada instansi tempatnya
bekerja. Adanya panduan perilaku loyal menjadi pedoman untuk mengarahkan seorang ASN
untuk berperilaku sesuai target yang ingin dicapai oleh instansi.

Panduan perilaku tersebut adalah memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang


Dasar 1945, setia kepada NKRI dan pemerintahan yang sah, menjaga nama baik sesama
ASN, pimpinan, instansi, dan negara, serta menjaga rahasia jabatan dan negara. Dalam
menerapkan budaya “BerAKHLAK” utamanya pada nilai loyal tidak menutup kemungkinan
adanya penghambat dalam pelaksanaannya.

Salah satunya adalah pelanggaran dalam peraturan yang berlaku di instansi. Hambatan
tersebut dapat dicegah selain teguran dapat pula dengan pemberlakuan poin kepada setiap
pegawai, jika poin telah sampai ke batas yang ditentukan maka dilakukan sanksi sesuai
kesepakatan. Selain itu, budaya gratifikasi untuk mendapatkan informasi tertentu yang
kemungkinan masih ada sampai saat ini dan kepercayaan terhadap isu-isu atau hoax.
Sebagai seorang ASN untuk menghindari hal demikian sangat diperlukan
menumbuhkan rasa kecintaan pada pekerjaan dan berani menyampaikan pendapat, serta
menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan fakta dengan memilih dan menyaring segala
informasi dengan benar dan akurat.

ADAPTIF

Adaptif merupakan core value yang bermakna bahwa seorang ASN akan terus
berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan, dengan panduan
perilaku cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan, terus berinovasi dan
mengembangkan kreativitas, serta bertindak proaktif. Hambatan dalam nilai adaptif dapat
berupa adanya rasa puas dengan apa yang telah dicapai hingga berhenti untuk melakukan
pembaruan. Upaya untuk mencegah rasa kepuasaan tersebut dengan memiliki rasa ingin tahu
yang lebih, membuka pikiran, selalu berpikir ke depan, selalu melihat peluang, serta
melakukan evaluasi, perbaikan, dan pengembangan kreativitas dapat melalui seminar,
pelatihan, sertifikasi, dan lain sebagainya.

Selain itu, dengan adanya perkembangan teknologi membuat perubahan tidak dapat
dihindari, sehingga perubahan-perubahan pada lingkup pekerjaan sebagai seorang dosen
dalam hal teknologi dalam pembelajaran harus up to date dengan demikian pentingnya
dilakukan sosialisasi untuk inovasi tersebut.

KOLABORATIF

Core value ke tujuh yang harus dimiliki ASN adalah kolaboratif yaitu membangun
kerja sama yang sinergis dengan panduan perilaku memberi kesempatan berbagai pihak
untuk berkontribusi, terbuka untuk bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah serta
menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama. Setiap individu
dalam kolaborasi tim berasal dari berbagai latar belakang, baik latar belakang pendidikan,
status sosial, karakter, sifat dan sebagainya, tantangan terbesar adalah bagaimana mengelola
perbedaan menjadi sebuah sumber pengayaan informasi yang mampu meningkatkan
kapasitas diri dan memperluas sudut pandang.
 Meningkatkan kesadaran utuh dan rasa tanggung jawab yang penuh antar anggota Tim.
Jika dalam sebuah Tim setiap individu menyadari peran dan tanggung jawab masing2 tidak
menutup kemungkinan setiap kendala yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara yang baik.
Tantangan dalam individu dapat juga dikomunikasikan dengan baik dengan cara diskusi yang
lebih interaktif. Diskusi dapat dilakukan secara formal dan informal, secara formal dalam
rapat rapat Tim atau secara informal dengan cara duduk Bersama dalam suasana yang lebih
rileks.

Membangun Kolaborasi Tim yang hebat, membutuhkan kepercayaan antar Tim dan
berbagai effort  yang besar. Kemauan dan upaya yang maksimal dari seluruh anggota Tim
sangat diperhitungkan. Jadi dalam sebuah Tim bukan lagi menunjukan kehebatan satu dari
beberpa anggota Tim, tetapi lebih mengedepankan kesolidan dan performa dalam bekerja
sama. Mengutip kalimat bijak dari seorang motivator Jamil Azzaini bahwa "Hal terbaik
dalam bekerja bukan saat Anda mampu menuntaskan sendiri pekerjaan Anda tetapi teruji dan
terbukti saat Anda berkolaborasi.

Anda mungkin juga menyukai