Anda di halaman 1dari 6

1.

Soal : Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan persan
setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus.

Rumusan Kasus : Terjadinya Tindak Pungli pada Proses Pembuatan Kartu Keluarga.

Aktor yang terlibat : Pegawai pemerintah meliputi, pegawai dispendukcapil dan pegawai kecamatan.

Peran aktor : Dalam memberikan pelayanan publik biasanya para petugas menawarkan dua cara kepada
masyarakat, yaitu cara cepat dan lambat. Cara cepat inilah yang kita maksud sebagai proses pungli.
Biasanya cara cepat ini membutuhkan biaya yang tinggi. Dalam hal ini yang menjadi korban adalah
masyarakat yang tidak memiliki uang atau masyarakat miskin. Dalam pembuatan KK biasanya pungli sering
dilakukan. Dengan beribu alasan para petugas menyatakan proses pembuatan KK membutuhkan waktu
yang lama. Padahal pembuatan KK hanya membutuhan berapa jam saja.

2. Soal : Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai
dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor yang
terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS
dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi
kasus

Pelanggaran nilai-nilai dasar PNS : dalam penerapannya, tindak pungli melanggar salah satu nilai dasar PNS
Etika Publik, yaitu Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya
guna, berhasil guna, dan santun. Perbuatan ASN yang kedapatan melakukan tindak pungli, tentunya
bertolak belakang dengan peran ASN sebagai pelayan masyarakat. ASN seharusnya memiliki 3 fungsi
utama yaitu, melakukan pelayanan publik, pelaksana kebijakan pemerintah dan sebagai alat pemersatu
bangsa. Sementara dalam kasus ini, ASN tidak melaksanakan fungsinya sama sekali.

Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar etika publik "Memberikan layanan kepada publik secara jujur,
tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun" dalam pembuatan kartu keluarga
adalah : hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap ASN yang berperan dalam pelayanan publik sekaligus
terjadi perpecahan antara pegawai dan masyarakat.

3. Soal : Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks


deskripsi kasus

Hal-hal yang harus dilakukan untuk memperbaiki pelayanan publik, khususnya pembuatan KK, diantaranya:
1. Memperbaiki Sistem Rekrutmen
2. Memberikan Sanksi yang Tegas
3. Mempermudah Proses
4. Pelatihan dan Pendidikan Berkala

4. Soal : Mendeskripsikan konsekuensi penerapan dari setiap alternatif gagasan pemecahan masalah
berdasarkan konteks deskripsi kasus.
1. Memperbaiki Sistem Rekrutmen
Sistem rekrutmen sangat penting, karena inilah awal dari adanya aparatur pemerintahan. Seleksi aparatur
pemerintahan harus diperketat lagi dan tesnya harus diperbaiki, sehingga mampu menghasilkan pegawai
yang professional.
2. Memberikan Sanksi yang Tegas
Dalam proses pelayanan sering kali petugas tidak melakukan apa yang sudah diatur dalam aturan, sehingga
masyarakat tidak mendapatkan kepuasan. Petugas yang sering melanggar harus diberikan sangsi yang
tegas, kalau perlu dipecat. Dengan adanya sangsi yang tegas ini diharapkan para aparatur pemerintahan
tidak berani melakukan tindakan yang melanggar aturan.
3. Mempermudah Proses
Proses pembuatan KK yang bisa dikatakan berbelit-belit sering mengundang untuk terjadinya pungli. Jadi
dalam pembuatan KK harus disederhanakan, supaya masyarakat senang mengurus dan membuat KK.
4. Pelatihan dan Pendidikan Berkala
Pemerintah juga harus melakukan pendidikan dan pelatihan secara berkala bagi aparatur pemerintahan,
sehingga memiliki kapabilitas dan profesionalitas tinggi dalam melayani masyarakat.

MATERI

Membangun efektifitas pelayanan publik melalui


Mall Pelayanan Publik
Dinamika perkembangan zaman memaksa semua negara di dunia untuk terus
melakukan transformasi terhadap tata kelola pemerintahan yang dituntut semakin profesional,
cepat, efektif, adaptif untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Indonesia sendiri yang tumbuh
dalam era demokratisasi, juga memasuki era digitalisasi dan virtualisasi, serta memiliki proyeksi
menjadi the big five state in the world.
Reformasi birokrasi sebagai arus utama pendorong gelombang revolusi tata kelola
pemerintahan tidak lagi hanya untuk mengontrol jalannya birokrasi dan menghadirkan
pelayanan. Namun juga harus bergerak untuk mengubah paradigma para administrator publik
untuk menempatkan masyarakat sebagai aspek terdepan dan prioritas. Dan memposisikan
pemerintah sebagai representasi publik, serta membangun institusi publik yang berintegritas,
responsif melayani dan aktif memberdayakan masyarakat untuk terlibat langsung dalam
pengaturan dan implementasi berbagai kebijakan publik di tingkat pusat maupun daerah.
Dimana selama ini masih banyak permasalahan dalam kegiatan dan proses pemberian
layanan kepada masyarakat. Menjembatani kondisi tersebut, beberapa pemerintah daerah
berlomba-lomba bersaing dan berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat. Namun seringkali upaya tersebut masih belum memberikan hasil yang maksimal
sehingga pada akhirnya tidak solutif dan terkadang menimbulkan kerumitan dalam proses
pelayanan kepada masyarakat.
Denhardt dan. Denhardt, dalam bukunya mengungkapkan bahwa salah satu agenda
reformasi yang dijalankan oleh beberapa negara maju, adalah dengan menguatkan hubungan
antara institusi publik dengan pelanggannya (masyarakatnya) sebagai "mekanisme transaksi
pasar yang melahirkan suatu komoditas kepentingan bersama".
Melalui konsep yang ditawarkan, dapat dicermati bahwa konsep the new public
management dalam administrasi negara sudah hadir. Dia telah mengelaborasi sentuhan
maupun pendekatan pelayanan negara yang lebih demokratis (lebih meningkatkan kepercayaan
publik), menjembatani harapan dan keinginan warga, memberikan ruang bagi keterlibatan
sosial dalam
pemerintahan, menyegarkan kembali birokrasi publik, membangkitkan legitimasi bagi
pemerintahan, serta melahirkan konsep the new public service.
Sebagaimana kita ketahui, selama ini masih banyak kekurangan dari penyedia layanan
publik sebagaimana yang dirumuskan dalam seminar evaluasi kualitas pelayanan publik
dinyatakan bahwa terdapat beberapa permasalahan dalam pelayanan publik. Diantaranya
masih sedikit instansi yang wajib memberikan layanan yang berstandar operasional prosedur,
dan adanya kejelasan. Masih ada beberapa instansi penanggung jawab dan penyedia layanan
yang masih belum mempunyai SOP berupa alur dan prosedur yang jelas dalam menyediakan
pelayanan. Aspek durasi waktu pemberian layanan masih belum ada sehingga kurang efektif
dan efisien serta dapat merugikan waktu masyarakat yang sedang mengakses pelayanan. Saat
ini hanya beberapa penyedia layanan yang telah memiliki durasi waktu pemberian layanan
seperti perpanjangan surat kendaraan yang sudah memiliki standar SOP dan durasi waktu
pengurusan pelayanan.
Dalam konteks pemberian pelayanan, seringkali ditemukan ketidakmampuan petugas
pemberi layanan disebabkan karena kompetensi yang rendah serta kurang sesuai dengan
pekerjaan untuk menyediakan pelayanan yang baik; Masih ada penyedia layanan yang bersikap
kurang ramah, kurang sopan atau tidak jelas dalam berbicara, memberitahukan suatu informasi
dengan tidak ramah/santun. Selain itu masih ada penyedia layanan masih belum menggunakan
sarana prasarana yang layak serta sesuai kebutuhan konsumen, misalnya sarana khusus bagi
difabel, ruang laktasi, antrian khusus bagi lansia, dan sistem konektivitas jaringan komputer,
internet sehingga pada saat pengurusan layanan yang membutuhkan koneksi server pusat,
layanan tidak dapat diberikan karena tidak ada koneksi jaringan.

Mal Pelayanan Publik


MPP pada dasarnya merupakan pengintegrasian pelayanan publik dari daerah dengan
berbagai pelayanan publik instansi pemerintah pusat, BUMN dan kalau mungkin swasta, boleh
jadi merupakan model pelayanan terpadu generasi ketiga. Generasi pertama adalah Pelayanan
Terpadu Satu Atap (PTSA), kemudian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan kini MPP.
Konsep MPP ini terinspirasi dari Public Service Hall (PSH) yang ada di Georgia, yakni pusat
pelayanan terpadu dan terintegrasi, baik antar kementerian maupun dengan pemerintah lokal.
Sejak tahun 2018, Kementerian PANRB terus mendorong sejumlah pemda untuk menerapkan
konsep MPP di daerahnya.
Mempelajari hal itu, lalu disesuaikan dalam konteks indonesia, Kemenpan RB
menghadirkan Mal Pelayanan Publik (MPP) Indonesia, yang lebih progresif memadukan
pelayanan dari pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam satu tempat. Bahkan menyatukan
pelayanan publik lintas kewenangan yang pada umumnya sulit dilakukan karena struktur
birokrasi di Indonesia yang sangat besar.
Deputi Bidang Pelayanan Publik Diah Natalisa mengatakan, saat ini MPP sudah
terbangun di sejumlah daerah, antara lain Kota Batam, Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi,
Kabupaten Banyuwangi, Kota Denpasar, Kabupaten Karangasem, Kota Surabaya, Kabupaten
Tomohon, dan Kota Bitung.
Dikatakan, pembangunan MPP sejalan dengan kebijakan Gerakan Indonesia Melayani,
yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 12/2016. Dalam hal ini, Kementerian PANRB
mendapat mandat untuk mengkoordinasikan Program Gerakan Indonesia Melayani (GIM),
sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM), yang meliputi lima Gerakan.
Empat gerakan lainnya adalah Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan
Indonesia Mandiri, dan Gerakan Indonesia Bersatu.
Kehadiran Mal Pelayanan Publik, juga tidak mendegradasi generasi Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP), justru ini keistimewaannya MPP dapat memayungi PTSP tanpa pula
mematikan pelayanan yang sudah ada sebelumnya. Sebab PTSP di daerah sebenarnya sudah
berjalan baik (melalui kerangka 7 regulasi PP nomor 18/ 2016 tentang perangkat daerah).
Namun, ada kendala yang perlu disempurnakan, antara lain sebagian besar perizinan
bergantung pada dinas teknisnya sehingga terjadi kelambatan proses; beberapa pemda belum
mengikat perizinan dengan sertifikasi ISO sehingga ada celah tidak terkontrol dan tidak
transparan sehingga menjadi temuan lembaga pengawasan.
Oleh karena itu, Kemenpan RB mendorong penuh upaya penyederhanaan perizinan
melalui satu sistem aplikasi yang terintegrasi yang juga bernama -- one single submission
tersebut, dan juga memang sejalan dengan pembangunan sistem pemerintahan berbasis
elektronik (e-government) sebagaimana perpres nomor 95/ 2018.
Hingga sekarang, tahapannya masih pada identifikasi terhadap bentuk proses
bisnis dan tata kelola data lintas instansi yang mengintegrasikan karakter format dan
definisi data yang berbeda; integrasi layanan dan interoperabilitas data yang
membutuhkan rekayasa aplikasi ulang; serta pembentukan arsitektur spbe untuk
menyamakan cara pandang bagi integrasi pelayanan publik. Berdasarkan evaluasi,
pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, juga semakin berlomba untuk membangun
Mal Pelayanan Publik.
Mal Pelayanan Publik sebagai the new public service adalah jawaban bagi harapan
publik tentang kemudahan perijinan, kecepatan pelayanan dan akhirnya mendorong
kemudahan berusaha, meningkatkan pertumbuhan industri mikro maupun ekonomi
makro. Melalui MPP, pola pikir yang ego sektoral antar instansi diubah menjadi kerja
bersama yang berfokus pada komitmen melayani masyarakat.
Bahkan, MPP mampu menjadi inkubator bagi tumbuhnya pelayanan pemerintah yang 9
mengadopsi teknologi, serta menjadi wahana leadership yang melahirkan para ASN
teladan berjiwa hospitality.
MPP menjadi media untuk membangun sistem kerja dan sinergi yang utuh,
mempraktikkan perubahan budaya kerja yang melayani, panggung untuk menampilkan
wajah birokrasi yang mengadopsi the new public service, sehingga benar-benar
merepresentasikan kehadiran negara untuk memberikan manfaat luas bagi kepentingan
dan kemakmuran masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai