Anda di halaman 1dari 3

Indonesia merupakan negara kepualauan terbesar di dunia, dengan berbagai suku dan

budaya yang mengelilinginya. Beragaman etnis sosial budaya dan juga adat istiadat sudah
menjadi sebuah keunikan tersendiri yang dimiliki oleh Indonesia.

Dalam kehidupan sosial budaya, terdapat salah satu suku yang cukup terkenal di Kawasan
Sulawesi Selatan, yaitu suku Bugis. Suku bugis ini terkenal dengan sebutan ‘ to ugi’, atau
orang bugis. Dikutip dari laman Pemerintah Sulawesi Selatan bugis merupakan salah satu
etnis matoritas di Sulawesi Selatan, berdamping dengan suku Makassar dan suku Toraja.

Mengutip artikel ilmiah yang berjudul Islam Dalam Tradisi Masyarakat Lokal di Sulawesi
Selatan maka akan didapati istilah bugis sendiri dipercya diambil dari kata ‘Ugi’, yang
merupakan akhir kata dari nama seorang pemimpin yang berasal dari Cina, yaitu La
Sattumpugi.

Jika berbicara mengenai suku bugis dan juga orang bugis akan diktemukan berbgai hal yang
menarik, salah satunya orang bugis ini terkenal dengan jiwa ketegasannya menyikapi setiap
masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini serupa dengan semboyan yang mereka Yakini, yaitu ‘Getteng Lempu, ada tongeng,
temappasialingeng, atau jika artikan dalam kaidah Bahasa Indonesia artinya, ‘Teguh pada
pendirian, jujur, benar dan adil’. Keyakinan dan filosofi inilah yang dijadikan orang bugis
sebagai pakaian dan pegangan hidup dalam mengarungi bahtera kehidupan serta dalam
menghadapi berbagai situasi masalah sehari-hari.

Suku Bugis merupakan salah-satu suku terbesar yang mendiami Kawasan Sulawesi Selatan.
Sebagai suku mayoritas di Kawasan Sulsel, yang dalam perjalanan waktu akan diketemukan
nilai-nilai yang diyakini tidak luput dari perubahan yang bersifat dinamis dan transformative
dewasa ini. Yang menarik bahwa fenomena budaya tersebut justru dalam konteks ketegasan
sikap yang tidak semudah itu dilonggarkan oleh mereka.

Nilai-nilai sosial budaya dalam masyarkat bugis tumbuh dan berkembang secara dinamis
mengikuti dinamika sosial yang sedang berlangsung, sabagaimana lazimnya sebuah proses
adaptasi sebuah kebudayayaan dengan arus globalisasi. Dalam orientasi internal, cenderung
dipertahankan sebagai suatu kearifan lokal atau local wisdom.

Sementara sebaliknya, dalam penerapan eksternal, strategi adaptasi muncul seiring dengan
sifat dinamis, untuk mempertahankan eksistensi dan nilai sosial budaya, tanpa mengabaikan
nilai-nilai yang telah terkandung dan di Yakini masyarakat bugis yang dituntut dalam
mekanisme transformasi sosial yang sangat dinamis.

Namun proses pergesaran nilai berlangsung secara sistematis dan elegan. Karena para
pelaku dari budaya Bugis sangat mengedepankan nilai yang terintegrasi antara lingkungan
kehidupan modern dan juga penuh dengan nilai edukatif.

Keluwesan dalam transformasi sosial merupaka sebuah muara solusional pada akhirnya.
Namun dalam beberapa aspek, para pelaku adat bugis sangat dan berusaha memelihara
nilai-nilai luhur yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat selama turun-
temurun.

Fenomena arus globalisasi yang sangat masif serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
peningkatan kualitas ilmu pengetahuan, telah melakukan penetrasi yang menyebabkan
kemasan kearifan lokal itu berinteraksi dalam matra sosial yang baru, progresif, masih, dan
intensif. Fenomena ini berlangsung sedemikian rupa dengan berbagi macam bentuk,
konsekuensi pada peningkatan budaya komunikasi yang kemudian meningkatkan kualitas
komunikasi budaya yang melahirkan pergeseran nilai sosial budaya Bugis.
Orang Bugis selama ini dikenal sebagai masyarakat perantau di Nusantara (Pelras, C.
2006). Sebagian dari mereka keluar dari daerah asaldi Pulau Sulawesi, menyebar ke berbagai
tempat di nusantara. Kalimantan Barat disebut sebagai salah satu daerah tujuan
mereka.Menurut Hooker (1991) hampir empat abad yang lalu, yaitu sekitar tahun 1710,
perantau dari tanah Bugis menjejakan kakinya di bumi Borneo bagian barat atau
Kalimantan Barat. Kedatangan mereka ini berawaldari permintaan Pangeran Agung seorang
bangsawan Kerajaan Sukadana, kepada Daeng Mataku untuk persaingan perebuatan tahta
Kerajaan Sukadana.Bantuan dari Daeng Mataku beserta pasukan tangguhnya membuat
kubu Pangeran Agung memperoleh kemenangan. Langkah ini mendorong Sultan
Zainudin

Anda mungkin juga menyukai