Anda di halaman 1dari 33

1.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Air merupakan bahan alam yang sangat dibutuhkan makhluk hidup.

Kualitas air yang tidak memenuhi baku mutu dari pemerintah dapat menimbulkan

gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi mahluk hidup yang bergantung pada

sumber daya air. Air yang layak konsumsi memiliki ciri tidak berwarna, tidak

berbau, tidak berasa dan tidak ada endapan padat terlarut. Salah satu logam berat

yang berbahaya bagi kesehatan jika terkandung dalam air adalah Besi.

Air ialah kebutuhan yang sangat vital untuk kehidupan manusia. Sebab itu,

bila kebutuhan hendak air tersebut belum tercukupi hingga dapat membagikan

akibat yang besar terhadap kerawanan kesehatan ataupun sosial. Pengadaan air

bersih di Indonesia spesialnya buat skala yang besar masih terpusat di wilayah

perkotaan, serta dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota yang

bersangkutan. Buat wilayah yang belum memperoleh pelayanan air bersih dari

PAM biasanya mereka memakai air tanah( sumur), air sungai, air hujan, air

sumber( mata air) serta yang lain. Kasus yang mencuat ialah kerap dijumpai kalau

mutu air tanah yang digunakan warga kurang penuhi syarat selaku air bersih. Buat

menanggulangi permasalahan tersebut, kitosan selaku adsorben bisa merendahkan

kekeruhan serta merendahkan partikel anorganik maupun organik yang

tersuspensi dalam air sumur (Pala’langan et al., 2017).

1
2

Besi( Fe) merupakan salah satu elemen yang bisa ditemui nyaris pada tiap

tempat di bumi, pada seluruh susunan geologis serta seluruh tubuh air. Pada

biasanya zat besi yang terdapat di dalam air bisa bersifat terlarut.

Kandungan besi (Fe) dalam air yang melebihi baku kualitas bisa

menimbulkan pergantian raga pada air serta beberapa penyakit pada manusia.

Salah satu tata cara yang bisa kurangi kandungan besi( Fe) ialah memakai kitosan

selaku adsorben (Suryadirja et al., 2021)

Kitosan ialah sesuatu amina polisakarida hasil proses deasitelasi kitin.

Senyawa ini ialah biopolimer alam yang berarti dan bersifat polikationik sehingga

bisa diaplikasikan dalam bermacam bidang semacam adsorben logam, penyerap

zat warna tekstil. Watak biokompatibel, biodegradable serta nontoksik yang

dipunyai kitosan, merekomendasikan pemakaian senyawa ini dalam industri

ramah area. Kitosan bisa digunakan selaku adsorben yang bisa meresap logam-

logam berat semacam Zn, Cd, Cu, Pb, Mg serta Fe. Peran aktif kitosan baik

dalam wujud NH2 maupun dalam kondisi terprotonasi NH3+ sanggup

mengadsorbsi logam-logam berat lewat mekanisme pembuatan khelat.

Logam berat merupakan sumber pencemar yang sangat membahayakan bagi

lingkungan. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia adalah: Besi

(Fe), Arsen (As), Cadmium (Cd), Tembaga (Cu), Timbal (Pb), Merkuri (Hg),

Nikel (Ni), dan Seng (Zn). Logam berat berbahaya karena dapat mengganggu

kehidupan organisme di lingkungan jika keberadaannya melampaui ambang batas.

Logam-logam berat ini juga mengancam kesehatan manusia karena dapat menjadi

senyawa toksik bila melampaui ambang batas dan berada dalam tubuh manusia.
3

Berbagai upaya dilakukan dalam penanggulangan masalah logam berat ini,

seperti metode fotoreduksi, penukaran ion (resin), pengendapan, elektrolisis dan

adsorpsi serta mengembangkan semua metode tersebut dalam kerangka yang

ramah lingkungan. Salah satu metode pengolahan limbah yang mudah dan ramah

Lingkungan adalah metode adsorpsi dengan adsorben alami seperti kitosan.

Adsorpsi (penyerapan) merupakan salah satu cara perlakuan logam berat yang

paling banyak digunakan karena metode ini aman, tidak memberikan efek

samping yang membahayakan kesehatan, tidak memerlukan peralatan yang rumit

dan mahal, mudah pengerjaannya dan dapat didaur ulang.

Beberapa contoh metode yang bisa berfungsi untuk digunakan guna

menurunkan konsentrasi dari ion logam berat yang ada pada limbah cair

diantaranya yaitu adsorpsi, penukaran ion yang menggunakan resin, filtrasi,

pengendapan, serta penyerapan bahan-bahan yang bersifat pencemar oleh

adsorben baik dengan resin sintetik maupun menggunakan karbon aktif. Adsorpsi

pada umumnya banyak digunakan karena metode ini mempunyai konsep yang

lebih sederhana serta bisa diregenerasi bahkan lebih ekonomis dibandingkan

dengan metode lainnya (Misfadhila et al., 2018).

Kitosan sebagai produk yang dihasilkan dari limbah industri perikanan dan

ramah lingkungan sangat tepat digunakan sebagai penyerap dalam mengurangi

bahaya logam berat. Penelitian ini akan mengkaji kitosan murni terhadap

penurunan kadar besi (Fe) pada air sumur.


4

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu Bagaimana pengaplikasian

kitosan sebagai adsorben Besi (Fe) pada sumur di Kecamatan Suwawa?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaplikasian kitosan sebagai

adsorben Besi (Fe) pada sumur di Kecamatan Suwawa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi terbaru bagi mahasiswa dan juga masyarakat mengenai

kitosan yang dapat digunakan sebagai adsorben dalam mengadsorpsi logam Besi

(Fe) pada air sumur yang terdapat di Desa Helumo, Desa Huluduotamo, Desa

Bube, Desa Perintis dan Desa Ulantha pada Kecamatan Suwawa.


2.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Air

Air mempunyai peranan berarti dalam kegiatan biologis mahluk hidup.

Tidak hanya itu, air berfungsi pula dalam bermacam zona usaha, contohnya

pertanian, perikanan, perkebunan, industri, pertambangan, serta sebagainya.

Tetapi, tidak seluruh tipe air bisa diguanakan secara langsung sebab pencemaran

air secara kimiawi ataupun fisis akibat kenaikan kegiatan manusia yang

menciptakan limbah yang beresiko baik dari indstri ataupun rumah tangga. Air

yang layak di konsumsi mempunyai karakteristik tidak bercorak, tidak berbau,

tidak berasa serta tidak terdapat endapan padat terlarut. Salah satu logam berat

yang beresiko untuk kesehatan bila terkandung dalam air merupakan Besi.

Air ialah bahan alam yang sangat diperlukan makhluk hidup. Mutu air yang

tidak penuhi baku kualitas dari pemerintah bisa memunculkan kendala,

kehancuran, serta bahaya untuk mahluk hidup yang tergantung pada sumber daya

air.

Standar kandungan zat besi air bersih bersumber pada Permenkes RI No 32

tahun 2017 optimal 1 miligram/ L. Tinggi- rendahnya isi Fe ini sangat

dipengaruhi oleh keadaan struktur tanah (Suryadirja et al., 2021).

Ada beberapa parameter kimia untuk keperluan higiene sanitasi air pada

peraturan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2017) yang meliputi 10

paremeter yaitu :

5
6

Tabel 1 Parameter Standar Baku Mutu


No. Parameter Unit Standar Baku Mutu (kadar
maksimum)

1. pH mg/L 6,5 - 8,5


2. Besi mg/L 1
3. Fluorida mg/L 1,5
4. Kesadahan (CaCO3) mg/L 500
5. Mangan mg/L 0,5
6. Nitrat, sebagai N mg/L 10
7. Nitrit, sebagai N mg/L 1
8. Sianida mg/L 0,1
9. Deterjen mg/L 0,05
10. Pestisida total mg/L 0,1
Tambahan
1. Air raksa mg/L 0,001
2. Arsen mg/L 0,05
3. Kadmium mg/L 0,005
4. Kromium (valensi 6) mg/L 0,05
5. Selenium mg/L 0,01
6. Seng mg/L 15
7. Sulfat mg/L 400
8. Timbal mg/L 0,05

B. Kitosan

Kitosan merupakan salah satu biopolimer yang cukup banyak diteliti

sebagai adsorben yang mampu mengikat logam berat limbah dengan pembentukan

senyawa kompleks sehingga bisa berfungsi sebagai adsorben untuk memisahkan

logam berat dan air meskipun konsentrasinya sangat rendah (Fauzi & Tri, 2020).

Kitosan memiliki kemampuan untuk mengikat ion-ion logam, terutama

pada logam transisi melalui pembentukan ikatan koordinasi dari gugus hidroksi (-

OH) dan amina (-NH2), serta terdapat gugus amida (-NHCOCH3) pada kitin yang

dapat bertindak sebagai ligan jika berinteraksi dengan logam (Putra et al., 2022).

Ampas glukosamin dan N-asetilglukosamin terdiri dari polisakarida

kationik yang terikat oleh ikatan β-1,4 glikosidik disebut kitosan yang

memberikan perlakuan baik sebagai penukar ion dan mengandung gugus amina

yang bebas (Ramadani, 2017).


7

Terdapatnya gugus -N pada kitosan yang bertabiat reaktif inilah yang

membuat kitosan sanggup mengikat logam- logam pencemar semacam Fe, Al, Cu

dan sebagainya (Sipil et al., n.d.)

Kitosan ialah sesuatu amina polisakarida hasil proses deasitelasi kitin.

Senyawa ini ialah biopolimer alam yang berarti dan bersifat polikationik sehingga

bisa diaplikasikan dalam bermacam bidang semacam adsorben logam, penyerap

zat warna tekstil. Watak biokompatibel, biodegradable serta nontoksik yang

dipunyai kitosan, merekomendasikan pemakaian senyawa ini dalam industri

ramah area. Kitosan bisa digunakan selaku adsorben yang bisa meresap logam-

logam berat semacam Zn, Cd, Cu, Pb, Mg serta Fe. Peran aktif kitosan baik

dalam wujud NH2 maupun dalam kondisi terprotonasi NH3+ sanggup

mengadsorbsi logam - logam berat lewat mekanisme pembuatan khelat (E &

Praja, 2018).

Kitosan adalah bahan yang diproduksi melalui deasetilasi kitin

menggunakan basa kuat. Kitin dan kitosan adalah banyak ditemukan pada

krustasea, seperti udang dan kepiting. Kitosan merupakan polimer yang dapat

diperoleh dari kerang dari makanan laut seperti udang, kepiting, dan lobster.

Chitosan memiliki gugus amino bebas, yang dapat menarik ion logam, dan telah

digunakan sebagai adsorben untuk penghilangan ion logam dari limbah.

Kitosan mudah terdegradasi. Selain itu, dapat diterapkan secara efektif

dalam menghilangkan kontaminan organik (zat humat dari permukaan perairan,

minyak emulsi dalam industri makanan dan perminyakan, partikel karet, dll.) dan

logam berat berbahaya dari air limbah galvanik, otomotif, dan industri
8

mikroelektronik yang menghasilkan volume besar limbah yang mengandung Pb,

Cu, Zn, Ni, Fe Dan Kr.

Kitosan memiliki tiga kelompok reaktif gugus hidroksil primer (C-6) dan

sekunder (C-3). Setiap unit berulang dan gugus amino (C-2) pada masing-masing

unit deasetilasi. Gugus reaktif ini mudah tunduk pada modifikasi kimia untuk

mengubah mekanis dan sifat fisik kitosan (Lukum & Djafar, 2012).

Gambar 1. Kitosan (Kostag & El Seoud, 2021)


1. Sifat-Sifat Kitosan

Adapun sifat-sifat kitosan menurut Heriyanto et al., (2018) dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 2. Sifat – sifat kitosan


Sifat Kimia Sifat Fisik Sifat biologi

Mempunyai rantai yang lebih pendek daripada Struktur tidak teratur Bersifat biorenewable,
rantai kitin biodegradable, dan
biofungsional

Kitosan tidak larut dalam air namun larut dalam Bentuk kristalin (semikristalin) Dapat terdegradasi secara alami
asam,

Ketika dilarutkan viskositasnya cukup tinggi Padatan amorf putih Polimer alami

Pada umumnya karakteristik kitin dan kitosan Derajat deasetilasi dapat Nontoksik (tidak mengandung
mempunyai reaksi yang sama menentukan viskositasnya racun)

Tidak mempunyai titik lebur Cu, Fe, Cd, Hg, Pb, Cr dan Pu
(Untuk kitosan kering) dapat diikat oleh kitosan

Sifat viskositas dari kitosan


akan berubah jika
menyimpannya dalam keadaan
terbuka dan jangka waktu yang
9

lama pada suhu ± 100oF

Sumber: Heriyanto et al., (2018)

Berdasarkan pernyataan Thariq et al., (2019) kualitas kitosan dipengaruhi

oleh beberapa parameter yaitu kadar air, kadar abu, derajat destilasi. Secara

komersial kitosan yang bermutu tinggi dapat diperdagangkan tergantung pada

penggunaannya. Misalanya dengan kemurnian yang tinggi kitosan dapat

dipasarkan pada industri farmasi termasuk obat-obatan, sedangkan untuk kitosan

yang mempunyai kemurnian rendah diperlukan dalam pengolahan limbah.

Menurut Laboratorium, (1987) Kitosan yang berkualitas berdasarkan standar yang

telah ditetapkan dapat dilihat pada tabel 3:

Table 3 Spesifikasi kitosan


Parameter SNI (No. 7949, Tahun 2013)
Kadar air ≤ 12%

Kadar abu ≤5%

Warna Coklat muda - Putih

Derajat deasetilasi ≥ 70%

Kadar Nitrogen ≤5%

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN) diacu dalam (Kusmiati &

Hayati, 2020)

2. Kegunaan Kitosan

Secara luas kitosan sangat konvensional dan dapat digunakan dalam

berbagai bidang seperti industri farmasi, bioteknologi, pangan, kosmetik,

pertanian, industri tekstil, industri kertas dan industri elektronik. Contohnya dalam

pengolahan limbah industri koagulasi karet dimana proses koagulasi ini dapat

menghilangkan pengotor pada air sungai. Kemampuan campuran kitosan dan


10

asam asetat memberikan adsorbansi relatif baik dan dapat membentuk kompleks

kitosan dengan logam sehingga dapat digunakan untuk mengadsorpsi senyawa

toksik seperti logam berat. Untuk aplikasinya berdasarkan sifat tersebut dapat

membantu mengurangi kekeruhan, serta meminimalisir logam-logam berat yang

ada di industri (Heriyanto et al., 2018).

Banyak penelitian tentang pengaplikasian kitosan dalam berbagai bidang

salah satunya yaitu bidang medis, dimana kitosan dengan bahan komposit

disintesis melalui metode biologi dan metode kimia, selain itu ada juga

pemanfaatan kitosan dalam mengatasi masalah lingkungan yaitu sebagai penjerap

logam-logam berat melalui proses sintesis dan pengumpulan data dalam kinetika

reaksinya. Adapun data beberapa penelitian kitosan dibawah ini (Thariq et al.,

2019).

Table 4. Penelitian tentang kitosan


Nama Tahun Tema penelitian Bahan baku Hasil penelitian
peneliti
Ongki 2016 Sintesa kitosan menggunakan Limbah udang ebi Kitosan dengan
metode kimia derajat deasetilasi
sebesar 86%

Sri et al 2014 Kemampuan kitosan sebagai Kitosan yang di Kemampuan kitosan


penjerap logam Cu sintesis dari cangkang dalam menjerap
udang logam Cu mencapai
90,37%

Cheng et al 2006 Kinetika reaksi deasetilasi Cangkang udang Data kinetika reaksi
kitin menjadi kitosan heterogeny sistem
padat-cair mengikuti
model reaksi kimia
dan difusi
mengontrol

Tolaimate 2003 Preparasi kitin dan kitosan Cangkang udang Pengaruh


a et al dengan control physico- penambahan kitosan
chemical terhadap derajat
deasetilasi

Zhao et al 2002 Karakterisasi komposit Kitosan-Hap murni Komposit kitosan-


kitosan-hap sebagai (Enginering center, hap compatible
peregenerasi tulang cituan) sebagai peregenari
11

tulang

Sumber : (Thariq et al., 2019)

3. Karakterisasi Kitosan

Kitosan dari sisik ikan nila dikarakterisasi menggunakan Spektrofotometer

FTIR untuk melihat gugus fungsi pada sisik ikan nila. Menurut (Peak, 2013)

spektrofotometer FT-IR (Fourier Transforms Infra Red) digunakan untuk

mengetahui sifat termal dari suatu lapisan tipis. Alat ini juga dapat digunakan

sebagai analisis kuantitatif dan analisis kualitatif khususnya untuk mengetahui

ikatan kimia dari spektra vibrasi yang dihasilkan oleh suatu senyawa pada panjang

gelombang tertentu.

C. Adsorpsi

Menurut (Larasati et al., 2014), limbah cair yang terkandung logam berat

didalamnya sangat berbahaya bagi lingkungan, yang disebabakan sifat dari logam

berat yang akumulatif sehingga dapat menyebabkan kandungannya akan

bertambah serta bisa mengurangi kebersihan air yang ada di lingkungan sekitar.

Oleh karena itu, suatu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kandungan

logam berat yang berlebih pada limbah cair, yaitu dengan perlakuan menggunakan

metode adsorpsi.

Beberapa contoh metode yang bisa berfungsi untuk digunakan guna

menurunkan konsentrasi dari ion logam berat yang ada pada limbah cair

diantaranya yaitu adsorpsi, penukaran ion yang menggunakan resin, filtrasi,

pengendapan, serta penyerapan bahan-bahan yang bersifat pencemar oleh

adsorben baik dengan resin sintetik maupun menggunakan karbon aktif. Adsorpsi
12

pada umumnya banyak digunakan karena metode ini mempunyai konsep yang

lebih sederhana serta bisa diregenerasi bahkan lebih ekonomis dibandingkan

dengan metode lainnya (Misfadhila et al., 2018). Metode adsorpsi juga

mempunyai keuntungan yaitu tidak dapat menimbulkan efek samping yang dapat

menyebabkan keracunan serta dapat menghilangkan bahan-bahan organik

(Syauqiah et al., 2020).

Adsorpsi merupakan salah satu proses yang apabila suatu fluida yang

berupa cairan maupun gas, terikat pada padatan yang akhirnya dapat membentuk

suatu lapisan tipis pada permukaan tersebut. Pada pengolahan dengan

menggunakan metode adsorpsi ini dibutuhkan suatu media adsorben yang

berfungsi untuk mengadsorpsi logam berat yang ada pada limbah cair.

Akibat gaya yang tidak seimbang pada batas antara dua fase yang

menakibatkan perubahan pada konsentrasi, molekul, ion serta atom pada antarfase

diakibatkan oleh adsorpsi. Serta proses melibatkan pembentukan dari ikatan kimia

yaitu sebagai kimisorpsi (Santosa et al., 2014).

Menurut Asip dan Husna dalam penelitian (Ariyani, 2019), adsorpsi

merupakan proses perpindahan massa yang terjadi pada batas antara dua fasa cair-

padat dan gas-padat pada permukaan pori-pori pada butiran adsorben. Pada

adsorpsi proses yang terjadi yaitu perpindahan massa dari cairan menuju

permukaan butir, kemudian difusi yang berasal dari permukaan butir ke dalam

butir yang melalui pori, serta perpindahan massa yang berasal dari cairan dalam

pori menuju dinding pori dan adsorpsi pada dinding pori. Sementara adsorben

merupakan bahan yang berbentuk padatan yang memiliki luas permukaan yang
13

sangat besar. Adsorben yang memiliki permukaan yang luas tersebut disebabkan

karena pori-pori yang halus pada padatan tergolong banyak.

Kecepatan pengadukan, jika pengadukan yang dilakukan terlalu lambat

maka proses dari adsorpsi dapat berlangsung lambat pula, namun jika pengadukan

dilakukan terlalu cepat maka bisa terjadi kemungkinan bahwa struktur dari

adsorben dapat cepat rusak, ini bisa menentukan kecepatan dari waktu kontak

adsorbat dan adsorben.

Gambar 2. Pembentukan khelat kitosan dengan ion Cu2+


Kitosan dipilih sebagai adsorben karena kemampuannya kelat lima atau

enam konsentrasi logam lebih besar daripada adsorben lainnya. Kitosan adalah

polimer biodegradable yang biasanya ada di alam sebagai kitin. Kitosan adalah

terbentuk ketika beberapa asetil dikeluarkan dari kitin. Biasanya kitosan bisa larut

dalam asam dan memiliki lebih dari 60% derajat deasetilasi kitin. Dia terdiri dari

kopolimer linier 2-acetamido-2-deoxy-D-glucopyranose dan 2-amino-2-deoxy-D-

glucopyranose bergabung dengan β (1, 4) ikatan glikosidik. Selain itu, ia memiliki

perilaku unik seperti perilaku kationik, struktur polikationik, dan khelasi properti.

Kitosan memiliki amino pada C2 dan hidroksil pada C3, juga memiliki ikatan

datar sehingga mereka dapat mengkelat lebih banyak ion logam transisi seperti
14

yang ditunjukkan pada Gambar. Kelating dapat dikenali dari adanya sejumlah

besar fungsional gugus seperti acetamido, amino primer, dan gugus hidroksil

(Sulaiman et al., 2016)

D. Logam Berat

Logam berat adalah unsur kimia yang memiliki bobot jenis lebih dari 5

g/cm3, logam berat ialah zat pencemar yang cukup berbahaya seperti Kadmium

(Cd), Timbal (Pb), Besi (Fe), Merkuri (Hg), dan Mangan (Mn), Tembaga (Cu)

(Fauzi & Tri, 2020).

Logam berat harus diperhatikan karena adanya senyawa yang bersifat

beracun, dan tidak bisa terurai (Valentine et al., 2019). Logam berat jika dari

toksiknya terhadap manusia ada begitu banyak, namun hanya lima logam berat

yang menduduki tempat teratas menurut tingkat toksiknya yang berbahaya dan

beracun yaitu Arsen (As), Kromium (Cr), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan

kadmium (Cd) (Tasanif et al., 2020).

Salah satu cara untuk menangani pencemaran logam berat yaitu

menggunakan adsorben, dimana adsoben yang digunakan seperti silika gel,

karbon aktif, alumina, zeolit, dan arang tulang serta oksidasi-oksidasi logam

(Fauzi & Tri, 2020).

Pencemar utama dalam bidang industri adalah logam berat. Sebelum

membuang aliran limbahnya ke dalam sistem ekologi, industri harus mengurangi

konsentrasi logam ini di bawah standar konsentrasi yang ditetapkan oleh

pemerintah. Logam berat dapat masuk kedalam rantai makanan seperti tembaga,

merkuri, timbal, kromium, nikel, dan lain-lain terutama oleh ikan dan tumbuhan
15

yang cenderung mengambil logam berat yang larut dalam air, logam-logam

tersebut terakumulasi diakarnya kemudian dipindahkan ke bagian yang dapat

dimakan seperti buah-buahan dan sayuran (Upadhyay et al., 2021).

1. Logam Berat (Fe)

Logam Besi (Fe) pada umumnya banyak terkandung dalam air, terlarut

dalam bentuk ion Fe2+, dimana jika kadar ion tinggi akan menyebabkan air

berwarna kuning dan berbau tidak sedap, yang mendakan bahwa air tidak layak

untuk dikonsumsi (Putra et al., 2022)

Salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemukan pada hampir setiap tempat

dibumi, pada setiap lapisan geologi dan semua badan air disebut besi. Pada air

permukaan jarang ditemui kandungan dari besi (Fe) lebih besar dari 1 mg/L,

namun pada air tanah kandunga dari besi jauh lebih tinggi. Konsentrasi besi yang

tinggi ini dapat mengakibatkan noda pada kain serta perkakas dapur (Alaerts &

Santika, 1987).

Menurut Rahman dalam penelitian (Febriansyah et al., 2015), logam besi

(Fe) bisa ditemukan pada air limbah. Karena air limbah dapat mengalami kontak

dengan material atau zat yang ada pada bumi. Oleh karena itu, pada umumnya air

tanah dapat terkandung didalamnya anion maupun kation terlarut serta senyawa

anorganik lainnya, diantaranya yaitu ion Fe yang sering ditemukan pada air.

Sumber besi dialam adalah pyrite (FeS2), hematitie (Fe2O3), magnetite

(Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite (HFeO2), dan ochre [Fe(OH)3]. Keberadaan

besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi dapat ditemukan

dalam bentuk kation ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+). Dalam air alami yang memiliki
16

pH sekitar 7 ataupun pH netral dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion dari

ferro (Fe2+) yang mempunyai sifat mudah larut akan dioksidasi menjadi ion ferri

(Fe3+). Pada proses oksidasi terjadi pelepasan elektron, sementara proses reduksi

ferri (Fe3+) menjadi ferro (Fe2+) dengan penangkapan elektron. Proses dari

oksidasi beserta reduksi dari besi (Fe) tidak melibatkan hidrogen serta oksigen

(Effendi, 2003). Reaksi dari oksidasi ion ferro (Fe2+) menjadi ion ferri (Fe2+) yaitu

Fe2+ → Fe3+ + e-

Pada pH sekitar 7,5 – 7,7 ion ferri (Fe2+) akan mengalami oksidasi serta

akan berikatan dengan hidroksida dan membentuk Fe(OH)3 yang tidak larut dan

akan mengendap di dasar perairan membentuk warna kemerahan pada substrat

dasar. Sehingga besi (Fe) hanya dapat diperoleh pada perairan yang berada pada

kondisi anaerob (anoksik) serta dalam suasana asam. Logam besi (Fe) merupakan

logam yang termasuk pada logam non-essensial untuk makhluk hidup. Pada

tumbuhan, baik algae, besi berfungsi sebagai penyusun dari sitokrom dan klorofil.

Kadar besi (Fe) yang berlebihan dapat menyebabkan warna kemerahan bisa serta

dapat mengakibatkan karat pada peralatan dari logam dan dapat memudarkan

bahan pencelupan dan tekstil. Selain itu, pada tumbuhan besi dapat berfungsi

sebagai sistem enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis (Effendi,

2003).

Menurut Parulian dalam penelitian (Supriyantini & Endrawati, 2015)

tingginya kadar logam besi (Fe) akan mengakibatkan gangguan pada kesehatan

manusia yaitu dapat menyebabkan keracunan yang menyebabkan muntah-muntah,

penuaan dini bahkan sampai terjadinya kematian secara mendadak, kerusakan


17

pada usus, gusi berdarah, cacat lahir, radang sendi, diabetes, pusing, hepatitis,

mudah lelah, insomnia, hipertensi, sirosis ginjal bahkan dapat menyebabkan

kanker.

E. Spektrofotometer UV-Vis

Alat untuk menghasilkan spektra UV-Vis atau untuk mengukur absorbansi di

daerah UV-Vis disebut dengan Spektrofotometer UV-Vis. Instrumen ini terdiri

dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan sinar monokromatis

dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm. Terdapat dua penataan pada

spektrofotometer UV-Vis yaitu spektrofotometer berkas tunggal (single beam)

dan spektrofotometer berkas ganda (double beam). Spektrofotometer berkas

tunggal digunakan hampir semua sistem spektroskopi emisi, sementaara

spektrofotometer berkas ganda digunakan hampir semua sistem absorpsi.

Spektrofotometri UV-Vis atau spektrofotometri sinar ultraviolet merupakan

metode untuk mengukur absorban suatu sampel pada panjang gelombang tertentu.

Metode ini didasarkan pada pengukuran energi cahaya oleh

suatu zat kimia pada panjang gelombang maksimum tertentu. Sinar UV

mempunya panjang gelombang antara 200-400 nm, dan sinar tampak (visible)

mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Pada metode ini suatu hukum yang

menjadi acuan adalah penentuan suatu zat secara kuantitatif. Hukum tersebut yaitu

hukum Lambert-Beer. Dimana hukum ini menyatakan hubungan berbanding lurus

antara absorban dengan konsentrasi larutan analit dan berbanding terbalik dengan

transmitan (Yustika et al., 2022).


18

Spektrometer UV-Vis adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur

jumlah ultraviolet dan cahaya tampak yang diserap oleh sebuah larutan. Cahaya

yang diserap menyebabkan elektron dipromosikan dari satu tingkat energi ke yang

lain. Ion logam yang berbeda, memiliki pola penyerapan yang berbeda sehingga

spektroskopi UV-VIS dapat digunakan untuk mengidentifikasi ion logam dalam

larutan (Ohi et al., 2020).

Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah berdasarkan penyerapan

cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinan pengukuran jumlah zat

penyerap dalam larutan secara kuantitatif. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis

berdasarkan hukum Lamber Beer, yaitu bila cahaya monokromatik melalui suatu

media (larutan), maka sebagian lagi dipancarkan. Aplikasi rumus tersebut dalam

pengukuran kuantitatif dilaksanakan dengan cara komparatif menggunakan kurva

kalibrasi dari hubungan konsentrasi antara larutan standar dengan nilai

absorbansinya (Hasby et al., 2022)

Menurut (Noviyanto, 2020) Komponen-komponen dari spektrofotometer UV-

Vis meliputi :

 Sumber Radiasi, Lampu Wolfram adalah sumber yang biasa digunakan.

 Monokromator, untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.

 Sel Absorbsi, pada pengukuran di daerah tampak menggunakan kuvet

kaca, tetapi untuk pengukuran pada UV menggunakan sel kuarsa karena

gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.


19

 Detektor, Detektor radiasi yang dihubungkan dengn sistem meter atau

pencatat. Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap

cahaya pada berbagai panjang gelombang.

1. Pembuatan Kurva Baku

Gambar 3. Kurva Baku Standar


Kurva standar adalah kurva yang digunakan untuk menentukan konstentrasi

logam dengan cara menghubungkan konsentrasi dengan nilai adsorbansi. Kurva

standar didasarkan pada hukum Lambert-Beer. Semakin tinggi konsentrasi logam

maka semakin tinggi pula nilai adsorpsinya (Wilda & Pandebesie, 2015). Kurva

konsentrasi absorbansi membentuk garis lurus, dimana konsentrasi senyawa

dalam sampel dapat dengan mudah ditentukan menggunakan kurva kalibrasi, yang

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan regresi y = ax + b, dimana y

adalah absorbansi, a adalah intersep, x adalah konsentrasi dan b adalah slope

(Yoga, 2015).

Dimana :

y = absorbansi

a = intersep
20

x = konsentrasi

b = slope
3.

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Kecamatan Suwawa yang terdiri dari 5 desa yaitu Desa

Helumo, Perintis, Ulantha, Bube, dan Huluduotamo yang dilakukan analisis di

laboratorium Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Jl. Prof. Dr. Ing. B.J Habibie, Kabupaten Bone

Bolango.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, corong,

gelas kimia, gelas ukur, erlenmeyer, pipet, magnetik stirrer, batang pengaduk,

spatula, UV-Vis.

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu, Air Sumur, HNO3, KSCN,

FeSO4 dan Kitosan

C. Tahap Penelitian

Penelitian ini meliputi 3 tahapan yakni: pembuatan larutan standar, penetapan

kadar Fe dalam sampel, dan aplikasi kitosan pada sampel.

a. Pembuatan Larutan Standar FeSO4

Tahap awal membuat larutan Fe sebanyak 1000 ppm, pertama menimbang

sebanyak 1 gram FeSO4 lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan

ditambahkan dengan aquades hingga tanda batas lalu campurkan sampai homogen

sehingga diperoleh larutan FeSO4 100 ppm. Selanjutnya untuk variasi konsentrasi

0,2 ppm, 0,4 ppm, 0,6 ppm, 0,8 ppm, dan 1 ppm untuk larutan standar FeSO 4

21
22

mengambil sebanyak 0,05 mL, 0,1 mL, 0,15 mL, 0,2 mL, dan 0,25 mL pada

larutan baku FeSO4 100 ppm. Kemudian masukkan masing-masing variasi

kedalam labu takar 25 mL dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.

b. Mencari panjang gelombang maksimal

Penentuan panjang gelombang maksimum (λ) dari logam Fe dilakukan dengan

larutan standar Fe 0,4 ppm yang dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL,

ditambahkan 0,6 mL larutan KSCN dan 0,3 mL HNO 3 kemudian ditambahkan

aquade hingga volumenya 10 mL. Campuran lalu diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 400-550 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

c. Penetapan kadar Fe dalam sampel

Memasukkan 6 mL air sumur kedalam gelas ukur 10 mL lalu menambahkan

0,5 mL KSCN, 0,3 mL HNO3 dan aquades sampai di tanda batas.

d. Aplikasi kitosan pada sampel

Menimbang 0,5 gram kitosan dan mencampurkan dengan sampel 50 mL lalu

diaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Setelah itu campuran

disaring menggunakan kertas saring. Kemudian diambil filtratnya sebanyak 6 mL

dimasukan ke dalam gelas ukur 10 mL, lalu ditambahkan KSCN 0,5 mL dan

HNO3 0,3 mL. Kemudian menambahkan aquades sampai tanda batas.

2. Perhitungan daya serap kitosan

Perhitungan daya serap kitosan terhadap logam berat Fe dihitung dengan

persamaan sebagai berikut:


23

( Kadar Fe awal - Kadar Fe akhir)


Daya serap = ×100 %
Kadar Fe awal

(Sudarmawan et al., 2020)


24

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

1. Uji fisis sampel air

Pada tahap ini sampel terlebih dahulu dilkakukan uji kualitatif yang meliputi

melihat warna, bau, dan suhu. Hasil Uji kualitatif berupa warna, suhu, dan bau

dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Lokasi Suhu (oC) Warna Bau pH

Desa Helumo 25 Tidak berwarna Tidak berbau 7,5

Desa Huluduotamo 26 Tidak berwarna Tidak berbau 8

Desa Bube 25,5 Tidak berwarna Tidak berbau 8,2

Desa Perintis 25 Tidak berwarna Tidak berbau 7,8

Desa Ulantha 25 Tidak berwarna Tidak berbau 7,3

2. Larutan Standar FeSO4

Pada penelitan ini dibuat kurva antara absorbansi dengan panjang

gelombang dan dari kurva tersebut dapat diketahui panjang gelombang

maksimum dari kompleks Fe(SCN)3. Pembuatan kurva standar logam Fe

dilakukan dengan larutan standar Fe yang masing-masing dimasukkan kedalam

labu ukur 10 ml untuk memperoleh konsentrasi 0,2 ppm, 0,4 ppm, 0,6 ppm, 0,8

ppm, dan 1 ppm.


25

Abs
Ppm Kurva Baku Logam Besi (Fe)
(473nm)
0.200
0 0,000 0.150
f(x) = 0.163142857142857 x − 0.00123809523809525

Absorbansi
0,2 0,032 0.100 R² = 0.99890522316801

0,4 0,063 0.050


0.000
0,6 0,093 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
0,8 0,131 Konsentrasi (ppm)

1 0,163

Gambar 4. Hubungan Absorbansi dan Panjang Gelombang


3. Panjang gelombang maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum (λ) dari logam Fe dilakukan

dengan larutan standar Fe 0,4 ppm yang dimasukkan ke dalam labu ukur 10

mL, ditambahkan 0,6 mL larutan KSCN dan 0,3 mL HNO3 kemudian

ditambahkan aquades hingga volumenya 10 mL. Campuran lalu diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 400-550 nm menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Dapat di lihat pada gambar 5.

Gambar 5. Panjang Gelombang Maksimum (λ) Logam Fe


4. Hasil penentuan kadar Fe

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa titik A (Desa Helumo)

mengandung logam Fe sebesar 0,3323 mg/L, titik B (Desa Huluduotamo )

mengndung logam Fe sebesar 0,3078 mg/L, titik C (Desa Bube) mengandung


26

logam Fe sebesar 0,3568 mg/L, titik D (Desa Perintis) mengandung logam Fe

sebesar 0,3200 mg/L, dan titik E (Desa Ulantha) mengandung logam Fe

sebesar 0,3139 mg/L.

Tabel 5. Hasil Penentuan Kadar Fe

Lokasi Absorbansi (Sebelum) Konsentrasi (ppm)

A 0,053 0,3323

B 0,049 0,3078

C 0,057 0,3568

D 0,051 0,3200

E 0,05 0,3139

5. Hasil kitosan pada sampel


Pada tahap ini sampel air yang telah diuji kualitatif terlebih dahulu untuk

menentukan ada tidaknya Fe dalam sampel air, kemudian ditambahkan

dengan kitosan yang berfungsi sebagai adsorben. Hasil dari penambahan

kitosan pada sampel air disajikan pada Tabel 6.

Table 6. Hasil Kitosan pada Sampel


Lokasi Absorbansi (Sesudah) Konsentrasi (ppm)

A 0,038 0,2403

B 0,032 0,2036

C 0,037 0,2342

D 0,040 0,2526

E 0,033 0,2097
27

B. Pembahasan

1. Uji fisis sampel air


Adanya kandungan besi dalam air ditandai dengan perubahan warna

kuning, menimbulkan bau seperti bau amis dan rasa seperti metalik. Pada

sampel yang diambil dari beberapa sumur sedikit menunjukkan adanya

perubahan warna kekuningan, tetapi tidak berbau amis dan juga tidak

memiliki rasa seperti metalik. Hal ini dikarenakan di dalam air masih

mengandung unsur zat besi, terlarut dalam bentuk ion Fe2+ (Putra et al.,

2022).

Suhu maksimal sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI no. 32

Tahun 2017 tentang persyaratan kualitas air yang layak digunakan yaitu ± 3.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada setiap sampel masih memenuhi

persyaratan kualitas air, setiap sampel memiliki suhu 25 oC – 26 oC. Pada air

sumur untuk suhu tidak berpengaruh pada pencemaran air. Hal ini karena

penggunaan air seperti mencuci dan mandi dapat langsung digunakan.

Sedangkan untuk dikonsumsi air bisa diolah terlebih dahulu misalnya di

panaskan (Earnestly, 2018).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 32 Tahun 2017 tentang

Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk

Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi menyatakan bahwa standar baku

mutu maksimal 6,5 – 8,5. Dari hasil pH yang didapatkan pada pengujian

sampel 1-5 adalah 7,5-8 yang mana masih dalam range yang dibolehkan oleh

Menteri Kesehatan (Earnestly, 2018).


28

pH menunjukkan tinggi rendahnya ion hidrogen dalam air. pH air yang

kurang dari 6,5 atau diatas 9,0 menyebabkan beberapa persenyawaan kimia

dalam tubuh manusia berubah menjadi racun yang sangat mengganggu

kesehatan. pH menentukan sifat korosi, semakin rendah pH, maka sifat

korosinya semakin tinggi. pH yang kurang dari 7 menyebabkan air dapat

melarutkan logam seperti logam Fe. Dalam keadaan pH rendah, logam Fe

yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri, dimana bentuk ferri akan

mengendap dan tidak larut dalam air serta tidak dapat dilihat dengan mata

sehingga mengakibatkan air menjadi berwarna, berbau dan berasa (Warna et

al., 2019)

2. Kurva Baku Logam Fe


Pada tahap ini didapatkan masing-masing konsentrasi 0,2 ppm, 0,4 ppm,

0,6 ppm, 0,8 ppm, dan 1 ppm dengan panjang gelombang 473 nm yaitu 0,032

mg/L, 0,063 mg/L, 0,093 mg/L, 0,0131 mg/L dan 0,0163 mg/L. Pada

penelitian ini nilai regresi kurva Baku logam timbal sebesar 0,9999 dimana

menurut persamaan Lambert-Beer nilai regresi linear yang baik apabila

nilainya lebih besar dari 0,98 (R2 > 0,98). Kurva Baku logam Besi disajikan

gambar 4.

3. Panjang gelombang maksimum


Hasil dari penelitian ini didapatkan panjang gelombang maksimum dari

larutan kompleks Fe(SCN)3 yang menunjukkan absorbansi logam Fe pada

konsentrasi 0,4 ppm terdapat pada panjang gelombang maksimum yaitu 473

nm. Pada penelitian ini penentuan panjang gelombang maksimum diukur pada

rentang panjang gelombang 400-550 nm dengan Persamaan garis linear yang


29

diperoleh yaitu y=0,0163 x−0,0012 dengan nilai regresi sebesar 0,9989.

Panjang gelombang maksimum yang didapatkan akan digunakan pada

pengukuran absorbansi selanjutnya dengan menggunakan Spektrofotemter

UV-Vis.

4. Hasil penentuan Kadar Fe


Berdasarkan hasil analisa kadar Fe yang diperoleh dari 5 lokasi titik

sampel air sumur yang ada di Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango,

Provinsi Gorontalo, menunjukan bahwa kandungan Fe yang diuji dengan

menggunakan UV-Vis pada panjang gelombang 473 nm berkisar antara 0,049

mg/L – 0,053 mg/L. Kadar Fe sampel air yang telah didapatkan sebenarnya

sudah memenuhi standar. Akan tetapi untuk melihat kemampuan kitosan

sebagai adsorben maka dilakukan perlakuan penambahan kitosan pada sampel

air sumur.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa titik A (Desa Helumo)

mengandung logam Fe sebesar 0,3323 mg/L, titik B (Desa Huluduotamo )

mengndung logam Fe sebesar 0,3078 mg/L, titik C (Desa Bube) mengandung

logam Fe sebesar 0,3568 mg/L, titik D (Desa Perintis) mengandung logam Fe

sebesar 0,3200 mg/L, dan titik E (Desa Ulantha) mengandung logam Fe

sebesar 0,3139 mg/l. Pada setiap lokasi pengambilan sampel menunjukan

kandungan kadar Fe melebihi batas ambang standar kualitas air menurut

Mentri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017 maksimal mengandung logam besi

sebesar 1 mg/L (Suryadirja et al., 2021).


30

Pada lampiran dapat dilihat seluruh sampel menunjukan adanya perubahan

warna jingga akibat penambahan KSCN dan HNO3 hal ini disebabkan karena

adanya reaksi kalium tiosianida dan besi (III) senyawa kompleks Fe(SCN) 3

yang berwarna merah jinga (Suryadirja et al., 2021)

5. Hasil Aplikasi kitosan pada sampel


Kitosan dapat dijadikan sebagai adsorben karena memiliki kemampuan

dalam pengikatan ion-ion logam, terutama logam transisi dengan cara

pembentukan gugus hidroksi (OH) dan amina (NH2) yang membentuk ikatan

koordinasi, serta dengan adanya gugus amida (NHCOCa3) pada kitin yang

dapat bertindak sebagai ligan jika berinteraksi dengan logam (Putra et al.,

2022). Reaksi kitosan dengan logam besi pada air ditunjukan pada Gambar 6

Gambar 6. Pembentukan khelat kitosan dengan ion Fe2+


Pada reaksi di atas dapat dilihat yang memainkan peran penting dalam

proses pengikatan logam oleh kitosan adalah situs aktif pada kitosan yaitu

nitogen dari gugus amina (NH2) dan oksigen dari gugus hidroksi (OH) yang

masing-masing kedua gugus tersebut memiliki elektron bebas yang akan

berikatan dengan ion logam membentuk kompleks (Febriasari & Maulana,

2016).
31

6. Hasil persentase serapan

Persentase Terserap
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
Persentase

50.00%
40.00% 35.14% 32.09% 33.20%
28.99% 28.20%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
A B C D E
Lokasi

Gambar 7. Persentase Terserap logam Fe oleh Kitosan


Berdasarkan hasil persentase logam Fe yang terserap oleh kitosan dapat

dilihat pada gambar 7 bahwa titik B (Desa Huluduotamo) memiliki persentase

daya serap yaitu 35,14% dimana titik A (Desa Helumo) memiliki persentase

28,99%, titik B (Desa Huluduotamo) memiliki persentase 35,14%, titik C

(Desa Bube) memiliki persentase 32,09%, titik D (Desa Perintis) memiliki

persentase 28,20% dan titik E (Desa Ulantha) memiliki persentase 33,20%.


32

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian pemanfaatan kitosan sebagai

adsorben besi (Fe) pada sampel air sumur di Kecamatan Suwawa di 5 titik desa yaitu

Desa Helumo, Desa Huluduotamu, Desa Bube, Desa Perintis, dan Desa Ulantha adalah

pengujian secara fisis sampel air sumur yang meliputi pengujian warna, suhu, dan bau

serta pengujian dengan menggunakan pengompleks didapatkan bahwa air sumur tidak

berwarna, tidak berbau, dan suhu serta kandungan logam besi masih sesuai standar

Mentri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017.

Hasil aplikasi kitosan pada sampel air sumur didapatkan bahwa kitosan mampu

menurunkan kadar logam besi dimana di desa Helumo memiliki kadar Fe awal 0,3323

mg/L dan kadar Fe akhir 0,2403 mg/L, desa Huluduotamo memiliki kadar Fe awal

0,3078 mg/L dan kadar Fe akhir 0,2036 mg/L, desa Bube Memiliki kadar Fe awal

0,3568 mg/L dan kadar Fe akhir 0,2342 mg/L, desa Perintis memiliki kadar Fe awal

0,3200 mg/L dan kadar Fe akhir 0,2526 mg/L, desa Ulantha memiliki kadar Fe awal

0,3139 mg/L dan kadar Fe akhir 0,2097 mg/L.

B. Saran

Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menambahkan parameter pengujian pada

sifat fisis air, menambahkan logam besi yang akan diuji, dan juga menambahkan
33

perbandingan variasi kitosan serta menggunakan instrumen-instrumen yang akan

mendukung penelitian.

Anda mungkin juga menyukai