BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu komoditas unggulan hasil perairan Indonesia yang
memiliki prospek sangat besar untuk dikembangkan. Salah satunya adalah ikan
bandeng (Chanos chanos) yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.
Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan penghasil protein hewani tinggi. Ikan
bandeng memiliki nama latin Chanos chanos merupakan ikan campuran antara air
asin dan air tawar atau payau (Adelaide, 2011).
Di Propinsi Jawa Timur khususnya Kabupaten Sidoarjo yang merupakan
salah satu penghasil ikan bandeng terbesar di Indonesia. Dengan melimpahnya ikan
bandeng yang dihasilkan juga berdampak pada limbah yang dihasilkan pula.
Umumnya pencemaran limbah cair dalam bentuk minyak dan air bekas bilasan ikan
dengan berbagai padatan tersuspensi seperti sisik ikan.
Salah satu masalah yang ada di Sidoarjo adalah banyaknya sumur yang airnya
mengandung banyak mikroba dan logam berat, terutama logam besi (Fe). Salah satu
mengatasi hal tersebut yaitu dengan memanfaatkan kandungan kitosan pada sisik ikan
bandeng yang melimpah. Chitosan mampu menghambat mikroorganisme seperti
jamur, bakteri gram positif dan bakteri gram negatif karena mempunyai sifat
antimikroba yang memiliki gugus fungsional amina (–NH 2) yang bermuatan positif
dan sangat reaktif, sehingga dapat berikatan dengan dinding sel bakteri yang
bermuatan negatif dan memiliki struktur menyerupai peptidoglikan yaitu struktur
penyusun 90% dinding sel bakteri gram positif (Hafdani, 2011). Chitosan memiliki
sifat mengganggu aktivitas membran luar bakteri gram negative (Helander, 2001).
Kitosan juga bersifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam berat, sehingga
dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air limbah.
2.2 Kitosan
Kitin dapat diperoleh secara alami dalam beberapa spesies jamur. Kitin
membentuk rantai linear dari kelompok asetilglukosamin sementara kitosan terbentuk
dengan menghapus kelompok asetil yang cukup (CH3-CO) dari kitin, oleh karena itu,
molekul kitin dan produk yang dihasilkan dapat larut dalam asam yang paling encer.
Variasi sebenarnya antara kitin dan kitosan adalah kandungan gugus asetil. Kitosan
yang memiliki gugus amino bebas merupakan bentuk yang paling berguna dari kitin.
Kitosan adalah suatu polisakarida dari hasil deasetilasi kitin yang didapat pada
eksoskeleton ikan dan kulit hewan Crustacea. Kitosan memiliki sifat antimikroba
yang mampu menghambat mikroorganisme seperti jamur dan bakteri karena memiliki
gugus fungsional amina.
Kitosan mampu menghambat mikroorganisme seperti jamur, bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif karena mempunyai sifat antimikroba yang memiliki
gugus fungsional amina (–NH2) yang bermuatan positif dan sangat reaktif, sehingga
dapat berikatan dengan dinding sel bakteri yang bermuatan negatif dan memiliki
struktur menyerupai peptidoglikan yaitu struktur penyusun 90% dinding sel bakteri
gram positif (Hafdani, 2011). Kitosan memiliki sifat mengganggu aktivitas membran
luar bakteri gram negative (Helander, 2001).
Kitosan bersifat polielektrolit kation yang dapat mengikat logam berat
sehingga dapat berfungsi sebagai adsorben terhadap logam berat dalam air sumur.
Prinsip dasar dalam mekanisme pengikatan antara kitosan dan logam berat yang
terkandung dalam air sumur adalah prinsip penukar ion. Gugus amina khususnya
nitrogen dalam kitosan akan beraksi dan mengikat logam dari persenyawaan air
sumur. Kitosan sebagai polimer kationik yang dapat mengikat logam dimana gugus
amino yang terdapat pada kitosan berikatan dengan logam dapat membentuk ikatan
kovalen. Gaya yang bekerja yaitu gaya Van der Walls, gaya elektrostatik, ikatan
hidrogen dan ikatan kovalen. Standarisasi penyerapan limbah logam dengan kitosan
sebesar ≥ 70 %.
2.3 Logam Besi (Fe)
Besi adalah logam yang berasal dari bijih besi (tambang) yang banyak
digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari. Dalam tabel periodik, besi
mempunyai simbol Fe dan nomor atom 26. Besi juga mempunyai nilai ekonomis
yang tinggi. Besi telah ditemukan sejak zaman dahulu dan tidak diketahui siapa
penemu sebenarnya dari unsur ini. Besi dan unsur keempat banyak dibumi dan
merupakan logam yang terpenting dalam industri. Besi murni bersifat agak lunak dan
kenyal. Oleh karena itu, dalam industri, besi selalu dipadukan dengan baja. Baja
4
adalah berbagai macam paduan logam yang dibuat dari besi tuang kedalamnya
ditambahkan unsur-unsur lain seperti Mn, Ni, V, atau W tergantung keperluannya.
Besi tempa adalah besi yang hampir murni dengan kandungan sekitar 0.2% karbon.
Logam berat merupakan sumber pencemar yang sangat membahayakan bagi
lingkungan. Salah satu logam berat yang beracun bagi manusia adalah besi (Fe).
Logam besi (Fe) berbahaya karena dapat mengganggu kehidupan organisme di
lingkungan jika keberadaannya melampaui ambang batas. Logam berat ini juga
mengancam kesehatan manusia karena dapat menjadi senyawa toksik apabila
melampaui ambang batas dan berada dalam tubuh manusia. Gangguan fisik yang
ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah timbulnya warna, bau dan
rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terlarutnya >1,0 mg/l. 3.
Senyawa besi dalam jumlah kecil didalam tubuh manusia berfungsi sebagai
pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang
sebagian diperoleh dari air, tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh
tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia
tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat transfusi
darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang
mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu
dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh
rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan
terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10
mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk. Pada hemokromatesis primer
besi yang diserap dan disimpan dalam jumlah yang berlebihan di dalam tubuh. Feritin
berada dalam keadaan jenuh akan besi sehingga kelebihan mineral ini akan disimpan
dalam bentuk kompleks dengan mineral lain yaitu hemosiderin. Akibatnya terjadilah
sirosi hati dan kerusakan pankreas sehingga menimbulkan diabetes. Hemokromatis
sekunder terjadi karena transfusi yang berulang-ulang. Dalam keadaan ini besi masuk
kedalam tubuh sebagai hemoglobin dari darah yang ditransfusikan dan kelebihan besi
ini tidak disekresikan.
didapatkan disaring dan dicuci dengan aquadest sampai pH nya netral kemudian
dikeringkan pada oven suhu 50°C selama 3 jam atau sampai endapan cukup kering.
Hasil dari proses ini disebut kitin.
3.3.4 Preparasi Kitosan
Preparasi kitosan dilakukan dengan cara memutus gugus asetil yang terdapat
pada ekstrak kitin dari sisik ikan bandeng. Proses deasetilasi dilakukan dengan
melarutkan kitin dalam NaOH 50% selama 1 jam pada suhu 100°C dengan
perbandingan 1:10 (m/v). Hasil yang didapatkan disaring dan dicuci dengan aquadest
sampai pH nya netral kemudian dikeringkan pada oven suhu 50°C selama 3 jam atau
sampai endapan cukup kering.
3.3.5 Pengujian Kitosan dari Sisik Ikan Bandeng terhadap Aktivitas Mikroba
dan Kandungan Logam Besi (Fe) di Air Sumur
Pengujian ini dilakukan dengan 5 uji sampel air sumur di daerah Kabupaten
Sidoarjo. Yang pertama yaitu memasukkkan air sumur ke dalam baskom. Kemudian
endapan yang dihasilkan dari preparasi kitosan dimasukkan ke dalam kantong teh
celup. Kemudian dicelupkan ke dalam air yang akan diuji. Setelah itu didiamkan
dengan alokasi waktu setiap satu jam sekali dilakukan pengukuran menggunakan
pengukur kadar logam dan alat uji bakteri. Sehingga nantinya dapat dihasilkan
sampel hasil uji.
3.4 Luaran
Luaran dari penelitian ini akan dihasilkan sebuah penjernih air yang mampu
mengurangi aktivitas mikroba dan mengurangi kandungan logam besi (Fe).
3.5 Indikator Capaian yang Terukur
Indikator capaian yang terukur dalam penelitian ini adalah kandungan
mikroba dan logam besi (Fe) pada air sumur berkurang.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan menguji
kandungan mikroba dan logam besi (Fe) yang ada pada beberapa air sumur di
Kabupaten Sidoarjo sebelum dijernihkan dan sesudah dijernihkan dengan penjernih
air dari sisik ikan bandeng.
7
DAFTAR PUSTAKA
Adelaide, dkk. 2011. Identifikasi Parasit pada Bandeng (Chanos chanos). Jurnal
Identifikasi Parasit pada Bandeng
Asni, Nurul, Saadilah, M. Arif, dan Saleh, Djonaedi. 2014. Optimalisasi Sintesis
Kitosan dari Cangkang Kepiting Sebagai Adsorben Logam Berat Pb (Ii).
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 15 Nomor 1
Aziz, Nasrudin, dkk. 2017. Pemanfaatan Ekstrak Kitosan dari Limbah Sisik Ikan
Bandeng di Selat Makassar pada Pembuatan Bioplastik Ramah Lingkungan.
Hasanuddin Student Journal. Vol. 1(1): 56-61
Fernanda, Bayu, Ratnawulan, dan Hidayati. 2016. Komputasi Energi Elektronik
Pembentukan Kitosan dari Kitin Cangkang Udang dan Pengaruhnya Akibat
Keberadaan Logam Berat. Pillar Of Physics, Vol. 7, 41-48
Hafdani, F.N. and Sadeghinia. N., 2011. A Review on Application of Chitosan as a
Natural Antimicrobial. World Academy of Science, Engineering and
Technology, 50.
Helander, E.-L., Nurmiaho-Lassila, Ahvenainen, R., Rhoades J. and Roller, S., 2001.
Chitosan Disrupts The Barrier Properties of The Outer Membrane of Gram-
Negative Bacteria. International Journal of Food Microbiology, 71: 235– 244.
Herlambang, Arie dan Said, Nusa Idaman. 2005. Aplikasi Teknologi Pengolahan Air
Sederhana untuk Masyarakat Pedesaan. Jakarta: Pusat Pengkajian dan
Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT)
Talumepa, Anggun C.N, dkk. 2016. Kandungan Kimia dari Sisik Beberapa Jenis
Ikan Laut. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi Vol. 3 Nomor 1
Ummah, Zahdatul Khaira, dkk. 2017. Perbandingan Efektifitas Chitosan Sisik Ikan
Bandeng dengan Gentamisin terhadap Perkembangan Escherichia Coli. Jurnal
Kedokteran Yarsi 25(2) :108-114