Anda di halaman 1dari 6

Air sangat penting bagi makhluk hidup terutama ikan yang berhabitat di dalam air.

Ikan

membutuhkan habitat yang sesuai agar dapat hidup sehat dan tumbuh secara optimal. Oleh

karena itu air yang adalah sumber kehidupan bagi ikan, memiliki persyaratan tertentu, sehingga

dalam suatu usaha budidaya perikanan, kualitas air harus di-monitoring oleh pembudidaya

ikan. Untuk itu, pengelolaan dan monitoring kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air

yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. Namun, tahukah

Anda parameter kimia apa saja yang perlu di-monitoring pada air budidaya ikan? Parameter-

parameter kimia tersebut akan dijabarkan pada artikel ini.

Masalah yang kerap ditemui dalam budidaya ikan adalah pencemaran habitat atau lingkungan

yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik secara eksternal maupun internal. Pencemaran

ini dapat berupa pencemaran fisika, kimia maupun biologis yang saling berhubungan. Untuk itu,

parameter fisika, kimia dan biologis dalam budidaya ikan sangat penting untuk dikelola dan di-

monitoring.

Standard parameter kimia kualitas air budidaya ikan berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 (Kelas

II) ditampilkan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Standard Parameter Kimia Kualitas Air Budidaya Ikan

Parameter Standard Nilai

pH 6–9

Disolved oxygen (DO) > 4 mg/l

Total Dissolve Solid (TDS) ≤ 1000 mg/L

Nitrat max. 10 mg/L

Fosfat max. 0,2 mg/L

Amoniak ≤ 0,02 mg/l


Biochemical Oxygen Demand (BOD) < 3 mg/L

Setiap parameter kimia penting dikelola dan di-monitoring karena berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan ikan yang dibudidaya. Adapun pengaruh parameter kimia terhadap laju

pertumbuhan budidaya akan dijelaskan di bawah ini.

1. pH

Nilai pH yang sangat rendah dalam budidaya ikan dapat menyebabkan kelarutan logam-logam

dalam air semakin besar dan bersifat toksik bagi organisme air, sebaliknya nilai pH yang tinggi

dapat meningkatkan konsentrasi amoniak dalam air yang juga bersifat toksik bagi organisme air.

Oleh karena itu, pH dalam budidaya ikan harus dikelola dan di-monitoring. Perubahan pH yg

ekstrim dapat menyebabkan ikan menjadi stress sehingga tidak tumbuh optimal.  

Adapun cara menaikkan pH secara alami adalah sebagai berikut:


 Memberikan aerasi pada kolam dengan melewatkannya pada pecahan koral dan pecahan kulit
kerang dicampur dengan potongan batu kapur. 
 Menggunakan pelepah daun pisang yang dipotong kecil-kecil.

Sedangkan cara menurunkan pH secara alami adalah dengan memakai daun ketapang. Daun

ketapang direndam dalam air dalam beberapa hari dijamin air menjadi bertambah asam. Tapi

daun ketapang dapat menyebabkan air menjadi kuning karena zat tanin dalam daun ketapang.

Caranya sebelum pakai rebus dulu daun ketapang untuk menghilangkan zat tanin tersebut.

2. Alkalinitas
Alkalinitas air adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau kuantitas anion di

dalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas

penyangga terhadap penurunan pH perairan. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai

besaran yang menunjukkan kapasitas penyanggahan ion bikarbonat (HCO3-), dan sampai dengan

tahap tertentu, juga menunjukkan penyanggahan terhadap ion karbonat  (CO3²-) dan

hidroksida (OH-) dalam air. Makin tinggi alkalinitas, makin tinggi kemampuan air untuk

menyangga sehingga fluktuasi pH perairan makin rendah. Selain itu juga, alkalininitas ternyata

melalui kalsiumnya juga penting dalam mempertahankan kepekaan membran sel dalam jaringan
syaraf dan otot ikan. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam kalsium karbonat (CaCO3) dengan

satuan ppm (mg/L).

3. Disolved oxygen (DO) atau oksigen terlarut


Disolved oxygen (DO) yang tidak seimbang akan menyebabkan stress pada ikan karena otak

tidak mendapat suplai oksigen yang cukup, serta dapat mengakibatkan kematian karena

kekurangan oksigen (anoxia) yang menyebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat

oksigen yang terlarut dalam darah. Dengan tetap mengelola dan me-monitoring suplay oksigen

maka hal ini tidak akan menyebabkan stress pada ikan sehingga metabolism ikan akan baik dan

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan reproduksi yang baik.

4. Total Dissolve Solid (TDS)

Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai Total Dissolve Solid (TDS) adalah pengaruh

antropogenik berupah limbah domestik, yaitu limbah cair hasil buangan dari rumah tangga.

Misalnya, air deterjan sisa cucian, air sabun dan tinja. Sesuai dengan standard PP No. 82 tahun

2001 seperti yang telah ditampilkan dalam Tabel 1, kisaran TDS untuk kegiatan budidaya ikan

yaitu 1000 mg/L, yang artinya semakin kecil konsentrasi yang berada di perairan tersebut

semakin baik juga untuk pemeliharaan ikan.

5. Fosfat, Amoniak, Nitrat dan Nitrit

Fosfat, amoniak, nitrat dan nitrit yang terlarut dalam perairan atupun air budidaya berasal dari

aktivitas budidaya ikan berasal dari sisa pakan pellet yang terbuang. Pakan Pellet yang diberikan

kepada ikan tidak semua dapat ditangkap oleh ikan, sebagian hanyut terbawa arus dan turbulensi

air yang disebabkan oleh pergerakan ikan saat berebut menangkap makanan. Hancuran pellet

biasanya terikut pada saat pemberian pakan, dan hancuran yang berukuran kecil tersebut tidak

ditangkap oleh ikan. Proporsi pakan yang dapat ditangkap dan ditelan oleh ikan, hanya sebagian

yang diasimilasi, sedangkan yang lainnya dibuang sebagai feses. Selanjutnya dari total proporsi

yang diasimilasi, hanya sebagian kecil yang digunakan sebagai sumber energi dan pertumbuhan,

karena sebagian dibuang melalui proses ekskresi. Nilai fosfat dan amoniak yang tinggi dapat
menyebabkan stress pada ikan yang dapat menurunkan laju pertumbuhan dan reproduksi, bahkan

dapat menyebabkan kematian pada ikan yang dibudidaya.

Diketahui bahwa kadar nitrat yang lebih dari 0.2 mg/L dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi

perairan, dan selanjutnya dapat menyebabkan blooming sekaligus merupakan faktor pemicu bagi

pesatnya pertumbuhan tumbuhan air seperti eceng gondok pada perairan. Nitrat (NO 3) adalah

bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan sumber nutrisi utama bagi pertumbuhan

fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kadar nitrat yang lebih dari 5 mg/L menggambarkan

telah terjadinya pencemaran. Hal ini dapat terjadi baik itu pada perairan budidaya maupun pada

kolam budidaya, sehingga penting untuk selalu me-monitoring kadar nitrat dalam air budidaya.

6. Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Analisa Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) atau Biochemical Oxygen Demand (BOD) di

laboratorium dilakukan dengan penentuan waktu inkubasi 5 hari, dapat mengurangi

kemungkinan hasil oksidasi amoniak (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa

amoniak sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat

mempengaruhi hasil penentuan KOB/ BOD. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70% –

80% bahan organik telah mengalami oksidasi. Nilai KOB/ BOD yang tinggi menunjukkan

bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik

dalam air tersebut tinggi, hal ini berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya

mikroorganisme yang tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan

organik), oleh karena itu secara tidak langsung KOB/ BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan

organik dalam air.

Menjaga kualitas perairan ataupun air kolam budidaya ikan dalam memenuhi standard kualitas

yang ditetapkan, maka perlu dilakukan monitoring oleh pembudidaya atau petani ikan.

Monitoring parameter kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adapun alat-alat yang

digunakan dalam pengukuran parameter kimia ditampilkan pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Alat Ukur Parameter Kimia Kualitas Air Budidaya Ikan


Parameter Alat Ukur

pH meter dan probe

TDS TDS meter

BOD BOD trak dan BOD inkubator

Alkalinitas, Fosfat, Amoniak,


Colorimeter atau Spektrofotometer
Nitrat, Nitrit, DO UV/Vis

Selain itu juga, Alat-alat monitoring budidaya ikan juga ada yang tersedia dalam satu set

monitoring kualitas air budidaya ikan sehingga  memudahkan pembudidaya atau petani ikan

dalam memonitoring kualitas air budidaya secara lengkap dan tepat.

Untuk itu, telah diketahui bahwa setiap parameter kimia mempunyai peran dan berhubungan satu

sama lainnya, sehingga perairan maupun air kolam budidaya ikan diharapkan memenuhi

standard kualitasnya agar laju pertumbuhan dan reproduksi meningkat, sehingga pembudidaya

atau petani ikan mendapatkan hasil panen yang baik. Dengan demikian para pembudidaya atau

petani ikan diharapkan dapat mengelola dan memantau (monitoring) parameter kimia kualitas

perairan atau air kolam budidaya dengan tepat secara berkala.

Referensi:

Frits Tatangindatu, Ockstan Kalesaran, Robert Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air

pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa (Study on

water physical-chemical parameters around fish culture areas in Lake Tondano, Paleloan Village,

Minahasa Regency). Budidaya Perairan Mei 2013 Vol. 1 No. 2 : 8-

19.  https://pdfs.semanticscholar.org/e480/0bd4dacf32d0a651f205f9c205e419890d9e.pdf
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air.

Anda mungkin juga menyukai