Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari,
khususnya penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam
Menkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat - syarat serta
pengawasan kualitas air, kadar besi yang terkandung dalam air bersih yang
dipergunakan adalah 1,0 mg/L. Air sendiri mempunyai fungsi penting bagi tubuh
tubuh manusia antara lain sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh, pengatur suhu
tubuh, pelarut, pelumas, media transportasi, media eliminasi toksin dan produk
sisa metabolisme. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan
air dalam tubuh bisa mencegah timbulnya penyakit dan dapat menciptkan hidup
menjadi lebih sehat, produktif dan nyaman.
Kandungan bahan kimia yang terdapat dalam air berpengaruh terhadap
kesesuain penggunaan air. Secara umumnya karakteristik kimia air diantaranya
pH, alkalinitas, kation dan anion terlarut, serta kesadahan (Suripin 2001). Derajat
keasaman air yang lebih kecil dari 6,5 / pH asam meningkatkan korosifitas pada
benda logam, bisa menimbulkan rasa tidak enak dan dapat juga menyebabkan
beberapa bahan kimia menjadi racun yang dapat menggangu kesehatan (Sutrisno
2006). menurut Kusneadi, persyaratan fisik meliputi tidak berbau, tidak
berwarna, temperatur normal, serta rasanya tawar(Kusnaedi 2010). untuk
mengetahui tingkat kejernehian suatu air bisa pengujian air terhadap tingkat
kekeruhan. Semakin keruh air yang digunakan maka semakin banyak zat terlarut
yang terdapat dalam air. Diantaranya salah satu zat yang bisa menyebabkan
kekeruhan pada air yaitu terdapat kandungan besi (Fe) pada air.
Keberadaan besi dalam air yang digunakan untuk dikonsumsi maupun di pakai
untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti mencuci merupakan salah satu
permasalahan yang terkait dengan kualitas kimia yang bisa menurunkan kualitas
air. pH air netral antara 6,8 - 7,0. jika pH suatu air berada dibawah pH 7 maka air
bedara dalam kondisi asam. Informasinya air yang mengandung derajat keasaman
yang tinggi bisa menyebabkan kerusukan pada wadah penampungan air, pipa,
bahkan juga dapat merusak pakaian jika air tersebut digunakan untuk kegiatan
mencuci pakaia
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 pH (Derajat Keasaman)


pH (Power of Hydrogen) merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH
didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien
aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya
didasarkan pada perhitungan teoretis.
Pada umumnya derajat keasaman pada air disebabkan oleh gas oksida yang
larut dalam air terutama karbondioksida. Pengaruh yang berkaitan dengan aspek
kesehatan dari pada penyimpangan kualitas air minum dalam hal pH yang lebih kecil
6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan tetapi juga dapat menyebabkan beberapa senyawa
kimia berubah menjadi racun sehingga yang sangat dapat menggangu kesehatan (Goa,
Marasabessy, and Pristianto 2016). Adapun dampak akibat penurunan pH air terhadap
kesehatan ialah bisa menyebabkan kerusakan pada rambut dan kulit, sedangkan
dampak dari peningkatan pH air ialah bisa menyebabkan dermatitis atopik, dermatitis
kontak, iktiosis, jerawat, kulit kering dan keriput (Proksch 2018).
Berdasarkan Permenkes RI No 416/MENKES/PER/IX/1990 persyaratan
kualitas air minum harus memnuhi nilai dan standar dibawah ini :
Tabel 2.1 Daftar Persyaratan Kualitas Air Minum
Kadar maksimum
No. parameter satuan keterangan
yang diperoleh
A. FISIKA
1 Bau - - Tidak berbau
Jumlah zat padat terlarut
2 Mg/L 1000 -
(TDS)
3 Kekeruhan Skala NTU 5 -
4 Rasa - - Tidak berasa
o
5 Suhu 0C Suhu udara + 3oC -
6 Warna Skala TCU 15 -
B. KIMIA
a. Kimia anorganik
1 Air raksa Mg/L 0,001
2 Aluminium Mg/L 0,2
3 Arsan Mg/L 0,05
4 Besi Mg/L 1,0
5 Flourida Mg/L 0,3
6 Kadmium Mg/L 1,5

5
7 kadmium Mg/L 0,005
8 kesedanan Mg/L 500
9 Klorida Mg/L 250
10 Kronium, valensi 6 Mg/L 0,05
11 Mangan Mg/L 0,1
12 Natrium Mg/L 200
13 Nitrat, sebagai N Mg/L 10
14 Nitrit sebagai N Mg/L 1,0
15 Perak Mg/L 0,05
16 Salenium Mg/L 0,01
17 Seng Mg/L 5,0
18 Sianida Mg/L 0,1
19 Sulfat Mg/L 400
20 Sulfida (sebagai H2S) Mg/L 0,05
21 Tembaga Mg/L 1,0
22 timbal Mg/L 0,05
b. Kimia organik
1 Aldrin dan dieldrin Mg/L 0,0007
2 Benzene Mg/L 0,01
3 Benzo (a) pyrene Mg/L 0,00001
4 Chloroform (total isomer) Mg/L 0,0003
5 Chlorooform Mg/L 0,03
6 2.4-D Mg/L 0,10
7 DDT Mg/L 0,03
8 Detergen Mg/L 0,05
9 1,2-D dichloroethene Mg/L 0,01
10 1,1-D dichloroethene Mg/L 0,0003
Heptachlor dan heptaclor
11 Mg/L 0,003
epoxide
12 Hexachlorobenzene Mg/L 0,00001
13 Gamma-HCH (Lindane) Mg/L 0,004
14 Methoxychlor Mg/L 0,03
15 Pentachloropenol Mg/L 0,01
16 Pestisida total Mg/L 0,10
17 2,4,6-trichorophenol Mg/L 0,01
18 Zat organik (Kmn04) Mg/L 10
c. Mikrobiologik
Jumlah per
1 Koliform tinja 0
100 ml
95% dari sampel
yang diperiksa
Jumlah per selama setahun,
2 Total koliform 0
100 ml kadang – kadang
boleh ada 3 per 100
ml sampel air,

6
tetapi tidak berturut
- turut
d. Radio aktivitas
Aktivitas alpha (gross
1 Bg/L 0,1
alpha activity)
Aktivitas beta (gross beta
2 Bg/L 1,0
activity)

2.2 Suhu Dalam Air


Suhu air sangat berpengaruh terhadap aktivitas biologi yang ada dalam air,
karena kenaikan suhu perairan dapat menaikkan aktivitas biologi sehingga dapat
menghasilkan O2 yang lebih banyak lagi. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 bahwa temperatur maksimum
yang diperbolehkan adalah 30oC.
Umumnya, terjadi kenaikan suhu perairan akan berdampak pada kenaikan
aktifitas biologi sehingga akan membentuk gas o 2 (oksigen) menjadi lebih banyak
lagi. Secara alamiah, biasanya terjadinya kenaikan suhu perairan disebabkan oleh
adanya aktifitas penenbangan vegetasi disekitar sumber air tersebut. Sehingga
mengakibatkan banyaknya cahaya matahari yang masuk tersebut mempengaruhi
akuifer yang ada secara langsung maupung tidak langsung (Goa, Marasabessy, and
Pristianto 2016). Untuk pengaruh perubahan suhu sendiri terhadap kesehatan ialah
tidak berdampak langsung, namun bisa diakibatkan oleh berbagai faktor lain yang
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan suhu air (Effendi 2003).

2.3 Konduktivitas (Daya Tahan Listrik/DHL)


Konduktivitas merupakan salah satunya bisa dianalisis parameter yang bisa
dianalisis untuk mengetahui daya hantar listrik (DHL). Satuan konduktivitas sangat
kecil, oleh karena itu digunakan satuan mikrosiemen (μS/cm) atau mikromhos
(μmhos/cm). Daya hantar listrik diukur dengan suhu standar yaitu 25 0C.
Konduktivitas pada air bergantung pada jumlah ion terlarut per volumenya dan
mobilitas ion tersebut. Satuannya yaitu μmho/cm, 250C. Bertambahnya salinitas juga
mempengaruhi bertambahnya konduktivitas dengan jumlah yang sama. Umumnya,
faktor yang mempengaruhi perubahan konduktitas air yaitu temperatur. Dalam

7
mengukur konduktivitas digunakan konduktivitimeter (Goa, Marasabessy, and
Pristianto 2016).
Nilai konduktivitas merupakan ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit
didalam air. Kandungan elektrolit yang pada prinsipnya merupakan garam-garam
yang terlarut dalam air, berkaitan dengan kemampuan air didalam menghantarkan
arus listrik. Semakin banyak garam-garam yang terlarut semakin baik daya hantar
listrik air tersebut. Air suling yang tidak mengandung garam- garam terlarut dengan
demikian bukan merupakan penghantar listrik yang baik. Selain dipengaruhi oleh
jumlah garam-garam terlarut, konduktivitas juga dipengaruhi oleh nilai temperatur
(Zullazar Zurkarnain,2015).

Berdasarkan nilai DHLnya, air dapat dibedakan melalui nilai DHL dalam dalam
μmho/cm pada suhu 250C sebagai berikut:
Tabel 2.2 Jenis Air Berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (DHL)
No. DHL (μmho/cm, 250C) Klarifikasi
1 0,0055 Air murni
2 0,5-5 Air suling
3 5-30 Air hujan
4 30-200 Air tanah
5 45000-55000 Air laut
Sumber : Davis dan Wiest, 1996

Berdasarkan batas konduktivitas air lautnya, jenis intrusi air laut dapat dibedakan
sebagai berikut :
Tabel 2.3 Jenis Intrusi Air Laut Berdasarkan Konduktivitas Listrik
No. Batas Konduktivitas (μmho/cm, Klarifikasi intrusi
250C)
1 < 200,00 Tidak terintrusi
2 200,02 – 229, 24 Terintrusi sedikit
3 229, 25 – 38, 43 Terintrusi sedang
4 387, 44 – 534, 67 Terintrusi agak sedang
5 > 534, 68 Terintrusi tinggi
Sumber : Davis dan Wiest, 1996

Tabel 2.4 Kriteria Penilaian DHL Air Sumur/Air Tanah


No. DHL (μmhos/cm) klasifikasi
1 <650 Air tawar
2 650-1500 Air payau

8
3 >1500 Air asin
Sumber : Simoun (2000;23)

2.4 Salinitas dan TDS


Salinitas merupakan salah satu parameter yang dapat dianalisis, parameter ini
untuk menentukan jumlah garam terlarut. Sedangkan TDS (Total Dissolve Solid)
adalah indikator dari jumlah partiket atau zat, baik itu senyawa organik maupun
non – organik. Tingkat salinitas juga dapat diketahui melalui nilai TDS. Air
merupakan komponen penting yang berperan untuk menjaga kesehatan tubuh,
karena di dalam tubuh kita terdiri dari 80% air.
Umumnya diantara kita banyak masyarakat hanya mengetahui bahwa air yang
layak dan aman untuk dikonsumsi adalah air yang terbebas dari bakteri dan virus,
padahal kualitas air yang layak konsumsi ialah lebih dari satu. Diantaranya salah
satu faktor penting yang menentukan bahwa air tersebut layak dikonsumsi ialah
kandungan TDS (Total Disslved Solid) atau total zat padat terlarut. Berdasarkan
DEPKES RI melalui Permenkes No: 492/Menkes/Per/IV/2010 standar TDS
maksimum yang diperbolehkan 500 mg/l (Goa, Marasabessy, and Pristianto
2016).

Tabel 2.5 Kriteria Penilaian TDS


No. Nilai TDS (Mg/l) Tingkat salinitas
1 0 – 1.000 Air tawar
2 1.001 – 3.000 Agak asin / payau (slightly saline)
3 3.000 – 10.000 Sedang / payau (moderately saline)
4 10.001 – 100.000 Asin (saline)
5 >100.000 Sangat asin (brine)
Sumber : Me Neely et al, dalam Effendi (2003:69)

Tabel 2.6 Persyaratan TDS untuk kualitas air minum dan air bersih Berdasrkan
Permenkes RI No 416/MENKES/PER/IX/1990
Parameter Syarat Air Minum Air Bersih
Jumlah zat padat terlarut 1.000 mg/L 1.5000 mg/L

9
(TDS)

Tabel 2.7 Klasifikasi mutu air berdasarkan nilai TDS berdasarkan PP No. 82
tahun 2001
Parameter syarat Kelas 1 Kelas II Kelas III Kelas IV (mg/L)
(mg/L) (mg/L) (mg/L)

Jumlah zat padat terlarut 1.000 1.000 1.000 2.000


(TDS)/residu terlarut

2.5 Klasifikasi Mutu Air


Berdasarkan PP no 82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 yang disebutkan
dalam pasal 8 ayat 1 bahwa Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat)
kelas sebagai berikut :
1. Kelas I : air yang tersedia ada bisa dipakai untuk air baku, air minum dan atau
untuk hal lainnya dalam memenuhi kehidupan yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut
2. Kelas II : air yang tersedia ada bisa digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau untuk hal lainnya dalam memenuhi kehidupan yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
3. Kelas III : air yang tersedia ada bisa digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau untuk hal lainnya
dalam memenuhi kehidupan yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut
4. Kelas IV : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau untuk hal lainnya dalam memenuhi kehidupan yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

10

Anda mungkin juga menyukai