Anda di halaman 1dari 20

SYSTEMATIC LITERATURE REVIEW (SLR) 14 JURNAL BEREPUTASI

INTERNASIONAL MENGENAI ADMINISTRATIVE REFORM SECARA KONSEPTIS


MAUPUN PERKEMBANGANNYA PADA BERBAGAI NEGARA DI DUNIA

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Reformasi Administrasi yang diampu
oleh:

Dr. Drs. H. Heru Nurasa, M.A.


Ida Widianingsih, S.IP., M.A., Ph.D.
Yogi Suprayogi Sugandi, S.Sos., MA., Ph.D.

Disusun Oleh:
M. Rivaldy Rizky Alviansyah
170110170038
Administrasi Publik 2017/Kelas B

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMNISTRASI PUBLIK
SUMEDANG
2020
A. MATRIKS KLASIFIKASI 14 JURNAL INTERNASIONAL MENGENAI ADMINISTRATIVE REFORM
Jurnal,
No. Judul Penulis Tahun Inti Bahasan Dimensi Volume, dan
Halaman
1. Reflective Peter 2001 Reformasi administrasi - Reformasi African
Public Fuseini publik dalam masyarakat Administrasi Studies
Administration Haruna Afrika kontemporer harus - Reformasi Review, Vol.
Reform: dikonseptualisasikan lebih Tata Kelola 44, No. 1,
Building luasyang mencakup usaha - Desentralisas Hal. 37-57
Relationships, untuk membangun - Debirokratisasi
Bridging Gaps hubungan serta - Pemulihan
in Ghana menjembatani kesenjangan Struktural
antara administrator publik,
warga negara, dan
komunitas dalam
meningkatkan pembangunan
negara melalui kebijakan-
kebijakan kontruktif kolektif
2. New Public Ian 2001 Reformasi administrasi - Reformasi Journal of
Management Holliday publik di Inggris telah Administrasi Comparative
and Beyond: menjadi sasaran reformasi - Reformasi Asian
Public substansial. Hal itu Pelayanan Development,
Administrative dibuktikan melalui Publik Vol. 1, No. 1,
Reform in serangkaian perubahan yang - NPM Hal. 9-31
Britain diidentifikasi disebut dengan - Struktur,
gerakan pembaharuan New Personel, dan
Public Management (NPM) Operasi
yang mengubah struktur dan
proses pelayanan publik
bergerak menuju
pemerintahan berbasiskan
sistem informasi. Hal
tersebut mengubah sifat,
mekanisme dalam
administrasi publik di
Inggris, dan kemudian
reformasi administrasi telah
membentuk kembali negara
baik secara internal maupun
eksternal (dalam
hubungannya dengan
masyarakat sipil)
3. Administrative Abbas 2002 Analisis terhadap para agen - Reformasi Public
Reform and Monavva reformasi Iran dari sudut Administrasi Organization
Style rrian pandang gaya perilaku kerja - Adaptor Review: A
of Work mereka (seperti pemecahan - Inovator Global
Behavior: masalah dan pengambilan - Pola Perilaku Journal Vol.
Adaptors- keputusan). Hal tersebut Birokrat 2, No. 1
Innovators perlu dilakukan untuk Hal. 141–164
melihat apakah para agen
reformasi dipandang cukup
inovatif membawa
perubahan mendasar dalam
birokrasi Iran. Studi tentang
perilaku kerja membuat
perbedaan dalam cara orang
memecahkan dan
mengkomunikasikan
masalah, dan karena itu,
dapat mempengaruhi
keberhasilan program
reformasi.
4. Public Hon S. 2002 Pendidikan administrasi - Reformasi Journal of
Administrative Chan & publik sangat dipengaruhi Administrasi Comparative
Reform: Ten David H. globalisasi, kemajuan pesat - Pendidikan Asian
Major Rosenblo teknologi informasi, Administrasi Development,
Questions om sehingga menyebabkan Publik Vol. 1, No. 1,
penyebaran strategi - Kebijakan Hal. 3-8
reformasi di antara Publik
pemerintah semakin - NPM
terintegrasi yang membuat
banyak aspek tradisional
administrasi tampak terlihat
kuno, namun hal tersebut
sangat membutuhkan
metode bisnis yang lebih
baik. Reformasi harus
dilakukan operasi internal
pemerintah agar lebih
fleksibel melalui deregulasi,
desentralisasi, pengurangan
hierarki, dan pemberdayaan
pegawai. NPM telah
merubah secara substansial
administrasi publik dan
mendorong sejumlah
instansi untuk melakukan
reformasi.
5. Administrative Tom 2003 Kebijakan reformasi - Reformasi Public
Reform Policy: Christens administrasi sering dicirikan Administrasi Organization
The Challenges en & Per oleh banyaknya simbol - Reformasi Review: A
of Turning Laegreid reformasi, yang simbol dan Global
Symbols into umumnya ditujukan untuk Kultural Journal, Vol.
Practice meningkatkan legitimasi - Administrasi 3, Hal. 3–27
kepemimpinan politik. Publik
Penelitian ini membahas - Kapasitas
teori simbol reformasi dan Pengetahuan
mengaitkannya dengan teori dan Otoritas
instrumental, negosiasi, dan
fitur budaya reformasi.
Para pemimpin politik dan
administrasi pada tingkat
yang berbeda memiliki sikap
yang berbeda terhadap
administrasi simbol
reformasi, yang
mencerminkan peran dan
perspektif yang berbeda.
simbol adalah yang utama
ciri reformasi administrasi
tetapi juga bahwa reformasi
bukan hanya simbol. Simbol
itu penting, tapi mengubah
simbol menjadi praktik
bukanlah tugas yang mudah
untuk dilakukan.
6. Administrative Toshiyuk 2005 Peningkatan efisiensi - Reformasi International
Reform In i administrasi pemerintah Administrasi Review of
Japan: Past Masujim menjadi hal yang konstan - Kebijakan Administrative
Developments a prioritas reformasi Publik Sciences,
and Future administrasi di Jepang, - Efisiensi Vol. 71, No.
Trends sementara rekonstruksi - Pendekatan 2, Hal. 295–
fiskal telah diadopsi sebagai dan Promosi 308
tujuan reformasi
administrasi yang
menghasilkan kebijakan
substantif reformasi yang
dikejar pemerintah.
7. Improving Colin 2005 Sistem administrasi publik - Reformasi Journal of
Public Services: Knox & yang modern dan efektif Administrasi Social Policy,
Public Paul dapat menghasilkan publik - Pelayanan Vol. 35, No.
Administration Carmicha berkualitas tinggi yang Publik 01, Hal. 97 -
Reform in el dilakukan melalui tinjauan - Akuntanbilitas 120
Northern administrasi publik - Ekualitas
Ireland diluncurkan pada bulan Juni - Responsivitas
2002. Penelitian ini Kolektif
menawarkan evaluasi
formatif dari upaya
meningkatkan kualitas
publik layanan,. Karena cara
pandang orang di Irlandia
Utara terhadap layanan
publik bergantung pada
pandangan mereka tentang
status konstitusionalnya
yang terkait dengan norma
keagamaan, daripada kinerja
badan publik
8. Administrative Jaytilak 2006 Globalisasi dan liberalisasi - Reformasi Indian Journal
Reform Guha diperkuat oleh Informasi Administrasi of Public
Initiative for Roy dan revolusi Teknologi - Governansi Administratio,
Exellence in Komunikasi (ICT) memang Eleketronik Vol. 52, No. 3,
Public Service menjadi tantangan besar - Pengelolaan Hal. 398-411
untuk berkembang Informasi
negara juga memberikan
peluang baru. Namun, untuk
negara berkembang proses
globalisasi yang sedang
berlangsung tampaknya
mengancam karena agenda
reformasi ekonomi dan
lainnya. Dan di sinilah letak
dilema dari inisiatif
reformasi yang sedang
berlangsung yang dihadapi
oleh para perencana dan
pembuat kebijakan di negara
berkembang
9. Information Kenneth 2006 Teknologi informasi sebagai - Reformasi International
Technology Kraemer sebuah instrumen reformasi Administrasi Journal of
And & John administrasi dan melihat - Transformasi Electronic
Administrative Leslie sejauh mana penerapan Bisnis Government
Reform: Will King tersebut diterapkan di - E- Research,
E-Government Amerika Serikat secara Goverrnment Vol. 2, No. 1,
be Different? ideal. Penelitian ini melihat - Teknologi Hal. 1-20,
penggunaan dan dampak Informasi
teknologi informasi sejak e- - Penguatan
government diterapkan. Kelembagaan
Disimpulkan bahwa
teknologi informasi tidak
pernah menjadi instrumen
reformasi administrasi;
karena cenderung digunakan
untuk memperkuat
pengaturan administrasi dan
politik.
10. Bureaucratic Bidhya 2010 Reformasi administrasi - Reformasi Public
Politics and Bowornwat adalah masalah bidang Administrasi Organization
hana &
Administrative Ora-orn
politik, bukan manajerial. - Politik Review,
Reform: Poocharoe Penelitian ini berpendapat Birokratik Vol. 10, No.
Why Politics n bahwa reformasi - Administrasi 1, Hal. 303–
Matters administrasi sangat 321
dipengaruhi oleh realitas
politik birokrasi. Reformasi
biasanya berupa perebutan
kekuasaan antar aktor yang
terlibat. Ada bukti pola
perebutan kekuasaan di
antara dan antara politisi dan
birokrat. Perebutan
kekuasaan dan kontestasi ini
menjelaskan proses
pengambilan keputusan
untuk merancang dan
melaksanakan kebijakan
reformasi administrasi dan
peralihan kekuasaan.
Penelitian ini melihat celah
antara kebijakan publik dan
literatur reformasi
manajemen publik dengan
meninjau kembali
kekuasaan politisi dan
birokrat dalam membuat
kebijakan reformasi.
11. The Milena I. 2012 Penelitian ini setidaknya - Reformasi Public
Eff ectiveness of Neshkov menekankan pada dua Administrasi Administration
Administrative a& dimensi. Pertama, - Pelayanan Review,
Reform in New Tatiana melakukan telaah pustaka Publik Vol. 72, No.
Democracies Kostadin terhadap penelitian - Modernisasi 3, Hal. 324–
ova administrasi publik dengan 333.
meningkatkan pemahaman
tentang efek reformasi
administrasi. Kedua,
penelitian ini berkontribusi
pada literatur tentang
korupsi di masa transisi
paradigma konvensional
menuju modernisasi pada
negara-negara di Eropa
Timur dimulai sejak saat
proses adopsi kebijakan.
12. Administrative Sunhyuk 2014 Reformasi administrasi - Reformasi International
Reform in South Kim & seringkali membawa Administrasi Review of
Korea: Chonghe konsekuensi yang tidak - Birokrasi Administrative
New Public e Han diinginkan. Publik Baru - NPM Sciences, Vol.
Management Reformasi yang diilhami 1, No. 1, Hal.
and the oleh manajemen, dengan 1–19
Bureaucracy maksud untuk melemahkan
birokrasi elit yang kuat,
ironisnya dapat
mengakibatkan pembesaran
birokrasi. Alasan utama
untuk ini karena biasanya
birokrat sendirilah yang
merancang dan mengelola
prosesnya reformasi
administrasi. Elit birokrat
juga yang mendefinisikan,
mengoperasionalkan, dan
menerapkan langkah-
langkah reformasi khusus.
Oleh karena itu, sangat
penting bagi pendukung
reformasi untuk memastikan
mekanisme pengawasan
populer yang memadai di
luar birokrasi di berbagai
tahapan proses reformasi,
seperti pemantauan warga
atau partisipasi sipil
13. Public Jon S.T. 2015 Penelitian ini membahas - Reformasi International
Administration Quah pada roses perkembangan Administrasi Journal
Singapore- atau sejarah reformasi - Reorganisasi of
Style administrasi di Singapura, dan Organizational
lalu ruang lingkup/sektor Redistribusi Analysis, Vol.
reformasi administrasi, - Reformasi 1, No. 1, Hal.
pelaksanaan/bentuk Finansial 127-146
reformasi administrasi, serta - Evaluasi
proses evaluasi atas seluruh
proses reformasi
administrasi di Singapura
14. Understanding Kwangse 2018 Reformasi terkini yang - Reformasi International
Complexity Of on melibatkan kompleksitas Administrasi Journal
Administrative Hwang menciptakan tantangan - Kompleksitas of
Reform “kalkulasi rasional” dalam - NPM Organizationa
konteks pengertian tentang - Pos NPM l Analysis,
reformasi administrasi. Vol. 1, No. 1,
Ukuran koordinasi sebagai Hal. 1-15
respon terhadap fragmentasi
meningkatkan kompleksitas
dan alasan di balik reformasi
didasarkan pada rasionalitas
instrumental. Penelitian ini
menegaskan kembali
pentingnya sistem politik-
birokrasi yang bersifat
multi-fungsi dan berdaya
saing untuk mendapatkan
nilai-nilai kelembagaan
ketika berbagai konsep
reformasi dimasukkan
ke dalam konteks uji
kompatibilitas para
pemimpin.

B. TABEL DAN GRAFIK METODOLOGI PENELITIAN 14 JURNAL MENGENAI ADMINISTRATIVE


REFORM

No. Judul Jurnal Metodologi Penelitian


1. Reflective Public Administration Reform: Building Relationships,
Metode Penelitian Kualitatif
Bridging Gaps in Ghana
2. New Public Management and Beyond: Public Administrative
Metode Penelitian Kualitatif
Reform in Britain
3. Administrative Reform and Style of Work Behavior: Adaptors-
Metode Penelitian Kuantitatif
Innovators
4. Public Administrative Reform: Ten Major Questions Metode Penelitian Kualitatif
5. Administrative Reform Policy: The Challenges of Turning Symbols
Metode Penelitian Kualitatif
into Practice
6. Administrative Reform In Japan: Past Developments and Future
Metode Penelitian Kualitatif
Trends
7. Improving Public Services: Public Administration Reform in
Metode Penelitian Kuantitatif
Northern Ireland
8. Administrative Reform Initiative for Exellence in Public Service Metode Penelitian Kualitatif
9. Information Technology and Administrative Reform: Will
Metode Penelitian Kualitatif
E-Government be Different?
10. Bureaucratic Politics and Administrative Reform: Why Politics
Metode Penelitian Kualitatif
Matters
11. The Eff ectiveness of Administrative Reform in New Democracies Metode Penelitian Kuantitatif
12. Administrative Reform in South Korea: New Public Management
Metode Penelitian Kualitatif
and the Bureaucracy
13. Public Administration Singapore-Style Metode Penelitian Kualitatif
14. Understanding Complexity Of Administrative Reform Metode Penelitian Kualitatif

GRAFIK METODOLOGI PENELITIAN 14 JURNAL MENGENAI ADMINISTRATIVE REFORM

Grafik Metodologi Penelitian 14 Jurnal


Administrative Reform

3
Metode Penelitian Kualitatif

Metode Penelitian Kuantitatif


11

C. TABEL TEMA PENELITIAN 14 JURNAL MENGENAI ADMINISTRATIVE REFORM


No. Judul Penelitian Tema Penelitian
1. Reflective Public Administration Reform: Building
Perkembangan Reformasi Administrasi
Relationships, Bridging Gaps in Ghana
2. New Public Management and Beyond: Public
Perkembangan Reformasi Administrasi
Administrative Reform in Britain
3. Administrative Reform and Style of Work Behavior:
Perkembangan Reformasi Administrasi
Adaptors-Innovators
4. Public Administrative Reform: Ten Major Questions Konsep Reformasi Administrasi
5. Administrative Reform Policy: The Challenges of Turning
Perkembangan Reformasi Administrasi
Symbols into Practice
6. Administrative Reform In Japan: Past Developments and
Perkembangan Reformasi Administrasi
Future Trends
7. Improving Public Services: Public Administration Reform
Perkembangan Reformasi Administrasi
in Northern Ireland
8. Administrative Reform Initiative for Exellence in Public
Konsep Reformasi Administrasi
Service
9. Information Technology and Administrative Reform: Will
Konsep Reformasi Administrasi
E-Government be Different?
10. Bureaucratic Politics and Administrative Reform: Why
Konsep Reformasi Administrasi
Politics Matters
11. The Eff ectiveness of Administrative Reform in New
Konsep Reformasi Administrasi
Democracies
12. Administrative Reform in South Korea: New Public
Management Perkembangan Reformasi Administrasi
and the Bureaucracy
13. Public Administration Singapore-Style Perkembangan Reformasi Administrasi
14. Understanding Complexity Of Administrative Reform Konsep Reformasi Administrasi

GRAFIK TEMA PENELITIAN 14 JURNAL MENGENAI ADMINISTRATIVE REFORM

Grafik Tema Penelitian 14 Jurnal Admin-


istrative Reform

6 Konsep Reformasi Administrasi


Perkembangan Reformasi
8 Administrasi
Kajan Reformasi Administrasi, Sebuah Tinjauan Konseptis serta Ulasan Perkambangannya
Pada Berbagai Negara di Dunia

Reformasi administrasi menyajikan tiga peninggalan NPM yakni : administrasi yang bermotivasi
kinerja; dimensi komparatif dari reformasi administrasi; dan studi manajemen terintegrasi termasuk
ekonomi, sosiologis, sosial psikologis dan gagasan lanjutan lainnya. Menurut pendekatan
transformatif, menggabungkan dimensi lingkungan eksternal dan budaya internal dan politik dimensi
instrumental untuk memahami kompleksitas reformasi , terdapat tiga faktor-faktor yang
mempengaruhi proses reformasi. Pertama, instrumental struktural perspektif menjelaskan seberapa
kuat atau longgar pemimpin memiliki kendali. Dalam pandangan ini, reformasi dipandang sebagai
restrukturisasi atau reorganisasi pun kompleksitas menyiratkan bahwa organisasi yang digabungkan
secara longgar dan memiliki fleksibilitas yang mengarah pada peningkatan hibriditas. Selain itu,
heterogenitas dalam organisasi (dihasilkan dari sejauh mana kontrol atau otonomi tidak ada atau ada
atau lebih atau kurang) dapat menciptakan kompleksitas itu sendiri. Kedua, budaya perspektif
mengasumsikan bahwa organisasi publik menetapkan norma informal mereka sendiri dan nilai-nilai
yang muncul karenanya. Maka, negara dan pemerintah yang berbeda memiliki ciri reformasi yang
berbeda karena jika nilai reformasi menyerupai sistem yang ada, lalu reformasi tersebut kemungkinan
besar akan berhasil. Meskipun terdapat budaya prime. Sub-budaya yang beragam mendukung
keduanya kendali dan otonomi dapat menimbulkan kompleksitas. Ketiga, perspektif lingkungan
mencakup dua bagian: lingkungan teknis dan kelembagaan (Hwang, 2018). Singkatnya, reformasi itu
sulit, pekerjaan mahal yang sering gagal karena harus dapat menajwab 10 pertanyaan berikut ini: 1.
The question of problem definition, 2. The question of accurate diagnosis, 3. The question of
appropriate prescription., 4. The question of private sector capacity., 5. The question of
transferability among regimes., 6. The question of transferability among different administrative
cultures., 7. The question of accountability, 8. The question of coordination., 9. The question of
staying power:, dan 10. The question of democratic citizenship.
Perhatian terhadap sepuluh pertanyaan ini tentu saja hanyalah titik awal, tetapi satu itu harus
membantu membangun teori dan pengetahuan, dan pada akhirnya meningkatkan peluang untuk
sukses (Chan, 2002).
Menurut perspektif instrumental, reformasi administrasi aktif pada proses dan kebijakan yang
dicirikan oleh perencanaan secara cermat, relatif tidak ambigu tujuan, definisi yang jelas tentang
alternatif, wawasan tentang konsekuensi berbagai langkah-langkah reformasi, pilihan sadar antara
alternatif dan efek lalu bertepatan dengan tujuan utam. Politik dan para pemimpin administrasi
seharusnya mendominasi proses reformasi, dapat memutuskan tentang bagaimana mengaturnya,
mengontrol partisipasi, mendefinisikan mandat, termasuk yang relevan dengan masalah dan sejalan
dengan solusi. Hal ini berarti akan ada koneksi yang dekat antara simbol reformasi, keputusan
reformasi, pelaksanaan reformasi, dan reformasi praktek. Reformasi dengan demikian dipandang
perlu dan mungkin. Diantara simbol-simbol tersebut adalah pertama, simbol reformasi dapat dilihat
sebagai semacam sebagai pengganti implementasi dan tindakan reformasi. Kedua, simbol reformasi
dan implementasi reformasi dapat dilihat secara ketat ditambah dalam arti simbol memudahkan
proses reformasi dan reformasi praktek. Ketiga, simbol kebijakan reformasi dapat berdampak
langsung pada pelaksanaan reformasi dan praktek, bukan hanya berfungsi sebagai konstruksi
normatif (Christensen, 2003). Hipotesis reformasi menunjukkan bahwa reformasi diperlukan tanpa
menentukan oleh faktor mengapa. Organisasi pemerintah mungkin cacat dan dapat diperbaiki, tetapi
hal itu tidak berarti bahwa mereka melakukan pekerjaan yang buruk di tujuan mereka. Kebanyakan
pemerintah organisasi adalah birokrasi dengan distribusi otoritas yang terorganisir secara hierarkis,
sumber daya, dan tanggung jawab mengalir ke bawah ke unit kerja dan informasi tentang kinerja
organisasi yang mengalir mundur ke atas sebagai alat kontrol. Kebanyakan manajer pemerintah ingin
menyimpannya organisasi seperti itu untuk alasan yang baik. Bentuk birokrasi sangat disempurnakan
banyak dekade studi berkelanjutan dan perbaikan. Ini telah berkembang menjadi komprehensif set
konvensi yang berhasil cukup baik dalam mengerjakan tugas-tugas rumit dengan kinerja yang wajar
secara berkelanjutan dasar selama bertahun-tahun. Manajer pemerintah memahami bentuk organisasi
ini, yang membuat mereka ahli dalam menggunakannya untuk mencapai tujuan pemerintah
(Kraemer, 2006). Faktor-faktor seperti krisis ekonomi, ideologi politik internal, dan kekuatan
eksternal globalisasi memang menjelaskan difusi dan impor aspek retoris publik kebijakan reformasi
manajemen. Namun, faktor-faktor ini tidak menjelaskan mengapa beberapa teknik manajerial lebih
dipilih daripada yang lain dalam paket kebijakan reformasi. Itu penulis mengusulkan untuk
menggunakan kerangka politik birokrasi untuk membantu menjelaskan mengapa kebijakan dan
perangkat reformasi tertentu dipilih daripada yang lain. Politik birokrasi Kerangka kerja melihat
reformasi administrasi sebagai pertempuran politik di antara para aktor: politisi dan birokrat, untuk
kekuasaan yang lebih tinggi. Baik birokrat dan politisi menggunakannya kebijakan dan perangkat
reformasi manajemen sebagai instrumen politik mereka untuk memperoleh lebih banyak kekuasaan
dalam pemerintahan. Dalam studi kebijakan publik, ditemukan bahwa setelah kebijakan retoris
diiklankan oleh para politisi, pada umumnya rincian program, instrumen, dan alat kebijakan biasanya
diserahkan kepada birokrat untuk merencanakan dan memutuskan sendiri (Bowornwathana, 2010).
Diantara berbagai tujuan yang ditempuh melalui reformasi kenegaraan administrasi, pemerintah yang
transparan dan akuntabel menonjol sangat kontras dengan masa lalu. Terlebih lagi, semua negara
pasca-komunis telah diperkenalkan dalam kode etik statuta pegawai negeri mereka pegawai negeri
sipil. Kode melayani dua tujuan: untuk mempromosikan aturan untuk setia, jujur, dan perilaku yang
tidak memihak di antara pejabat publik dan untuk memerangi pelanggaran aturan ini. Modernisasi
struktur pegawai negeri, penguatan kapasitas material dan kelembagaannya, dan pengantar badan
baru dengan fungsi kontrol semua faktor yang relevan di perumusan dan implementasi kebijakan
yang bersih dan adil. Itu depolitisasi birokrat berkontribusi pada keputusan administratif yang bebas
dari perburuan rente politik. PNS otonom lebih cenderung merumuskan kebijakan dan memberikan
layanan kepada publik ketika pengangkatan kembali atau promosi mereka tidak berada di bawah
tekanan untuk menyenangkan kepentingan pribadi. Yang lebih lemah lembaga kantor publik,
semakin sulit untuk dibedakan kasus kegiatan korupsi. Oleh karena itu, pengenalan norma yang jelas
menjadi penting untuk mengidentifikasi yang tidak dapat diterima tingkah laku (Neshkova, 2012).
Untuk menemukan korelasi antara gaya perilaku kerja dan derajat yang dirasakan dari keberhasilan
program reformasi, item-item yang terakhir dianalisis faktornya. Itu Tujuan utama dari analisis faktor
adalah mengurangi sejumlah besar variabel menjadi sejumlah kecil faktor yang dimiliki bersama dan
yang tampaknya mengukur hal yang sama (Jaeger, 1983; Emory, 1985; Cooper dan Emory, 1995).
Umumnya, analisis faktor mempertimbangkan korelasi antara setiap pasangan item pada skala atau
uji. Para agen reformasi diminta untuk menjelaskan bagaimana mereka memandang derajatnya
keberhasilan upaya reformasi dalam tiga bidang besar: reorganisasi organisasi publik di tingkat pusat
dan daerah, reformasi manajemen sumber daya manusia, dan reformasi prosedur, untuk mempercepat
pemberian layanan (Monavvarrian, 2002). Pendekatan reformasi pemerintahan yang dilakukan di
Jepang terbagi ke dalam aksi koersif dan aksi kumulatif. Berikut ciri-ciri pembeda dari aksi koersif
meliputi yang berikut ini.
1. Kerangka kerja ditetapkan untuk reformasi wajib struktur dan operasi pemerintah melalui,
misalnya, pemotongan lintas-dewan dalam organisasi, tingkat atau anggaran staf.
2. Tidak ada alasan langsung dan konkret untuk tindakan tersebut. Sebagai contoh, tidak ada
penjelasan teoritis yang diberikan tentang mengapa jumlah kementerian harus dibelah dua atau
mengapa jumlah staf harus dikurangi 10 persen dalam sepuluh tahun.
3. Langkah-langkah tersebut rasional dalam arti sesuai dengan atribut organisasi dan kegiatan
pemerintahan, meskipun biasanya hanya secara implisit daripada secara eksplisit. Mengingat tidak
fleksibelnya sektor publik, memaksa reformasi menyediakan cara artifisial untuk membuat
penyesuaian secara paksa. Seperti itu langkah-langkah tersebut telah terbukti efektif di masa lalu,
terutama di mana pengurangan staf terlibat.
4. Secara komparatif mudah untuk mendapatkan persetujuan dari mereka yang terlibat dalam
implementasi tindakan tersebut karena pendekatan ini sesuai dengan kecenderungan di
Masyarakat Jepang untuk ketidakberpihakan dan keseragaman. Mereka yang terkena dampak bisa
berakibat fatal menghibur diri dengan pikiran bahwa bukan hanya mereka yang ada terpengaruh.
Namun, pada saat yang sama, ada kecenderungan pengambilan keputusan diikuti dengan sedikit
penelitian yang cermat mengapa tindakan tersebut harus diambil.
5. Setelah pemerintah menetapkan kebijakan dasar untuk melaksanakannya ukuran, relatif muda
dalam istilah administratif untuk menerjemahkan ini ke dalam praktek.
Sebaliknya, aksi kumulatif dapat dicirikan sebagai berikut.
1. Para perumus reformasi dapat dengan jelas menjelaskan alasan dan teori di balik reformasi
Pengukuran. (Apakah alasan dan teori seperti itu benar secara obyektif adalah hal lain masalah.)
2. Adalah mungkin untuk mendemonstrasikan rasionalitas tindakan dengan jelas dalam terang
karakteristik organisasi dan kegiatan administrasi.
3. Karena alasan dan efek tindakan jelas terlihat bagi yang tertarik partai, ada kecenderungan untuk
terjadi oposisi terorganisir yang kuat.
4. Pengaruh politik yang kuat atau tekanan dari luar dibutuhkan untuk menahan kekuatan ini
berlawanan (Masujima, 295-308).
Menarik perbedaan antara dampak reformasi internal dan eksternal negara semakin dibuat-buat.
Memang, salah satu tujuan utama dari reformasi baru-baru ini adalah untuk sedapat mungkin
mengaburkan batas sektor publik-swasta. Selanjutnya, dalam menganalisis dampak internal negara,
kami telah menyebutkan lembaga dan aktor ekstra-negara. Di sini, kemudian, divisi ini dibuat terutama
untuk tujuan analitis. Itu juga dibuat untuk memusatkan perhatian pada bagian ini bagian-bagian dari
masyarakat Inggris itu, bahkan di era publik-privat yang substansial interaksi dan fusi, tetap jelas di
luar negara. Kepentingan utama di sini adalah dampak reformasi terhadap hubungan antara negara dan
individu itu berjanji untuk melayani. Justru di sinilah reformasi selalu dimaksudkan untuk
mendapatkan dampak terbesarnya. Apakah mereka disebut warga negara, pelanggan, atau konsumen,
orang Inggrislah yang dimaksudkan untuk menjadi yang utama penerima manfaat reformasi. Di bagian
ini, kesuksesan dan kegagalan dinilai bersama dua dimensi luas dari konsumerisme dan
kewarganegaraan (Holliday, 2002). Pendekatan tata kelola terdiri atas beragam pendekatan, tetapi
gagasan umum yang tersedia mencirikan pendekatan dan membedakannya dari pendekatan birokrasi.
Hal itu cenderung membatasi intervensi negara dalam ekonomi dan untuk mengurangi sektor publik
melalui kebijakan liberalisasi, privatisasi, debirokratisasi, desentralisasi, dan demokratisasi. Reformasi
administrasi di Ghana telah dilaksanakan, namun perubahannya tidak hanya gagal mencapai tingkat
pertumbuhan yang diantisipasi, tetapi mereka juga menyebabkan peningkatan ketidakadilan sosial dan
ekonomi. Terdapat beberapa pelajaran yang dapat diambil dari kejadian tersebut yakni, pertama,
Ghana perlu menyadari bahwa reformasi kelembagaan sulit untuk dicapai jika solusi untuk masalah
publik itu mudah, lakukan upaya berulang-ulang yang ada dalam sejarah politik dan administrasi kita -
tidak perlu. Kedua, Ghana berasumsi bahwa tujuan reformasi yang tepat adalah material kesejahteraan,
sebab keyakinan masyarakat Barat pada sains, teknologi, dan uang untuk membebaskan orang dari
kendala kebutuhan material. Pelajaran ketiga menyangkut peran yang tepat dari negara dan publik
pemerintahan, yang sejauh ini gagal diperiksa secara kritis oleh Ghana. Di reaksi pertama terhadap
pemerintahan kolonial, dan kemudian menanggapi ekonomi, sosial, dan perkembangan politik, sektor
publik tumbuh tanpa memperhatikan batasan dan konsekuensi dari pertumbuhan tersebut (Haruna,
2001). Tim Peninjau telah ditugaskan untuk memenuhi sepuluh berikut ini karakteristik dalam
membuat rekomendasi untuk perubahan:
1. Akuntabilitas demokratis: untuk memastikan pengawasan demokratis oleh terpilih perwakilan
layanan yang diberikan dalam area tanggung jawab mereka dan meminta pertanggungjawaban
mereka yang memberikan layanan lain yang tidak secara langsung berada dalam jangkauan
mereka mengampuni.
2. Responsivitas masyarakat: membuat layanan tanggap terhadap kebutuhan lokal dan variasi dalam
kebutuhan tersebut.
3. Perhatian lintas komunitas: untuk melindungi kepentingan komunitas yang mana menjadi
minoritas di berbagai bagian Irlandia Utara, dalam hal pengiriman dan akuntabilitas layanan
publik dan memastikan perlindungan yang tepat bagi mereka minat.
4. Kesetaraan dan hak asasi manusia, termasuk kesetaraan akses: untuk menyediakan dan
menyampaikan layanan secara adil di seluruh Irlandia Utara sehingga pengaturan baru dari
Review mematuhi undang-undang kesetaraan dan hak asasi manusia.
5. Subsidiaritas: untuk mempertimbangkan layanan mana yang paling baik dikembangkan, diawasi
dan disampaikan di tingkat lokal, sub-regional dan regional, serta koordinasi pembuatan
kebijakan dan pemberian layanan di seluruh tingkat ini.
6. Kualitas layanan: untuk memastikan bahwa layanan diberikan secara efisien dan seefektif
mungkin untuk standar kualitas tertentu.
7. Koordinasi dan integrasi layanan: untuk memeriksa potensi kerjasama antara berbagai jenis
layanan untuk menyampaikan kebijakan lintas sektor.
8. Ruang lingkup sektor publik: untuk menilai kesesuaian layanan yang ada disediakan oleh sektor
publik dan peran swasta dan komunitas / sektor sukarela dalam memberikan kontribusi untuk
layanan publik yang lebih baik.
9. Efisiensi dan efektivitas: mempertimbangkan penggunaan sumber daya yang terbaik sehingga ada
reorganisasi menciptakan layanan yang paling efektif dan efisien kepada publik, menghindari
duplikasi, meminimalkan pengeluaran manajerial dan birokrasi dan memaksimalkan pengeluaran
untuk layanan lini depan.
10. Inovasi dan organisasi bisnis: menjadi berwawasan ke depan dengan memeriksa kebutuhan orang
dalam waktu lima sampai sepuluh tahun melalui peluang yang muncul dari teknologi baru dan
cara yang lebih baik dalam memberikan layanan (Knox, 2006).
Dalam konsep reformasi administrasi tentu tidak akan pernah lepas dari dua hal yakni revolusi
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memiliki implikasi yang mendalam bagi masa depan
umat manusia. Dalam skenario seperti itu, ada Tak heran dengan pergeseran paradigma dari
Administrasi Publik tradisional untuk tata kelola publik, telah terjadi peningkatan aplikasi TIK untuk
pemerintahan yang baik di seluruh dunia serta perolehan informasi yang benar kepada setiap warga
negara.
Meningkatkan penggunaan aplikasi TIK untuk meningkatkan kualitas tata kelola di berbagai bidang,
yaitu:
1. Pelayanan perkotaan melalui informasi terintegrasi on-line dan sistem pemantauan untuk
pengiriman, akuntansi, kepatuhan, dan pembayaran untuk layanan seperti pasokan air, listrik,
telepon, dll.
2. Kepatuhan dan pembayaran pajak secara elektronik.
3. Pengajuan Keluhan kepada otoritas publik melalui internet.
4. Manajemen lalu lintas di jalan dengan berbagai perangkat elektronik.
5. Perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan di tingkat nasional, tingkat negara
bagian, kabupaten, dan desa dengan penerapan model berbasis IT.
6. Pengelolaan skema jaminan sosial seperti pembuatan 'tulang punggung informasi terintegrasi
di seluruh negeri' melalui batas waktu reformasi TI di seluruh organisasi untuk Pemerintah
India Organisasi Penyedia Dana Pegawai yang kebetulan adalah Organisasi Provident Fund
terbesar dan tertua di dunia.
7. Pengelolaan Kargo Impor dan Ekspor melalui sistem IT.
8. Pembayaran Bills dan Booking Passage melalui on-line terintegrasi sistem.
9. Pengangkatan dan pemindahan personel melalui komputerisasi sistem.
10. Antarmuka warga-pemerintah melalui informasi berbasis komputer, sistem komunikasi dan
kontrol di bidang-bidang seperti masalah paspor, pendaftaran kendaraan, sistem distribusi
publik, imigrasi informasi dan pemantauan, manajemen kesehatan masyarakat.
Sementara perolehan informasi yang memadai kepada warga adalah hak setiap warga negara
atas yang kini telah diakui secara universal sebagai cara yang efektif untuk administrasi yang
akuntabel dan transparan. Ada tidak dapat disangkal fakta bahwa 'pemerintahan yang tidak
terlihat' telah menjadi usang era liberalisasi dan globalisasi saat ini (Roy, 2006).
Dalam konteks menghilangkan kepercayaan populer pada layanan publik, kuncinya tujuan reformasi
administrasi adalah untuk menciptakan pemerintahan yang melayani lebih baik. Untuk mencapai
tujuan ini, pemasaran, partisipasi warga, dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta ditekankan
sebagai nilai-nilai inti pembaruan. Selama pemerintahan Kim Dae Jung (1998–2003) dan Roh
Pemerintahan Moo Hyun (2003–08), langkah-langkah reformasi umumnya mencakup pemerintahan
restrukturisasi, sistem badan eksekutif, dan manajemen kinerja. Langkah-langkah ini sejalan dengan
elemen inti NPM dan dimaksudkan untuk mengubah a birokrasi berbasis hierarki menjadi organisasi
yang digerakkan oleh persaingan, karenanya memastikan efisiensi dan fleksibilitas di sektor publik.
Menanggapi meningkatnya permintaan akan reformasi administrasi dalam masyarakat sipil
dan lingkaran politik, perampingan birokrasi muncul sebagai bagian penting agenda reformasi,
terutama untuk pemerintahan Kim Dae Jung. Pemotongan upaya untuk secara tajam mengurangi
jumlah pegawai negeri. Sampai dengan akhir tahun 2002, pemotongan 20 persen dari total sektor
publik tercapai. Secara bersamaan, jumlah anggota kabinet dikurangi dari 21 menjadi 17. Juga, pada
2001, delapan perusahaan milik negara diprivatisasi, dan ukuran angkatan kerja publik berkurang 16
persen, atau 224.000 orang (Kim, 2014). Pendekatan Singapura untuk reformasi administrasi
dicirikan oleh lima fitur. Pertama, tidak seperti banyak negara lain, baik institusional maupun aspek
sikap reformasi administrasi ditekankan sebagai reorganisasi SCS juga dibarengi dengan sikap
reorientasi pegawai negeri. Kedua, tujuan reformasi adalah dinyatakan dengan jelas sebagai
peningkatan efektivitas LCS untuk meningkatkan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Ketiga, Singapura mengadopsi pendekatan pragmatis untuk reformasi
administrasi dengan mengandalkan peningkatan kapabilitas organisasi dan pengurangan organisasi
beban kerja dan strategi reformasi yang komprehensif dan bertahap. Keempat, konteks kebijakan
Singapura kondusif bagi reformasi administrasi karena tidak adanya hambatan mengingat ukurannya
yang kecil, korupsi, dan dukungan dan sponsor reformasi oleh politik pemimpin. Akhirnya,
pengalaman Singapura dalam reformasi administrasi jelas terlihat menunjukkan bahwa dukungan dan
sponsor dari upaya reformasi oleh politik seorang pemimpin adalah prasyarat yang sangat diperlukan
untuk reformasi administrasi yang sukses (Quah, 2015).

REFERENSI

Bowornwathana, B. &.-O. (2010). Bureaucratic Politics and Administrative Reform: Why Politics
Matters. Public Organanization Review , 303-321.
Chan, H. S. (2002). Public Administrative Reform: Ten Major. Journal of Comparative Asian
Development , 3-8.
Christensen, T. (2003). Administrative Reform Policy: The Challenges of Turning Symbols into
Practice. Public Organization Review: A Global Journal , 3-27.
Haruna, P. H. (2001). Reflective Public Administration Reform: Building Relationships, Bridging
Gaps in Ghana. African Studies Review , 37-57.
Holliday, I. (2002). New Public Management and Beyond: Public. Journal of Comparative Asian
Development , 9-31.
Hwang, K. (2018). Understanding complexity of administrative reform. International Journal of
Organizational Analysis , 1-15.
Kim, S. &. (2014). Administrative reform in South Korea: New Public Management and the
bureaucracy. International Review of Administrative Sciences , 1-19.
Knox, C. &. (2006). Improving Public Services: Public Administration Reform in Northern Ireland.
Journal of Social Policy , 97-120.
Kraemer, K. &. (2006). Information Technology and Administrative Reform: Will E-Government
be Different? International Journal of Electronic Government Research , 1-20.
Masujima, T. (295-308). Administrative Reform in Japan: Past Developments and Future Trends.
International Review of Administrative Science , 2005.
Monavvarrian, A. (2002). Administrative Reform and Style of Work Behavior: Adaptors-
Innovators. Public Organization Review: A Global Journal , 141-164.
Neshkova, M. I. (2012). The Effectiveness of Administrative Reform in New Democracies. Public
Administration Review , 324-333.
Quah, J. S. (2015). Public Administration Singapore-style. International Journal of Organizational
Analysis , 127-146.
Roy, J. G. (2006). Administrative Reform Initaitive For Exellence in Public Service. Indian Journal
of Public Administration , 396-411.

Anda mungkin juga menyukai