Di Susun Oleh:
Ade Aulia Putri 200210187
Kasifa Nazira 200210186
Dian Widya 2002101189
Raihan Zaitul Zainah 200210207
Muhammad Dicky Ananda 200210217
Dosen Pengampu:
Dr. Cut Sukmawati, SE., M.Si
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang memberikan nikmat iman
dan islam sehingga kita dapat menjadi cahaya masa depan bangsa ini, serta sholawat
beriringkan salam kita sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, nabi akhir zaman
yang diutus untuk memperbaiki akhlak manusia. Dengan berkat taufiq dan hidayah Allah
serta do’a dari kedua orang tua, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Reformasi publik di beberapa negara di dunia". Pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua kami yang telah memberikan dorongan dan motivasi .
2. Ibu Dr. Cut Sukmawati, SE., M.Si dosen pengampu mata kuliah Reformasi Administrasi Publik
Akhir kata, semua penulis ucapkan ribuan terima kasih. Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan semua
kekurangan milik makhluknya, oleh karena itu segala saran dan kritik yang sifatnya
membangun akan sangat diharapkan demi perkembangan Studi Administrasi Publik
selanjutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Reformasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah perubahan secara drastis untuk
perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dalam suatu masyarakat atau negara. Prasojo
(2003), mengatakan bahwa reformasi merujuk pada upaya yang dikehendaki (intended
change), dalam suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah, oleh karena itu persyaratan
keberhasilan reformasi adalah eksistensi peta jalan (road map), menuju suatu kondisi, status,
dan tujuan yang ditetapkan sejak awal beserta indikator keberhasilannya. Kemudian, menurut
Sedarmayanti (2009: 67) bahwa reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu,
komprehensif, ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik (good
governance). Menurut Samuel P. Huntington (1968: 344) reformasi merupakan perubahan
yang dilakukan dengan cakupan yang terbatas dan dalam waktu yang tidak cepat maupun
lambat (moderate), dalam rangka mengubah kepemimpinan, kebijakan dan institusi.
Reformasi administrasi di dikenal dengan usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas
organisasi.Tujuan umum reformasi administrasi ada tiga, pertama meningkatkan keteraturan,
kedua meningkatkan dan menyempurnakan metode, ketiga meningkatkan performance. Jadi
reformasi administrasi meningkatkan disiplin, memperbaiki sistem yang ada pada organisasi,
serta meningkatkan kinerja organisasi.
Reformasi administrasi publik merupakan langkah awal dan prioritas utama dalam
pembangunan, di kebanyakan negara berkembang yang sudah mengalami transformasi
menjadi negara maju. Reformasi administrasi merupakan bagian yang sangat penting dalam
pembangunan di negara-negara yang berkembang, terlepas dari tingkat perkembangan atau
kecepatan pertumbuhan dan arah serta tujuannya. Istilah reformasi administrasi mengandung
begitu banyak harapan, tetapi juga membawa “pertengkaran” yang tak kunjung usai
dikalangan praktisi, pemerhati, masyarakat dan kaum teoritisi.
Reformasi administrasi adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah :
a. Struktur dan prosedur birokrasi (aspek reorganisasi atau kelembagaan)
b. Sikap dan perilaku birokrat, agar meningkatkan efektivitas orgnisasi atau terciptanya
administrasi yang hebat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Tujuan reformasi administrasi adalah untuk menyempurnakan kinerja individu, kelompok,
dan institusi agar dapat mencapai tujuan efektif, ekonomis, dan lebih cepat. Kemudian
reformasi administrasi juga bertujuan agar individu, kelompok, institusi, dapat mencapai
tujuan lebih efektif, ekonomis, dan lebih cepat.
Umumnya negara-negara berkembang mempunyai ciri-ciri pola dasar sistem administrasinya
merupakan tiruan atau jiplakan dari sistem kolonial, kekurangan sumber daya yang
berkualitas, cenderung mengutamakan atau berorientasi pada kepentingan pribadi maupun
kelompok, formalisasi birokrasi, cenderung bersifat otonom, sangat lamban dan birokratis,
dan adanya unsur-unsur non birokrasi dalam pengambilan keputusan.
Secara terperinci dapat disebutkan 4 faktor yang mempengaruhi reformasi administrasi di
negara-negara berkembang, yaitu sebagai berikut.
1. Ketidakpuasan kepada pemerintah, yang bersumber pada terlalu besarnya organisasi
pemerintah sehingga cenderung mengkonsumsi seluruh sumber daya yang ada, pemerintah
terlalu campur tangan dan melakukan kegiatankegiatan yang sebenarnya bisa dilakukan oleh
swasta dan masyarakat sendiri, pemerintah dipandang menggunakan cara-cara usang dalam
menerapkan manajemen baru.
2. Munculnya teori-teori ekonomi baru.
3. Globalisasi dan perdagangan bebas.
4. Perkembangan teknologi.
Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang menjadi mempengaruhi reformasi administrasi
Negara, antara lain: (1) tingginya derajat sentralisasi; (2) sistem penganggaran yang sulit
terintergrasi; (3) sistem perencanaan yang belum efektif; dan (4) sistem evaluasi kinerja
pemerintah yang belum dapat memberikan umpan-balik yang memadai.
Berbeda dengan Caiden (1991) yang mengungkapkan beberapa alasan yang mempengaruhi
reformasi administrasi negara, antara lain karena kelembagaan aparat masih jauh dari
kapasitas potensialnya, organisasi cenderung konservatif, dan inovasi lambat. Alasan Caiden
ini mengindikasikan bahwa persoalan reformasi administrasi adalah persoalan teknis, tidak
memposisikan suatu negara yang memiliki suhu politik yang bergejolak.
Strategi reformasi terhadap administrasi reformasi menurut Abidin (2006:27) dapat dilakukan
melalui :
1. Peningkatan kemampuan birokrasi agar mampu mewujudkan kebijakan kebijakan yang
normatif menjadi kenyataan di lapangan. Hal ini dapat dilakukan melalui perbaikan institusi
publik, perbaikan prosedur pelayanan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia
aparatur.
2. Perbaikan prosedur dan tata laksana pengelolaan kekayaan negara dengan mendahulukan
kepentingan publik, keselamatan kekayaan negara dan kebenaran secara hukum.
3. Penetapan pejabat publik melalui kriteria dan prosedur terbuka dengan menempatkan
persyaratan ketaatan, kejujuran dan keahlian sebagai syarat pokok.
Dengan adanya reformasi administrasi public diharapkan dapat mendorong terwujudnya
pemerintahan yang baik, memperbaiki kinerja dan memperbaiki praktek administrasi yang
tidak sehat. Tujuan dilakukannya reformasi administrasi dapat dikategorikan ke dalam
penyempurnaan tatanan dan reformasi prosedur, penyempurnaan metode dan reformasi
teknis, dan penyempurnaan unjuk kerja dan reformasi program
Reformasi administrasi publik di Asia adalah proses yang berkelanjutan dan kompleks yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan publik dan efisiensi pemerintahan Reformasi
administrasi publik di Asia muncul sebagai respons terhadap tuntutan masyarakat dan
tantangan global yang semakin kompleks dan beragam :
Perkembangan ekonomi dan teknologi, Krisis keuangan dan tuntutan efisiensi ,Tuntutan
reformasi politik,Pengaruh internasional, reformasi administrasi publik di Asia bertujuan
untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efektif, efisien, transparan dan berorientasi pada
kepentingan masyarakat. Melalui reformasi ini, diharapkan terjadi perubahan dalam tata
kelola pemerintahan yang lebih baik dan mampu memberikan layanan publik yang
berkualitas kepada masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa dapat memahami Penjelasan serta konsep reformasi
administrasi publik di Asia dan Eropa
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tantangan dalam masa reformasi
administrasi publik
BAB II
ANALISIS
Sejak tahun 1980-an, suatu gerakan reformasi global telah dimulai. Gerakan ini didorong oleh 4
(empat) variabel besar, yakni:
- Politik
- Social
- Ekonomi
- Institutional
Reformasi Administrasi Publik adalah suatu upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan
terencana dari segala aspek kehidupan terutama aspek penyelenggaraan administrasi negara
sehingga dapat mencapai tujuan secara rasional. Secara terperinci dapat disebutkan 4 faktor
yang mempengaruhi reformasi administrasi di negara-negara berkembang, yaitu:
Ketidakpuasan kepada Reformasi Administrasi Publik 125 pemerintah; Munculnya teori-teori
ekonomi baru; Globalisasi dan perdagangan bebas; dan Perkembangan teknologi.
2. Penjelasan refeormasi administrasi publik di eropa
Pembahasan :
Rusia adalah sebuah negara yang membentang dengan luas di sebelah timur Eropa
dan utara Asia. Dahulu Rusia pernah menjadi negara terbesar di Uni Soviet. Pada mulanya
pemerintahan negara Rusia berbentuk kerajaan/kekaisaran dengan seorang Tsar atau kaisar
sebagai kepala negara. Sebagian besar kaisar memerintah dengan bersifat otoriter dan
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Hal ini menyebabkan industrialisasinya
berkembang pesat. Kemajuan industry menyebabkan berkembangnya gerakan sosialisme di
Rusia. Akibatnya Tsar Nicholas Il menjadi korban dari gerakan sosialisme. Pada tahun 1917,
Tsar Nicholas II diturunkan dari tahta kerajaannya dan dibuang ke Serbia. Pada saat Revolusi
Rusia tahun 1905 memunculkan beberapa akibat yaitu adanya perubahan agraria dari
Menteri Stolypin dan dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat (Duma). Rusia merupakan
negara federal yang memiliki berbagai macam etnis,setelah keruntuhan Uni Soviet, Rusia
mengalami masalah separatisme. Ada beberapa kelompok etnis yang ingin memisahkan diri
dan mengakibatkan krisis berlarut-larut. Sistem pemerintahan Rusia dipegang oleh presiden
yang berpusat di Kremlin serta perdana menteri yang bertanggung jawab terhadap parlemen
namun dengan peranan yang terbatas dibandingkan dengan Presiden. Presiden yang pernah
memimpin Rusia adalah Boris Yeltsin (1991-2000), Vladimir Putin (2000- 2008) dan Dmitry
Medvedev (2008-sekarang). Saat ini masalah dan tantangan terberat utama pemerintah
adalah serangan terorisme. Kawasan Kaukasus dikenal sebagai markas pemberontak
Chechen yang sering melakukan serangan teror. Kabar yang menyebutkan beredarnya video
pemimpin pemberontak yang serius menyusul ledakan di bandara Domodedovo, 24 Januari
2011, yang menewaskan 36 orang. Semenjak perubahan besar yang terjadi, model sosialis
telah kehilangan daya masa depan Komunisme yang cerah, ketika semua sama dan semua
kebutuhan tariknya. Pemimpin-pemimpin Soviet tidak bisa lagi membujuk rakyatnya bahwa
dapat terpenuhi, akan tiba. Ketika sistem Komunis runtuh secara menyeluruh, halini
mengindikasikan betapa sedikitnya dukungan terhadap komunisme. Akan tetapi ternyata
lebih mudah untuk membubarkan struktur komunis daripada menggantikannya dengan
struktur yang baru. Rezim Soviet mengambil alih kekuasaan pada tahun 1917 yang berniat
untuk membentuk masyarakat sosialis di Rusia dan kemudian, menyebarkan sosialisme
revolusioner ke seluruh dunia. Sosialisme, sebagaimana Partai Komunis Rusia
memahaminya, berarti suatu masyarakat tanpa kepemilikan pribadi dari produksi, di mana
negara memilikinya dan mengawasi semua asset ekonomi yang penting dan di mana
kekuasaan politik dilakukan atas nama masyarakat pekerja. Vladimir Ilyich Lenin (1870-
1924) adalah pemimpin dari Partai Komunis Russia dan kepala pemerintahan Soviet Rusia
yang pertama. Pemerintahan Soviet membagi kekuasaan antara soviets, yang merupakan
mereka. dan Partai Komunis yang mengatur soviets. Lenin menjamin bahwa struktur
organisasi dari Partai Komunis memaksimalkan pengawasan dari pusat organisasi melalui
mana para pekerja dan petani menyuarakan kepentingan atas seluruh level pemerintahan.
Partai sendiri dijaga untuk tetap kecil,menekankan bahwa keanggotaan partai merupakan
suatu hak istimewa dan suatu keharusan. Pada level yang lebih tinggi lagi, partai
diorganisasikan sepanjang garis teritorial. Setiap subdivisi daerah memiliki organisasi partai.
Pada posisi puncak, kekuasaan terakhir untuk memutuskan kebijakan dipegang oleh
Politbiro. Politbiro merupakan komite suatu kelompok kecil, senantiasa melakukan
pertemuan secara teratur, yang beranggotakan sekitar 12 orang pemimpin-pemimpin negara
yang paling kuat, yaitu: Sekretaris Jenderal Partai Komunis, Ketua Lembaga Kementerian,
beberapa sekretaris senior dari komite Pusat PKUS, satu atau dua orang sekretaris pertama
dari organisasi Partai Komunis gabungan republik-republik, Menteri Pertahanan, Ketua
KGB, dan Menteri Luar Negeri. Kelemahan yang paling serius dari rezim terdahulu adalah
ketidakmampuan mereka di dalam mengalihkan kekuasaan secara teratur dan damai dari satu
pemimpin ke pemimpin yang lain. Kemudian, pemerintahan Mikhail Gorbachev yang sangat
menekankan pada keterbukaan, glasnost, dalam hubungan antara pemimpin-pemimpin
politik dan masyarakat, menekankan bahwa yang terpenting bersumpah akan menjadikan
Rusia penuh air mata dan darah pada membuatrakyat merasa tidak nyaman.
Pemerintah Rusia menanggapi ancaman ini denganefektivitas partai sangat tergantung
pada perbaikan ekonomi dari negara dan masyarakat. Awal tahun 1987, dia tidak hanya
berupaya melaksanakan demokratisasi politik, tetapi juga menekankannya melalui suatu
reformasi dengan mengadakan pemilihan untuk pemerintahan lokal. Dia melegalisasi
kepemilikan pribadi atas perusahaan dan kerja sama bisnis dan mendukung para pengusaha
untuk memperkecil kesenjangan ekonomi akibat inefisiensi dari sektor negara.
Radikalisme Gorbachev menerima dukungan yang begitu dramatis melalui
perkembangan yang begitu menakjubkan tahun 1989 di Eropa Timur. Semua penguasa
mengakhiri blok sosialis dan membuka jalan bagi rezim parlemen yang multi partai melalui
suatu revolusi tak berdarah (kecuali Rumania). Bubarnya Komunisme di Eropa Timur ini
berarti ikatan-ikatan partai, kerjasama kepolisian, perdagangan ekonomi dan aliansi militer
yang telah dibangun sejak Stalin memaksakan Komunis atas Eropa Timur setelah Perang
Dunia II, lenyap. Republik Rusia mempunyai konstitusinya sendiri dan membentuk Kongres
Wakil-wakil Rakyat dan Supreme Soviet. Dengan berakhirnya Uni Soviet, lembaga
perwakilan ini menjadi organ utama dari kekuasaan legislatif. Boris Yeltsin dipilih sebagai
presiden dari Federasi Russia pada bulan Juni 1991.
Yeltsin menunjuk kepada model "Republik Presidensial". Sebagaimana di Perancis,
konstitusi mengakui dwi-eksekutif, di mana pemerintah memerlukan kepercayaan dari
parlemen, tetapi presiden tidak. Presiden diberi kekuasaan untuk mengumumkan keputusan-
keputusannya dengan kekuatan hukum, meskipun keputusannya tersebut melanggar hukum
yang berlaku dan bisa ditolak oleh parlemen. Presiden menunjuk perdana menteri atas
persetujuan parlemen. Duma bisa mendak pilihan presiden tersebut, akan tetapi apabila
sampai tiga kali kesempatan presiden gagal memperoleh persetujuan Duma maka dia dapat
membubarkan Duma dan menyelenggarakan pemilihan yang baru. Pembubaran juga
dilakukan saat Duma tidak lagi memperoleh kepercayaan di dalam pemerintah. Mosi tidak
percaya yang pertama mungkin bisa saja diabaikan oleh presiden dan pemerintah. Akan
tetapi, untuk yang kedua, presiden harus membubarkan parlemen atau pemerintah.
Kekuasaan presiden untuk membubarkan parlemen juga dibatasi oleh konstitusi. Dia tidak
dapat membubarkan parlemen dalam satu tahun pemilihannya, atau ketika parlemen
mempunyai tuntutan dakwaan atas presiden, atau ketika presiden menyatakan keadaan
bahaya atas seluruh Russia, atau dalam enam bulan dari saat habisnya jabatan presiden.
Berbeda dengan banyak sistem parlementer, di Russia pembentukan pemerintah tidak secara
langsung ditentukan oleh komposisi partai di parlemen. Paling tidak, hubungan antara
distribusi kekuatan partai dalam Duma dan keseimbangan politik pemerintah dihilangkan
sama sekali. Sekalipun demikian, komposisi pemerintahan telah memperlihatkan upaya
Presiden Yeltsin untuk membawa wakil-wakil partai politik dan aliran- aliran politik yang
ada. State Duma telah muncul sebagai sebuah lembaga yang aktif. Oposisi Presiden Yeltsin
dan kebijakan-kebijakannya lebih banyak di lembaga ini daripada sekutu-sekutunya, tapi
tidak ada satu pun partai atau koalisi yang merupakan mayoritas.Berbeda dengan Dewan
Federasi, Duma diatur oleh faksi-faksi partai. Wakil masing-masing faksi mengisi badan
pengarah, yaitu Dewan Duma. Dewan Duma membuat keputusan- keputusan dasar dalam
Duma dengan menghormati agenda legislatif dan proses-proses yang tengah berlangsung di
Duma, dan juga beberapa undang-undang. Duma juga memiliki 23 komisi di mana
kepemimpinan dan keanggotaannya didistribusikan secara tidak merata untuk tiap-tiap faksi.
3. Konsep reformasi administrasi
Reformasi administrasi merupakan salah satu kajian administrasi publik yang menjadi
sorotan. Secara teoretis lahirnya gejala ini diakibatkan pergeseran perkembangan ilmu
administrasi publik yang beralih dari Normative Science ke pendekatan Behavioral –
Ekologis. Secara empiris, gejala perkembangan masyarakat sebagai akibat dari adanya
globalisasi, memaksa banyak pihak terutama birokrasi pemerintah, untuk melakukan revisi,
perbaikan, serta mencari alternatif mengenai sistem administrasi yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat maupun perkembangan zaman. There is not the best, but the
better, meski bukan yang terbaik, tetapi lebih baik dari sebelumnya, begitu kata orang
Inggris.
Perkembangan masyarakat akibat globalisasi, memaksa birokrasi pemerintah untuk
melakukan revisi mengenai sistem administrasi yang sesuai dengan perkembangan zaman
saat ini. Birokrasi pemerintah memegang peranan utama, dalam hal pembangunan suatu
negara.
Cita-cita reformasi dapat terjadi, jika ada langkah nyata menuju reformasi, dimulai
dengan reformasi administrasi. Reformasi administrasi merupakan perubahan terencana
terhadap aspek utama administrasi. Reformasi tidak hanya sebagai perbaikan struktur
organisasi, tetapi juga mencakup perbaikan perilaku manusia yang terlibat di dalamnya.
Reformasi administrasi ialah usaha terencana untuk mengubah dua hal, yaitu struktur
dan prosedur birokrasi, kedua sikap dan perilaku para birokrat. Penentuan tujuan sangat
penting dalam reformasi administrasi. Dalam organisasi tujuan merupakan sesuatu yang
perlu untuk dipertimbangkan terlebih dahulu. Reformasi administrasi di identikan dengan
usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi.
Tujuan umum reformasi administrasi ada tiga, pertama meningkatkan keteraturan,
kedua meningkatkan dan menyempurnakan metode, ketiga meningkatkan performance. Jadi
reformasi administrasi meningkatkan disiplin, memperbaiki sistem yang ada pada organisasi,
serta meningkatkan kinerja organisasi.
Birokrasi merupakan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah
dengan sistem yang ada, tugas ditentukan dengan jabatan tertentu. Birokrasi yang kuat selalu
menjadi pelopor gerakan reformasi administrasi. Birokrasi di kebanyakan negara
berkembang umumnya tergolong ke dalam birokrasi tertutup, yang tidak fleksibel, cenderung
kaku.
Konsep reformasi administrasi memiliki pengertian yang luas sehingga tidak dapat
dijelaskan dalam satu definisi tunggal. Sebagian ahli mendekatinya dari sisi konseptual-
normatif (misalnya Montgomery (1967) dan Caiden (1969)) dan pakar lainnya melihat dari
sudut pandang strategis dan teknis (misalnya: Dror, Lee, dan UNDP). Konsep reformasi
administrasi dikemukakan sejumlah ahli sejak decade 1960-an, diantaranya: Menurut
Montgomery (1967), Reformasi administrasi diartikan sebagai proses politik yang dirancang
untuk menyesuaikan hubungan antara birokrasi dengan elemen lain di masyarakat, atau di
dalam lingkungan Birokrasi itu sendiri.
Lee (1976) dan Samonte (1970) mendefinisikan reformasi administrasi sebagai
penerapan ide-ide baru atau kombinasi ide guna meningkatkan sistem administrasi agar
mampu melaksanakan tujuan pembangunan nasional. Selain itu diartikan juga sebagai
Inovasi secara terencana untuk meningkatkan kemampuan sistem administrasi sebagai social
agent yang lebih efektif, instrument yang lebih baik untuk menyelenggarakan demokratisasi
politik, keadilan sosial, dan pertumbuhan ekonomi, yang merupakan unsur terpenting dalam
proses nation-building dan pembangunan.
Quah (1976) mendefinisikan reformasi adminsitrasi sebagai proses yang terencana untuk
mengadakan perubahan dalam struktur dan prosedur birokrasi pubik, serta sikap dan perilaku
para birokrat dalam upaya meningkatkan daya guna organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan
pembangunan.
Reformasi administrasi menurut Dror (1976), secara tegas mengesampingkan perubahan
organisasi dan prosedur administrasi yang minor dan berkonsentrasi pada perubahan-
perubahan yang utama atau dasar saja, sehingga reformasi administrasi itu akan efektip
apabila juga didesain dengan tepat, yakni dengan mempertimbangkan dan melibatkan
lingkungan di mana reformasi itu dilaksanakan. Reformasi administrasi dipandang sebagai
bagian dari reformasi masyarakat (Caiden 1969), sebab birokrasi dan organisasi pemerintah
merupakan bagian dari dan berkaitan erat dengan sistem politik, sosial, ekonomi, dan
sebagainya. Selanjutnya Caiden (1969) mengidentifikasi adanya lima perspektif di dalam
reformasi administrasi, yaitu perspektif Perancis, Prussia, Rusia, Inggris, dan Amerika.
Berdasarkan lima perspektif itu ada empat butir yang dapat diperbandingkan, yaitu ada:
1. pembaru yang berasal dari luar, ada pula yang berasal dari dalam;
2. pembaruan yang dicanangkan dari bawah, ada pula yang berasal dari atas;
3. ideologi yang mempengaruhi reformasi administrasi, ada pula reformasi
administrasi yang tidak dipengaruhi oleh ideologi; dan
4. reformasi administrasi yang diikuti oleh revolusi, ada pula yang tidak.
Dua hal lagi yang perlu dicatat dari observasi Caiden (1969), bahwa:
1. reformasi administrasi berkaitan erat dengan lingkungan budaya tertentu, sehingga tidak
ada satu perspektif pun yang dapat dianggap lebih baik
daripada yang lain;
2. pendekatan reformasi administrasi bersifat terikat pada budaya, sehingga
tidak dapat diekspor ke negara lain dengan begitu saja.
Caiden (1969) juga menaruh perhatian terhadap negara berkembang,
dengan pernyataan bahwa ‘kemerdekaan negara berkembang membuat reformasi
administrasi menjadi semacam kewajiban’. Sebab negara yang merdeka harus membangun
sistem administrasinya sendiri dan segera menemukan jalan keluar untuk memecahkan
sejumlah besar masalah administrasi yang gawat. Menurut Caiden (1969), reformasi
administrasi diperlukan guna memecahkan masalah-masalah besar. Oleh karena itu,
pendekatan yang harus dipilih, sangat tergantung pada beberapa faktor berikut:
1. sifat kultur setempat;
2. reputasi kepemimpinan nasional;
3. jenis rezim politik;
4. kekuatan dan diversitas oposisi; dan
5. ketersediaan sumber daya.
Atas dasar berbagai macam faktor tersebut, maka Caiden (1969)
mengklasifikasikan empat pendekatan reformasi administrasi di negara berkembang, yaitu
sebagai berikut.
1. Negara yang tidak menganut paham reformasi administrasi dan lebih
menyukai status quo.
2. Negara dengan pendekatan pragmatis murni terhadap reformasi
administrasi, artinya melakukan pembaruan dengan ala kadarnya saja, serta tidak ada
perangkat institusional untuk mengimplementasikannya.
Pelaksanaan reformasi birokrasi telah mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun
2016-2019. Hasil tersebut didapatkan berdasarkan hasil survei pelaksanaan reformasi
birokrasi oleh Kementerian PANRB bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Tentunya pemerintah tidak boleh hanya puas dengan adanya
peningkatan pelaksanaan reformasi birokrasi, karena diharapkan kinerja birokrasi diukur dari
kemampuannya melakukan langkah terobosan dalam memberikan pelayanan kepada publik.
Selain itu, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) juga diharapkan dapat segera
diwujudkan secara maksimal dalam seluruh lini pemerintah. Dengan cara ini kita mengharap
Inovasi dalam sektor pemerintahan akan tumbuh sebagai tradisi dan budaya organisasi.
Pergeseran politik dan pemerintah yang terjadi pada era reformasi saat ini merupakan
momentum tepat untuk menata kembali administrasi penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia agar lebih efektif, efisien, dan demokratis, dalam upaya mewujudkan Good
Governance (kepemerintahan yang baik). Pemerintah dihadapkan pada arus perubahan yang
semakin cepat dan mengglobal, sehingga perubahan harus segera direspon pemerintah.
Karena berbagai masalah dan tantangan tidak dapat dihindarkan oleh pemerintah, maka
untuk menjaga agar pemerintah tetap eksis dan dapat melakukan kegiatan/usahanya dalam
kompetisi glonal, salah satu upaya strategis dalam menghadapi kondisi tersebut, pemerintah
harus mampu melakukan penataan ulang atau rekstrukturisasi.
Penataan ulang penyelenggaraan pemerintahan mempunyai makna perubahan dan
pembaharuan atas berbagai kelemahan sebagai langkah antisipatif dalam menghadapi
tuntutan perubahan global yang sarat dengan berbagai tantangan. Penataan ulang
penyelenggaraan pemerintahan diarahkan para terciptanya penyelenggaraan pemerintahan
yang antisipatif (berorientasi ke depan), inovatif (berorientasi perubahan dan pembaharuan),
berkualitas prima/unggul dalam berkompetisi dengan lembaga lain untuk mewujudkan
kepemerintahan yang baik. Oleh karena itu, pemerintah masa depan harus mempunyai visi
dan misi yang jelas, tercermin dalam program pembangunan, sehingga dibutuhkan
kepemipinan visioner yang mampu berpikir ke depan, dan dapat membawa kea rah
perkembangan yang lebih baik, yaitu menuju Good Governance.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
administrasi, r. (n.d.).
Drs. Mubarok, M. (2019). Reformasi administrasi publik. bandung: administrasi publik fakultas
ilmusosial dan politik UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
INTAN FITRI MEUTIA, P. (2017). REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK. bandar lampung:
CV.Anugrah Utama Raharja.
Dimock & Dimock, 1978. Administrasi Negara. Jakarta: Aksara Baru.
Herbert Simon, cs. 1959. Public Administration. New York: Alfred Knopf
Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Public, Reformasi Birokrasi, Dan Kepemimpinan Masa
Depan ( Mewujudkan Pelayanan Prima Dan Kepemerintahan Yang Baik ). Bandung : PT Refika
Aditama
Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Public, Reformasi Birokrasi, Dan Kepemimpinan Masa
Depan ( Mewujudkan Pelayanan Prima Dan Kepemerintahan Yang Baik ). Bandung : PT Refika
Aditama
SAWALA Volume 8 Nomor 2 2020, Halaman 205-223 Jurnal Administrasi Negara ISSN : 2598-4039
(Online) ISSN : 2302-2231 (Print) Ramadhani Haryo Seno Sekretariat Jenderal Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral" THE STRATEGIES OF JAPAN FOR ADMINISTRATIVE REFORM:
LITERATURE REVIEW"
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK
Penulis: INTAN FITRI MEUTIA, Ph.D Penerbit AURA CV. Anugrah Utama Raharja Anggota IKAPI
No.003/LPU/2013 ISBN: 978-602-6739-99-5.
Jurnal Wacana Kinerja Volume 23 | Nomor 2 | November 2020 DOI : 10.31845/jwk.v23i2.667
p-issn : 1411-4917; e-issn : 2620-9063 http://jwk.bandung.lan.go.id" Administrative Reform in South
Korea: Best Practices Learning"
Suhady, Idup., dan Sugiyanto. 2005. Reformasi Birokrasi di Indonesia : Harapan Yang Tak Kunjung
Bergulir. Jakarta: Lembaga Adminitrasi Negara
Caiden, G. E. (1969). Administrative reform. London: Allen Lane The Penguin Press.
Lee, H. B. (1976). Bureaucratic model and administrative reforms. In L. F. Ann, Development and
change an administrative reform: An overview. The Haque: Institut of Social Studies.
Quah, J.S.T., (1976). Administrative Reform: A Conceptual Analysis. Philippine Journalof Public
Administration, Vol. 20, No. 1