PEMERINTAH DI INDONESIA”
I. PENDAHULUAN
Secara konseptual dan empirik setiap negara memiliki sistem administrasi negara yang
terkait erat dengan lingkungannya. Dalam kajian administrasi negara (pembangunan) diakui
bahwa tidak pernah terdapat sistem administrasi negara yang sempurna, tetapi administrasi
negara selalu memiliki permasalahan yang mengganggu tugas-tugas utamanya. Namun
apabila permasalahan yang dihadapi dinilai menimbulkan gangguan terhadap sendi-sendi
kehidupan bangsa dan negara yang bersangkutan pertanda terdapat tuntutan untuk
melancarkan reformasi administrasi. Joseph S. Nye dan John D. Donahue dalam buku
Governance in a Globalizing World, mencatat tidak kurang dari 123 negara melakukan
reformasi administrasi, yang membawa dampak pertumbuhan ekonomi berhasil dicapai
bahkan melampaui hasil yang mereka raih sebelum krisis. Oleh karenanya reformasi
administrasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembangunan negara.
Reformasi administrasi dikenal oleh para pakar bukan merupakan kajian yang baru
didunia akademik maupun praktik. Membentang mulai dari teori klasikal formal organisasi,
reorganisasi dan perubahan perkembangan pada teori pasar kontemporer, juga teori elit
organisasi yang menghendaki perubahan dan reformasi fundamental dalam struktur dan
proses sistem administrasi. Walaupun reformasi administrasi selalu dikaitkan denganbirokrasi
publik, reformasi administrasi juga perlu mempertimbangkan kondisi-kondisi sosial, politik
dan ekonomi yang secara signifikan berpengaruh terhadap siklus reformasi.
Dalam bahasan ini sesuai dengan pandangan Caiden (1969) fokus reformasi administrasi
adalah "to improve the administrative performance of individuals, groups, and institutions
more effectively, more economically, and more quickly.” Lebih dari itu masih terdapat
ukuran efisien dan equity dalam mengkaji keberhasilan reformasi administrasi. Kebutuhan
akan reformasi birokrasi muncul karena proses perubahan administrasi yang tidak bisa
berjalan secara alami. Gerakan reformasi dimulai dengan menghapus segala hambatan ke
arah perubahan untuk melakukan perbaikan.
Menurut Tjokroamidjojo (1995: 39), perbaikan dan penyempurnaan administrasi negara
dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, usaha perbaikan dan penyempurnaan
secara menyeluruh. Kedua, perbaikan dan penyempurnaan administrasi yang dilakukan
secara sebagian- sebagian. Kedua cara di atas sesungguhnya dapat dilakukan secara
bersamaan, dalam arti perubahan menyeluruh dilakukan secara bertahap. Cara yang
ditawarkan ini dapat dilakukan dengan pendekatan berpikir serba sistem (systems thinking).
II. METODE
Dengan melihat fakta di lapangan dan hasil penelaahan referensi yang penulis jadikan
rujukan maka, secara nyata terlihat bahwa meskipun telah terjadi reformasi pemerintahan
secara umum dengan lahirnya masa pemerintahan reformasi, namun reformasi belum
dilakukan secara maksimal terutama dalam hal mereposisi sumber daya manusia, yaitu para
aparatur negara dan mereformasi pelayanan publik, hal ini sampai sekarang menjadi
pekerjaan rumah yang belum selesai dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dengan demikian
artikel ini menarik untuk disajikan dan artikel ini memiliki tema yang layak untuk dikaji yaitu
keberhasilan reformasi administrasi dan birokrasi melalui reposisi dan penerapan E-
Government. Dalam artikel ini penulis membahas reformasi administrasi di Indonesia dalam
mewujudkan reformasi birokrasi dan implementasi E-Government. Adapun tujuan atau
output kajian dan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran keberhasilan
reformasi administrasi di Indonesia saat ini.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Banyak sekali masalah yang ditemukan oleh berbagai pakar tentang praktik administrasi
pemerintahan di Indonesia. Seperti negara lainnya, Indonesia menghadapi berbagai
permasalahan dalam hal administrasi. Beberapa permasalahan umum yang dapat
diidentifikasi melibatkan birokrasi, layanan publik, dan pengelolaan sumber daya manusia.
Berikut adalah beberapa permasalahan administratif di Indonesia:
1. Birokrasi yang Lamban dan Rumit:
Proses birokrasi yang lambat dan rumit seringkali menjadi hambatan dalam
pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan.
Terdapat tumpang tindih kewenangan antarlembaga pemerintah, yang dapat
mengakibatkan ketidakjelasan dalam proses pengambilan keputusan.
2. Korupsi dan Pungutan Liar:
Praktik korupsi dan pungutan liar di dalam birokrasi masih menjadi permasalahan
serius, meskipun ada upaya untuk memberantasnya.
Korupsi dapat merugikan efisiensi administrasi, menyebabkan ketidaksetaraan
dalam distribusi sumber daya, dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah.
3. Kualitas Layanan Publik:
Beberapa sektor layanan publik masih menghadapi tantangan dalam memberikan
pelayanan yang efisien dan berkualitas.
Terdapat ketidakmerataan dalam kualitas layanan di berbagai daerah, dengan
beberapa daerah masih mengalami kesulitan dalam menyediakan layanan dasar
seperti pendidikan dan kesehatan.
4. Sistem E-Government yang Belum Optimal:
Meskipun telah ada upaya untuk mengembangkan e-government, implementasinya
masih belum optimal di beberapa sektor dan daerah.
Tantangan termasuk aksesibilitas teknologi, keterbatasan infrastruktur, dan
kurangnya pemahaman masyarakat tentang layanan digital.
5. Pengelolaan Sumber Daya Manusia:
Tantangan dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor publik melibatkan
rekrutmen, pelatihan, dan pengembangan keterampilan pegawai negeri.
Ketidakmerataan kualitas dan keterampilan pegawai negeri dapat memengaruhi
kualitas layanan dan efisiensi administrasi.
6. Tantangan Regional:
Ketidakmerataan perkembangan dan tingkat kemandirian antardaerah dapat
menciptakan ketidaksetaraan dalam penyediaan layanan publik.
Beberapa daerah masih menghadapi kendala dalam hal kapasitas administrasi dan
keuangan.
7. Partisipasi Masyarakat:
Kendala dalam menggalakkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan dan pemantauan kinerja pemerintah dapat memengaruhi
akuntabilitas dan transparansi administrasi.
Pemecahan permasalahan administratif memerlukan komitmen jangka panjang,
koordinasi antarlembaga, dan partisipasi aktif masyarakat. Reformasi administrasi yang
efektif perlu terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan publik dan efisiensi
birokrasi.
8. Program Revolusi Mental: Inisiatif ini bertujuan untuk membentuk karakter dan etos
kerja yang positif di kalangan birokrasi, termasuk peningkatan integritas dan pelayanan
kepada Masyarakat.
1. Pemangkasan Birokrasi:
Dilakukan upaya pemangkasan regulasi yang berlebihan dan memperlancar proses
perizinan untuk meningkatkan efisiensi birokrasi.
Implementasi kebijakan One Data Indonesia untuk mengintegrasikan data dari
berbagai instansi pemerintah, sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
2. E-Government dan Pelayanan Publik Digital:
Pengembangan sistem e-Government untuk meningkatkan aksesibilitas layanan
publik secara online.
Program Pembangunan Satu Pintu yang bertujuan untuk menyederhanakan dan
mempercepat proses perizinan usaha.
3. Program Nasional Reformasi Birokrasi (Nawacita):
Penerapan program Nawacita dengan fokus pada sembilan prioritas kebijakan
nasional, beberapa di antaranya berhubungan dengan reformasi administrasi, seperti
peningkatan kualitas layanan publik dan efisiensi birokrasi.
4. Pemberantasan Korupsi dan Pungutan Liar:
Pembentukan Satuan Tugas Saber Pungli untuk memberantas praktik pungutan liar
di berbagai lapisan pemerintahan.
Langkah-langkah keras dalam memberantas korupsi, termasuk penangkapan dan
penuntutan pejabat tinggi.
5. Peningkatan Infrastruktur Teknologi:
Investasi dalam pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi
untuk mendukung layanan publik digital.
Peningkatan konektivitas dan akses internet di berbagai daerah.
6. Peningkatan Kualitas Layanan Publik:
Fokus pada peningkatan kualitas layanan kesehatan, pendidikan, dan layanan publik
lainnya.
Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam birokrasi.
7. Peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (CPI):
Secara umum, terdapat peningkatan pada Indeks Persepsi Korupsi (Corruption
Perceptions Index/CPI) Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi, menunjukkan
upaya pemberantasan korupsi yang diakui secara internasional.
8. Peningkatan Daya Saing Global:
Peningkatan peringkat daya saing Indonesia dalam berbagai indeks, seperti Global
Competitiveness Index, mencerminkan upaya untuk meningkatkan kondisi investasi
dan bisnis di Indonesia.
Menteri Tjahjo juga menyebutkan bahwa pihaknya juga meminta setiap instansi
pemerintah untuk menetapkan quickwins. Quickwins dalam kerangka strategi pengelolaan
reformasi birokrasi merupakan program percepatan dalam bentuk inisiatif kegiatan yang
menggambarkan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi oleh instansi pemerintah, dan
tidak sekedar pemenuhan kewajiban. Quickwins juga harus menyasar langsung ke jantung
permasalahan reformasi birokrasi, serta harus menyangkut dengan pelayanan kepada
masyarakat/stakeholder penerima layanan.
Dalam era kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia telah mengalami sejumlah perubahan
signifikan dalam upaya melaksanakan reformasi administrasi. Langkah-langkah strategis
seperti pemangkasan birokrasi, pengembangan e-Government, dan fokus pada pelayanan
publik digital menjadi bukti nyata komitmen untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi
birokrasi. Program nasional Nawacita yang menitikberatkan pada sembilan prioritas
kebijakan juga memberikan landasan bagi reformasi administrasi, mencakup peningkatan
kualitas layanan publik dan efisiensi birokrasi. Upaya pemberantasan korupsi dan pungutan
liar melalui pembentukan Satuan Tugas Saber Pungli serta peningkatan indeks persepsi
korupsi memberikan sinyal positif dalam mengatasi tantangan korupsi di tingkat
pemerintahan. Meskipun demikian, sementara beberapa perbaikan terlihat, perlu diingat
bahwa reformasi administrasi adalah upaya jangka panjang, dan evaluasi lebih lanjut
mungkin diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang dampak
dan keberhasilan perubahan ini. Tetapi sangat disadari bahwa proses ini bukanlah mudah
untuk dilakukan, beberapa hasil mungkin terlihat dalam jangka pendek, sedangkan perubahan
yang lebih substansial mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk terwujud. Evaluasi
keberhasilan reformasi administrasi biasanya melibatkan berbagai pihak, termasuk
pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya. Untuk mengoptimalkan
permasalahan reformasi administrasi membutuhkan keterlibatan semua pemangku
kepentingan, perencanaan yang matang, dan konsistensi dalam implementasi kebijakan.
Langkah-langkah ini dapat membantu menciptakan lingkungan administratif yang lebih
efisien, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
REFERENSI
Caiden GE. 1991. Administrative Reform Comes of Age. New York: Walter de Gruyter.
Dwiyanto A. dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada.
https://independent.academia.edu/TrilestariEndangWirjatmi
https://menpan.go.id/site/berita-terkini/manfaat-bagi-masyarakat-bukti-keberhasilan
reformasi-birokrasi