Anda di halaman 1dari 9

“KEBERHASILAN REFORMASI ADMINISTRASI

PEMERINTAH DI INDONESIA”

NURUL FITRIA (NPM. 2222053)

Abstrak: Penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran reformasi birokrasi di


Indonesia dalam hal Reposisi dan penerapan E-Government. Adapun Metode yang
digunakan yaitu dalam kajian ini adalah library research dengan di dukung fenomena
yang ada di Indonesia. Reformasi birokrasi di Indonesia yang dijalankan kondisinya
masih belum sesuai harapan masyarakat yaitu tercipta pemerintah yang transfaran dan
akuntabel seperti yang terjadi di negara maju. Hal ini karena pengaruh kultur masyarakat
feodal yang telah di turunkan dari masyarakat zaman dahulu dan kolonial Belanda.
Namun Indonesia meskipun potret reformasinya dalam birokrasi masih jauh dari harapan
tapi sudah berusaha mengimplementasikan reformasi birokrasi dengan menggulirkan
regulasi yaitu menjalankan reformasi birokrasi dalam mewujudkan birokrat yang
akuntabel dengan menghadirkan sistem reposisi dan menerapkan E-Government dengan
bantuan teknologi internet sebagai tuntutan zaman globalisasi. Agar birokrasi reformasi
berjalan dengan baik maka pemerintah Indonesia hendaknya memiliki konsistensi dalam
menggulirkan pembaharuan birokrasi pada tingkat pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah daerah didorong untuk meningkatkan sumber daya manusia serta
mendidikanya agar menjadi sumber daya yang berkualitas serta mereposisi aparat agar
dapat menempatkankan orang yang sesuai pada tempat yang semestinya dengan
mekanisme yang teratur sehingga terhindar dari praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.
Disamping itu dapat memanfaatkan teknologi internet secara maksimal dalam rangka
menciptakan pelayanan yang transparan dan akuntabel serta cepat sehingga masyarakat
dapat terhubung dengan pemerintah dan mendapatkan pelayanan yang memuaskan.

Kata Kunci: Reformasi Birokrasi; Pelayanan Publik; Reposisi; E-Government.

I. PENDAHULUAN
Secara konseptual dan empirik setiap negara memiliki sistem administrasi negara yang
terkait erat dengan lingkungannya. Dalam kajian administrasi negara (pembangunan) diakui
bahwa tidak pernah terdapat sistem administrasi negara yang sempurna, tetapi administrasi
negara selalu memiliki permasalahan yang mengganggu tugas-tugas utamanya. Namun
apabila permasalahan yang dihadapi dinilai menimbulkan gangguan terhadap sendi-sendi
kehidupan bangsa dan negara yang bersangkutan pertanda terdapat tuntutan untuk
melancarkan reformasi administrasi. Joseph S. Nye dan John D. Donahue dalam buku
Governance in a Globalizing World, mencatat tidak kurang dari 123 negara melakukan
reformasi administrasi, yang membawa dampak pertumbuhan ekonomi berhasil dicapai
bahkan melampaui hasil yang mereka raih sebelum krisis. Oleh karenanya reformasi
administrasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembangunan negara.
Reformasi administrasi dikenal oleh para pakar bukan merupakan kajian yang baru
didunia akademik maupun praktik. Membentang mulai dari teori klasikal formal organisasi,
reorganisasi dan perubahan perkembangan pada teori pasar kontemporer, juga teori elit
organisasi yang menghendaki perubahan dan reformasi fundamental dalam struktur dan
proses sistem administrasi. Walaupun reformasi administrasi selalu dikaitkan denganbirokrasi
publik, reformasi administrasi juga perlu mempertimbangkan kondisi-kondisi sosial, politik
dan ekonomi yang secara signifikan berpengaruh terhadap siklus reformasi.
Dalam bahasan ini sesuai dengan pandangan Caiden (1969) fokus reformasi administrasi
adalah "to improve the administrative performance of individuals, groups, and institutions
more effectively, more economically, and more quickly.” Lebih dari itu masih terdapat
ukuran efisien dan equity dalam mengkaji keberhasilan reformasi administrasi. Kebutuhan
akan reformasi birokrasi muncul karena proses perubahan administrasi yang tidak bisa
berjalan secara alami. Gerakan reformasi dimulai dengan menghapus segala hambatan ke
arah perubahan untuk melakukan perbaikan.
Menurut Tjokroamidjojo (1995: 39), perbaikan dan penyempurnaan administrasi negara
dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, usaha perbaikan dan penyempurnaan
secara menyeluruh. Kedua, perbaikan dan penyempurnaan administrasi yang dilakukan
secara sebagian- sebagian. Kedua cara di atas sesungguhnya dapat dilakukan secara
bersamaan, dalam arti perubahan menyeluruh dilakukan secara bertahap. Cara yang
ditawarkan ini dapat dilakukan dengan pendekatan berpikir serba sistem (systems thinking).

II. METODE
Dengan melihat fakta di lapangan dan hasil penelaahan referensi yang penulis jadikan
rujukan maka, secara nyata terlihat bahwa meskipun telah terjadi reformasi pemerintahan
secara umum dengan lahirnya masa pemerintahan reformasi, namun reformasi belum
dilakukan secara maksimal terutama dalam hal mereposisi sumber daya manusia, yaitu para
aparatur negara dan mereformasi pelayanan publik, hal ini sampai sekarang menjadi
pekerjaan rumah yang belum selesai dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dengan demikian
artikel ini menarik untuk disajikan dan artikel ini memiliki tema yang layak untuk dikaji yaitu
keberhasilan reformasi administrasi dan birokrasi melalui reposisi dan penerapan E-
Government. Dalam artikel ini penulis membahas reformasi administrasi di Indonesia dalam
mewujudkan reformasi birokrasi dan implementasi E-Government. Adapun tujuan atau
output kajian dan penulisan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran keberhasilan
reformasi administrasi di Indonesia saat ini.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. BERBAGAI PERMASALAHAN ADMINISTRATIF DI INDONESIA

Banyak sekali masalah yang ditemukan oleh berbagai pakar tentang praktik administrasi
pemerintahan di Indonesia. Seperti negara lainnya, Indonesia menghadapi berbagai
permasalahan dalam hal administrasi. Beberapa permasalahan umum yang dapat
diidentifikasi melibatkan birokrasi, layanan publik, dan pengelolaan sumber daya manusia.
Berikut adalah beberapa permasalahan administratif di Indonesia:
1. Birokrasi yang Lamban dan Rumit:
 Proses birokrasi yang lambat dan rumit seringkali menjadi hambatan dalam
pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan.
 Terdapat tumpang tindih kewenangan antarlembaga pemerintah, yang dapat
mengakibatkan ketidakjelasan dalam proses pengambilan keputusan.
2. Korupsi dan Pungutan Liar:
 Praktik korupsi dan pungutan liar di dalam birokrasi masih menjadi permasalahan
serius, meskipun ada upaya untuk memberantasnya.
 Korupsi dapat merugikan efisiensi administrasi, menyebabkan ketidaksetaraan
dalam distribusi sumber daya, dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah.
3. Kualitas Layanan Publik:
 Beberapa sektor layanan publik masih menghadapi tantangan dalam memberikan
pelayanan yang efisien dan berkualitas.
 Terdapat ketidakmerataan dalam kualitas layanan di berbagai daerah, dengan
beberapa daerah masih mengalami kesulitan dalam menyediakan layanan dasar
seperti pendidikan dan kesehatan.
4. Sistem E-Government yang Belum Optimal:
 Meskipun telah ada upaya untuk mengembangkan e-government, implementasinya
masih belum optimal di beberapa sektor dan daerah.
 Tantangan termasuk aksesibilitas teknologi, keterbatasan infrastruktur, dan
kurangnya pemahaman masyarakat tentang layanan digital.
5. Pengelolaan Sumber Daya Manusia:
 Tantangan dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor publik melibatkan
rekrutmen, pelatihan, dan pengembangan keterampilan pegawai negeri.
 Ketidakmerataan kualitas dan keterampilan pegawai negeri dapat memengaruhi
kualitas layanan dan efisiensi administrasi.
6. Tantangan Regional:
 Ketidakmerataan perkembangan dan tingkat kemandirian antardaerah dapat
menciptakan ketidaksetaraan dalam penyediaan layanan publik.
 Beberapa daerah masih menghadapi kendala dalam hal kapasitas administrasi dan
keuangan.
7. Partisipasi Masyarakat:
 Kendala dalam menggalakkan partisipasi aktif masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan dan pemantauan kinerja pemerintah dapat memengaruhi
akuntabilitas dan transparansi administrasi.
Pemecahan permasalahan administratif memerlukan komitmen jangka panjang,
koordinasi antarlembaga, dan partisipasi aktif masyarakat. Reformasi administrasi yang
efektif perlu terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan publik dan efisiensi
birokrasi.

B. REFORMASI ADMINISTRASI PEMERINTAH DI INDONESIA SAAT INI

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan reformasi


administrasi guna mengatasi permasalahan yang ada. Saat pemerintahan Joko Widodo,
terdapat beberapa inisiatif dan program reformasi administrasi yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia. Beberapa upaya yang
dilakukan antara lain:

1. Program Nawacita: Jokowi mengusung program Nawacita, yang merupakan sembilan


prioritas kebijakan nasional. Beberapa dari prioritas ini berkaitan langsung dengan
reformasi administrasi, termasuk peningkatan pelayanan publik, peningkatan efisiensi
birokrasi, dan transparansi pemerintahan.
2. Pembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Ongkos (Saber Pungli): Untuk
mengatasi praktik pungutan liar di birokrasi, Jokowi membentuk Satuan Tugas Saber
Pungli. Satuan tugas ini bertugas untuk memberantas pungutan liar dan praktik korupsi
di instansi pemerintahan.

3. Pengembangan E-Government: Jokowi mengadvokasi penggunaan teknologi informasi


dan komunikasi dalam administrasi pemerintahan. Upaya ini mencakup pengembangan
sistem e-government untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas
layanan publik.

4. Pemberian Insentif Kinerja: Jokowi memberikan perhatian khusus pada pemberian


insentif kinerja bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang memberikan kontribusi positif
dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dan efisiensi birokrasi.

5. Pemangkasan Birokrasi: Jokowi telah mengambil langkah-langkah untuk memangkas


birokrasi dan mempercepat proses pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan. Hal
ini diharapkan dapat meningkatkan responsibilitas dan efisiensi administrasi.

6. Peningkatan Kualitas SDM Birokrasi: Jokowi menekankan pentingnya peningkatan


kualitas sumber daya manusia dalam birokrasi. Ini melibatkan pelatihan dan
pengembangan keterampilan pegawai negeri untuk meningkatkan kualitas layanan.
7. Penguatan Ombudsman: Meningkatkan peran dan kapasitas lembaga ombudsman dalam
mengawasi dan menanggapi pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik dan
perilaku birokrasi.

8. Program Revolusi Mental: Inisiatif ini bertujuan untuk membentuk karakter dan etos
kerja yang positif di kalangan birokrasi, termasuk peningkatan integritas dan pelayanan
kepada Masyarakat.

Beberapa keberhasilan dalam reformasi administrasi era Jokowi antara lain:

1. Pemangkasan Birokrasi:
 Dilakukan upaya pemangkasan regulasi yang berlebihan dan memperlancar proses
perizinan untuk meningkatkan efisiensi birokrasi.
 Implementasi kebijakan One Data Indonesia untuk mengintegrasikan data dari
berbagai instansi pemerintah, sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
2. E-Government dan Pelayanan Publik Digital:
 Pengembangan sistem e-Government untuk meningkatkan aksesibilitas layanan
publik secara online.
 Program Pembangunan Satu Pintu yang bertujuan untuk menyederhanakan dan
mempercepat proses perizinan usaha.
3. Program Nasional Reformasi Birokrasi (Nawacita):
 Penerapan program Nawacita dengan fokus pada sembilan prioritas kebijakan
nasional, beberapa di antaranya berhubungan dengan reformasi administrasi, seperti
peningkatan kualitas layanan publik dan efisiensi birokrasi.
4. Pemberantasan Korupsi dan Pungutan Liar:
 Pembentukan Satuan Tugas Saber Pungli untuk memberantas praktik pungutan liar
di berbagai lapisan pemerintahan.
 Langkah-langkah keras dalam memberantas korupsi, termasuk penangkapan dan
penuntutan pejabat tinggi.
5. Peningkatan Infrastruktur Teknologi:
 Investasi dalam pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi
untuk mendukung layanan publik digital.
 Peningkatan konektivitas dan akses internet di berbagai daerah.
6. Peningkatan Kualitas Layanan Publik:
 Fokus pada peningkatan kualitas layanan kesehatan, pendidikan, dan layanan publik
lainnya.
 Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam birokrasi.
7. Peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (CPI):
 Secara umum, terdapat peningkatan pada Indeks Persepsi Korupsi (Corruption
Perceptions Index/CPI) Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi, menunjukkan
upaya pemberantasan korupsi yang diakui secara internasional.
8. Peningkatan Daya Saing Global:
 Peningkatan peringkat daya saing Indonesia dalam berbagai indeks, seperti Global
Competitiveness Index, mencerminkan upaya untuk meningkatkan kondisi investasi
dan bisnis di Indonesia.

Demikian disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo saat memberikan materi pada peserta Program
Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LX Tahun 2020 Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhanas RI) secara daring, di Jakarta, Selasa (28/04). “Reformasi birokrasi adalah pilar
utama untuk menciptakan profil birokrasi yang diinginkan. Selama kurang lebih satu
dasawarsa berjalan secara nasional, telah banyak kemajuan dan perbaikan yang dihasilkan,”
jelasnya.

Kemajuan tersebut setidaknya terlihat dari adanya peningkatan Indeks Reformasi


Birokrasi Nasional, kemudian hasil survei persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan
publik pemerintah dan sikap anti korupsi pemerintah, dan hasil survei kapasitas organisasi
pemerintah, baik kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah (pemda).

Disampaikan bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 81/2010


tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional, saat ini Indonesia akan memasuki
babak baru reformasi birokrasi, yaitu fase ketiga. Fase ketiga atau fase terakhir dari reformasi
birokrasi ini diharapkan dapat menciptakan birokrasi berkelas dunia, yaitu birokrasi yang
baik dan bersih (good and clean bureaucracy).

Dalam Roadmap Reformasi Birokrasi fase ketiga, pengelolaan reformasi birokrasi


dirancang dengan mengutamakan empat asas utama yaitu fokus, prioritas, implementatif, dan
kolaboratif. Disamping guna memastikan pengelolaan reformasi birokrasi dilakukan secara
akuntabel dan terukur, pihaknya telah menetapkan tujuan dari reformasi birokrasi 2020-2024
yakni terciptanya pemerintah berkelas dunia yang baik dan bersih. Tujuan ini memiliki empat
indikator impact, yaitu Ease of Doing Business, Corruption Perception Index, Government
Effectiveness Index, dan Trust Barometer. “Selain indikator yang bersifat global, ukuran
keberhasilan reformasi birokrasi juga diukur dengan melibatkan perspektif masyarakat dan
organ eksternal pemerintah, yaitu dengan menetapkan Indeks Persepsi Anti Korupsi,
kemudian Indeks Pelayanan Publik, dan Opini BPK sebagai indikator sasaran setiap
tahunnya,” katanya.

Menteri Tjahjo juga menyebutkan bahwa pihaknya juga meminta setiap instansi
pemerintah untuk menetapkan quickwins. Quickwins dalam kerangka strategi pengelolaan
reformasi birokrasi merupakan program percepatan dalam bentuk inisiatif kegiatan yang
menggambarkan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi oleh instansi pemerintah, dan
tidak sekedar pemenuhan kewajiban. Quickwins juga harus menyasar langsung ke jantung
permasalahan reformasi birokrasi, serta harus menyangkut dengan pelayanan kepada
masyarakat/stakeholder penerima layanan.

Kemudian strategi terakhir yang akan dilakukan untuk meningkatkan kualitas


pengelolaan reformasi birokrasi adalah dengan melakukan evaluasi pelaksanaan reformasi
birokrasi setiap tahunnya kepada seluruh instansi pemerintah. Tujuan
untuk assess (memetakan kemajuan) dan assist (memberikan bimbingan) atas pelaksanaan
reformasi birokrasi oleh setiap instansi pemerintah. “Evaluasi ini akan menjadi salah satu
barometer yang akan mengukur kecepatan pelaksanaan reformasi birokrasi instansi
pemerintah,” ungkapnya.
IV. PENUTUP

Dalam era kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia telah mengalami sejumlah perubahan
signifikan dalam upaya melaksanakan reformasi administrasi. Langkah-langkah strategis
seperti pemangkasan birokrasi, pengembangan e-Government, dan fokus pada pelayanan
publik digital menjadi bukti nyata komitmen untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi
birokrasi. Program nasional Nawacita yang menitikberatkan pada sembilan prioritas
kebijakan juga memberikan landasan bagi reformasi administrasi, mencakup peningkatan
kualitas layanan publik dan efisiensi birokrasi. Upaya pemberantasan korupsi dan pungutan
liar melalui pembentukan Satuan Tugas Saber Pungli serta peningkatan indeks persepsi
korupsi memberikan sinyal positif dalam mengatasi tantangan korupsi di tingkat
pemerintahan. Meskipun demikian, sementara beberapa perbaikan terlihat, perlu diingat
bahwa reformasi administrasi adalah upaya jangka panjang, dan evaluasi lebih lanjut
mungkin diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang dampak
dan keberhasilan perubahan ini. Tetapi sangat disadari bahwa proses ini bukanlah mudah
untuk dilakukan, beberapa hasil mungkin terlihat dalam jangka pendek, sedangkan perubahan
yang lebih substansial mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk terwujud. Evaluasi
keberhasilan reformasi administrasi biasanya melibatkan berbagai pihak, termasuk
pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya. Untuk mengoptimalkan
permasalahan reformasi administrasi membutuhkan keterlibatan semua pemangku
kepentingan, perencanaan yang matang, dan konsistensi dalam implementasi kebijakan.
Langkah-langkah ini dapat membantu menciptakan lingkungan administratif yang lebih
efisien, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
REFERENSI

Caiden GE. 1991. Administrative Reform Comes of Age. New York: Walter de Gruyter.

Dwiyanto A. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Dwiyanto A. dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada.

https://independent.academia.edu/TrilestariEndangWirjatmi

https://menpan.go.id/site/berita-terkini/manfaat-bagi-masyarakat-bukti-keberhasilan
reformasi-birokrasi

Anda mungkin juga menyukai