Anda di halaman 1dari 12

REFORMASI PENDIDIKAN NASIONAL

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan Agama
Islam

Yang diampuh oleh : Abdul Salam S.Pd., M.Pd

Di susun oleh :

AMINATUZZUHRIAH (2022001)

MAGFIRA.S (2022008)

REZKY APLAHA (20220018)

JURUSAN TARBIYAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUD DA’WAH WAL IRSYAD

2022
DAFTAR  ISI

SAMPUL................................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang............................................................................... 1

Rumusan Masalah.......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

Hakikat Reformasi Pendidikan...................................................... 2

Langkah untuk Reformasi.............................................................. 5

Implikasi Reformasi Pendidikan.................................................... 7

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.................................................................................... 9
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengembangan sistem pendidikan terkini, seharusnya merupakan


perubahan yang mendasar dan menyeluruh, atau lazim disebut dengan
reformasi pendidikan. Namun harus diakui bahwa reformasi pendidikan itu
masih banyak merupakan wacana ketimbang tindakan konkrit. Usaha reformasi
belum didukung oleh konsep yang tepat dan jelas serta belum ada kebijakan
yang mantap. Reformasi pada hakekatnya adalah perubahan menyeluruh dan
mendasar dalam segala aspek kehidupan. Perubahan menyeluruh dan
mendasar ini disebut pula sebagai perubahan paradigma atau perubahan
sistemik.

Perubahan ini tidak sekedar menambah apa yang sudah ada seperti
misalnya menambah guru dan gedung sekolah (doing more of the same thing).
Perubahan semacam ini baru merupakan awal atau gelombang pertama
reformasi. Gelombang perubahan kedua menambah yang sudah ada dengan
yang lebih baik atau melaksanakan yang sudah pernah dilakukan dengan cara
yang lebih baik. Contoh gelombang kedua ini misalnya menambah guru yang
bergelar sarjana, meningkatkan syarat dosen yang bergelar Doktor,
membangun gedung sekolah dilengkapi dengan penyejuk udara, atau
meningkatkan efisiensi dalam kegiatan penambahan (doing more of the same
but doing it better ).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimaa Hakikat Reformasi Pendidikan?


2. Apa saja Langkah untuk Reformasi?
3. Bagaimana Implikasi Reformasi Pendidikan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT REFORMASI PENDIDIKAN

1. Pendidikan Reformasi

Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis


ini dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup
berbangsa dan bernegara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi di
bidang pendidikan [Suyanto dan Hisyam, 2000:1]. Pada era reformasi ini,
masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek
kehidupan.

Tilaar (1999:3), mengatakan masyarakat Indonesia kini sedang


berada dalam masa transformasi. Era reformasi telah lahir dan masyarakat
Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek
kehidupannya. Euforia domokrasi sedang marak dalam masyarakat
Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis
pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan
dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk
masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita- citakan di masa depan.
Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan perkerjaan yang
mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan sikap hidup
masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep,
serta tindakan-tindakan, "dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-
paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru,
demikian kata filsuf Kuhn. Menurut Kuhn, apabila tantangan-tantangan
baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama, maka segala
usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan" [Tilaar, 1998:245].

Berbicara masalah reformasi pendidikan, banyak substansi yang


harus direnungkan dan tidak sedikit pula persoalan yang membutuhkan
jawaban. Sektor pendidikan memiliki peran yang strategis dan fungsional
dalam upaya membangun suatu masyarakat. Pendidikan senantiasa
berusaha untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di
kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan, karena
pendidikan sebagai "sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu
generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan
tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara
intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka" (Conference Book,
London, 1978 :15-17).

Apakah reformasi itu? Reformasi berarti perubahan radikal untuk


perbaikan dalam bidang sosial, politik atau agama di dalam suatu
masyarakat atau negara. Orang-orang yang melakukan atau memikirkan
reformasi itu disebut reformis yang tak lain adalah orang yang
menganjurkan adanya usaha perbaikan tersebut tanpa kekerasan.

Reformasi berarti perubahan dengan melihat keperluan masa


depan, menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan
menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan praktik yang salah atau
memperkenalkan prosedur yang lebih baik, suatu perombakan menyeluruh
dari suatu sistem kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, hukum, sosial
dan tentu saja termasuk bidang pendidikan. Reformasi juga berarti
memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan dengan membuat sesuatu
yang salah menjadi benar. Oleh karena itu reformasi berimplikasi pada
merubah sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempurna menjadi lebih
sempurna seperti melalui perubahan kebijakan institusional. Dengan
demikian dapat dikemukakan beberapa karakteristik reformasi dalam suatu
bidang tertentu yaitu adanya keadaan yang tidak memuaskan pada masa
yang lalu, keinginan untuk memperbaikinya pada masa yang akan datang,
adanya perubahan besar-besaran, adanya orang yang melakukan, adanya
pemikiran atau ide-ide baru, adanya sistem dalam suatu institusi tertentu
baik dalam skala kecil seperti sekolah maupun skala besar seperti negara
sekalipun.

2. Tindakan Reformasi Pendidikan

Reformasi atau perubahan paradigma dalam pendidikan pada dasarnya


adalah melakukan tindakan lain yang berbeda berdasarkan pola pikir yang
sesuai dengan perkembangan lingkungan. Masalah yang kita hadapi
sekarang tidak mungkin kita selesaikan dengan cara lama yang telah
menimbulkan masalah yang kita hadapi.

Perubahan paradigma dari pola yang serba sentralistik menjadi


pola yang desentralistik merupakan konsekuensi dari proses demokratisasi
yang pada saat ini tengah diimplementasikan di negara kita. Maraknya
tuntutan reformasi total dalam kehidupan berbangsa termasuk didalamnya
reformasi pendidikan nasional semakin lama semakin diperlukan,
mengingat proses pendidikan nasional merupakan salah satu tuntutan
konstitusi yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Era
reformasi menuntut perubahan total dalam kehidupan bangsa dan
masyarakat Indonesia.

Upaya untuk mendekatkan stakeholders pendidikan agar akses


terhadap perumusan kebijakan dan pembuatan keputusan yang
menyangkut pemerataan dan perluasan layanan, mutu, relevansi dan
efisiensi pengelolaan pendidikan sangatlah beralasan. Inilah gagasan yang
melatarbelakangi paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan, yang
seperti telah disebutkan di atas, sangatlah erat kaitannya dengan gagasan
desentralisasi pengelolaan pendidikan, yang ketentuannya telah ditetapkan
melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Produk
hukum tersebut mengisyaratkan terj adinya pergeseran kewenangan dalam
pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akontabilitas pendidikan.

Reformasi pendidikan menuntut adanya cara berpikir dan bertindak


yang berbeda dari apa yang telah ada, dengan mengadakan diagnosis
secara menyeluruh atau perubahan paradigma dengan pendekatan yang
sistemik. Paradigma yang sistemik kecuali bersifat menyeluruh, harus pula
memperhatikan bahwa perubahan mendasar pada salah satu aspek
pendidikan, akan mempengaruhi perubahan mendasar pada aspek-aspek
lain. Perubahan itu dapat dibedakan dalam empat lapis sistem yang saling
berkaitan (nested systems). Pada lapis pertama adalah perubahan pada
pengalaman belajar; lapis kedua pada sistem belajar-pembelajaran yang
memungkinkan terlaksananya pengalaman belajar yang diinginkan seperti
misalnya dalam sekolah. Lapis ketiga adalah perubahan pada pengelolaan
sistem di wilayah, yang mendukung terselenggaranya sistem
pembelajaran, dan lapis keempat adalah perubahan pada sistem
perundangan yang mengatur dan menjamin berlangsungnya keseluruhan
sistem pendidikan secara nasional. (Banathy,1991; Reigeluth & Garfinkle,
1992).

Dengan pendekatan dari bawah ke atas maka perhatian utama


diberikan kepada peserta didik/warga belajar agar mereka menguasai tugas
belajar dan mampu mengatasi persoalan belajar. Semua satuan
penyelenggara pendidikan, termasuk sekolah, pusat kegiatan belajar
masyarakat, perguruan tinggi dsb., wajib mengelola sumber daya yang
diperlukan dan mengatur penggunaannya. Pendekatan Paradigma lama
dan reformatif
Ket: : Fokus kebijakan

Perubahan paradigma ini (dari pembudayaan ke pemberdayaan


peserta didik/warga belajar) mempengaruhi semua aspek pendidikan lain,
bahkan memicu tumbuhnya serangkaian paradigma lain. Perubahan
paradigma ini memunculkan konsep-konsep baru; empat konsep baru yang
saya anggap terpenting adalah: pembelajaran; belajar berbasis aneka
sumber (resource-based learning); pengelolaan berbasis sekolah (school-
based management); dan pola pembelajaran atau pendidikan alternatif.

B. LANGKAH-LANGKAH UNSTUCK REFORMASI

tujuh poin arah kebijakan program pendidikan nasional yang


digariskan dalam GBHN 1999- 2004, sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi,
2. meningkat kemampuan akademik dan profesional,
3. melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk
kurikulum,
4. memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun
luar sekolah,
5. melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem
pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi
keilmuan, dan manajemen,
6. meningkatan kualitas lembaga pendidikan yang
diselenggarakan baik masyarakat maupun pemerintah, dan
7. mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini
mungkin secara terarah" (GBHN,1999-2000:23-24).

Tujuh poin strategi arah kebijakan program pendidikan nasional


yang dicanakan, bisa diharapkan dan meyakinkan bahwa pendidikan
nasional kita secara makro cukup menjanjikan bagi penyediaan sumber
daya manusia yang benar-benar memiliki keunggulan konpetitif di masa
akan datang. Maka dengan tujuh poin sasaran kebijakan program
pendidikan nasional tersebut, perlu dijabarkan secara operasional dengan
menata kembali kondidisi pendidikan nasional kita yaitu perlu ditempuh
berbagai langkah baik pada bidang manajemen, perencanaan, sampai
pada praksis pendidikan di tingkat mikro.

Beberapa usulan langkah-langkah reformasi pendidikan nasional


untuk menyongsong milenium ketiga adalah Sebagai berikut;

1. Merumuskan Visi dan Misi


Merumuskan visi dan misi pendidikan nasional kita yaitu : "(1)
Pendidikan hendaknya memiliki visi yang berorientasi pada demokrasi
bangsa sehingga memungkinkan terjadinya proses pemberdayaan seluruh
komponen masyarakat secara demokratis. (2) Pendidikan hendaknya
memiliki misi agar tercapai partisipasi masyarakat secara menyeluruh
sehingga secara mayoritas seluruh komponen bangsa yang ada dalam
masyarakat menjadi terdidik" [Suyanto dan Hisyam, 2000:8].

2. Isi dan Subtansi Pendidikan Nasional


Isi dan substansi pendidikan nasional yaitu : (1) Substansi
pendidikan dasar hendaknya mengacu pada pengembangan potensi dan
kreativitas siswa dalam totalitasnya. Oleh karena itu, tolok ukur
keberhasilan pendidikan dasar tidak sematamata hanya mengacu pada
NEM. Persoalan-persoalan yang terkait dengan paradigma baru
mengenai keberhasilan seseorang perlu mendapatkan perhatian secara
emplementatif. (2) Substansi pendidikan di jenjang pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi hendaknya membuka kemungkinan untuk
terjadinya pengembangan individu secara vertikal dan horizontal.
Pengembangan vertikal mengacu pada struktur keilmuan, sedangkan
pengembangan horizontal mengacu pada keterkaitan dan relevansi antar
bidang keilmuan. (3) Pendidikan tinggi hendaknya jangan semata-mata
hanyaberorientasi pada penyiapan tenaga kerja. Tetapi lebih jauh dari itu
harus memperkuat kemampuan dasar mahasiswa yang memungkinkan
untuk berkembang lebih jauh, baik sebagai individu, anggota masyarakat,
maupun sebagai warga negara dalam konteks kehidupan yang global. (4)
Pendidikan nasional perlu mengembangkan sistem pembelajaran yang
egaliter dan demokratis agar tidak terjadi pengelompokan dalam kelas
belajar atas dasar kemampuan akademik. (5) Pengembangan sekolah
perlu menggunakan pendekatan community based education. Dalam
model in, sekolah dikembangkan dengan memperhatikan budaya dan
potensi yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. (6) Untuk menjaga
relevansi outcame pendidikan, perlu diimplemantasikan filsafat
rekonstruksionisme dalam berbagai tingkat kebijakan dan praksis
pendidikan. Dengan berorientasi pada filsafat ini, pendidikan akan
mampu merekonstruksi berbagai bentuk penyakit sosial, mental dan
moral yang ada dalam masyarakat, sehingga pada akhirnya akan dapat
ditanamkan sikap-sikap toleransi etnis, rasial, agama, dan budaya dalam
konteks kehidupan yang kosmopolis dan plural [Suyanto dan Hisyam,
2000:11-12].

3. Manajemen dan Anggaran


manajemen dan anggaran yaitu : (1) Perguruan tinggi perlu
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip otonomi dan accountability
quality assurance. Dengan prinsip ini pada akhirnya perguruan tinggai
harus mempertanggungjawabkan kinerja kepada masyarakat, orang tua,
mahasiswa, maupun pemerintah. (2) Manajemen pendidikan sekolah
dasar hendaknya berada dalam satu sistem agar terjadi efisienei
administrasi dan efisiensi pembinaan akademik para guru. (3) Pendidikan
tinggi hendaknya diselenggarakan dengan menggunakan prinsip-prinsip
menajemen yang fleksibel dan dinamis agar memungkinkan setiap
perguruan tinggi untuk berkembang sesuai dengan potensinya masing-
masing dan tuntutan eksternal yang dihadapinya. (4) Pengembangan
akademik di perguruan tinggi perlu fleksibilitas yang tinggi agar tercipta
kondisi persaingan akademik yang sehat. (5) Guru dan dosen harus
diberdayakan secara sistematik dengan melihat aspek-aspek, antara lain :
kesejahteraan, rekruitmen dan penempatan, pembinaan dan
pengembangan karier, dan perlindungan profesi. (6) School based
management perlu dikembangkan dalam kerangka desentralisasi atau
devolusi pendidikan, agar lembaga-lembaga pendidikan dapat
mempertahankan akuntabilitasnya terhadap stake holder pendidikan
nasional. (7) Pendidikan hendaknya mendapatkan proporsi alokasi dana
yang cukup memadai agar dapat mengembangkan program-program
yang berorientasi pada peningkatan mutu, relevansi, efisiensi dan
pemerataan. Untuk itu, perlu ada peningkatan anggaran secara signifikan
sehingga mencapai 25% dari APBN yang sedang berjalan. Karena
anggaran pendidikan di Indonesia sangat rendah sehingga tidak mempu
untuk mendukung berbagai inovasi di bidang pendidikan [Suyanto dan
Hisyam, 2000:11-13].
Usulan-usulan reformasi pendidikan nasional tersebut, apabila
dapat dilaksanakan secara terencana, sistimatis, mendasar dan perlu ada
realisasi yang nyata, maka bangsa Indonesia siap untuk memasuki
melienium ketiga. Sebab fondasi dan pilar-pilar pendidikan yang
dibangun akan mampu berdiri kokoh menghadapi badai dan gelombang
sebesar apa pun yang akan terjadi.

C. IMPLIKASI REFORMASI PENDIDIKAN

1. Reformasi pada tingkat pendidikan persekolahan


paradigma baru pendidikan dan menyita banyak perhatian
masyarakat dan dunia pendidikan selama ini, yaitu
a. Manajement Berbasis Sekolah (School-Based Management)
Dalam rangka reformasi pembangunan nasional yang lebih
berorientasi kepada pengembangan potensi daerah secara optimum,
pemerintah bersama DPR menetapkan UU No.22/1999 tentang Otonomi
Daerah dan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Daerah. Kedua UU tersebut merupakan perbaikan terhadap UU
No.5/1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Dalam UU
Otonomi Daerah ditetapkan secara eksplisit bahwa daerah diberi
kewenangan yang lebih luas dalam merumuskan dan mengelola berbagai
sektor pembangunan bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di
daerah yang bersangkutan, kecuali yang menyangkut urusan pertahanan
dan keamanan, politik luar negeri, agama, kebijakan moneter, dan sistem
peradilan. Kelima sektor ini tetap merupakan pelaksana dari kebijakan
yang ditetapkan pemerintah pusat.
b. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competence –based Curriculum)
Kurikulum yang dibutuhkan di masa yang akan datang yaitu
kurikulum yang berbasis kompetensi. Kompetensi dikembangkan untuk
memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan,
pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan kerumitan-
kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum berbasis kompetensi ditujukan
untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam
membangun identitas budaya dan bangsanya.
Kurikulum berbasis kompetensi mengembangkan kompetensi
peserta didik secara keseluruhan. Kompetensi ini terdiri atas kemampuan
akademik, keterampilan hidup, pengembangan moral, pembentukan
karakter yang kuat, kebiasaan sehat, semangat bekerjasama, dan apresiasi
estetika terhadap dunia sekitarnya. Secara ringkas kurikulum
mengembangkan keharmonisan pemilikan kemampuan logika, etika,
estetika, dan kinestika. Dengan demikian, kurikulum dapat membantu
peserta didik agar berkembang sebagai individu sesuai dengan bakat dan
kemampuannya, serta tumbuh menjadi warga negara yang
bertanggungjawab dan dapat dipercaya.

2. Implikasi Bagi Perguruan Tinggi


Konsep dan prinsip yang dikembangkan dalam teknologi
pendidikan sejak tahun 1974, sekarang ini telah tertampung dalam
ketentuan perundangan (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Salah satu
konsep tersebut adalah pembelajaran (Pasal 1 butir 20) dan salah satu
prinsip adalah penyelenggaraan pendidikan secara sistemik dengan
system terbuka dan multimakna (Pasal 4 ayat 2). Ke dua hal tersebut
mempunyai implikasi yang banyak, jauh dan menyeluruh dalam
penyelenggaraan pendidikan, termasuk di perguruan tinggi. Dalam
kesempatan ini hanya dibahas salah satu implikasi yang sekarang sedang
banyak mendapat sorotan, yaitu belajar berjaringan.
Mengingat makin banyaknya kebutuhan belajar, dan sementara itu
lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tradisional tidak mampu
melayani berbagai kebutuhan tersebut, baik jumlah yang memerlukan
serta ragam jenis k ebutuhan yang dinginkan, maka berkembanglah
sistem alternatif yang dikenal dengan berbagai sebutan seperti belajar
sendiri (autodidact), bebas bebas (independent learning ), kursus ekstensi
(extension course), studi korespondensi, dan belajar jarak jauh (distance
learning). Belajar sendiri dan bebas, memungkinkan seseorang untuk
berkembang sendiri sesuai dengan keinginan dan kebutuhanyang
dirasakan. Belum tentu apa yang mereka kuasai melalu belajar sendiri
dan bebas tersebut mendapat pengakuan atau penghargaan dari
masyarakat. Sementara belajar melalui kursus ekstensi, korespondensi
dan jarak jauh selalu mengartikan adanya pendidik (guru,
instruktur,dosen) yang mengendalikan kegiatan belajar secara fisik
terpisah dari peserta didik. Pendidik itu menentukan bahan yang harus
dipelajari, serta berbagai persyaratan lain seperti ujian, praktikum dsb.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perkembangan terkini sistem pendidikan dan pembelajaran mempunyai


implikasi yang banyak, jauh dan menyeluruh dalam penyelenggaraan pendidikan
di perguruan tinggi. Dalam makalah ini hanya dipaparkan beberapa konsep dan
prinsip yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan pendidikan dengan
semangat reformatif.
Dalam tataran mikro (misalnya pengembangan pengalaman belajar di kelas)
perlu dikembangkan berbagai strategi pembelajaran yang menarik, merangsang,
menantang, dan memotivasi pesertadidik untuk aktif dan kreatif. Pada tataran meso
(pada unit penyelenggara kegiatan pendidikan) perlu dikembangkan kurikulum
dan tenaga pendidik yang kompeten.
Pada prinsipnya, kebutuhan umat Islam pada era reformasi ini amat
mendesak, yaitu peningkatan kualitas untuk menghadapi perubahan menuju
milineum ketiga. Maka, pendidikan Islam haruslah dipersiapakan dan diupayakan
untuk menuju masyarakat tersebut dengan merumuskan visi pendidikan Islam
yang baru untuk membangun dan meningkatkan mutu manusia dan masyarakat
Muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, (1999) Pendidikan untuk Masa Depan, Pidato Pengukuhan Sebagai Guru
Besar Luar Biasa Ilmu Pendidikan Islam pada Institut Agama Islam Lathifah
Mubarokiyah Pondok Pesantren Suryalaya, 5 September 1999.
Anas Syahrul Alimi dan M.Fadhilah Zaidie (Editor), Reformasi dan Masa Depan
Pendidikan Indonesia, Sebuah Rekonstruksi Pemikiran Prof.Dr.Djohar,MS,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999.
Boediono, (1997) Pendidikan dan Perubahan Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media
Banathy, Bela H. (1991). Systems Design of Education. A journey to create the future.
Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications

Anda mungkin juga menyukai