Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN PASCA ERA-REFORMASI

Disajikan untuk memenuhi tugas semester Genap tahun 2021/2022

Selasa, 15 Maret 2022

Mata Kuliah

KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN

Disusun Oleh :
Dimas Jaka Arums ( 2020 11 0007 )

Dosen Pengampu :
Ahmad Rojali, M.Pd

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AS-SHIDDIQIYAH
OGAN KOMERING ILIR
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirah Allah SWT., karena atas rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PENDIDIKAN PASCA ERA-REFORMASI” ini
dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir,
penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi maupun dengan teknik penulisan. Walaupun
demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dan diharapkan kritik yang membangun dan para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.

Penyusun

Kepayang

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1

C. Tujuan Masalah................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kondisi Pendidikan pada Era Reformasi.......................................................... 2

B. Perkembangan Pendidikan pada Era Reformasi............................................... 4

C. Kelebihan Dan Kekurangan Pendidikan Pada Era Reformasi.......................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan memiliki suatu perkembangan yang dinamis sesuai dengan masa yang
terjadi. Selain itu, pendidikan juga mengikuti pola masyarakat dan system kebudayaan
yang melatar belakanginya. Sehingga tidak jarang, lagu atau pergantian dari suatu system
kekuasaan mengakibatkan pola perubahan dalam bidang pendidikan. Pendidikan
merupakan suatu proses yang bersenang-senang yang mencakup seluruh aspek kehidupan
masyarakat termasuk aspek sosial, ekonomi, budaya, dan politik dengan tujuan utama
yakni meningkatkan kesejahteraan warga bengsa secara menyeluruh.

Dari zaman prasejarah, zaman kuno, zaman pertengahan, sampai pada zaman
modern, pendidikan mengalami suatu perubahan secara dinamis sampai pada rezim orde
baru dibawah kepemimpinan soeharto.

Setelah rezim orde baru mengalami keruntuhan pada tahun 1998, maka dimulailah
suatu zaman perubahan (reformasi) yang akan mengubah tatanan pendidikan di
Indonesia. Pendidikan dizaman reformasi lahir sebagai koreksi, perbaikan dan
penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintah orde baru yang dilakukan
secara menyeluruh, salah satunya pada pendidikan. Pendidikan pada zaman reformasi
juga telah melahirkan jumlah kebijakan strategi dalam bidang pendidikan yang
pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat secara menyeluruh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kondisi Pendidikan pada Era Reformasi ?
2. Bagaimana Perkembangan Pendidikan pada Era Reformasi ?
3. Apa Saja Kelebihan Dan Kekurangan Pendidikan Pada Era Reformasi ?

C. Tujuan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini ialah untuk
menggali pengetahuan tentang seputar pendidikan pasca era-reformasi yang meliputi :
kondisi pendidikan pada era reformasi, perkembangan pendidikan pada era reformasi,
dan kelebihan dan kekurangan pendidikan pada era reformasi.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Pendidikan Pada Era Reformasi

Masa reformasi terjadi pada tahun 1998, dimana mahasiswa Indonesia melakukan
Kekuatan Orang-orang (demo besar-besar)untuk menjatuhkan orde baru atau
pemerintahan Soeharto yang sudah berlangsung selama 32 tahun. Demo besar-besaran ini
kemudin menghasilkan, presiden Soeharto yang militeristik dan diktator kemudian
mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998. Tanggal ini kemudian di
tetapkan sebagai puncak terjadinya reformasi.1

Masa reformasi menghendaki adanya perubahan


kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi,
pendidikan, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan prinsip
kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.2

Perubahan yang sangat menonjol pada era reformasi adalah dilaksanakannya


otonomi daerah sebagai implementasi dari UU No. 22/1999 tentang pemerintahandaerah.
Kebijkan tersebut juga berdampak pada berbagai sektor kehidupan, termasuk pada aspek
pendidikan.

Dari segi kualifikasi tenaga guru di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini
ditunjukkan oleh statistik sebagai berikut : dari jumlah guru SD sebanyak 1.141.161
orang, 53% diantaranya berkualifikasi D-II atau statusnya lebih rendah. Dari jumlah guru
SLTP sebanyak 441.174 orang, 36% berkualifikasi D-II atau lebih rendah, 24,9%
berijasah D-III kemudian dari 346.783 orang guru sekolah menengah, sebanyak 32%
masih berkualifikasi D-III atau lebih rendah statusnya.Sementara itu pengangkatan tenaga
pendidik yang baru setiap tahun hanya dipenuhi 25% dari usulan kebutuhan akan tenaga
pendidik (Soearni, 2003: 396-397).

Dari aspek pendidikan pada era reformasi, Kuantitas dan kualitas guru lebih
meningkat dari pada masa orde baru dan orde lama, karena pemerintah pusat melakukan

1
Eddy Soearni, Pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Era Reformasi (1998-2001), (Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional RI, 2003), h. 4
2
Riant Nugroho, Pendidikan Indonesia: harapan, visi, dan strategi, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2008),
h. 15

v
pemerataan jumlah guru dan mengadakan perubahan kurikulum dengan berbasis pada
kompetensi (KBK), selain itu pihak pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan
menjadi 20% dari APB dan 1,56 juta untuksiswa SLTP. Untuk SMTA dan perguruan
tinggi, jumlahnya akan ditentukan kemudian. Pemerintah juga memberikan biaya oper
N.3

Pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan
sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan
pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Batasan
tentang pendidikan yang dibuat para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda
yang satu dari yang lain.

Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan,


aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.

Dibawah ini dikemukakan beberapa batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan


fungsinya:

Pendidikan sebagai proses transformasi budaya yakni berfungsi sebagai proses tran
sformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu gener
asi ke generasi yang lain. Pendidikan juga sebagai proses pembentukan pribadi.

Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan


yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya
kepribadian peserta didik. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga Negara. Pendidika
n sebagai penyiapan warga Negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk
membekali peserta didik agar menjadi warga Negara yang baik. Pendidikan sebagai
penyiapan tenaga kerja. Dan Pendidikan sebagi penyiapan warga Negara diartikan
sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekaldasar untuk bekerja.

Disamping itu ada juga penjelasan yang mengenai bagaimana pengertian reformasi
yakni, perubahan radikal untuk perbaikan dalam bidang sosial, politikatau agama di
dalam suatu masyarakat atau Negara. Orang-orang yang melakukan atau memikirkan
reformasi itu disebut reformis yang tak lain adalah orang yang
menganjurkan adanya usaha perbaikan tersebut tanpa kekerasan.

3
Sam M. Chan dkk, Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta:Grafindo,
2007), h. 58

vi
Reformasi berarti perubahan dengan melihat keprluan masa depan, menekankan
kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-
penyimpangan dan praktek yang salah atau memperkenalkan prosedur yang lebih baik, su
atu perombkan menyeluruh dari suatu sistem kehidupan dalam aspek politik, ekonomi,
hukum, sosial dan tentu saja termasuk bidang pendidikan.
Reformasi juga berarti memperbaiki, membetulkan, menyempurnakan dengan membuat
sesuatu yang salah menjadi benar. Oleh karena itu, reformasi berimplikasi pada merubah
sesuatu untuk menghilangkan yang tidak sempurna seperti
melalui perubahan kebijakan institusional.

Reformasi secara etimologi yang berasal dari kata formasi, yang berarti susunan
atau bentuk susunan instansi.4 Pendidikan yaitu pengetahuan tentangmendidik. Nasional
yaitu yang berkenaan dengan bangsa sendiri.5

Reformasi berarti perubahan radikal untuk perbaikan dalam bidang


social, politik atau agama dalam suatu masyarakat atau negara. Pendidikan nasionaladala
h pendidikan yang beradasarkan pada peraturan negara tersebut, mislkan dinegara
Indonesia berarti pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berdasarkan
pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun1945, dapat juga
dikatakan bahwa reformasi pendidikan nasional adalah perubahan radikal yang ada dalam
suatu instansi pendidkian yang berada dalam naungan suatu negara kebangsaan.

B. Perkembangan Pendidikan Era Reformasi

Pendidikan pada masa reformasi mengalami suatu perkembangan yang pada


dasarnya lebih maju dari pada pendidikan pada masa orde baru. Pendidikan pada zaman
reformasi mengutamakan pada perkembangan peserta didik yang lebih terfokus pada
pengelolaan masing – masing daerah (otonomi pendidikan).

Dalam hal tenaga kependidikan diberlakukan suatu kualifikasi profesional untuk


lebih meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Sedangkan sarana dan prasarana juga
sudah mengalami suatu peningkatan yang baik.

Namun dari pada hal tersebut pendidikan yang ada di Indonesia masih belum
mengalami suatu pemerataan. Ini terlihat dari adanya beberapa sekolahsekolah terutama
di daerah pedalaman masih terdapat keterbatasan dalam berbagai aspek
4
W.J.S. Poerwadarminta, KBBI, edisi ketiga, Balai Pustaka, 2007
5
Amran Chaniago, Kamus lengkap bahasa Indonesia, edisi ke 15, Pustaka Setia, Bandung

vii
penyelenggaraannya. Dinamika sosial politik Indonesia yang juga berdampak pada
perubahan kurikulum merupakan suatu bentuk penyempurnaan dalam bidang pendidikan
untuk meningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang terkurung


dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh. Mereka
semua keluar mendapati pemandangan yang sangat berbeda, kebebasan dan keterbukaan
yang nyaris tak terbatas. Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa
berfikir jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban, mengkritik tetapi tidak mampu
menawarkan solusi.

Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan


nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu
mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing
dengan tenaga skill dari luar. Problemnya, output pendidikan yang bermutu itu baru dapat
dinikmati 20-25 tahun kemudian. SDM kita yang tidak kompetetif hari ini adalah juga
produk dari sistem pendidikan sejak 20-30 tahun yang lalu.

Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya problem, yaitu
tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak tepat.
Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan, bukan tokoh yang bisa
mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya. Lingkaran setan inilah yang sulit diputus.

Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk


mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa. Sayang-
nya ahli-ahli pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan
ujicoba sistem di lapangan. Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar, bukan guru
yang digugu dan ditiru seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu.
Mestinya Doktor dan Profesor bidang pendidikan tetap mengajar di SD-SLP sehingga
mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis budaya, menemukan realita-realita yang
bisa dikembangkan menjadi teori, bukan kemudian berkumpul di birokrasi untuk
kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman kepada teori-teori Barat.
Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar, maka sulit mengembangkan
mereka pada jenjang pendidikan berikutnya.

viii
Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN
menjadi 20 % pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas, hanya pada
proyek-proyek pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan.

Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat


aturan birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak
lembaga pendidikan swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan.

Sekolah international diperlukan sebagai respond terhadap globalisasi, tetapi


pembukaan sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena
filsafat pendidikannya berbeda.

Untuk mempercepat dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran


pendidikan negara bukan hanya diperuntukkan bagi sekolah formal, tetapi juga untuk
sekolah informal dan sekolah non formal. Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak
lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat skill tenaga kerja, dan 9 ini bisa
dikermbangkan di sekolah informal dan non formal. Pada satu titik nanti, gelar-gelar
akademik juga tidak lagi relefan.

Keberhasilan reformasi pendidikan ditentukan oleh keberhasilan dalam


memberdayakan guru/dosen, dimana guru/dosen me-miliki otonomi profesional dan
kekuasaan untuk menentukan bagaimana visi dan misi sekolah/institusi
pendidikan/lembaga pendidikan harus diimplementasikan dalam praktek seharihari.

Selain itu pemberdayaan guru/dosen perlu dilakukan pula melalui pemberian


kesempatan dan dorongan bagi mereka untuk selalu belajar menambah ilmu. Proses
pembelajaran (learning) sepanjang waktu bagi tenaga pendidik/guru/dosen merupakan
keharusan dan menjadi titik sentral dalam reformasi pendidikan.

Kemampuan pendidik yang dituntut dalam reformasi pendidikan pada umumnya


adalah kemampuan penguasaan materi kurikulum dan kemampuan paedogogik. Orientasi
kurikulum me-nitikberatkan pada penguasaan konsepkonsep pokok dan menekankan
pada cara bagaimana peserta didik menguasai konsep dan hubungan untuk dikaitkan
dengan realitas kehidupan masyarakat. Disamping perlu penyempurnaan kurikulum,
pendidik harus memahami dan memiliki motiva-si untuk mempergunakan pendekatan
dan cara belajar yang lebih natural/alami dan menarik. Untuk itu perlu dikembangkan tim
kerja yang melibatkan pendidik dan para pakar/ahli agar dapat terjalin komunikasi yang

ix
baik sehingga berdampak positif bagi pendidik itu sendiri dalam me-ngembangkan
kemampuan dan pengetahuannya.

Selain itu perkembangan pendidikan di Era Reformasi terjadi karena ada kebijakan
Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kebijakankebijakan yang diambil
pemerintah diantaranya.6

Kebijakan Era Pemerintahan B.J habibie, Pemerintah B.J Habibie mulai 1999
membebaskan SPP untuk SD hingga SMTA. Selain itu pemerintahan juga memberikan
beasisiwa SD kepada 1,16 juta siswa asional untuk SMTA dan perguruan tinggi akan
ditentukan kemudian. Mengenai normalisasi kehidupan kampus, kebijakan NKK-BKK di
zaman Orde Baru, oleh pemerintahan B.J habibie ditinjau kembali dan bahkan aturan-
aturn yang menghambat kreativitas dan kebebasan mahasiswa dicabut. Lembaga ilmiah,
seperi kampus perguruan tinggi, dibebaskan dari intervensi dan pengaruh luar.

Kebijakan Era Pemerintahan Gus Dur. Gus Dur memunculkan UndangUndang No


22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang diperkuat oleh Undang-Undang No 25
Tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pemerintahan Gus Dur
juga terkenal karena meningkatnya gaji guru secara signifikan.

Meningkatkan kemampuan akademis dan profesional serta meningkatkan jaminan


kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidikan mampu berfungsi secara
optimal, terutama dalam penigkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat
mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.

Memberdayakan lembaga pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah, sebagai


pusat pembudayaan nilai sikap dan kemampuan serta meningkatkan partisipasi keluarga
dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.

Kebijakan Era Pemerintahan Megawati, Dirubahnya kurikulum 1994 menjadi


kurikulum 2000 dan akhirnya disempurnakan menjadi kurikulum 2002 (KBK). KBK atau
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum yang pada dasarnya berorientasi
pada pengembangan tiga aspek utama, antara lain aspek afektif (sikap), kognitif
(pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).

6
Suyanto dkk, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III. (Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa,2008), h.34-37

x
Pada tanggal 8 juli 2003 disahkannya Undang – undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memberikan dasar hukum untuk membangun
pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi,
keadilan dan menjunjung Hak Asasi Manusia.

Kebijakan Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Pada pemerintahan SBY


ditetapkan UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Penetapan Undang – undang
tersebut disusul dengan pergantian kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini 11 berasaskan pada PP No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan kurikum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing – masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan, tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan serta silabus dan RPP. Selain itu pada masa reformasi
pendidikan agama islam juga diperhatikan dan disamakan kedudukannya dengan
pendidikan umum. Salah satu buktinya adalah dengan diberlakukan UU. No.20 Tahun
2003 tentang SISDIKNAS yang mengatur berbagai bidang pendidikan, salah satunya
adalah bidang pendidikan agama islam.

Adapun kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menyempurnakan sistem


Pendidikan Islam adalah sebagai berikut: Yang pertama, Mendirikan sekolah-sekolah
Agama Islam mulai dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi (MDI/MI, MTs,
MA, PTAIN, PTAIS atau AlJamiah). Kedua, Membantu meningkatkan mutu pendidikan
pondok pesantren dengan usaha memberikan bimbingan ke arah penyempurnaan
kurikulum, sarana pendidikan, bantuan/subsidi guru, perpustakaan, ketrampilan teknologi
dan sebagainya. Masuknya pesantren ke dalam sekolah berarti bukan hanya bertugas
memelihara dan meneruskan tradisi yang berlaku di pesantren, tetapi juga
mengembangkan pola-pola budaya baru agar bisa membantu peserta didik dan
masyarakat untuk mengakomodasi perubahan yang sedang dan yang sudah terjadi. 7
Ketiga, Bantuan untuk pemeliharaan dan meningkatkan sekolah-sekolah Islam yang
masih mengalami transisi dari tingkat dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi. Keempat,
Pembinaan Pendidikan Agama pada sekolah-sekolah umum baik sekolah negeri maupun
sekolah swasta. Insan cerdas komprehensif (sebagai salah satu visi pendidikan nasional),
yakni cerdas spiritual, cerdas emosional dan sosial, cerdas intelektual, dan cerdas
kinestetis, adalah termasuk manifestasi dari makarimal akhlaq. Cerdas spiritual
menyangkut kemampuan merasa selalu diawasi oleh Allah (iman). Cerdas emosional
7
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2013) , h. 104

xi
menyangkut kemampuan mengendalikan emosi, mengerti perasaan orang lain, senang
bekerja sama dan lain-lain. Cerdas sosial menyangkut senang berkomunikasi, senang
menolong, senang berteman, dan senang bekerja sama. Cerdas intelektual menyangkut
cerdas, pintar, kemampuan membedakan yang baik dan buruk, serta kemampuan
menentukan prioritas yang lebih bermanfaat. Dan cerdas kinestetis menyangkut sehat
secara medis, tahan cuaca, tahan bekerja sama dan tumbuh dari rezeki yang halal.
Pembinaan Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi Umum Negeri maupun Perguruan
Tinggi Swasta (PTAIS). Merancang kurikulum yang terintegrasi sebagai suatu sistem
yang tidak memberi kemungkinan terjadinya pertentangan antara yang satu dengan yang
lainnya. Maka dalam hal ini bahwa kurikulum pendidikan yang dimaksud, sehingga dapat
diperoleh rangka kurikulum sebagai berikut.8

Bidang ajaran/latihan untuk membina jasmani yang sehat dan kuat. Disini jelas
pengajaran olahraga dan kesehatan harus diberikan, juga keterampilan. Bidang
ajaran/latihan untuk membina akal. Disini sekurang-kurangnya ada bidang studi
matematikan dan filsafat atau logika/mantiq atau sejenis itu termasuk sains dan teknologi.
Bidang ajaran/latihan untuk membina hati atau rasa. Disini sekurang-kurangnya diberikan
pengajaran agama dan seni.

C. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan Era Reformasi

Pendidikan Era Reformasi memiliki Kelebihan. Pendidikan di Indonesia menjadi


lebih maju, karena dilakukannya upaya-upaya unutk memajukan pendidikan dan
menambah motivasi bagi anggota pendidikan baik dari guru atau peserta didik.

Namaun Pendidikan Era Reformasi juga memiiki Kelemahan. Sistem pendidikan


(baik yang dilakukan oleh sekolah maupun madrasah) yang ada yang selama ini
sebagaimana didedskripsikan oleh banyak ahli pendididkan seperti HAR Tilar
mengandung beberapa kelemahan berikut.

Sistem pendidikan yang kaku dan sentralistik. Hal ini mencakup uniformitas dalam
segala bidang, termasuk cara berpakaian (seragam sekolah), kurikulum, materi ujian,
materi ujian system evaluasi , dan sebagainya. Pendek kata, sentralisasi telah dipraktekan
dalam sgala bidang yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan nasional sedetail-
detailnya. Pada aspek kurikulum, asalnya hampir tidak ada ruang sama sekali bagi

8
Rochidin Wahab, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 263

xii
sekolah sebagai garda terdepan penyelenggara pendidikan untuk menambah , apalagi ikut
mendesain kurikulum yang diajarkan di sekolahnya.

Sistem pendidikan tidak pernah mempertimbangkan kenyataan yang ada di


masyarakat. Lebih parah lagi, masyarakat dianggap hanya sebagai obyek pendidikan
yang diperlakukan sebagai orang-orang yang tidak memepunyai daya atau kemampuan
untuk ikut menentukan jenis dan bentuk pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya
sendiri.

Kedua sistem tersebut diatas (sentaralistik dan tidak adanya pemberdayaan


masyarakat) di tunjang oleh sistem birokrasi kaku yang tidak jarang dijadikan alat
kekuasaan atau alat politik penguasa. Birokrasi model seperti ini menjadi lahan subur
Tumbuhnya budaya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) dan melemahnya atau bahkan
hilangnya budaya prestasi dan profesionalisme.

Terbelenggunya guru dan dijadikannya guru sebagai bagian dari birokrasi.


Birokrasi yang merupakan alat politik penguasa sperti uraian diatas mencengkramkan
kukunya kepada guru. Birokrasi pendidikan telah meletakan dan memeperlakukan guru
sebagai “bawahan”. Kebijakan seperti ini sangat memebelenggu profesinalisme guru.
Akibatnya, guru menjadi apatis, kretifitas, dan inovasinya mati, etos kerjanya menurun,
dan tanggung jawabnya sebagai guru yang bertugas mendidik dan mengajar murid juga
hilang.

Pendidikan yang tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian, namun lebih


pada proses pengisian otak (kognitif) pada anak didik. Itulah sebabnya etika, budi pekerti,
atau akhlak anak didik tidak pernah menjadi perhatian atau uuran utama dalam kehidupan
baik didalam maupun disekolah.

Anak tidak pernah didik atau dibiasakan untuk kreatif dan inovatif serta
berorienatsi pada keinginan untuk tahu (curiousity atau hirs). Kurangnya perhatian
terhadap aspek ini menyebabkan anak hanya dipaksa menghafal dan menerima apa yang
dipaketkan guru.

xiii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masa reformasi terjadi pada tahun 1998, dimana mahasiswa Indonesia melakukan
Power People (demo besar- besaran) untuk menjatuhkan orde baru atau pemerintahan
Soeharto yang sudah berlangsung selama 32 tahun. Demo besar- besaran ini kemudin
membuahkan hasil, presiden Soeharto yang militeristik dan diktator kemudian
mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998. Tanggal ini kemudian di
tetapkan sebagai puncak terjadinya reformasi Masa reformasi menghendaki adanya
perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik
secara konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, pendidikan, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.

Pendidikan pada masa reformasi mengalami suatu perkembangan yang pada


dasarnya lebih maju daripada pendidikan pada masa orde baru. Pendidikan Era reformasi
mengutamakan pada perkembangan peserta didik yang lebih terfokus pada pengelolaan
masing- masing daerah (otonomi daerah).

Dalam hal tenaga pendidikan diberlakukan suatu kualifikasi profesional untuk lebih
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. sedangkan sarana prasarana juga sudah
mengalami penigkatan yang baik. Namun, pendidikan yang ada di Indonesia masih belum
merata. Hal ini terjadi, terlihat dari adanya beberapa sekolah yang masih belum
berkembang khusunya di daerah pedalaman. Dinamika sosial dan politik di Indonesia
juga berdampak pada perubahan kurikulum merupakan suatu bentuk penyempurnaan
dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin. 2013. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo, 01 Maret 2022,
jam 09:03 WIB, Kepayang, Kec. Lempuing, Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera
Selatan.

Nugroho, Riant. 2008. Pendidikan Indonesia: Harapan, visi dan strategi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 01 Maret 2022, jam 09:08 WIB, Kepayang, Kec. Lempuing, Kab. Ogan
Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Rochidin Wahab. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: Alfabeta, dikutip
pada hari selasa, 01 Maret 2022, jam 09:12 WIB, Kepayang, Kec. Lempuing, Kab.
Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Sam M.Chan dkk. 2007. Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta:
Grafindo, dikutip pada hari selasa, 01 Maret 2022, jam 09:16 WIB, Kepayang, Kec.
Lempuing, Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Soearni, Eddy. 2003. Pengembangan Tenaga Kependidikan pada Awal Era Reformasi (1998-
2001), Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI, dikutip pada hari selasa, 01
Maret 2022, jam 09:17 WIB, Kepayang, Kec. Lempuing, Kab. Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan.

Suyanto dkk. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium
III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, dikutip pada hari selasa, 01 Maret 2022, jam
09:19 WIB, Kepayang, Kec. Lempuing, Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

W.J.S. Poerwadarminta, 2007. KBBI edisi ketiga, Balai Pustaka, dikutip pada hari selasa, 01
Maret 2022, jam 09:22 WIB, Kepayang, Kec. Lempuing, Kab. Ogan Komering Ilir,
Sumatera Selatan.

Chaniago Amran, Kamus lengkap bahasa Indonesia, edisi ke 15, Pustaka Setia, Bandung,
dikutip pada hari selasa, 01 Maret 2022, jam 09:25 WIB, Kepayang, Kec. Lempuing,
Kab. Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

xv

Anda mungkin juga menyukai