1. Impact evaluation adalah unsur dalam evaluasi yang digunakan untuk membantu para
pembuat kebijakan dalam memutuskan apakah program telah menghasilkan efek yang
diinginkan, lalu untuk mempromosikan akuntabilitas dalam alokasi sumber daya di seluruh
kebijakan publik; dan untuk memeberikan ketegasan dalam memahami apa-apa yang
dikatakan berhasil maupun tidak serta bagaimana perubahan secara terukur dalam indeks
kesejahteraan atas adanya intervensi kebijakan publik oleh pemerintah (Khandker et al, 2010:
7).
Artinya terdapat titik utama terkait penjelasan impact evaluation sebagai serangkaian upaya
dalam tujuan untuk mengetahui apakah perubahan kesejahteraan memang disebabkan oleh
intervensi sebuah program pemerintah atau bukan. Karena impact evaluation secara praktis
akan selalu mencoba untuk menentukan apakah mungkin untuk dilakukan proses identifikasi
terhadap efek diterapkannya sebuah program di masyarakat serta sudah sejauh manakah efek
yang diukur tersebut dapat dikaitkan secara khusus pada program dan tidak fokus terhadap
beberapa penyebab perubahan lainnya (Khandker et al, 2010: 18).
Impact evaluation secara khusus membutuhkan unsur waktu maupun sumber daya terkait,
oleh karena itu tipe ini harus diterapkan secara selektif dimana para pembuat kebijakan dapat
memutuskan apakah akan melakukan evaluasi dampak atau tidak dengan berlandaskan
kriteria-kriteria berikut ini:
Hal lainnya yang wajib diperhatikan dari praktik impact evaluation adalah bahwa penerapan
metode tertentu untuk mengevaluasi suatu program sangat bergantung pada pemahaman
desain kebijakan, pelaksanaan intervensi, tujuan program, mekanisme yang diterapkan dalam
mencapai tujuan program, dan karakteristik detail dari sasaran program, dan pembagian
sasaran program secara kewilayahan (Khandker et al, 2010: 140-141).
Sedangkan menurut Center for Disease Control and Prevention (2008: 1), evaluasi dampak
adalah aktivitas yang dilakukan dalam menilai efektivitas program dalam mencapai tujuan
akhirnya.
Atas poin-poin di atas, menyuratkan bahwa tipe evaluasi ini digunakan sesegera mungkin
setelah implementasi program mulai dilaksanakan selama masa pengoperasian program
berjalan. Tipe ini juga menunjukkan seberapa baik program tersebut bekerja, lalu sejauh
mana program dapat diimplementasikan mengacu pada desain yang dirancang, apakah
program dapat diakses atau tidak, apakah program dapat diterima oleh populasi sasarannya
atau tidak. Kemudian tipe ini dibutuhkan dalam memberikan peringatan dini terhadap setiap
permasalahan yang mungkin terjadi, memungkinkan program untuk mengawasi tentang
seberapa baik rencana program dan kegiatan bekerja secara ekuivalen (Center for Disease
Control and Prevention, 2008: 2).
3. Efficiency evaluation
Menurut Howlet dan Ramesh (1995) dalam Nugroho (2011) Evaluasi Efisiensi adalah
Mengkaji biaya program relatif terhadap alternatif penggunaan sumber daya dana manfaat
dari program. Sedangkan menurut Abdullah (2018: 70), Efficiency Evaluation (evaluasi
efisiensi) adalah suatu upaya untuk membandingkan biaya yang dianggarkan untuk suatu
program/kebijakan dengan hasil output yang dicapai dari program tersebut.
Tipe evaluasi ini digunakan pada saat awal program dan selama pengoperasian sebuah
program masih tersedia. Yang dilakukannya adalah sumber daya apa yang digunakan
dalam program dan biayanya (langsung dan tidak langsung) dibandingkan dengan hasil.
Dan menjadi penting sebab dapat memberi manajer program dan penyandang dana cara
untuk menilai biaya relatif terhadap efek (Center for Disease Control and Prevention,
2008: 2).
Lebih lanjut penjelasan mengenai cost-benefit analysis disampaikan oleh Fuguitt &
Wilcox (1999: 15) dalam (Mutmainah, 2016: 164) dimana mereka mendefinisikannya
sebagai suatu metode pendekatan yang dilakukan dalam proses identifikasi biaya dan
manfaat yang kemungkinan akan ditimbulkan sebagai konskuensi atas adanya suatu
kebijakan publik. Proses identifikasi biaya manfaat ini mesti melihat sudut pandang yang
lebih luas serta melihat kondisi lingkungan yang suatu kebijakan berada. Hal ini kiranya
sangat penting dilakukan sebab biasanya pembuat kebijakan itu hanya melihat kepada
sasaran kebijakan saja tanpa melihat sisi/situasi lingkungan dari adanya kebijakan
diterapkan.
Beda halnya dengan yang disampaikan oleh Mangkoesobroto (2010: 154) yang melakukan
identifikasi biaya dan manfaat di dalam dua sudut pandang, yaitu:
1. Memandang bahwa biaya manfaat dari sudut pandang secara riil dan kedua melihat
biaya manfaat secara semu. Biaya dan manfaat secara riil dimaksudkan untuk melihat
manfaat yang timbul bagi seseorang yang tidak diimbangi biaya manfaat dari pihak
lain.
2. Melakukan analisis biaya manfaat semua melihat biaya manfaat dari sudut pandang
kelompok tertentu tanpa melihat biaya manfaat yang diterima oleh kelompok yang
lain. Dengan kata lain biaya manfaat dapat dikelompokkan menjadi biaya manfaat
secara langsung dan biaya manfaat tidak langsung (Mangkoesobroto, 2010:154).
Referensi:
Center for Disease Control and Prevention. (2008). Type of Evaluations. Atalanta. www.cdc.gov.
Gerston, Larry N. (2010). Public Policy Making Process and Principles. New York: Taylor &
Francis.
Gertler, P. J., Martinez, S., Premand, P., Rawlings, L. B., & Vermeersch, C. M. J. (2011 ). Impact
Evaluation in Practice, First Edition. In Impact Evaluation in Practice, First Edition.
Mutmainah, Nur Fatimah (2016). Cost Benefit Analysis Taman Kuliner Condongcatur, Depok,
Sleman, Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik.
https://doi.org/10.21776/ub.jiap.2016.002.04.5
Nugroho, Riant Dwijodijoto. (2003). Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, Evaluasi. Jakarta :
PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.