Anda di halaman 1dari 9

MATERI KULIAH PERTEMUAN 10

MATA KULIAH : PENGEMBANGAN EVALUASI PROGRAM PANGAN


DAN GIZI MASYARAKAT (PEPPGM)
TANGGAL 28 APRIL 2021 \
TENTANG :
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM PERBAIKAN GIZI
MASYARAKAT
(OLEH : BERLIN SITANGGANG, SST, M.KES)

A. EVALUASI
1. Ruang Lingkup Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran dan
pengembangan indikator; oleh karena itu dalam melakukan evaluasi harus berpedoman
pada ukuran-ukuran dan indikator yang telah disepakati dan ditetapkan. Evaluasi juga
merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa lalu yang berguna untuk
meningkatkan produktivitas dimasa datang, sebagai suatu proses yang berkelanjutan,
evaluasi menyediakan informasi mengenai kinerja dalam hubungannya terhadap tujuan dan
sasaran (Notoatmodjo, 2003).
Evaluasi adalah penilaian atas hasil (dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang baru atau yang telah ditingkatkan) dan dampak (pada pemecahan atau
pengurangan masalah kesehatan dan pada keseatan masyarakat yang lebih baik) pelatihan
dan proses yang melahirkan hasil dan dampak tersebut (Mc Mahon, 1999).
Evaluasi program merupakan evaluasi terhadap kinerja program, sebagaimana
diketahui bahwa program dapat didefinisikan sebagai kumpulan kegiatan-kegiatan nyata,
sistematis dan terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi instansi
pemerintah ataupun dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, atau yang merupakan
partisipasi aktif masyarakat, guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Evaluasi program merupakan hasil komulatif dari berbagai kegiatan (Mac Kenzie, 2007).
Evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu mengumpulkan data
yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Evaluasi
program sangat penting dan bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya
adalah dengan masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan
menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan (Antina Nevi,
2009).
Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses manajerial
pembangunan kesehatan nasional yang lebih luas. Dalam melakukan evaluasi kita
sebenarnya menetapkan suatu nilai. Kita dapat mengurangi unsur subyektif pada penilaian
tersebut dengan mendasarkan penilaian atas fakta-fakta yang ada. Penerapannya
menghendaki pikiran yang terbuka dan mampu memberi kritik yang membangun menuju
kepada pemikiran pendapat yang sehat (Soekarwati, 1995).
2. Tujuan Evaluasi
Evaluasi memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Membantu perencanaan di masa yang akan datang.
b) Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
c) Menentukan kelemahan dan kekuatan daripada program, baik dari segi teknis
maupun administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-perbaikan.
d) Membantu menentukan strategi, artinya mengevaluasi apakah cara yang telah
dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan, atau perlu diganti.
e) Mendapatkan dukunagn dari psonsor (pemerintah atau swasta), berupa dukungan
moral maupun material.
f) Motivator, jika program berhasil, maka akan memberikan kepuasan dan rasa bangga
kepada para staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat lagi.
Tujuan pokok atau tujuan utama dari evaluasi atau melakukan penilaian di bidang
kesehatan adalah adanya perubahan perilaku, dalam teori dinyatakan bahwa perilaku
seseorang dipengaruhi oleh sikapnya. Kalau berhasil mengubah sikap seseorang, maka ia
akan mengubah perilakunya (Mubarak dkk., 2009).
Penilaian sebagai salah satu fungsi manajemen bartujuan untuk mempertanyakan
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu perencanaan, sekaligus mengukur
seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan memakai ukuran-ukuran yang dapat
diterima pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perencanaan. Penilaian adalah suatu upaya
untuk mengukur member nilai secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah
direncanakan sebelumnya. Tujuan utama dari penilaian adalah agar hasil penilaian tersebut
dapat dipakai sebagai umpan balik untuk perencanaan sebelumnya (Muninjaya, 2004).
3. Dinamika Evaluasi
Salah satu ciri evaluasi adalah sebagai suatu proses yang berkesinambungan, maka
dengan sendirinya disamping mempunyai ciri-ciri yang khas juga mencerminkan sifat
kedinamisannya dengan cara membedakan: input, procces dan output. Pada sisi input,
evaluasi pengembangan personil sangat penting untuk melihat kebutuhan sesuai dengan
keterampilan yang diharapkan, sehingga dapat dikembangkan pengawasan yang
mendukung pada organisasi logistik serta mekanisme pendukung lainnya. Sebagai suatu
langkah awal yang penting dalam sisi input adalah evaluasi terhadap penetapan tujuan,
dikaitkan dengan visi dan misi program atau organisasi, serta penetapan sasaran program
itu sendiri (Azwar, 1996).
Pada sisi proses adalah untuk mengarahkan sumber-sumber daya agar
menghasilkan pelayanan yang diinginkan yang juga harus dievaluasi. Aspek proses evaluasi
dapat diikut sertakan sebagai input sumber daya, atau dipandang sebagai proses output,
akan tetapi harus di identifikasi secara terpisah untuk membedakan kapasitas tindakan dari
penggunaan nyata dari kapasitas tersebut. Output adalah merupakan hasil pelayanan yang
memberi dampak yang berbeda-beda terhadap status kesehatan (Mubarak dkk., 2009).
4. Metode Evaluasi
Berdasarkan waktunya evaluasi/penilaian, maka penilaian dapat dilakukan sebagai
berikut:
a) Penilaian rutin (concurrent evaluation atau progress report). Dalam setiap program
penilaian rutin ini hendaknya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program
tersebut. Dengan demikian, penilaian akan berjalan berkesinambungan dan teratur,
serta bersamaan dengan pelaksanaan program itu sendiri. Penilaian dilakukan oleh staf
program dalam bentuk progres report, dengan cara ini perbaikan-perbaikan pun
dilakukan sejak awal. Demikian pula kekuatan-kekuatan dari program dapat segera
didapatkan dan dapat diterapkan dalam melanjutkan program tersebut. Penilaian
meliputi semua aspek program, termasuk reaksi masyarakat terhadap program tersebut
b) Penilaian Berkala (periodical evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan pada setiap
akhir dari suatu bagian tertentu dari program, seperti tiap enam bulan, satu tahun, dua
tahun, dan sebagainya.
c) Penilaian khusus (ad-hoc evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan setiap saat yang
diperlukan.
d) Penilaian akhir (terminal evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir suatu
program atau beberapa waktu sesudah akhir suatu program. Jadi ini merupakan
penilaian terhadap pencapaian tujuan akhirnya. (Mubarak dkk., 2009)
Menurut Mantra (1997) secara umum evaluasi dapat dibedakan atas beberapa tahap
yaitu:
a. Evaluasi pada tahap awal program
Evaluasi yang dilakukan pada tahap pengembangan program sebelum program
dimulai. Evaluasi ini akan menghasilkan informasi yang akan di pergunakan untuk
mengembangkan program agar program dapat lebih sesuai dengan situasi dan kondisi
sasaran.
b. Evaluasi pada tahap proses
Evaluasi yang dilakukan disini adalah pada saat program sedang dilakasanakan.
Tujuannya adalah untuk mengukur apakah program yang sedang berjalan telah sesuai
dengan rencana atau tidak atau apakah telah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan
pencapaian tujuan dari program.
c. Evaluasi pada akhir program
Evaluasi yang dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan dengan
tujuan untuk memberikan pernyataan efektifitas atau tidaknya suatu program selama kurun
waktu tertentu. Sehingga dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan untuk
merencanakan dan mengalokasikan resources.
d. Evaluasi dampak program
Evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan
perubahan sikap dan perilaku pada target sasaran, evaluasi dampak merupakan kebalikan
dari penilaian kebutuhan program mana kalau evaluasi kebutuhan menentukan kebutuhan
suatu program sedangkan penilaian dampak akan menentukan tingkat kebutuhan yang
nyata setelah diintervensi oleh program kesehatan.
Sedangkan dilihat dari implikasi hasil evaluasi bagi suatu program, dibedakan
adanya jenis evaluasi, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
dilakukan untuk mendiagnosis suatu program yang hasilnya digunakan untuk
pengembangan atau perbaikan program. Biasanya evaluasi formatif dilakukan pada proses
program (program masih berjalan). Sedangkan evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang
dilakukan untuk menilai hasil akhir dari suatu program. Biasanya evaluasi sumatif ini
dilakukan pada waktu program telah selesai (akhir program). Meskipun demikian pada
praktek evaluasi program sekaligus mencakup kedua tujuan tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Langkah-langkah dalam evaluasi/penilaian adalah sebagai berikut :
1) Menentukan tujuan evaluasi
2) Tujuan dari evaluasi harus dimengerti, sebab hal ini mempengaruhi bagian apa dari
program yang perlu diamati, selanjutnya memengaruhi pula macam informasi yang akan
dikumpulkan.
3) Menentukan bagian apa dari program yang akan dievaluasi
4) Apakah yang dievaluasi masukannya, proses, kelauaran, atau dampaknya, atau
kombinasi dari bagian-bagian tersebut.
5) Mengumpulkan data awal (base line data)
6) Data ini dapat dipergunakan sebagai pembanding, anatara sebelum diadakan suatu
kegiatan dengan situasi sesudah diadakan kegiatan. Data awal yang diperlukan
bergantung pada apa yang akan dinilai dan maksud penilaian.
7) Mempelajari tujuan program
8) Tujuan program merupakan syarat penting sutau program, agar penilaian dapat
dilakukan dengan baik. Tujuan harus dapat dikur dan jelas. Tujuan dapat dirumuskan
menjadi tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Tujuan jangka pendek adalah
tujuan yang ingin dicapai dalam waktu dekat, merupakan loncatan untuk bisa sampai
pada tujuan jangkat menengah. Tujuan jangka menengah untuk bisa samapi pada
tujuan yang harus dicapai dulu, untuk bisa mencapai tujuan jangak panjang. Tujuang
jangka pangjang merupakan tujuan akhir dari sebuah program.
9) Menentukan tolok ukur (indikator)
10) Perlu ditetapkan patokan apa yang akan digunakan sebagai dasar pengukuran. Dengan
kata lain, harus ditentukan apa yang akan diukur. Contoh, jika tujuannya adalah
meningkatakan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya olahraga, harus ditentukan
dahulu apa yang akan dipakai untuk mengukur kesadaran masyarakat. Misalkan untuk
mengukur berapa persen masyarakat yang berolahraga pada pagi hari, maka mereka
yang membiasakan olahraga pada pagi hari adalah tolok ukurnya. Hal ini harus
dibandingkan antara sebelum dan sesudah kegiatan.
11) Menentukan cara menilai, alat penilaian, dan sumber datanya
12) Mengumpulkan data
13) Mengolah dan menyimpulkan data yang didapat.
14) Feedback (umpan balik) dan saran-saran kepada program yang akan dinilai
(Notoatmodjo, 2007).
5. Ukuran Evaluasi
Kegiatan dalam evaluasi, dimensi pengukuran kinerjanya harus ditentukan dengan
jelas, yaitu meliputi ketepatan dan kesesuaian, efektifitas dan efisiensi, serta pertimbangan
keadilan. Ketepatan dan kesesuaian memandang kinerja dengan apakah tindakan-tindakan
yang diambil sudah sesuai dengan permasalahan yang ada, sehingga tidak terjadi
pemborosan sumber daya yang terbatas tersebut. Dengan menggunakan asumsikan
ketepatan, maka program yang dipertimbangkan ukurannya dan cakupannya cukup untuk
membuat suatu perbedaan yang berarti.
Ukuran-ukuran efektifitas dan efisiensi merupakan alat utama dasar evaluasi
program. Efektifitas diartikan sebagai penyelesaian suatu program dalam kaitannya dengan
kebutuhan atau perhatian. Sedangkan efisiensi dan efektifitas biaya adalah sering kali
berhubungan dengan hasil terhadap input (rasio output terhadap input).
Ukuran keadilan, akan merupakan tambahan kepentingan dalam evaluasi program
kesehatan. Pendapat ini telah berkembang secara sejajar dengan ukuran efektifitas dan
efisiensi. Secara operasional ukuran keadilan menciptakan pertimbangan dalam efisiensi
biaya dengan demikian program kesehatan sedapat mungkin melakukan keadilan terhadap
pelayanan bagi populasi yang mampu secara ekonomi dengan populasi yang kurang
mampu secara ekonomi (Asrun, 2004).
6. Prinsip-prinsip Evaluasi
a) Sebagai kunci pengambilan keputusan yang baik, evaluasi harus melihat ke depan
dan berorientasi pada tindakan.
b) Evaluasi bersifat menyeluruh dan bersifat dinamis, menaruh perhatian pada
kebijakan pengujian dan alternatif-alternatif rencana, mengawasi kemajuan dalam
proses penerapan dan memberi penilaian sumatif kepada hasil akhir.
c) Evaluasi dilandasi prinsip manajemen berdasarkan tujuan dan dimulai dengan
pernyataan yang jelas mengenai pengaruh-pengaruh yang harus dicapai pada
populasi mana dan dalam jangka waktu, berapa/kapan,
d) Strategi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan harus diperiksa
ketepatan dan kesesuaiannya.
e) Menyesuaikan diri dengan prinsip manajemen berdasarkan tujuan dan dengan
kejelasan pengaruh yang harus dicapai pada populasi mana dan jangka waktu
berapa/kapan.
f) Ketepatan waktu dan tempat laporan evaluatif harus disesuaikan dengan kebutuhan
akan keputusan yang tepat waktu.
g) Frekuensi pelaporan sangat banyak tergantung pada laju perubahan keadaan-
keadaan yang menuntut tindakan.
h) Karena evaluasi bersifat membandingkan, maka evaluasi tergantung pada indikator-
indikator yang menggambarkan tingkat dan rasio yang tepat dan pada tingkat-tingkat
penyelesaian yang tepat.
i) Penilaian harus membedakan antara hasil yang merupakan pusat perhatian
pengendalian keputusan dan keluaran yang timbul sebagai akibat ketidakpastian dan
kesempatan.
j) Efisiensi, efektifitas, keadilan harus di definisikan dengan jelas dan perimbangan
harus dibuat eksplisit.
Evaluasi di bidang kesehatan adalah suatu kegiatan yang penting untuk menilai
kualitas, rasionalitas, efektifitas, efisiensi dan equitas pada pelayanan kesehatan. Evaluasi
suatu program kesehatan yang menyeluruh adalah eveluasi yang dilakukan terhadap 3
komponen yaitu masukan (input), pelaksanaan (procces), dan keluaran (output)
(Seokarwati, 1995).
Tipe-tipe evaluasi adalah :
1) Penilaian akan kebutuhan program. Penilaian ini di laksanakan pada tahap sebelum
program ini dilaksanakan disuatu daerah dengan maksud agar program yang
direncanakan sesuai masalah dan kebutuhan masyarakat setempat.
2) Penilaian perencanaan program. Penilaian ini dilaksanakan pada tahap untuk menilai
kelayakan dan menandainya rencana program dan kebutuhan masyarakat.
3) Penilaian penampilan kerja. Penilaian untuk melihat kesesuaian antara pelaksanaan
nyata program dan rencana dengan perhatian diarahkan pada hasilnya dalam segi
kuantitas maupun kualitas.
4) Penilaian efek. Penilaian terhadap pengaruh langsung dari hasil suatu program.
5) Penilaian dampak. Penilaian untuk mengetahui pengaruh dilaksanakannya suatu
program baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap masyarakat (Farida,
Y.T, 2000)
Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses manajerial
pembangunan kesehatan nasional yang lebih luas. Dalam melakukan evaluasi kita
sebenarnya menetapkan suatu nilai. Kita dapat mengurangi unsur subyektif pada penilaian
tersebut dengan mendasarkan penilaian atas fakta-fakta yang ada. Penerapannya
menghendaki pikiran yang terbuka dan mampu memberi kritik yang membangun menuju
kepada pemikiran pendapat yang sehat (Rita, S., 1990).

B. PROGRAM PERBAIKAN GIZI


1. Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energy (Achmad Djaeni, 2000).
Dalam definisi gizi dikemukakan bahwa akhir dari suatu proses gizi yang diharapkan
adala terciptanya suatu keadaan yang menyehatkan jasmani dan rohani. WHO-1995
mendefinisikan sehat adalah suatu keadaan sehat secara prima baik fisik maupun mental
yang komplet, sehat sosial dan produktif, tidak semata-mata hanya terhidar dari rasa
sakit/penyakit dan kelemahan (Syahbudin, 2001).
Dikatakan bahwa mempelajarai gizi berarti mempelajari makanan. Bila demikian
halnya hubugan gizi dengan kesehatan, berarti juga mempelajari hubungan makanan
dengan kesehatan. Jadi untuk memperoleh keadaan sehat diatas, berbagai cara yang perlu
ditempuh namun satu yang perlu dilakukan ialah memenuhi kebutuhan tubuh
akan nutrient atau zat gizi sehari-hari dengan cara mengkonsumsi berbagai makanan dan
minuman yang dianjurkan (Khomsam, 2004).
Persoalan timbul pada makanan adalah bukan semata makanan apa dan makanan
apa yang dapat mengenyangkan tubuh, tapi makanan juga hendaknya dapat menyehatkan
tubuh. Bagi sebagian masyarakat yang telah mengetahui akan pentingnya gizi, umumnya
mereka akan selalu berusaha untuk mencapai makanan jenis apa dan berapa jumlah yang
harus dimakan agar dapat menyehatkan tubuh. Persoalan lain muncul dimana sering orang
mengira bahwa untuk mendapatkan nilai kesehatan tubuh yang optimal, harus makan yang
banyak tanpa melihat jenis dan jumlah makanan tersebut sesuai yang dianjurkan. Tidak
jarang orang merasa masih ingin makan tapi perut suda kenyang atau sebaliknya sudah
merasa puas/kenyang tapi kebutuhan akan gizi belum terpenuhi. Ini merupakan salah satu
akibat dari salah makan, yang pada gilirannya akan timbul gizi salah atau malnutrition, yang
banyak diderita oleh masyarakat (Syahbudin, 2001).
2. Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak balita dan
wanita hamil. Oleh karena itu sasaran dari program perbaikan gizi masyarakat ini
berdasarkan siklus kehidupan yaitu dimulai dari wanita usia subur, dewasa, ibu hamil, bayi
baru lahir, balita, dan anak sekolah.
3. Masalah Gizi Masyarakat Indonesia
a. Berat Bayi lahir Rendah (BBLR)
b. Gizi Kurang pada Balita
c. Gangguan Pertumbuhan
d. Kurang Energi Kronis (KEP) pada Wanita Usia Subur (WUS)
e. Ibu Hamil (Bumil)
Pokok masalah di masyarakat yakni kurangnya pemberdayaan keluarga dan
kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor
langsung maupun tidak langsung dan yang menjadi akar masalah yakni kurangnya
pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh
krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997.
Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan
ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai (Depkes, 1999).
4. Tujuan Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Program perbaikan gizi masyarakat diarahkan pada kelompok wanita usia subur,
pria/wanita dewasa, bayi dengan berat lahir rendah, ibu hamil, ibu menyusui, ibu yang
mempunyai balita, balita dan anak sekolah.
a. Tujuan Umum:
Menurunkan masalah gizi masyarakat utamanya masalah kurang energi kalori terutama di
daerah miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan.
b. Tujuan Khusus:
1) Program pemberdayaan keluarga, melalui Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat secara
terintegrasi dengan upaya peningkatan ekonomi dan ketahanan pangan
2) Pemantauan dan promosi pertumbuhan balita, pokok program ini dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan keluarga melakukan deteksi dini gangguan
pertumbuhan pada anak.
3) Program Pendidikan gizi, untuk mendukung tercapainya keluarga sadar gizi.
4) Program supplementasi gizi, bertujuan untuk memberikan tambahan gizi kepada
kelompok rawan utamanya untuk keluarga miskin dalam jangka pendek. Jenis
suplementasi gizi yang diberikan berupa :
5) Makanan Pendamping ASI untuk anak usia 6-11 bulan pada keluarga miskin
6) Pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil.
7) Supplementasi kapsul Vitamin A untuk anak balita dan ibu nifas.
8) Supplementansi zat besi untuk ibu hamil.
9) Suppplementasi kapsul Yodium terutama pada daerah endemis sedang dan berat.
10) Program Fortifikasi bahan makanan, bertujuan meningkatkan mutu gizi pada bahan
makanan yang sering dan banyak dikonsumsi masyarakat utamanya pada keluarga
miskin dan rawan gizi.
11) Program pelayanan gizi, mencakup pengembangan tatalaksana kasus salah gizi,
konsultasi gizi dan pelayanan gizi di institusi kesehatan dan non kesehatan.
12) Program gizi klinik, bertujuan menyediakan sistem informasi untuk mendukung
strategi dan kebijakan program gizi. Terdiri dari: pemantauan status gizi, masalah
gizi, jejaring informasi pangan dan gizi (Perpres RI, 2007).
5. Sasaran Program Perbaian Gizi Masyarakat
Untuk mencapai tujuan tersebut, telah ditetapkan sasaran nasional pembangunan di
bidang pangan dan gizi tahun 2005-2010. Sedangkan sasaran di tingkat daerah harus
direncanakan sesuai dengan potensi daerah. Sasaran tingkat nasional adalah:
a. Sekurang-kurangnya 80% keluarga telah mandiri sadar gizi
b. Menurunnya prevalensi kurang energi kronis (KEK) ibu hamil menjadi 20 %
c. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 26,4 % (1999) menjadi 20 %
(2005) dan sasaran akhir untuk tahun 2010 menjadi 8 % dan gizi buruk dari 8,1% (1999)
menjadi 5% (2005) dan sasaran akhir untuk tahun 2010 menjadi 3 %
d. Pemantauan pertumbuha balita: Balita yang naik berat badannya (80 %), Balita Bawah
Garis Merah (< 15 %).
e. Mencegah meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak balita dan dewasa setinggi-
tingginya berturut-turut 3 % dan 10%
f. Meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapatkan yang mendapatkan tablet Fe
mencakup 90 %
g. Meningkatnya persentase bayi yang mendapatkan ASI Ekslusif mencakup 60 %.
h. Meningkatnya persentase balita yang mendaptkan Vitamin A 2 kali pertahun mencapai 90
%.
i. Meningkatkan konsumsi garam beryodium dari 73,2 % menjadi 80 %.
(Perpres RI, 2007).
6. Strategi Program dalam Penanggulangan Masalah Gizi
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, akan ditempuh strategi pokok sebagai acuan
penanggulangan masalah gizi masyarakat, sebagai berikut :
a. Pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi
Pemberdayaan keluarga adalah proses dimana keluarga-keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan dan gizi bekerja bersama-sama menanggulangi masalah yang mereka
hadapi. Cara terbaik untuk membantu mereka adalah ikut berpartisipasi dalam memecahkan
masalah yang mereka hadapi. Upaya perbaikan gizi yang dilakukan adalah dengan
meningkatkan kemandirian dengan fokus keluarga mandiri sadar gizi dengan harapan
mereka dapat mengenal dan mencari pemecahan masalah yang dihadapi. Kegiatan
operasional yang dilaksanakan adalah:
1. Pemetaan keluarga mandiri sadar gizi oleh dasawisma dalam rangka survey mawas diri
masalah gizi keluarga.
2. Asuhan dan konseling gizi Pada akhir tahun 2005, 50% institusi pelayanan kesehatan
telah melaksanakan asuhan dan konseling gizi bagi keluarga dengan tenaga profesional
dengan menggunakan tatalaksana asuhan dan konseling gizi.
b. Pelaksanaan intervensi harus dilakukan secara fokus pada upaya menurunkan kematian
bayi, ibu, anak dan gizi kurang, dengan pendekatan pada daur kehidupan dan multi-
program/pelayanan kepada masyarakat secara terpadu.
c. Mengkaji semua komponen yang berakibat pada tingginya angka kematian. Komponen
tersebut antara lain angka harapan hidup, angka melek huruf, pendapatan perkapita,
presentase penduduk tanpa akses air bersih, fasilitas kesehatan dan persentase balita
kurang gizi.
d. Menggunakan peluang desentralisasi, yaitu pendelegasian wewenang yang lebih besar
kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem pemerintah sendiri dan
menyelenggarakan upaya penanganan masalah gizi harus mulai dari masalah dan potensi
masing-masing daerah.
e. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Pada dasarnya kemampuan daya
beli pangan dan akses pelayanan sosial sangat mempengaruhi keadaan gizi masyarakat
f. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dengan meningkatkan cakupan pelayanan
serta profesionalisme petugas.
g. Melaksanakan Program Perbaikan Gizi masyarakat sesuai dengan standart program
perbaikan gizi masyarakat yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
h. Mengalokasikan anggaran secara efektif sesuai skala prioritas (wilayah dan sasaran)
(Depkes, 1999).
5.  Input, Proses dan Ouput dari Program Perbaikan Gizi Masyarakat
a. Input
Input adalah faktor-faktor pendukung dalam mencapai keberhasilan suatu usaha atau
pekerjaan yang menyangkut berbagai pemanfaatan sumber daya atau sarana suatu
program atau kegiatan, diantaranya yaitu:
1. Tenaga
Tenaga yakni orang yang mengabdikan diri dan memiliki kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan di bidang pelayanan dan penanggulangan penyakit akibat malnutrisi
meliputi petugas kesehatan yang memegang program Perbaikan Gizi Masyarakat.
Ketersediaan input untuk program perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas yakni petugas
gizi. Pelatihan petugas gizi dipakai salah satu metode pendidikan khusus untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dan penanganan kasus gizi di
Masyarakat. Pelatihan seharusya merupakan fungsi yang terus menerus seperti pelatihan
peningkatan manajemen Program Perbaikan Gizi Masyarakat (PPGM) (Depkes, 2003).
Dalam Kepmenkes No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 tanggal 21 Agustus tentang Indikator
Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan
Kabupaten/Kota Sehat, indikator tenaga kesehatan yang masuk dalam indikator sumber
daya kesehatan adalah untuk jenis tenaga gizi memiliki standart pensyaratan tiap 100.000
penduduk memiliki 22 tenaga gizi yang berlatar belakang pendidikan dari gizi. Indikator
diterjemahkan dalam bentuk angka kebutuhan tenaga dengan mengalihkannya terhadap
proyeksi jumlah penduduk tahun 2010 untuk Kabupaten Kendari sebesar 256.975 jiwa
(Depkes, 2003).
2. Sarana
Sarana pemeriksaan adalah sarana standar kebutuhan untuk pemeriksaan masalah gizi di
masyarakat seperti timbangan seca, microtoice, leghtboard, pita lila, pita circumference,
caliper, timbangan biasa, buku-buku pedoman khususnya yang menyangkut masalah gizi di
masyarakat maupun bahan penyuluhan Perbaikan Gizi Masyarakat. Sarana obat-obatan di
simpan digudang, obat harus tertata rapih dan telah dikelompokkan berdasarkan jenisnya,
gudang obat diurus oleh petugas yang telah ditunjuk (Depkes, 2003).
3. Dana
Sumber dana untuk pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat di Puskesmas berasal
dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan didistribusikan melalui Dinas Kesehatan berwujud dana
operasional. Besar dana operasional yang diberikan tidak sama menurut jumlah
desa/kelurahan yang menjadi tanggung jawab Puskesmas masing-masing (Depkes RI,
2002b).
b. Proses
Proses adalah adanya pelaksanaan program dimana komponen yang satu saling
mempengaruhi komponen sistem ke komponen sistem yang lain, yang meliputi
perencanaan dan pelaksanaan yang meliputi :
1. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses analisis dan pemahaman sistem,
penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan
demi masa depan yang baik (Notoatmodjo, 2007).
Perencanaan pada Puskesmas harus disesuaikan dengan analisa situasi yang ada pada
program tersebut, dan perencanaan terhadap suatu kegiatan harus dilakukan tiap tahunnya,
dengan menyusun waktu, dana, jadwal kegiatan, penanggung jawab tiap kegiatan, sasaran,
dan target kedepan yang mesti diikuti pada kegiatan nantinya (Depkes, 2003).
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan fungsi penggerak dari semua kegiatan program yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan program. Pelaksanaan untuk program perbaikan gizi
masyarakat, terbagi atas 2 ada yang ditetapkan skala nasional, ada juga untuk skala
lokalnya tergantung dari provinsi itu masing-masing. Untuk pelaksanaan secara Nasional
meliputi kegiatan peningkatan kapasitas/kemampuan sumber daya manusia tenaga gizi dan
masyarakat menuju keluarga sadar gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP)
dilaksanakan tiap bulan, penaggulangan anemia gizi besi dilaksanakan tiap bulan,
penanggulangan kurang vitamin A dilaksanakan 2 kali dalam setahun yakni bulan Februari
dan September, penanggulangan gizi lebih dilaksanakan tiap ditemukannya kasus,
peningkatan surveillance gizi, dan pemberdayaan masyarakat untuk mencapai keluarga
sadar gizi (Perpres RI, 2007).
Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Kota Kendari yakni meliputi
peningkatan kapasitas/kemampuan sumber daya manusia tenaga gizi untuk menuju
keluarga sadar gizi dilaksanakan tiap tahun sekali, penanggulangan Kurang Energi Kalori
(KEK) dilaksanakan tiap bulan, penanggulangan anemia gizi besi denga memberikan tablet
Fe dilaksanakan tiap bulan, pemberian Vitamin A dilaksanakan 2 kali dalam setahun yakni
bulan Februari dan September dan untuk Ibu Nifas pemberian Vitamin A dilaksanakan tiap
bulan, pemantauan dan pemeriksaan/penimbangan status gizi dilaksanakan tiap bulan di
posyiandu, penaggulangan gizi buruk, gizi lebih dan gizi kurang dilaksanakan tiap ada kasus
yang ditemukan dan Pemberian Makanan Pendamping ASI umur 6-11 bulan dilaksanakan
pada bulan Maret tiap tahun (Dinkes, 2007).
Program perbaikan gizi masyarakat terhadap Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan
Kabupaten/Kota Sehat, pada saat melakukan pelaksanaan program, harus disesuaikan
dengan standart pensyaratan pelaksanaan program yang telah ditetapkan tetapi dengan
menyesuaikan keadaan atau wilayah yang akan dinilai (Depkes, 2003).
c. Output
Output adalah hasil atau performance program dan kegiatan pelayanan yang dihasilkan oleh
suatu program, yang meliputi :
1. Ketepatan sasaran
Sasaran utama dari program perbaikan gizi masyarakat di seluruh Puskesmas dalam
mencapai visi misi Indonesia Sehat 2010 yakni bayi, balita, ibu hamil dan ibu masa nifas
serta penderita gizi buruk, gizi kurang, dan gizi lebih. (Perpres RI, 2007).
2. Tercapainya cakupan program
Cakupan program adalah hasil pencapaian langsung dari kegiatan Program Perbaikan Gizi
Masyarakat. Sasaran akhir tahun 2010 dalam mencapai visi misi Kabupaten Sehat 2010
yakni meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapatkan yang mendapatkan tablet Fe
mencakup 90 %, menurunnya prevalensi kurang energi kronis (KEK) ibu hamil dan ibu nifas
mencakup 10 %, menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 26,4 % (1999)
menjadi 20 % (2005) dan sasaran akhir untuk tahun 2010 menjadi 8 % dan prevalensi gizi
buruk dari 8,1% (1999) menjadi 5% (2005) dan sasaran akhir untuk tahun 2010 menjadi 3
%, mencegah meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak balita dan dewasa setinggi-
tingginya berturut-turut mencakup 3 % dan 10%, meningkatnya persentase bayi yang
mendapatkan ASI Ekslusif mencakup 60 %, Pemberian Makanan Pendamping ASI umur 6-
11 bulan dilaksanakan pada bulan Maret tiap tahun mencakup 100 %, meningkatnya
persentase balita yang mendaptkan Vitamin A 2 kali pertain mencakup 90 % dan sekali
sebulan untuk ibu pada masa nifas dengan cakupan sebesar 90 %, meningkatkan konsumsi
garam beryodium dari 73,2 % menjadi 80 % serta pemantauan pertumbuha balita: balita
yang naik berat badannya (80 %), Balita Bawah Garis Merah (< 15 %) (Perpres RI, 2007).
Tiap tahunnya peningkatan cakupan Puskesmas harus meningkat dari tahun sebelumnya
yakni sebesar 10 % tiap tahunnya samapai mencapai target atau cakupan yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah dalam program perbaikan gizi masyarakat menuju target
Indonesia Sehat tahun 2010 (Depkes, 2003).

Anda mungkin juga menyukai