THE REPRESENTATIVE
DEMOCRATIC
ACCOUNTABILITY
FEEDBACK LOOP
Hugh T. Miller & Charles J. Fox
Sumber: Miller, Hugh T. et al. (2007). Postmodern Public Administration Revised Edition. London: M.E. Sharpe ,Inc.
The Problem 1. Menunjukkan hal yang dikerjakan menjadi dinilai lebih penting daripada benar-
benar ‘melakukan’ pekerjaan tersebut;
in Practice & 2. Administrasi publik dapat ditingkatkan dengan berfokus pada hasil dengan
penganggaran kinerja, manajemen yang berorientasi pada hasil, dan pengukuran
Persistent hasil;
3. Pemerintah yang berorientasi pada hasil akan melihat anggaran dan keputusan
Problem from harus didasarkan pada kinerja melalui tugas mengembangkan indikator kinerja
Positivist untuk mengukur hasil dan menetapkan tujuan agar kemajuannya dapat dinilai;
4. Mengaitkan manfaat pada program selalu menimbulkan masalah karena dapat
dengan sengaja dipalsukan.
1.2 (Positivism
5. Hal yang menjadi penting disini adalah bahwa ‘kenyataan’ ternyata sangat sulit
in Public untuk diukur atau direpresentasikan.
Administration) 6. Pengukuran kinerja yang memadai membutuhkan tingkat detail yang tinggi.
Representative democracy, presiden dipilih langsung oleh DPR, tapi direct democracy
Case menerapkan sistem pemilihan presiden oleh rakyat. Pada representative democracy
Study lebih rawan akan intervensi politik, karena DPR sebagai legislative enderung memihak
pada konstituen sehingga nantinya akan berpengaruh pada akuntabilitas. Contohnya
pada rezim Soeharto yang berkuasa bersama Partai Golkar selama 32 tahun.
Salah satu langkah strategis yang telah dilakukan pemerintah adalah dengan
meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) yang berorientasi pada
hasil, yaitu melalui pembentukan SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah). SAKIP merupakan integrasi dari sistem perencanaan, penganggaran dan
sistem pelaporan kinerja yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas
keuangan dalam mencapai sasaran utama pembangunan agar lebih terukur.