Disusun oleh:
Dian Herlambang, S.H.,M.H.
PROGRAM
STUDI HUKUM (S1)
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
BANDAR LAMPUNG
2023
MODUL 1 : PENGERTIAN-PENGERTIAN DALAM HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
1
Pemaknaan pengertian hukum dalam kepustakaan sangat banyak, tetapi pada
prinsipnya pemahaman tersebut ada yang bersifat sempit dan ada pula yang bersifat
luas. Hal tersebut berkaitan dengan sudut pandang pakar yang mengartikannya. Salah
satu pendapat tentang pengertian hukum disampaikan oleh J.C.T Simorangkir, S.H.
dan Woerjono Sastropranoto, S.H. sebagai berikut:
Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat
oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-
peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu.
Sementara itu, pendapat yang tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas
disampaikan pula oleh H.M Tirtaatmidjaja, S.H.
Hukum ialah semua aturan (norms) yang harus diturut dalam tingkah laku
tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti
kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau
harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan
sebagainya.
2
4. Perfektif: sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara
ataupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
5. Korektif: baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam
mendapatkan keadilan.
Prayudi Atmosudirdjo melihat administrasi negara pada fungsinya yang lebih luas
lagi, yakni melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategy,
policy) serta keputusan-keputusan pemerintah secara nyata (implementasi dan
menyelenggarakan undang-undang menurut pasal-pasalnya) sesuai dengan peraturan-
peraturan pelaksanaan yang ditetapkan. Untuk memperjelas makna administrasi
negara tersebut, Prayudi Atmosudirdjo memerincinya dalam beberapa pengertian
administrasi negara yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah sebagai
berikut:
1. Sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau sebagai institusi politik
(kenegaraan).
2. Administrasi negara sebagai “fungsi” atau sebagai aktivitas melayani pemerintah,
yakni sebagai kegiatan “pemerintah operasional”.
3. Administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang.
3
aliran dalam administrasi negara yang harus diperhatikan sebagai upaya memahami
ilmu administrasi negara. Adapun aliran-aliran tersebut:
1. aliran proses administratif,
2. aliran empiris,
3. aliran perilaku manusia,
4. aliran analisis birokrasi,
5. aliran sistem sosial,
6. aliran pengambilan keputusan,
7. aliran matematika, dan
8. aliran integratif.
No Aliran Ciri-ciri
4
menyukseskan pencapaian tujuan.
5
paradigm.2 Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara paradigma birokratik
dan paradigma posbirokratik seperti teperinci dalam tabel berikut:
PARADIGMA
PARADIGMA BIROKRATIK
POST BUREAUCRATIC
6
L.J. Van Apeldoorn yang menafsirkan pengertian hukum administrasi negara
sebagai segala keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh setiap pendukung
kekuasaan yang diserahi tugas pemerintahan tersebut. Jadi, dalam penafsiran ini, L.J.
Van Apeldoorn menitikberatkan hukum administrasi negara lebih pada aturan atau
norma yang mengatur kekuasaan negara itu sendiri.
Satu hal yang harus diperhatikan sebagaimana dijelaskan di atas adalah hubungan
antara negara dan masyarakat itu hubungan yang istimewa. Karena itu, sesungguhnya
HAN bukan hanya merupakan seperangkat aturan, tetapi harus mengatur pula
hubungan istimewa tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Logemann dan
Utrecht yang melihat dan memaknai hukum administrasi negara sebagai seperangkat
norma-norma yang menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk
memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang
khusus. Pendapat ini didukung oleh J.M. Baron de Gerando yang menyatakan
bahwa objek hukum administrasi adalah hal-hal yang secara khusus mengatur
hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat sehingga titik berat objek HAN
ada pada hubungan istimewa tersebut sehingga perlu ada dalam norma peraturan.
Pendapat Logeman didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat satu hubungan
istimewa antara negara dan rakyat. Secara alami, sebenarnya tidak ada hubungan di
antara keduanya. Akan tetapi, melalui norma-norma yang terbentuk, terjadilah satu
hubungan istimewa antara negara dan rakyatnya yang memungkinkan negara untuk
melakukan tindakan-tindakan yang harus dipatuhi oleh rakyat selaku warga negara
tersebut.
Pandangan lain yang masih menitikberatkan sekumpulan norma adalah pendapat
dari J.H.P. Beltefroid yang memaknai hukum administrasi negara sebagai
keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan, badan-
badan kenegaraan, dan majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak memenuhi
tugasnya. Pandangan J.H.P. Beltefroid ini masih berlandaskan satu hubungan
istimewa antara negara dan rakyatnya. Akan tetapi, pandangan ini lebih khusus
menitikberatkan adanya jalinan di antara alat-alat pemerintah yang secara bersama
7
dan terkoordinasi dalam satu jalinan untuk melaksanakan tugas-tugas
konstitusionalnya. Para aparat pemerintah tersebut tentu membutuhkan satu perangkat
peraturan yang dapat memberi dasar serta arahan (driven) mengenai tindakan apa
yang seharusnya dilakukan dalam berupaya mencapai tujuan.
Penafsiran yang menekankan sisi norma dan juga semacam manual procedure
disampaikan oleh Oppenheim. Ia memberikan penafsiran bahwa hukum administrasi
negara merupakan suatu gabungan ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi
ataupun rendah apabila badan-badan itu akan menggunakan wewenangnya yang telah
diberikan kepadanya oleh hukum tata negara. Pandangan ini tidak jauh berbeda
dengan pendapat L.J. Van Apeldoorn yang menekankan bahwa makna hukum
administrasi negara lebih diartikan sebagai guidance law yang memberi petunjuk
pada lembaga-lembaga negara mengenai bagaimana cara menggunakan kewenangan
itu dalam praktik kehidupan pemerintahan sehari-hari. Pandangan ini juga didukung
oleh Sir W. Ivor Jennings yang menyatakan bahwa hukum administrasi negara
sesungguhnya merupakan hukum yang berhubungan dengan administrasi negara.
Hukum ini juga menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas yang diemban
oleh para pejabat administrasi.
Sementara itu, beberapa pendapat pakar tidak hanya melihat sisi norma, hubungan
istimewa, kekuasaan, atau kewenangan, tetapi melihat hukum administrasi negara
dari sisi fungsi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirdjo yang
menyatakan bahwa hukum administarsi negara merupakan hukum mengenai operasi
dan pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap
penguasa-penguasa administrasi. Dalam pandangan Prayudi, hal tersebut sangat jelas
bahwa pengertian HAN lebih ditegaskan sebagai suatu perintah operasi, tetapi
sekaligus pengendalian dan pengawasan sehingga pendekatan ini lebih menekankan
sisi pendekatan manajerial suatu pemerintahan.
Rangkuman dari perbincangan mengenai pengertian hukum administrasi negara
menunjukkan bahwa hukum administrasi negara memiliki ciri-ciri khusus yang
meliputi:
8
1. Adanya hubungan istimewa antara negara dan warga negara;
2. Adanya sekumpulan norma yang mengatur kewenangan pejabat atau lembaga
negara;
3. Adanya pejabat-pejabat negara sebagai pelaksana dari perjanjian istimewa
tersebut.
9
2. Yurisprudensi
Sumber hukum yurisprudensi pada dasarnya merupakan putusan dari hakim-
hakim tata usaha negara yang terdahulu dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap
(in kracht van gewijsde), kemudian oleh hakim yang lain digunakan sebagai dasar
pertimbangan hukum untuk memutus suatu perkara yang sama. Alasan lainnya bagi
hakim yang menjadikan yurisprudensi sebagai sumber hukum adalah alasan
kepraktisan. Artinya, hakim merasa bahwa akan lebih praktis dan mudah untuk
menggunakan pertimbangan hakim yang lalu serta telah memeriksa suatu perkara
yang sama daripada hakim tersebut bersusah payah mencari dan berusaha
menemukan hukum baru sendiri. Tentu akan lebih mudah menggunakan putusan
yang sudah ada dan sudah berkekuatan hukum tetap.
3. Kebiasaan (konvensi)
Hukum modern yang berkembang dalam ketentuan-ketentuan normatif ternyata
tidak cukup untuk mengakomodasi segala perkembangan yang dibutuhkan dalam
praktik. Oleh karena itu, kehidupan administrasi negara secara alamiah selalu
berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Salah satu pemenuhan terhadap
pengaturan dalam kehidupan administrasi negara sehari-hari adalah timbulnya
kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktik keseharian. Kebiasaan-kebiasaan ini
bahkan justru mengisi hal-hal yang selama ini tidak diatur dalam hukum administrasi
negara formal.
4. Traktat/perjanjian
Luas cakupan hukum administrasi negara saat ini tidak lagi sekadar mengatur hal-
hal yang sifatnya nasional ataupun lokal. Akan tetapi, luas cakupannya sudah
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara satu negara dan negara
lainnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari globalisasi yang mendorong kerja sama
antarnegara. Bahkan, lebih dari beberapa negara secara bersama saling mengatur
10
kerja sama di antara mereka. Untuk itulah, salah satu sumber hukum dalam hukum
administrasi negara saat ini adalah traktat, yakni perjanjian yang dibuat antara dua
negara atau lebih yang mengatur sesuatu hal.
Menjadi pertanyaan adalah bagaimana mungkin suatu traktat dapat mengikat
warga negara kedua belah negara yang menandatangani traktat tersebut sebagai
jawaban atas pertanyaan ini, yaitu adanya satu prinsip dalam hukum internasional
yang menyatakan prinsip pacta sunt servanda. Prinsip ini mengandung pengertian
bahwa setiap traktat yang dibuat oleh dua negara atau lebih secara otomatis mengikat
pula warga negara dari negara yang menandatangani traktat tersebut. Daya ikat traktat
terhadap warga negara tersebut dapat terjadi, mengingat traktat yang dibuat oleh
kedua belah negara tersebut setelah diratifikasi diberikan bentuk hukum, baik berupa
undang-undang maupun bentuk lainnya, sesuai tingkatan hukum yang akan
digunakan. Hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
Salah satu sumber dari hukum administrasi negara yang sangat berkembang saat
ini dalah doktrin, yakni pendapat para ahli hukum terkemuka yang digunakan oleh
para hakim sebagai bahan pertimbangan dalam putusan suatu perkara yang sedang
ditanganinya. Karena itu, dapat dikatakan bahwa doktrin tersebut dapat menjadi
sumber hukum sesungguhnya melalui yurisprudensi.
11
MODUL 2 : ASAS-ASAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG
LAYAK
12
d) "Dasar-dasar atau Prinsip-prinsip Umum Pemerintahan Yang Baik"
e) "Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara "
B. Pengelompokan AAUPB
Macam-macam bentuk AAUPB dapat dibedakan dari sifatnya yang formal dan
material. Bentuk AAUPB yang bersifat formal yaitu asas-asas yang penting artinya
dalam rangka mempersiapkan susunan dan motivasi dari suatu beschikking. Jadi yang
menyangkut segi lahiriah dari beschikking itu. Sedangkan yang bersifat material yaitu
yang menyangkut isi dari beschikking itu sendiri. Cara pengelompokan yang lain
(Paulus Effendie Lotulung, 1994) yaitu dengan membagi AAUPB itu ke dalam tiga
kelompok :
13
2. asas-asas yang berkaitan dengan pertimbangan (motivering) serta susunan
keputusan;
1. karena AAUPB dianggap merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku.
14
3. karena AAUPB dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan.
4. karena AAUPB dapat dijadikan ‘alat uji’ oleh hakim administrasi untuk menilai
sah tidaknya atau batal tidaknya keputusan administrasi negara.
Pembagian ketiga bidang di atas dapat kita namakan sebagai tiga aspek
penemuan hukum adalah merupakan perbedaan analitis yang dalam praktek ketiga
aspek tersebut akan saling membaur.
15
MODUL 3 : PENGERTIAN-PENGERTIAN TINDAKAN-TINDAKAN
PEMERINTAHAN
A. Tindakan-tindakan pemerintah
Tindakan-tindakan pemerintah pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua
golongan yaitu :
1. Tindakan Nyata (feitelijke handelingen)
2. Tindakan Hukum (rechtshandelingen)
16
a. Tindakan Hukum Dalam Lapangan Hukum Privat
b. Tindakan Hukum Dalam Lapangan Hukum Publik
a) Tindakan Hukum Dalam Lapangan Hukum Publik Bersegi Satu
b) Tindakan Hukum Dalam Lapangan Hukum Publik Bersegi Dua
17
d. Ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-
peraturan yang lain, menurut isi dan tujuannya sesuai dengan peraturan
yang menjadi dasar ketetapan itu.
2. syarat materiil, terdiri dari :
a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya
ketetapan dan berhubung dengan cara dibuatnya ketetapan harus
dipenuhi;
b. Ketetapan harus diberi dibentuk yang telah ditentukan didalam
peraturan yang menjadi dasar dikeluarkanya ketetapan tersebut;
c. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan dikeluarkanya
ketetapan harus dipenuhi;
d. Jangka waktu yang ditentukan antara timbulnya hal-hal yang
menyebabkan dibuatnya ketetapan tidak boleh dilewati.
18
MODUL 4 : HUKUM KEPEGAWAIAN
A. HUKUM KEPEGAWAIAN
Hukum Kepegawaian adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur segala
hubungan antara pegawai dan pemerintah / negara serta segala kewajiban dan hak
pegawai. Pegawai negeri terdiri dari:
1.Pegawai negeri sipil;
2.Anggota Angkatan Bersenjata RI.
19
Sedangkan Pegawai negeri sipil terdiri dari:
1.Pegawai negeri sipil pusat.
2.Pegawai negeri sipil daerah.
3.Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Prof Logemann mengemukakan lima macam asas kewajiban penting asas-asas
kepegawaian yaitu:
1. Kewajiban yang terpenting bagi pegawai ialah menjalankan pekerjaannya dengan
sebaik-baiknya.
2. Dalam menjalankan tugas ini pegawai negeri harus mentaati ketentuan-ketentuan
hukum yang telah ditetapkan untuk jabatannya.
3. Tingkah lakunya di luar dinas tak boleh mengurangi kehormatan pegawai pada
umumnya dan tidak boleh mengurangi kepercayaan masyarakat kepada pegawai
pada umumnya.
4. Kepentingan jabatan harus diutamakan.
5. Pejabat wajib melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh sesuai dengan
kemampuannya.
Arti Kepegawaian menurut Drs The Liang Gie; adalah segenap aktifitas yang
bersangkut-paut dengan masalah penggunaan tenaga kerja bersama-sama untuk
mencapai tujuan tertentu.
Menurut Felix A Nugroho, kepegawaian adalah seni memilih pegawai-
pegawai baru dan membina pegawai yang ada sedemikian rupa sehingga dari tenaga
kerja itu didapatkan kualitas dan kuantitas serta pelayanan yang maximal.
20
MODUL 5 : PENGERTIAN PERLINDUNGAN HUKUM
21
yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik
secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun.
22
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
2. Keberatan administrasi
Yaitu pengajuan keberatan administrasi yang dilakukan oleh pemohon
dilakukan jika merasa dirugikan karena terbitnya suatu keputusan administrasi atau
pun karena tidak diterbitkannya suatu produk tata usaha negara yang berbentuk
keputusan.
23
2) Pemberian hukuman disiplin sedang dan berat (selain pemberhentian
dengan hormat dan tidak dengan hormat bagi (PNS).
Dengan unsur-unsur sebagai berikut :
(1) Yang memutus perkara dalam beroep adalah instansi yang hierarki lebih
tinggi atau atau instansi lain dari pada yang memberikan putusan pertama.
(2) Tidak saja meneliti doelmatigheid, tetapi berwenang
juga meneliti rechts Mstighheid.
(3) Dapat mengganti, mengubah, atau
meniadakan keputusan administrasi yang
pertama.
(4) juga dapat memperhatikan perubahan-perubahan keadaan sejak saat
diambilnya keputusan,bahkan juga dapat memperhatikan perubahan yang
terjadi selama prosedur berjalan.
4. Banding administrasi
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh instansi atasan
atau instans i lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
Keputusan Tata Usaha Negara, yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata
Usaha Negara yang disengketakan.
24
Contoh :
Prosedur yang di tempuh oleh Pegawai Negeri Sipil yang merasa nilainya yang ada
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tidak tepat, yaitu dengan mengajuka n
permohonan kepada atasan dari Pejabat Penilai agar nilai yang ada dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut diperiksa kembali (Pasal 9 ayat (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil).
6. Lembaga Ombudsman
Ombudsman Republik Indonesia sebelumnya bernama Komisi Ombudsman
Nasional adalah lembaga negara di Indonesia yang mempunyai kewenangan mengawasi
penyelenggaraa n pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara
negara dan pemerinta han, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan
swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
25
e. Melaksanakan penyelesaian laporan dengan cara yang telah disepakati
oleh pihak yang bersangkutan.
f. Memberikan rekomendasi yang berhubngan dengan penyelesaian laporan.
g. Membuat pengumuman terkait hasil pertemuan.
h. Memberikan saran kepada lembaga negara demi perbaikan pelayanan
publik ke arah yang lebih baik.
26
Tata Usaha adalah untuk mewujudka n tata kehidupan negara dan bangsa yang
sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang dapat menjamin kedudukan warga
masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi,
seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para
warga masyarakat. Dengan terbentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nila i
keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
27
2. Persamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara
Yang dimaksud diatas adalah sebagaimana yang disebut dalam ketentuan Pasal 3 Uu
no. 5 tahun 1986.
28
gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dalam tingkat
banding administratif diajukan langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dalam tingkat pertama yang berwenang.
29
Menurut Pasal 97 ayat (8) dan (9), dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam
putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh badan atau
pejabat TUN yang mengeluarkan keputusan, dengan kewajiban berupa :
a Pencabutan
b Pencabutan keputusan yang digugat dan menerbitan keputusan yang baru
c penerbitan keputusan dalam hal yang digugat didasarkan pada Pasal 3 (tidak
mengeluarkan keputusan setelah jangka waktu lewat)
30
31
MODUL 6 : PENGERTIAN ASAS JABATAN
A. Asas Jabatan
Dalam bukunya Kansil dan Christine yang berjudul Modul Hukum
Adminitrasi Negara, dijelaskan bahwa pemerintahan (bestuur dalam arti luas) itu
sifatnya continue. Karena pemerintahan itu bersifat continue (kekal, tak dapat
dirobah-robah), maka jabatan pun bersifat kekal pula. Oleh karena itu Jabatan
mempunyai pengertian yaitu: Bidang urusan (kelompok aktivitas) pemerintahan
tertentu yang bulat, dan bersifat kekal (continue), yang dapat dipegang oleh
seseorang. Berdasarkan pengertian diatas, maka sifat hakikat dari suatu jabatan
adalah :
1. Suatu jabatan bersifat continue (kekal), sedang pejabatnya mungkin
berganti-ganti. Jabatan hanya mungkin hilang kalau sengaja dilenyapkan atau
dilebur dengan jabatan-jabatan yang lain.
2. Jabatan merupakan tempat wewenang. Jabatan Menteri merupakan tempat
kewenangan. Jabatan yang ditempati wewenang belum tentu ditempati
kewenangan, tetapi jabatan yang ditempati kewenangan pasti ditempati
wewenang pula. Singkatnya, Jabatan Menteri diberi kewenangan sedang
jabatan-jabatan dibawah Menteri diberi wewenang.
3. Jabatan menjalankan sesuatu tugas dalam bidang urusan pemerintahan
tertentu yang bulat.
32
Ini membawa konsekuensi, meskipun seorang pejabat diberhentikan atau
dischors dari jabatannya, dia tetap mempunyai status (berarti hak dan
kewajiban) sebagai pegawai negeri. Misalnya berhak menerima gaji, istirahat,
dan sebagainya. Hanya wewenang yang diselenggarakannya ketika ia
menjabat jabatan tersebut menjadi hilang.
b. Jabatan-jabatan dari golongan tertentu harus ditugaskan kepada orang dari
golongan tertentu pula.
Ini berarti bahwa jabatan-jabatan politis boleh dimasuki oleh setiap warga
negara Indonesia yang telah memenuhi syarat menurut undang-undang,
kecuali pegawai negeri.
33
Meskipun pemangku suatu jabatan itu dalam setiap saat dapat saja silih
berganti, namun eksistensi jabatan tersebut adalah kekal dan permanen,
sepanjang tidak adanya penggantian, penghapusan atau pencabutan terhadap
jabatan tersebut secara yuridis.
34
MODUL 7 : PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA
Pada Buku Materi Pokok Hukum Tata Pemerintahan (IPEM 4321) modul
ketujuh diuraikan mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) yang membahas antara lain
pandangan ahli pikir barat, masyarakat internasional dan HAM dalam konstitusi di
Indonesia. Untuk melengkapi materi mengenai HAM, pada inisiasi ketujuh ini akan
dijelaskan Dimensi Universalitas dan Kontekstualitas dalam Hak Asasi Manusia.
Budaya merupakan suatu ungkapan yang bermakna ganda. Di satu sisi bisa
diartikan sebagai perilaku manusia dalam menanggapi suatu fenomena kehidupan
kemasyarakatan. Sedang disisi lain dapat diartikan sebagai hasil cipta, karsa dan
karya manusia guna mengekspresikan dirinya dalam ikatan kehidupan masyarakat,
bangsa maupun negara. Kedua arti tersebut pada hakikatnya tetap bermuara pada
keberadaan manusia itu sendiri sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
1. Dimensi Universalitas, yakni substansi hak-hak asasi manusia itu pada hakikatnya
bersifat umum, dan terikat oleh waktu dan tempat. HAM akan selalu dibutuhkan oleh
siapa saja dan dalam aspek kebudayaan dimanapun berada, baik di dalam
35
kebudayaan Barat maupun Timur. Dimensi HAM seperti ini akan selalu dibutuhkan
dan menjadi sarana bagi individu untuk mengekspresikan dirinya secara bebas dalam
ikatan kehidupan kemsayarakatan.
36
5. Hernan Santa Cruz (Chili);
6. Alexandre Bogomolov/Alexel Pavlov (Uni Soviet);
7. Lord Dukeston/Geoffrey Wilson (Inggris);
8. William Hodson (Austria);
9. John Humphrey (Canada).
37
MODUL 8 : HUKUM KESEJAHTERAAN SOSIAL
A. Kebijakan Publik
Sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang
hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang
menyentuh pengelolaan sumberdaya publik. Kebijakan pada intinya
merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara
langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam,
finansial dan manusia demi kepentingan publik.
B. Kebijakan Sosial
Kebijakan sosial (social policy) adalah kebijakan publik (public policy)
yang penting di negara-negara modern dan demokratis. Sejarah menyaksikan
bahwa semakin maju dan semakin demokratis suatu negara, semakin tinggi
perhatian negara tersebut terhadap pentingnya kebijakan sosial. Kebijakan
sosial pada hakikatnya merupakan kebijakan publik dalam bidang
kesejahteraan sosial. Ada 2 pendekatan dalam mendefinisikan kebijakan
sosial sebagai kebijakan public :
1. Pendekatan 1 : mendefinisikan kebijakan sosial sebagai seperangkat
kebijakan negara menyangkut urusan kesejahteraan (welfare policy) yang
dikembangkan untuk mengatasi masalah sosial atau memenuhi
kebutuhan dasar warganya melalui pemberian pelayanan sosial dan
jaminan sosial.
2. Pendekatan 2 : kebijakan sosial sebagai disipilin akademis/ studi yang
mempelajari kebijakan-kebijakan kesejahteraan, perumusannya dan
konsekuensi-konsekuensinya.
38
Kebijakan sosial adalah anak kandung paham negara kesejahteraan.
Sebagai sebuah kebijakan publik di bidang kesejahteraan sosial, kebijakan
sosial menunjuk pada seperangkat kewajiban negara (state obligation) untuk
melindungi dan memberikan pelayanan dasar terhadap warganya.
D. Undang-Undang Terkait
a. UU Penanganan Fakir Miskin No. 13 tahun 2011
b. UU No. 13/ 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
c. UU Perlindungan Anak (No. 23/ 2002 jo No. 35/ 2014)
d. UU Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11/ 2012
e. UU Penyandang Cacat No. 4/ 1997
f. Ratifikasi Covenant Rights of People with Disabilities (UU No. 19/ 2011)
g. Ratifikasi Covenant on Protection of Rights of Migrant Workers and Their
Families (UU No. 6/ 2012)
h. Dan lain-lain
39
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. UU No.
11 tahun 2009 Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi
kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan
sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. Jaminan Sosial adalah
Bagian dari Hak Asasi Manusia dan salah satu Instrumen untuk menghadapi
ketidakamanan ekonomi (Economic Insecurity). Economic Insecurity ialah
Kondisi ketenagakerjaan yang ditandai dengan adanya ketidakpastian
kesempatan kerja disertai dengan tingkat pendapatan yang rendah. Kemudian
hilangnya pendapatan masyarakat karena adanya musibah yang tidak
diimbangi dengan sistem jaminan sosial yang komprehensif menyusul
mahalnya biaya pelayanan kesehatan.
Fungsi jaminan sosial secara ekonomi pada mulanya ditujukan untuk
meminimalisasi ketidakamanan ekonomi, kemudian ditujukan untuk keamanan
ekonomi.
40
anak terlantar yang di Indonesia telah diatur dalam UU Tersendiri. Program
Jaminan Sosial dalam bentuk pemberian santunan tunai (income support) atau
semacam BLT yang diberikan kepada setiap warganegara yang berhak sebagai
akibat kebijakan ekonomi yang menimpa masyarakat menjadi kurang
beruntung.
Asuransi Sosial adalah program jaminan sosial yang bersifat wajib menurut
UU bagi setiap pemberi kerja dan pekerja mandiri profesional untuk tujuan
penanggulangan hilangnya sebagian pendapatan sebagai konsekuensi adanya
hubungan kerja yang kemungkinan menimbulkan industrial hazards. Asuransi
Sosial ialah hak pekerja, tanpa means test, Biaya oleh yangbersangkutan atau
perusahaan, Pembayaran sesuai dengan pekerjaan atau jabatan, Dipilih karena
adanya perasaan mandiri: dia yang membayar kontribusi atau perusahaan :
merupakan hak. UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN berisi mengenai :
“ Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.
Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat
wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial
ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.”
41