Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan reproduksi pada wanita merupakan persoalan tentang seksualitas dan reproduksi

yang terkait dengan pelayanan pemeriksaan kehamilan, proses persalinan, dan pengobatan pasca

persalinan. Angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan indikator kesehatan

reproduksi di mana di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara lainnya. Penelitian

sebelumnya diketahui bahwa faktor budaya dan social demografi berpengaruh terhadap tingginya

angka kematian ibu dan bayi. Kepercayaan dan keyakinan budaya terhadap perawatan ibu post

partum, masih banyak di jumpai di lingkungan masyarakat. Mereka meyakini budaya perawatan

ibu setelah melahirkan dapat memberikan dampak yang positif dan menguntungkan bagi mereka.

Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Andhra Pradesh pada 100 orang ibu post

partum di daerah Tirupati.

Dari hasil penelitiannya di dapatkan banyak kepercayaan dan keyakinan budaya perawatan

ibu post partum, di antaranya pembatasan asupan cairan, makanan di batasi dan hanya boleh makan

sayur-sayuran, tidak boleh mandi, diet makanan, tidak boleh keluar rumah, menggunakan alas kaki,

menggunakan gurita, tidak boleh tidur di siang hari bahkan mereka meyakini kolustrum tidak baik

untuk anak. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa

masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berpikir.

Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif. Hubungan antara

budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat

desa yang sederhana dapat bertahan dengan tradisi budaya.

Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti berbagai

pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan

ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan bayi.

Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik maupun

mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang siap mengabdi di kawasan
pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan masyarakat yang

mempunyai dampak negatif tehadap kesehatan masyarakat. Tidak mudah mengubah pola pikir

ataupun sosial budaya masyarakat.

Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah kemiskinan,

pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali masalah dan mencari solusi

bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki bidan.

Untuk itu  seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu

mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk,

struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama,

bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut. Terutama yang

berkaitan dengan aspek sosial budaya pada bayi baru lahir.

B.      Rumusan Masalah

1. Apa saja aspek sosial budaya yang berkaitan dengan ibu nifas?

2. Apa saja aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi, balita dan anak ?

3. Bagaimana perkembangan aspek sosial budaya tersebut pada masa sekarang?

C.     Tujuan Penulisan

1. untuk mengetahui aspek sosial budaya yang berkaitan dengan ibu nifas.

2. Untuk mengetahui aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir.

3. Untuk mengetahui perkembangan aspek sosial budaya tersebut pada masa sekarang.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Ibu Nifas

1.) Madeung/Sale (Pembakaran) dan Toet

Batee (bakar batu) Sale dilakukan dengan memakai arang panas yang di taruh pada sebuah

tungku, kemudian menggunakan tempat tidur atau dipan (balai-balai) yang dibuat dari kayu atau

batang bambu yang bercelah- celah, sehingga uap dan panas bisa masuk

2.) Kusuk (urut/ pijat), pakai pilis, dan tapel

Mayoritas menggunakan parem setelah mandi. Pada seluruh bagian tubuh. parem ini di

gunakan dengan cara di oleskan ke seluruh tubuh. Parem ini dapat diperoleh dari pasar.

3.) Pantang Makan

Makan telur, sehingga jahitannya menyebabkan terjadi gatal-gatal dan dianggap bahwa telur

adalah penyebab gatal pada luka jahitan.

4.) Minum ramu ramuan

Mengkonsumsi jamu. Jamu tersebut di olah sendiri, yang ramuannya berasal dari kunyit.

Dengan cara kunyit ditumbuk, disaring, kemudian air kunyit tersebut di minum setiap pagi juga

dibantu dengan makan tape. Manfaatnya dari minum air kunyit adalah apabila masih ada darah

kotor belum kering maka akan cepat kering. Juga supaya tidak bau badan. ramuan jenis lainnya

dalam perawatan masa nifas. Ramuan tersebut ada yang menggunakan daun nilam, daun, kates,

bahan ada ramuan yang mereka beli di toko tanpa harus mengolahnya.

B.    Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Bayi,Balita dan anak

Perawatan pada bayi baru lahir merupakan faktor yang menentukan tingkat kesehatan bayi

tersebut, terutama perkembangan dan pertumbuhan bayi. Perawatan yang benar serta sesuai dengan

standar kesehatan pada dasarnya sangat diperlukan. Namun, pada kenyataannya masyarakat masih

mempercayai mitos-mitos yang kebenarannya kadang tidak masuk akal bahkan ada yang berbahaya

bagi kesehatan ibu dan anak. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

perawatan bayi baru lahir.


Mitos-mitos tersebut antara lain sebagai berikut :

1.      Daerah Solo

Sebagian besar masyarakat kota solo sudah banyak yang meninggalkan mitos atau aspek sosial

budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir. Namun, masih ada beberapa orang yang

mempercayai mitos tersebut. Mitos atau aspek budaya yang masih dipercayai dan diyakini yaitu :

a. Bayi dibedong agar hangat dan kaki tidak bengkok.

b. Pemakaian gerita agar bayi tidak kembung.

c. Pemakaian gelang yang terbuat dari potongan bangle dan dlingo agar bayi tidak terkena sawan

(makhluk halus).

d. Tali pusat bayi yang telah mengering disimpan untuk digunakan pada saat bayi sakit. Cara

pemakaiannya adalah dengan memandikan bayi dengan air rendaman tali pusat.

e. Pemakaian peniti pada pakaian/topi bayi agar selamat dan terhindar dari sawan.

f. Ari-ari dipendam bersama dengan berbagai piranti (garam, daun waru, benang dan jarum, uang,

bunga serta beberapa bumbu tradisional), diberi lampu untuk penerangan serta ditaburi bunga.

g. Kepala depan bayi (ubun-ubun) diberi bawang merah agar bayi sehat dan mata bayi bisa

bening.

h. Pemakaikan krim/bedak dingin yang terbuat dari beras dan bumbu-bumbu tradisional diseluruh

tubuh bayi agar tubuh bayi tidak kepanasan.

2.      Daerah Wirogunan RT 03 RW 02 Kartasura, Sukoharjo

Di daerah Sukoharjo juga masih terdapat mitos-mitos/ aspek sosial budaya yang berkaitan

dengan bayi baru lahir. Aspek sosial budaya tersebut meliputi :

a. Bayi baru lahir segera dimandikan bertujuan untuk membersihkan darah yang menempel pada

tubuh bayi . Kemudian dikeringkan menggunakan handuk dan diberi bedak seluruh tubuh serta

diberi minyak telon.

b. Tali Pusat diberi parutan kunyit yang telah dibungkus kassa supaya cepat puput (kering dan

lepas). Biasanya dalam waktu sekitar 5 hari sudah puput. Pamakaiannya diganti 2 kali sehari.
c. Pemakaian gerita untuk menahan tali pusat agar tidak bergeser. Pemakaian gerita dilakukan

selama 1 bulan, tetapi ada yang setelah puput di ganti kaos dalam.

d. Bayi dipakaikan baju kemudian di bedong supaya hangat.

e. Dipakaikan kopyah yang diberi bawang lanang, blenge yang dipasangkan dengan peniti.

Bertujuan agar terhindar dari sawan (makhluk halus).

f. Setelah selesai perawatan tersebut bayi langsung diberi ASI.

g. Ditidurkan di tempat tidur yang diberi cermin, tebah dan gunting supaya terhindar dari sawan.

Perawatan ari-ari :

i. Dikubur bersamaan dengan pensil dan jarum diharapkan supaya bayi tersebut bisa jadi anak

yang pintar.

ii. Untuk bayi perempuan, dipendam di sebelah kiri pintu utama sedangkan untuk bayi laki-laki di

pendam di sebelah kanan pintu utama. Hal ini bertujuan sebagai lambang.

3.      Daerah Sragen

Di Sragen masih terdapat aspek budaya tentang perawatan bayi baru lahir yang masih

dipercayai oleh masyarakat sekitar, meliputi :

a. Bayi baru lahir harus digedong yang dipercaya dapat membuat tulang kaki bayi lurus dan kuat

untuk berjalan. Jika bayi tidak digedong dipercaya dapat membuat kaki bayi bengkok

tulangnya.

b. Bayi baru lahir harus dipakaikan gerita hingga umur 3 bulan dan dilepas jika bayi mulai dapat

tengkurap. Karena dipercaya dapat membuat perut bayi menjadi tidak melar, dapat menahan tali

pusat sehingga tali pusat tidak menjulur ke bawah, juga untuk kekuatan tulang bayi karena

dipercaya tulang bayi baru lahir masih lembek sehingga harus dipakaikan gerita .

c. Plasenta (ari-ari) bayi baru lahir harus dipendam dan diberi lampu diatasnya sampai plasenta

(ari-ari) itu kering. Hal tersebut dipercaya dapat membuat plasenta (ari-ari) terhindar dari

incaran kucing atau anjing untuk dimakan. Ada juga yang meyakini supaya plasenta (ari-ari)

tidak dikerumuni semut.


d. Topi bayi baru lahir diberi peniti yang berisi bawang dan blingo (baunya seperti temulawak).

Hal tersebut dipercaya dapat menjauhkan bayi dari setan-setan.

e. Di samping kamar bayi baru lahir diberi bawang, sapu, pisau dan kembang yang dipercaya

untuk membuang sawan.

f. Bayi baru lahir setelah magrib hingga setelah isya’ harus dipangku tidak boleh ditidurkan. Hal

tersebut dipercaya supaya bayi tersebut tidak digoda oleh setan karena bayi fikirannya masih

kosong tidak seperti kita yang telah terisi ibadah.

4.      Daerah Gebang, Sukodono, Sragen

Cara perawatan pada bayi baru lahir didaerah Gebang, Sukodono, Sragen masih dipengaruhi

oleh mitos/aspek sosial yang masyarakat yakini.

a. Riwayat Dukun

i. Di tolong oleh seorang dukun(mbah rinem).

ii. Dukun di dusun tersebut dipilih oleh kepala desa untuk menempuh pendidikan dukun untuk

menolong persalinan serta perawatan BBL.

iii. Bekerja sama dengan Hj. Marsini di tangen gesi sragen.

b. Perawatan Plasenta

i. Pada saat BBL plasenta di potong dengan menggunakan bambu ulung atau kulit bambu yang di

tajamkan.

ii. Plasenta dibersihkan kemudian plasenta di masukkan di dalam bathok dengan posisi telentang

bersama dengan beras, garam, di taburin abu halus tutup dengan kertas lalu dipendam diberi

penerang selama 40 hari. (Tradisi ini dilakukan sudah sejak zaman nenek moyang hingga

sekarang).

c. Perawatan Tali Pusat

i. Tali pusat diberi kunir yang dikupas dicuci, dikeringkan kemudian ditumbuk halus. Digoreng

dan diberi injet diaduk menjadi satu


ii. Kemudian disimpan di botol. Penggunaannya menggunakan kapas yang diberi campuran

tersebut kemudian ditempelkan di tali pusat, diganti setiap hari sebagai pengganti betadine.

iii. BBL di gerita selama 1 bulan agar perut bayi tidak bertambah besar.

d. Sebelum Menengok/ Melihat Bayi

Siapa pun yang ingin melihat BBL harus menuju ke dapur terlebih dahulu kemudian kaki

diayunkan dihadapkan ke api sebanyak 3 kali.

e. Penangkal Sawan

Pada bayi diberi peniti yang terdapat bawang merah, bawang putih dan dlingu. Pada ibu

bawang merah dan bawang putih lanang dan gabah.

5.      Daerah Depok RT 26, Kedawung, Mondokan

1. Perawatan Plasenta

Dipendam diberi penerang dipendam didekat bayi selama bayi belum puput.

2. Perawatan Tali Pusat

I. Kunir diparut ditaruh pada tali pusat.

II. Dulu menggunakan jarik sebagai pengganti gurita.

III. Hal ini dilakukan agar perut bayi tidak melebar.Masih dibedong agar tubuh bayi

hangat.

3. Perawatan Ubun-Ubun

Ubun-ubun bayi diberi parutan atau tumbukan bawang merah, minyak kayu putih, agar

tahan angin.

4. Panangkal Sawan

Menggunakan peniti dengan ada bawang merah (tergantung kemauan keluarga). Ketika ada

pengantin, maka pada bayi diberi bedak pengantin agar terhindar dari sawan (masih

berlangsung hingga sekarang)

6.      Karangpelem, Karanganom, Sukodono, Sragen

1. Perawatan Plasenta
Plasenta di pendam bila bayi laki-laki ditaruh disebelah kanan pintu bila permpuan di kiri

pintu. Hal ini dilakukan agar bayi tidak rewel.

2. Perawatan Tali Pusat

a. kunir dijemur, dilembutkan, disaring, ditempelkan pada tali pusat.

b. Masih memakai gurita agar perut bayi tidak besar.

c. Bayi dibedong agar hangat, tidak banyak bergerak dan tidak banyak rewel selama

1bulan.

d. Menggunakan gurita tergantung pada kondisi bayi agar tali pusat tidak hilang

selama 1minggu.

3. Penangkal Sawan

Ubun-ubun diberi bawang putih, bawang merah, dan dlingu untuk menolak sawan sampai

bayi bisa tengkurep atau bisa menggunakan gelang yang rangkaiannya diselingi bawang

putih. Pada saat bayi baru lahir bersamaan dengan adanya pengantin baru maka bayi

tersebut diberikan bedak manten.

4. Pemandian Bayi

Bayi yang belum puput dimandikan pada saat pagi hari tetapi apabila sudah puput

dimandikan pada pagi dan sore hari. Hal ini dilakukan agar bayi tidak pilek. Bayi setelah

puput diurut agar bentuk kepala bagus, tidak rewel, sembuh capeknya.

7.      Daerah Boyolali

a. Setelah lahir ari-ari bayi di cuci bersih kemudian di masukkan ke dalam wadah, di beri garam,

bumbu empon-empon, dan bumbu dapur dibungkus kain warna warni (supaya bayi jika

memakai baju selalu cocok), diberi bunga lalu di tutup, dipendam.

b. Setelah BBL dimandikan diambilkan degan lalu diberi pada BBL untuk dijilat-jilat supaya anak

tidak cepat rewel, sebagai ganti bila ASI belum keluar.


c. BBL harus digedong Karena dipercaya berguna untuk membentuk postur tangan dan kaki yang

lurus dan bagus, kemudian supaya mempercepat proses berjalan dan untuk menghangatkan

tubuh si bayi.

d. Dikamar/didekat si bayi diberi sapu lidi yang ujung-ujung sapunya diberi cabai, bawang merah,

bawang putih dan sebagainya karena menurut kepercayaannya bahwa sapu lidi diberi cabai,

bawang merah dan sebagainya itu disebut gaman sewu yang dipercaya bahwa apabila bayi

tersebut akan di ganggu makhluk halus itu tidak bisa karena adanya benda tersebut.

e. Pada acara puputan adat yang ada di desa tersebut adalah mbah dukun diberi beras, gula, teh,

kinang, dan uang.

f. Apabila kepala (ubun-ubun) si bayi diberi brambang/bawang merah dan puyang, dipercaya

supaya ubun-ubun si bayi cepat keras.

g. Apabila ibu setelah melahirkan dijidatnya dikasih pilis karena dipercaya, ibu tersebut apabila

melihat matanya tidak buram.

h. Tali pusat bayi dikasih njet dan kunyit dipercaya supaya tidak infeksi dan supaya cepat

puput/lepas tali pusatnya.

i. Apabila seorang bayi baju dan topinya diberi dingobengkle dan pulo waras maka, dipercaya

apabila si bayi tersebut di ajak bepergian tidak terkena sawan.

j. Budaya di desa tersebut apabila menengok BBL harus diam, tidak boleh berbicara sesuatu

tentang ibu bayi tersebut karena dipercaya apabila berbicara tentang ibu bayi apa yang kita

bicarakan itu akan mengenai/imbasnya akan kena ke kita sendiri (contohnya apabila kita

berbicara bahwa payudara si ibu itu besar, nanti kalau kita pulang dari rumah si ibu tersebut

payudara kita akan menjadi sakit).

k. Apabila ada seseorang yang menikah bayi dimintakan bedak pengantin tersebut di percaya

supaya bayi tersebut tidak terkena sawan dan apabila bayi tersebut perempuan supaya bayi

tersebut cantik seperti pengantin perempuannya dan apabila bayinya laki-laki supaya

ganteng/tampan seperti pengantin laki-lakinya.

l. Apabila BBL diberi bedak dingin supaya bulu kalong/bulu halusnya cepat hilang.
m. Rambut bayi sering digunduli karena dipercaya bahwa dengan rambutnya digunduli itu

kepalanya tidak gatal-gatal.

n. Apabila akan menengok BBL harus ke dapur terlebih dahulu. Dipercaya supaya apabila ada

sesuatu/makhluk halus yang mengikuti kita tidak ikut ke kamar/tempat bayi berada karena

makhluk halus takut dengan panas api.

C.     Perkembangan Aspek Sosial Budaya tersebut pada Masa Sekarang

Aspek sosial pada bayi baru lahir tersebut merupakan kebudayaan yang turun temurun. Budaya

tersebut masih berlangsung hingga saat ini, tetapi hanya sebagian orang yang melakukannya

tergantung pada permintaan keluarga. Hal tersebut karena masyarakat telah mengikuti

perkembangan zaman.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Masyarakat masih mempercayai mitos-mitos yang kebenarannya kadang tidak masuk akal

bahkan ada yang berbahaya bagi kesehatan ibu dan anak. Hal ini disebabkan kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang perawatan nifas , bayi , balita dan anak.

B.     Saran

Sebagai masyarakat yang baik seharusnya cermat dalam memilih perawatan yang baik

untuk ibu dan anak agar tidak mengurangi kesehatan mereka.

Anda mungkin juga menyukai