Anda di halaman 1dari 20

thread ini ditulis beradasarkan pengalaman saya pribadi, menjadi saksi seseorang yg melakukan

pesugihan, berhasil menjadi orang yg begitu kaya raya, namun, semua lenyap ketika dia mulai
tidak dapat menepati janjinya pada sosok yg dia permintai. 
karena saya juga sedang bekerja malam, jadi saya akan tulis sewaktu-waktu ya. namun, yg pasti
dalam waktu dua hari ini thread ini akan selesai, jadi buat yg tidak sabar menunggu bisa dibaca
dua hari lagi. 
tidak ada satu pun manusia yg pernah mau atau sudi terjebak di dalam jurang kemiskinan, hal itu
juga yg dirasakan oleh Mantono, seorang pria paruh baya yg kesehariannya hanya menjadi buruh
kapas, dimana, hasil jerih payahnya bekerja tak pernah bisa menutupi tanggungan keluarganya 
sudah berpuluh-puluh tahun, bahkan sampai Mantono berkepala empat namun tak ada yg
berubah dari kehidupannya, setiap hari, beliau pasrahkan hidup dari uang berhutang kepada para
tetangga dan kawan-kawan yg juga sama susahnya, singkat cerita hal ini menyadarkan beliau. 
menyadarkan beliau, bila terlahir miskin benar-benar suatu kehinaan yg tidak lagi bisa dia
terima, suatu hari, sejak hari itu, isteri dan ketiga anaknya, tak lagi melihat Mantono pulang. pria
itu seakan lenyap begitu saja. tak ada tetangga mau pun kawan yg tahu perihal di mana- 
keberadaan pria paruh baya ini, hal itu, membuat keluarga Mantono semakin sulit, karena dia
menghilang begitu saja, tak kunjung muncul, sehari-sampai berbulan-bulan tanpa ada satu pun
orang yg tau, sampai pihak keluarga mulai pasrah, tak tau lagi harus mencari kemana pria stu ini 
lambat laun, kabar hilangnya Mantono mulai meredup, tertutupi oleh sebuah tragedi misterius
yang menimpa seorang pemuda yg tiba-tiba lenyap, hilang, di-telan sungai ketika dia
menceburkan diri untuk mandi di siang bolong, berita ini, sontak menggemparkan seisi desa. 
saya yg masih duduk di bangku smp, setelah mendengar perihal berita ini ikut berlari, menuju ke
tempat kejadian dimana waktu itu tepi sungai sudah ramai dipenuhi oleh warga desa yg
penasaran, bagaimana kejadian tragis ini bisa terjadi.

saya mendekat, berbaur dengan yg lain. 


saya mencoba memasang telinga rapat-rapat, guna mencuri dengar kronologi kejadian ini
bermula, rupanya, korban tenggelam adalah seorang pemuda dari desa sebelah, bila ada yg ingat
dengan lokasi tempat tinggal saya, desa ini ada di barat pabrik gula. 
korban datang bersama dua kawannya, awalnya, niat mereka datang ke sungai adalah untuk
melepas penat, menikmati semilir angin setelah pulang dari sekolah, namun, cuaca yg panas saat
itu membuat salah satu dari mereka mengajukan ide untuk menceburkan diri ke sungai,
berendam mandi 
karena arus sungai yg saat itu cukup deras membuat dua kawannya ragu, dan berkata bila itu
bukan ide yg bagus, merasa bahwa dua kawannya ini pengecut, si pemuda ini melepas
pakaiannya, tanpa berkata apa pun, tiba-tiba dia langsung melompat menceburkan diri ke dalam
sungai. 
melihat tingkah sinting si pemuda rupanya tak membuat kedua sekawan ini khawatir karena ia
tahu bila pemuda yg baru saja melompat itu adalah salah satu dari anak yg pandai dalam
berenang, mereka pun tertawa sembari menunggu kemunculan si pemuda itu dari kedalaman air
di sungai. 
awalnya, semenit, lalu dua menit, pemuda itu tak kunjung muncul dari dalam sungai, merasa
mereka sedang dikerjai, dua kawan ini melempar batu-batu kecil sembari mengatakan bahwa
mereka tidak akan tertipu dengan sifat jahilnya kali ini, tetapi, waktu terus berlalu, hingga- 
sepuluh menit akhirnya berlalu begitu saja, dan pemuda itu masih juga tak kunjung muncul ke
permukaan, hal ini membuat dua sekawan itu mulai berdebar, bingung perihal apa yg terjadi.

di dalam kepala mereka, pikiran liar mulai bermunculan sampai tak ada pilihan lain selain, lapor 
sudah berjam-jam semenjak kehilangan pemuda ini yg seakan lenyap dari kedalaman sungai yg
seharusnya tak terlalu dalam untuk ukuran laki-laki dewasa, orang-orang yg masih ramai pun
bertanya-tanya, kemana perginya pemuda ini, kenapa sampai sekarang belum juga ada yg bisa
menemukan 
bahkan team pencari pun banyak yg berasal dari kalangan profesional, namun, sampai malam
menjelang pun masih tak ada kabar apa pun, saat itu, diadakan doa bersama, untuk siapa pun yg
sedang menahan tubuh pemuda ini agar dia melepaskannya, tapi semua usaha itu seakan sia-sia 
ditengah riuh khawatir dan tangis histeris keluarga si pemuda, dari belakang, datang sosok serba
hitam dengan rambut gondrong, serta jambang yg lebat, ia berjalan menembus kerumunan orang,
melepaskan pakaian hitamnya, tak ada yg tahu siapa gerangan lelaki asing tersebut, 
tanpa mengatakan apa pun tiba-tiba lelaki misterius itu melompat begitu saja, masuk ke dalam
sungai, membuat team pencari juga orang-orang yg melihatnya terhenyak sejenak, tak lama
berselang, sosok itu muncul kembali ke permukaan dengan jasad pemuda yg sudah lama
meregang nyawa 
beliau menurunkan jasad pemuda itu yg meregang nyawa dalam kondisi meringkuk, semua
orang yg melihat hal itu lantas melangkah mundur, takut, saat itu lah, satu persatu dari orang yg
ada di sana mulai menyadari bila lelaki misterius ini tak lain adalah Mantono yg sudah lama
hilang 
Mantono yg saat itu terlihat lain membuat beberapa orang ragu untuk bertanya kepada beliau
perihal apa yg sedang terjadi

seperti dapat membaca pikiran, tanpa diminta, Mantono menceritakan bila ketika pemuda ini
menceburkan diri, sungai ini sedang kedatangan dayoh (tamu), 
dayoh yg dimaksud ini adalah buaya putih yg kebetulan melintas di sungai ini, begitu melihat
pemuda ini, dia langsung suka, hal itu lah yg membuat dia akhirnya menahan kaki si pemuda
agar tidak lagi kembali ke permukaan, tahu bila dirinya akan mati, ia meringkukkan tubuhnya. 
berpose layaknya seseorang yg sedang kedinginan, saat ini, sukmanya sedang di bawa oleh dia,
sebagai ganti nyawanya, Mantono mengambil kuningan dari dalam kantung celananya,
bentuknya logam seperti emas, sangat bagus untuk memperlancar rejeki, namun, orang tua
pemuda itu menolak, 
saat itu, Mantono bertanya bolehkah bila dirinya yg menyimpan benda ini, orang tua itu hanya
mengangguk sembari membawa pergi jasad buah hatinya, saat itu lah, ada senyuman
menyeringai di wajah Mantono, siapa yg menduga bila ini adalah awal dari sesuatu yg tengah dia
sembunyikan. 
keesokan harinya, kepulangan Mantono ini jadi buah bibir orang sekampung, tak ada yg tahu
menahu kemana perginya Mantono, tiba-tiba saja pulang lalu menolong mengangkat jasad dari
pemuda yg mati dalam keadaan tragis. banyak yg curiga, tapi, lebih banyak yg memilih untuk
diam. 
tak hanya itu saja, perubahan sikap Mantono juga begitu kentara, ia lebih banyak menyendiri di
dalam rumah, bu lek yani, isterinya bahkan seringkali ditanya orang tentang apa yg dilakukan
Mantono di dalam rumah, beliau hanya berkata bila Mantono suaminya sedang duduk bersila. 
orang-orang mulai berkasak-kusuk dengan sifat-sifat aneh Mantono ini, karena tak sedikit warga
yg bertemu dengan beliau sedang berjalan sendirian menyusuri gang-gang kampung dengan
telanjang kaki, sembari mbanda tangan (seperti orang menggendong anak), namun, warga
memilih diam. 
sebenarnya, alasan kenapa orang-orang memilih diam bukan karena tanpa sebab, melainkan
karena wejengan dari para tetua desa yg berkata bila Mantono sudah tidak terlihat seperti pria
paruh baya yg dulu, ada sesuatu di dirinya yg memancarkan kemilau emas namun aromanya
begitu busuk 
siapa yg mendekati Mantono akan kecipratan harta yg berlimpah namun resiko yg diterima juga
cukup mahal, sehingga, warga memilih untuk menghindari Mantono.

puncaknya adalah ketika Mantono sambang ke rumah salah satu orang paling kaya di desa. tak
ada yg tau maksud kedatangannya. 
tak beberapa lama setelah kedatangan Mantono ke rumah itu, terdengar suara marah dari si tuan
rumah, sebutlah dia pak Jatmiko, salah satu pemilik usaha garmen rumahan, dia keluar sembari
memaki-maki Mantono, mengusirnya, berujar bila Mantono sudah sinting sampai berani
berhutang- 
kepada dirinya.

beberapa orang yg tahu perihal ini tak ada yg berani menatap langsung, mereka berpura-pura tak
mendengar atau melihat apa pun, padahal telinga-sedang memasang pendengaran rapat-rapat,
Mantono pun pergi dengan membawa sejumput tanah dari rumah pak Jatmiko. 
semenjak kejadian itu, Mantono tak pernah terlihat lagi keluar dari dalam rumah, isterinya, bu
lek Yani tak pernah lagi mau menjawab setiap kali ditanya dimana keberadaan Mantono.

pria itu bersembunyi, mengunci diri di dalam rumah gubuknya, tidak tahu apa yg dia kerjakan. 
sore ini, hujan angin tiba-tiba sambang di desa, pak Jatmiko sedang berkumpul bersama keluarga
di meja makan, bersiap santap dengan anak dan cucu-cucunya, sedangkan isterinya, berada di
dapur bersama dengan menantunya, mempersiapkan hidangan sore ini, sebelum, terdengar
jeritan.. 
suara jeritan itu berasal dari mulut isterinya, membuat pak Jatmiko bersama anak laki-lakinya
berlari melihat apa yg sedang terjadi, di-sana, di depan meja, terlihat isteri pak Jatmiko bersama
menantunya, berdiri diam mematung di depan sebutir telur yg sudah dipecah, 
-disana, mereka semua melihat isi dalam telur tampak janggal, tak ada putih kuning seperti telur
pada umumnya, melainkan, cairan kental berwarna merah kehitaman, isteri pak Jatmiko lalu
berujar dengan suara lirih, "onk sing nyoba nyilokoi keluarga iki pak" 
(ada yg mau mencelakai keluarga kita pak),

dasarnya pak Jatmiko yg tidak pernah percaya yg begituan, ia mengelap cairan itu,
membersihkannya dengan kain putih lalu membuangnya ke tempat sampah, setelah itu, ia pergi
sambil berkata, "gak usah aneh-aneh, percoyo kok sama takhayul" 
meski pak Jatmiko sudah mengatakan bahwa tidak ada yg perlu dikhawatirkan, namun, isteri,
menantu bahkan anaknya masih tampak memikirkan kejadian janggal tadi, hal itu terlihat dari
begitu heningnya ketika mereka duduk di meja makan, tak ada yg bersuara, kecuali, denting
sendok. 
pak Jatmiko yg menyadari betapa tidak enaknya suasana ini lantas menghentikan aktifitasnya,
mengatakan kepada mereka agar tak lagi memikirkan apa yg baru saja terjadi, lalu, ditengah-
tengah perkataannya tiba-tiba, wajah pak Jatmiko terlihat berjengit, sebelum ia berhenti. 
satu tangannya bergerak sebelum menggerayangi masuk ke dalam mulut, di-sana, pak Jatmiko
menatap sebutir gigi yg patah, tak lama kemudian darah keluar dari dalam mulutnya, isterinya
tampak terkejut, sontak, ia berdiri dan meminta suaminya menghubungi seseorang yg dia kenal. 
namun, pak Jatmiko menolak, perihal gigi yg patah ini tak lain karena usianya yg sudah semakin
tua, lagipula pembahasan ini membuat pak Jatmiko naik pitam karena sedikit-sedikit
dihubungkan dengan hal yg tak rasional, beliau pun pergi, masuk ke dalam kamar. 
ketika di dalam kamar, tiba-tiba perhatian pak Jatmiko teralihkan pada sebidang tanah kosong yg
ditanami oleh kebun pisang yg bisa dirinya lihat dari jendela kamar miliknya, di-sana, pak
Jatmiko melihat wujud seseorang baru saja berlari pergi setelah memandangi dirinya sejak tadi 
pak Jatmiko ingin menceritakan hal ini kepada isterinya, namun, ia urungkan karena, sejak tadi
isterinya terus menerus mencoba membujuk pak Jatmiko agar mau untuk memastikan apakah
firasat buruk yg dia rasakan ini benar-benar sedang terjadi, mengerayangi keluarganya. 
pak Jatmiko pun pergi tidur, ia terlelap karena larut meski pikirannya masih berkecambuk, saat
itu lah, pak Jatmiko mendengar suara anjing yg terus menerus menggonggong.

anjing itu pasti lah berasal dari rumah rombe yg ada di depan halaman rumah mereka. 
karena hanya rumah rombe lah satu-satunya rumah yg memelihara anjing di desa ini. pak
Jatmiko pun berdiri karena terganggu dengan suaranya, ia sempat melirik kearah jam yg
menunjukkan pukul satu dinihari, tak bisa tidur, pak Jatmiko pun melangkah keluar kamar. 
semakin lama, suara gonggonan itu semakin menjadi-jadi, membuat pak Jatmiko penasaran, apa
yg membuat anjing-anjing ini menjadi seperti ini.

pak Jatmiko pun berjalan keluar dari pintu, untuk melihat dimana anjing-anjing ini sedang
menggonggong, niat hati ingin menghentikannya. 
sembari membawa payung ditangan guna memukul bila sewaktu-waktu binatang ini melawan,
namun, baru selangkah membuka pintu, pak Jatmiko melihat seekor anjing hitam berdiri di
depan rumahnya, binatang ini terlihat berbeda, belum pernah pak Jatmiko melihatnya. 
berbeda dengan tiga anjing pemilik rumah rombe, anjing hitam ini terlihat lain, lebih jangkung,
kurus, dengan mata merah menyala, pak Jatmiko melangkah mundur dari tempatnya berdiri,
sementara suara gonggong anjing di belakang kian menjadi-jadi, tak lama, anjing itu lalu
menerkam 
keesokan hari ramai orang datang ke rumah pak Jatmiko setelah kabar tersebar, ia ditemukan
oleh isterinya seperti orang terkena struk, terjerembab di depan pintu, tak dapat bergerak dengan
satu tangan tertekuk, sementara matanya melotot dengan bibir miring. 
setiap kali tetangga mencoba berinteraksi, pak Jatmiko hanya bergumam, menyebut sebuah kata
yg tidak jelas juntrungnya.

setiap hari, banyak orang datang mencoba menyembuhkan namun tak ada yg dapat menolong
pak Jatmiko. mereka hanya bisa memberitahu bila di luar pak Jatmiko sehat 
namun, di dalamnya, sudah berantakan seperti benda pecah belah. ada orang yg sengaja
menyiksa pak Jatmiko pelan-pelan, bila bukan orang tersebut yg melepas, tidak akan ada yg bisa
melepaskannya. 
saat itu, Mantono datang berkunjung, keluarga pak Jatmiko hanya diam saja saat pria itu berjalan
masuk langsung menuju ke kamar.

beliau bertanya apa yg sedang terjadi, isteri pak Jatmiko hanya menjawab sebisanya, saat itu lah
Mantono membisiki sesuatu ke pak Jatmiko, 
ia juga meminta segelas air putih, meminumkannya kepada pak Jatmiko, sembari menghadapkan
agar kepala pria paruh baya itu menghadap ke selatan, entah bagaimana hal ini bisa terjadi, tak
lama kemudian, pak Jatmiko perlahan pulih.
Mantono lalu duduk di ruang tamu, menunggu. 
pak Jatmiko muncul, berjalan keluar, memberi Mantono segepok uang, Mantono berdiri,
mengatakan kepada pak Jatmiko hanya dalam waktu satu bulan, uang ini akan kembali, berlipat-
lipat ganda.

pak Jatmiko hanya diam saja, di bawah kaki Mantono, beliau melihat anjing itu menatapnya. 
dari uang yg diperoleh Mantono itu, dia mendirikan sebuah warung kecil, berjualan lontong
kupang, kabarnya, kata orang-orang tua, Mantono bisa melihat langgih.

Langgih adalah tanah yg baik digunakan untuk berdagang, sayangnya, yg bisa melihat ini hanya
para Jagrak. orang khusus. 
hari pertama warung lontong kupang itu dibuka, diserbu dengan orang-orang bermobil. tidak ada
yg tahu, bagaimana hal ini bisa terjadi, pasalnya, melihat warungnya saja, orang kalangan
menengah ogah untuk mampir, namun, berbeda dengan usaha Mantono ini, benar-benar diburu
saat itu 
bahkan seminggu setelah usaha ini berjalan, semakin panjang mobil yg parkir, hal ini bagi warga
desa tentu saja sesuatu yg mencurigakan, namun, tak ada yg berani berspekulasi, mungkin saja,
Mantono memang berjodoh dengan usaha ini, anehnya, bila warga desa yg membeli- 
tak ada yg istimewa dari makanan ini, mulai dari rasa serta aromanya, masih kalah jauh dengan
lontong kupang lainnya.

tapi, dari semua rumor yg menyebar, ada satu rumor yg paling janggal, yaitu, setiap malam,
warung Mantono didatangi oleh orang yg sangat-sangat aneh. 
orang-orang ini tak diketahui datangnya dari mana, mereka biasa mengenakan baju serba hitam,
terkadang berwarna pedar, ukuran tubuhnya juga tidak umum, tinggi sekali, namun, yg paling
janggal dari orang-orang ini, mereka selalu menutupi mulutnya dengan selembar kain. 
baik laki-laki mau pun perempuan, mereka semua menutupi mulutnya, hanya duduk, sembari
melihat orang-orang sedang lahap menyantap lontong kupang, mereka baru akan makan saat
Mantono menutup warungnya, hal ini tentu memancing rasa penasaran orang-orang. siapa
gerangan manusia ini. 
dari usaha warung kupang ini, hanya butuh waktu satu tahun bagi Mantono bisa membangun
rumah dua lantai dengan tiga mobil terparkir di depannya, semua anak-anaknya diberi usaha
sendiri-sendiri, anehnya, warung tempat Mantono berdagang tetap dibiarkan seperti itu. 
selain warung kupang itu, ada satu pantangan yg bahkan keluarganya tak boleh langgar yaitu ada
satu kamar khusus yg hanya Mantono seorang diri yg boleh masuk.
meski membuat penasaran, namun, bu lek Yani dan ketiga anaknya tak ada satu pun yg berani
melanggarnya. 
singkat cerita, tahun demi tahun harta Mantono semakin bertambah sampai bisa memiliki tanah
luas yg dia beli dengan harga tinggi, meski tak ada yg tahu darimana harta-harta ini berasal, tak
ada satu pun warga yg membenci Mantono, sebaliknya, warga sangat menghormatinya. 
karena Mantono adalah orang yg gemar berbagi, tetangga mau pun bukan, selalu mendapat
santunan yg tidak sedikit, banyak yg Mantono lakukan juga untuk desa, semua ini menutupi
kabar-kabar duka, saat kembali datang berita seorang anak SMP ditemukan tewas mengambang
diatas sungai. 
suatu hari, Mantono mengunci diri di dalam kamarnya, berhari-hari, bahkan saat isterinya
memanggil namanya dari luar pintu Mantono tak menjawab, sebelumnya dia sudah berpesan
agar apa pun yg terjadi ia tak serta masuk ke kamarnya, larangan ini adalah larangan paling
keras. 
dari hari berganti ke minggu, seterusnya Mantono masih tak kunjung keluar, untuk makan pun
tidak, hal ini membuat bu lek yani sebenarnya khawatir, ia ingin sekali membuka pintu
kamarnya, namun, ia benar-benar takut dengan larangan suaminya, sampai, datang seorang tamu
berkunjung. 
seorang lelaki yg sering bu lek yani dengar dari mulut orang-orang, awalnya bu lek yani khawatir
bila menerima beliau karena yg dia cari adalah pak Mantono, sementara orangnya sedang
melakukan sesuatu di dalam kamar dan tidak dapat diganggu. saat itu lah beliau membuka kain
yg- 
menutupi mulutnya, di-sana bu lek yani sontak terkejut, melihat lelaki dihadapannya tak
memiliki aci-aci, sebuah sela diantara hidung dan mulut, bu lek Yani langsung mengerti, lelaki
itu hanya berpesan, sudah waktunya memilih anak panggung bagi dirinya, mohon disegerakan. 
malam itu bu lek Yani menggedor pintu kamar pak Mantono, sampai satu rumah terbangun,
untungnya, tak lama kemudian, pak Mantono keluar dengan pose seperti menggendong seorang
anak kecil di depan tubuhnya, Mantono hanya berkata, "ki loh, ben tak uncalke anak
panggung'e" 
Mantono berpesan agar tidak ada yg mengikuti dirinya sementara dirinya pergi berjalan ke
sungai, konon, tetangga pak Mantono yg tahu dan bisa melihat bila yg digendong pak Mantono
adalah anak genderuwo, terlihat dari tangannya yg panjang dan berbulu lebat seperti orang utan. 
Mantono membawanya ke sungai, melemparkannya begitu saja, setelah itu beliau kembali
masuk ke dalam kamar, namun, sebelum Mantono menutup pintu ia menyampaikan kepada bu
lek Yani agar setelah maghrib, tidak ada anak kampung yg keluar rumah. bu lek Yani pun
menyampaikan hal ini- 
Ia menyampaikan dari mulut ke mulut, namun, hanya ditanggapi oleh beberapa orang saja,
pasalnya, desa masih belum banyak dihuni keluarga, singkatnya, setelah meghrib masih ada
anak-anak yg keluar untuk menuntut ilmu mengaji di sekitaran lahan pabrik gula sebelah timur. 
ada dua anak lelaki, mereka terlambat pulang karena bermain di rumah temannya setelah
mengaji, langit sudah gelap diiringi hujan rintik, dengan berlari di atas tanah berlumpur mereka
melewati jalan penghubung desa sebelum salah satu dari mereka berhenti ketika melihat
seseorang, 
seseorang sedang berdiri dari kejauhan, ia melambaikan tangannya, memanggil-manggil mereka,
satu anak berteriak agar segera pulang dan jangan mendekati orang asing, namun, anak yg lain
tampak penasaran, ia melihat dengan kaki berjalan mendekat.. setapak demi setapak, 
berusaha menghentikan kawannya, ia menarik paksa tangannya, namun, seperti tersihir, anak itu
tak mau berhenti, kini ia melihat ke tempat sosok itu berdiri sebelum melepas kain di wajahnya,
saat itu lah anak itu sadar dengan cerita yg beredar, bajul putih seneng cah lanang. 
hujan masih turun, sosok itu tinggi sekali, kini ia membungkuk masih melambai-lambai, ketika
dia tersenyum, sobekan mulutnya dari telinga ke telinga anak itu mulai terlihat panik, antara
bingung apa harus meninggalkan kawannya dan menyelamatkan diri, sebelum, guru ngajinya
datang 
anehnya, ketika guru ngajinya datang, sosok yg berdiri jauh itu lenyap, hilang, sehingga anak itu
tidak tahu harus menjelaskan apa kepada gurunya, malam itu, mereka diantarkan pulang, sembari
diberi pesan agar tidak mendekati sungai sampai lawit weton lewat, ada dayoh mampir, 
Badan yg dulu subur, perlahan menjadi kurus kering, dari lubang hidung dan ujung mata terus
menerus mengalirkan darah segar, kedua kaki sudah tidak dapat menopang tubuh, sepanjang hari
hanya dapat berbaring diatas tikar tipis. itu adalah gambaran bagi yg bersekutu dengan Widuri. 
setiap hari, setelah langit menjadi gelap, hujan pasti turun, dari jalan-jalan desa yg berlumpur,
banyak sekali warga yg mengaku melihat orang-orang asing, berjalan sendirian dengan menutupi
wajahnya menggunakan kain berwarna hitam pekat.

tinggi mereka berbeda-beda setiap hari. 


sebenarnya, ketika hal janggal terjadi, orang desa sudah sangat paham, biasanya ini pertanda dari
sesuatu yg sedang atau akan datang, hal ini menyerupai bencana yg memang hanya orang
tertentu yg bisa membacanya. beberapa tetua berpendapat bila Mantono sudah berhenti
menyembah- 
-Widuri. hanya tinggal menunggu waktu, ketika sekutu sudah menjadi musuh. hal ini ditandai
oleh mati-nya tujuh ekor sapi Mantono, dimana isi di dalam perut binatang itu terburai.
menghembuskan aroma bangkai yg menyengat. 
setelah tujuh ekor sapi, satu persatu dimulai dari usaha tambak ikan lalu merambat ke
perkebunan pohon jati, semua itu perlahan-lahan menggerogoti harta Mantono, puncaknya, ada
seorang lelaki tua yg mengetuk setiap rumah penduduk, namun tak ada yg berani
membukakannya. 
Ia berkata, satu lagi anak panggung, maka desa ini tidak perlu menanggung teror yg lebih sinting,
karena waktu itu saya sendiri bisa merasakan, setiap sudut desa, seperti ada sesuatu yg
mengawasi, bahkan anak-anak sengaja disembunyikan di dalam kamar orang-orang tua. 
anehnya, ditengah kekacauan yg semakin menjadi-jadi, tak ada satu pun orang yg melihat batang
hidung Mantono, ia lebih banyak bersembunyi di dalam kediaman rumah besarnya, sampai,
terdengar kabar seorang anak lelaki menghilang setelah buang hajat di sungai, menyisahkan
potongan- 
-baju yg tersampir di jumbleng, hingga saat ini tidak ada yg melihat dimana jasadnya ditemukan.
hal ini tentu saja membingungkan mengingat biasanya, buaya putih selalu mengembalikan jasad
dari buruannya. saat itu-lah, kemarah orang-orang sudah tak terbendung lagi. 
pagi buta, segelintir orang datang, mengetuk paksa rumah Mantono, isterinya yg terkejut setelah
membuka pintu hanya dapat diam saja sewaktu golongan orang-orang berbadan tegap itu melesat
masuk, mereka berteriak memanggil nama Mantono yg sekarang tak lagi di hormati di desa ini. 
sebelumnya hanya prasangka, namun sekarang orang-orang sudah semakin yakin, bila memang
keluarga Mantono bersekutu dengan Widuri, salah satu yg dipercaya memegang sungai
be***t**.

dengan memaksa isteri Mantono, mereka semua berdiri di depan pintu kamarnya. 
mendobrak secara bergantian, sampai pintu kayu berwarna kecokelatan itu mulai terbuka
perlahan-lahan, tepat ketika pintu itu sudah hancur, orang-orang terdiam mendapati isi dalam
kamar Mantono yg dipenuhi benda-benda yg sebelumnya tidak pernah dibayangkan orang-
orang. 
mulai dari pring pethuk, sampai kaki kuda, semua lengkap tergantung di atas kamar Mantono,
sementara di tengah-tengah ruangan, mereka melihat Mantono terbaring dengan kondisi perut
robek seperti dicabik-cabik, anehnya, Mantono masih bisa hidup dalam kondisi seperti itu. 
isteri Mantono seketika berteriak histeris, sudah lama Mantono mengurung diri di dalam kamar
tanpa tahu kondisi yg terjadi, siapa yg menduga bila ada bagian yg tidak pernah Mantono
ungkap, lantas, melihat kejadian sinting itu, salah seorang tetangga mengusir semua orang
keluar 
orang-orang saling bertukar cakap, perihal apa yg baru saja mereka lihat, gemetar tangan mereka
masih belum cukup menutupi ketakutan yg kini menyelimuti diri mereka, para tetangga rumah
memilih diam, sementara isteri Mantono hanya bersandar di tepi tembok saat pintu kayu ditutup 
sebelum, dari luar rumah, seseorang melangkah masuk, mengenakan sarung celana yg familiar,
Mantono berjalan dengan langkah kaki yg tenang, sembari seperti sedang menggendong sesuatu,
ia berhenti sejenak.

semua orang tampak terkejut melihatnya, termasuk isterinya yg gemetar. 


salah seorang dari mereka seketika membuka kembali pintu kamar Mantono, anehnya, dari atas
tikar tipis tempat mereka semua melihat Mantono tadi tak ditemukan sosok Mantono yg tadi
mereka lihat dalam kondisi tragis, hanya sebatang logam kekuningan menyerupai emas yg ada di
sana. 
Mantono pun tampak murka karena larangan yg dia buat tak dihiraukan sama sekali termasuk
dengan isterinya, bahkan Mantono sempat mengancam akan memberi sesuautu yg sangat buruk
kepada semua orang yg berani menginjakkan kakinya di rumah ini. 
isterinya ingin menjelaskan apa yg baru saja dirinya lihat perihal wujud Mantono yg dalam
kondisi tragis, namun, Mantono menolak, ia lebih memilih masuk ke dalam kamar setelah
melihat kerumunan tetangga satu persatu mulai keluar dari dalam rumahnya. tanpa dia sadari,
beberapa- 
tetangga melewati tubuh Mantono sembari menutup hidung, karena saat itu tercium pekat aroma
darah yg masih segar dari tubuh Mantono.

entah apa yg baru saja mereka lihat, apakah mungkin gambaran Mantono kelak sudah
diwujudkan oleh pesan yg baru saja mereka saksikan bersama-sama. 
tujuh hari setelah kejadian pada malam itu, dari rumah tetangga Mantono tercium aroma
kembang yg menyengat, diikuti suara lonceng gemericing, seorang wanita tinggi datang
berkunjung dimana Mantono sendiri yg membukakan pintu, wanita asing itu harus menunduk
utk melewati pintu. 
lagi-lagi akan terjadi sesuatu,

namun, tidak ada warga yg berani lagi menyentuh keluarga Mantono, mengingat ancaman tempo
hari yg Mantono katakan sudah merenggut korban, seorang pria tiba-tiba menjadi buta tanpa
sebab yg jelas.. 
Buta yg bukan sembarang buta melainkan buta yg sengaja di buat oleh seseorang.
sejak saat itu juga, Mantono tidak pernah lagi membuka warung yg menjadi cikal bakal hartanya
selama ini, beliau seperti mengasingkan diri, menjauh dari masyarakat bahkan keluarganya
sendiri. 
Tapi, pernah ada yg memergoki Mantono pada pukul 1 dini hari, Mantono berlari keluar dari
dalam rumah, menuju ke tepi sungai, sembari membawa buntalan yg dibungkus di dalam kain
berwarna putih.

tidak ada yg tahu apa isi buntalan itu, semua orang terlalu takut mencari tahu. 
namun, gara-gara ini, tersebar kabar bila buntalan itu konon di pendam di sebuah kebun pisang
yg ada di tepi sungai, setelah melakukan hal itu Mantono lalu kembali pulang.

Hal ini dilakukan Mantono hanya pada hari-hari tertentu. 


pada suatu malam, isteri Mantono pernah terbangun dari tidurnya, ia mendengar suara-suara
ribut yg berasal dari dapur, dengan rasa penasaran yg tinggi, isteri Mantono berjalan hati-hati,
berusaha tak menimbulkan suara sedikit pun, ia telusuri setapak demi setapak.. hening sekali, 
sampai langkahnya terhenti ketika melihat seseorang berperawakan seperti suaminya, Mantono.
Ia sedang duduk menyantap sesuatu yg ada di atas meja dengan menggunakan tangan, ia
cengkram apapun itu lalu melahapnya bulat-bulat, Isteri Mantono, sedikit ragu, apakah benar itu
beliau. 
dengan hati-hati, beliau memanggil Mantono seperti biasa, "Mas", katanya, sosok berperawakan
seperti Mantono itu menghentikan gerakannya, ia tidak langsung menoleh, melainkan hanya
diam saja, tak bergerak sedikit pun, menimbulkan kecurigaan, kenapa dengan suaminya ini. 
Isteri Mantono lantas mendekat, tiba-tiba tercium aroma amis seperti bau ikan sungai ketika
jarak diantara mereka hanya terpaut beberapa langkah saja, saat itu, dalam gerakan yg cepat,
Mantono yg sedang duduk, tiba-tiba menunjuk sesuatu yg ada di belakang wanita itu.. 
disana, didepan mata kepala isteri Mantono, ia melihat kedua anaknya, yg mbarep dengan yg
ragil berdiri memandang beliau, wajahnya berlumuran darah, lalu dari belakang, sepasang tangan
menutupi mata isteri Mantono, lalu terdengar bisikan, "ra popo iki wes perjanjian karo bjomu" 
(gak papa, ini salah satu perjanjian dengan suamimu), gemetar sekujur tubuh Isteri Mantono
waktu itu, namun, tidak ada yg dapat beliau lakukan, dengan langkah kaki perlahan sosok yg
membekap isteri Mantono seperti ingin menuntun dirinya ke suatu tempat, 
dari sekitar tubuhnya, pakaian yg isteri Mantono kenakan terasa seperti ditarik-tarik oleh tangan-
tangan mungil, sembari terdengar isak tangis yg meminta-minta tolong, suaranya sama persis
dengan suara kedua anaknya, entah mereka benar-benar anak kandungnya atau bukan, 
tak lama kemudian terdengar suara pintu berderit diikuti suara yg familiar, suara mengerang dari
seseorang yg kesakitan, mata Isteri Mantono lalu dibuka sebelum sosok itu lenyap tak nampak
lg, tapi, Isteri Mantono justru tertuju pada pemandangan sinting yg ada dihadapannya.. 
di atas karpet, Mantono tengah berbaring sembari menggaruk tubuhnya yg dipenuhi darah segar,
tak hanya itu saja, dari dalam duburnya jg mengalir darah yg menggenang di atas lantai , tapi, yg
paling mengerikan dari semua ini ialah perut Mantono yg menyerupai wanita hamil, 
Mantono terus mengerang, berteriak-teriak, sembari mencakar sekujur tubuhnya, saat dari balik
sarung yg menutupi bagian bawah keluar sesuatu yg menggeliat, tak lama kemudian perlahan-
lahan perut Mantono mengecil, isterinya, menatap ke sosok yg masih menggeliat dibalik sarung
kain 
Mantono yg mulai bisa mengendalikan dirinya, sontak terhenyak ketika melihat sosok isterinya
berdiri di muka pintu, Ia lantas berteriak kepadanya, "BANGSAT!! Minggat kowe, ojok sampe
bayi'ne demit iki ndelok sirahmu", (Bangsat!! pergi kamu, jangan sampai bayi-demit ini
melihatmu) 
isteri Mantono masih diam, tercengang di muka pintu, ia ingin melihat sosok dibalik kain sarung
tersebut, namun, Mantono menghalangi, ia berdiri, menunjukkan bagian bawah yg sudah tak
terlihat lagi seperti manusia, kulitnya mengelupas dengan daging mengagah, Mantono menutup
pintu 
terdengar geraman tak seperti manusia, isteri Mantono hanya diam, tubuhnya seperti mendadak
lumpuh, apa yg baru saja dia lihat tidak akan pernah bisa beliau lupakan, satu persatu misteri yg
Mantono sembunyikan seperti menyeruak naik,

namun, beliau tak dapat melakukan apa-apa, 


setelah lama hanya bisa diam di depan pintu, Mantono melangkah keluar, di dadanya ia
merengkuk buntalan kain berwarna putih, isteri Mantono menatap suaminya, wajahnya masih
tampak murka, namun, perlahan mulai melunak, sembari mendekat, Mantono berbisik, "pitung
kelahiran maneh" 
lalu Mantono pergi, berlari keluar rumah, Isteri Mantono masih begitu penasaran dengan apa yg
sebenarnya suaminya sedang lakukan, perlahan-lahan, beliau berlari mengikuti, tanpa alas kaki,
ia menyusuri jalan setapak menuju tepi sungai yg dipenuhi semak belukar, gelap, sunyi, 
di antara pohon-pohon pisang, isteri Mantono melihat suaminya sedang menggali sesuatu di
tanah, tak lama kemudian, ia lemparkan buntalan itu ke dalamnya, menguburnya di sana,
Mantono lalu bergegas menuju kandang ternak miliknya, menarik paksa seekor kambing muda. 
ia ikat kambing itu tepat di dekat gundukan tanah, sebelum Mantono memukul kepalanya
menggunakan bongkot bambu, sampai binatang itu tersungkur, sekarat dengan tubuh tumbang,
Mantono mengambil parang lalu menggorok lehernya, ia meneteskan darah tepat di atas
gundukan tersebut.. 
setelahnya, Mantono duduk berlutut seperti orang berdoa, sebelum, pandangan matanya beralih
melihat kearah isterinya yg bersembunyi di salah satu pohon pisang, tersentak karena Mantono
tahu keberadaannya, dia mendekat dengan parang dimana darah masih menetes dari ujungnya.. 
Wajah manusia Mantono seperti terkikis, Isterinya sudah tidak menemukan sosok Mantono yg
dulu beliau nikahi karena pada malam itu gambaran gelap benar-benar sudah menyelimuti
suaminya.
Mantono pergi dengan parang yg masih berlumurkan darah kambing yang baru saja dia penggal. 
dia meninggalkan isterinya sendirian yg masih diselimuti banyak sekali pertanyaan, wanita itu
hanya diam mematung di bawah pohon pisang.

Diterpa angin yg berhembus, isteri Mantono tergerak menoleh melihat ke liang lahat tempat
Mantono tadi menguburkan sesuatu. 
Genangan darah pada segunduk tanah dengan bangkai seekor kambing terkapar di atasnya
membuat tubuh wanita itu begidik ngeri, namun rasa penasaran yg sudah menyeruak di dalam
dirinya menggelitik Isteri Mantono untuk mendekat.
di dalam kepalanya, ia hanya ingin melihat ini semua. 
Dengan langkah hati-hati, wanita itu lalu berlutut sebelum menyingkirkan bangkai binatang
malang tersebut, dengan batu yg dia temukan, isteri Mantono mulai menjajaki gundukan tanah,
membongkarnya dengan tangan kosong, ia benar-benar ingin melihat apa yg suaminya lakukan
di sini. 
Tanah yg berwarna kehitaman itu mulai tersingkap ketika dia mulai mengeruk dengan kondisi yg
seadanya. usahanya membuahkan hasil ketika akhirnya terlihatlah buntalan kain berwarna putih
kusam tersebut yg terkubur jauh di dalam liang lahat.

sejenak, isteri Mantono terlihat ragu. 


tapi semua berubah ketika teringat dengan kejadian yg baru saja menimpa dirinya, dengan
berbekal perasaan nekat, Isteri Mantono meyakinkan dirinya bila tidak ada lagi waktu untuk
mundur, maka dengan keterpaksaan dia harus menuntaskan keingintahuannya.

Ia mulai merobek kain itu. 


aroma busuk dan bau anyir darah seketika tercium dari dalam buntalan kain kusam tersebut,
membuat isteri Mantono memalingkan muka, namun keingintahuannya sudah tak terbendung
lagi, Ia paksakan diri untuk melihat apa yg ada di dalamnya.

seketika itu juga wanita itu langsung diam. 


Ia langsung terdiam begitu tahu apa yg ada di dalamnya.

sebentuk wujud dari gumpalan daging berwarna putih pucat dengan lendir serta genangan darah
kental yg menyelimutinya. Isteri Mantono mencoba mencari tahu maka ia robek lebih lebar lagi
kain itu, dan ketika ia menyentuhnya. 
Isteri Mantono hanya dapat memandang gelisah benda itu sembari bergerak merangkak mundur,
sensasi itu, isteri Mantono pernah merasakan sensasi menyentuh yg seperti ini, urat dari
segumpal daging yg baru dirinya sentuh menyerupai rupa dari gumpalan daging janin ketika
lahir. 
tspi, janin mana yg memiliki rupa perangai seperti buaya. maka, kejadian ini membuat isteri
Mantono terjerembab jatuh, tergulung tanah di tepian sungai-b**a*ta*, dan ketika wanita itu
terbangun dari tempatnya, ia dibuat terhenyak ketika menyaksikan puluhan gundukan lain- 
-dengan bangkai kambing di atasnya. 
sejak kejadian itu, tidak ada lagi ketenangan di dalam hidup isteri Mantono, setiap hari ia diliputi
ketakutan, bahkan ketika malam datang dan tiba-tiba Mantono melangkah masuk ke dalam
kamar, ada kengerian tersendiri yg merujuk kepada suaminya.
mereka tak lagi saling berbicara. 
pada suatu waktu. Isteri Mantono sedang berkunjung ke warung kupang yg konon dia percaya
sebagai sumber penghasilan utamanya. warung sedang ramai dipenuhi oleh orang bermobil yg
tentu menjadi pemandangan yg biasa, namun, ada satu titik dimana tiba-tiba beliau- 
memilih berdiri di dapur mengawasi karyawati yg bertugas menjaga warung ini, dan entah
kenapa ada setitik perasaan bila pekerja yg mengurus warungnya sejak laki-laki itu tak lagi mau
kesini, bersikap aneh. beberapa kali mereka tampak berbisik dengan wajah gelisah. 
membuat Isteri Mantono menjadi curiga.

dengan bersikap pura-pura tidak tahu, Isteri Mantono berjalan pergi sebelum kembali saat itu
juga ketika dia mendapati salah satu karyawatinya menuangkan sesuatu ke dalam panci dari
sebotol air berwarna merah kental. 
Isteri Mantono seketika mendekat lalu bertanya benda macam apa yg baru saja dia masukkan,
gadis muda itu tampak kebingungan, beberapa kali ia melihat kearah temannya yg terus
menggelengkan kepala, lantas Isteri Mantono lalu memaksa lebih keras agar gadis itu
mengatakannya, 
dengan wajah nyaris menangis, gadis itu membisikkan sesuatu kepada Isteri Mantono yg
membuatnya kemudian menggulingkan isi di dalam panci, seketika detik itu juga, ia menutup
Warung tersebut, mengusir semua orang, lalu pergi pulang. 
di dalam kediamannya, wanita itu semakin gelisah, banyak yg tidak dia ketahui dari suaminya,
beberapa kali perasaannya semakin menjadi-jadi ketika melihat wajah anak-anaknya, sampai, ia
tiba-tiba melihat Mantono memandang dirinya, ia baru saja keluar dari dalam kamar pribadinya. 
wajahnya tidak dapat ditebak sama sekali, dengan hanya mengenakan sarung yg menutup bagian
bawah tubuhnya, Mantono kemudian mengatakannya.

"cah wedok iku sek tas mati, kecelakaan, iki mergo awakmu dek, kowe ra usah melu urusanku.
ngerti" 
(anak perempuan itu baru saja meninggal, tewas dalam kecelakaan. ini semua karena kamu dek,
kamu tidak perlu ikut urusanku. ngerti)

malam itu, Isteri Mantono tidak dapat tidur, karena sejak tadi, di sudut kamarnya, gadis,
karyawati yg baru saja tewas berdiri di sana, menatapnya. 
kegilaan ini semakin memberangus mental isteri Mantono, semakin hari beliau bertambah
gelisah, selain itu, satu persatu pekerjanya mengalami sesuatu yg ada di luar nalar, usaha las besi
yg dimilikinya tiba-tiba mengalami kebakaran hebat, binatang ternak mati mendadak, 
hal ini membuat wanita itu terus berteriak di luar kamar Mantono, ia menjerit bila semua ini
akibat ulah Mantono bukan dirinya, namun, setiap kali Mantono keluar dan berkata hanya
tinggal dua lagi, isterinya semakin marah, puncaknya, hari itu dengan membawa anak-anaknya,
ia pergi 
kepergiannya ini menjadi puncak segalanya. karena siapa yg menduga bila selama ini, diluar
perkiraannya, sejauh apa langkah Mantono melakukan hal sinting ini, didasari rasa ingin
memberi untuk keluarganya, meski harus mengambil yg bukan menjadi hak miliknya. 
malam itu, Mantono disambang oleh sosok dayoh yg selama ini memikulnya. Widuri datang
meminta imbalan, akhir dari segala perjanjian Mantono harus segera dilunasi, lawit weton belum
lewat namun Mantono sudah harus menanggung akibatnya. 
Lebih dari berhari-hari, seputar kabar bila Mantono ditinggal pergi oleh Isteri dan anak-anaknya
semakin santer terdengar, namun, anehnya, sampai saat itu, warga kampung atau para tetangga
dekat Mantono, tidak ada yang pernah melihat dirinya lagi. 
tidak hanya itu saja, kejadian malang seakan tidak ada habisnya datang, satu persatu usaha yang
kini dijalankan oleh saudara dekat-Mantono menemui kendala, dimulai dari rumah makan, usaha
las-besi, sampai peternakan ayam dan kambing yang dimiliki, binatang-binatang malang itu- 
-tiba-tiba saja mati tanpa ada alasan yang jelas, anehnya, belum ada berjam-jam sejak kematian
binatang tersebut aroma bangkai seketika langsung tercium dari bangkai binatang-binatang itu.
hal ini tentu membuat warga kampung mulai bergunjing. 
keluarga dekat Mantono juga mulai merasa bila ini adalah pertanda datangnya kabar buruk ke
keluarga mereka, saudara-saudara dekat Mantono yg dulu abai dengan dirinya namun tiba-tiba
perduli ketika Mantono mendadak menjadi orang yg kaya raya mulai merasa ketakutan. 
Ketakutan kalau nanti harus kehilangan sumber uang dari Mantono, mereka sama sekali tidak
berpikir darimana datangnya semua harta itu, mbah Nuh, seorang laki-laki tua, salah satu dari
saudara kandung isterinya lalu datang menemuinya, ia membujuk wanita itu agar mau pulang. 
di-sana, Ia menceritakan tentang keadaan rumah Mantono yg kini terlihat jauh lebih mencekam.
rumah berlantai tiga itu seperti sarang setan, karena baru menginjakkan kaki di lantai-nya saja,
hembusan angin seperti menyapu tubuhnya, membuat sekujur badan laki-laki tua itu gemetar. 
tidak hanya itu saja, Mbah Nuh tidak pernah lagi melihat Mantono keluar dan menampakkan
dirinya di dalam rumah itu .

Menurut kesaksian mbah Nuh, sebenarnya beliau sudah pernah mencoba untuk mengetuk pintu
kamar Mantono, namun, ada sesuatu yg janggal terjadi. 
dari dalam kamar Mantono seperti terdengar ramai suara orang yg sedang tertawa diiringi suara-
suara kending gendang serta tabuhan gamelan seolah-olah di dalam kamar Mantono yg tidak
seberapa luas itu sedang diadakan sebuah pesta rakyat yg begitu meriah. 
mbah Nuh sebenarnya sempat tergiur untuk membuka pintu kayu itu agar dirinya bisa melihat
apa yg sebenarnya sedang terjadi dengan adik iparnya ini, namun, belum jg membuka pintu, dari
seberang ruang dapur, tiba-tiba terlihat wajah adik-kandungnya yg sedang berdiri menatap
kosong. 
tahu itu bukan adik kandungnya, Ia memilih untuk pergi, benar saja, baru berjalan beberapa
langkah, sosok adik-nya kini didampingi dua anak laki-laki, ia berdiri tepat di depan wanita itu,
hanya saja, tubuh mereka terlihat pucat, seperti sudah lama terendam di dalam air. 
Isteri Mantono lalu menceritakan perihal apa yg Mantono lakukan dan laki laki tua itu hanya bisa
diam sembari tak percaya dengan apa yg baru saja dirinya dengar, namun, adiknya tidak pernah
berbohong kepadanya, maka, hari itu juga beliau masih membujuk agar wanita itu pulang 
mbah Nuh berjanji akan menemani adiknya untuk mencari tahu apa yg sebenarnya sedang terjadi
dengan Mantono.

malam itu, setelah menitipkan anak-anaknya ke kerabat dekatnya yg lain, mereka bergegas
menuju ke rumah, tempat dimana semua ini dimulai. 
benar saja, baru saja membuka pintu, mereka disambut suara langkah kaki dari anak-anak kecil
yg sedang menapaki anak tangga.

tidak hanya itu saja, dari bagian dalam rumah tercium aroma bangkai dari binatang. aroma sama
yg pernah isteri Mantono cium ketika mengikuti dirinya. 
Isteri Mantono terus menyusuri lantai rumah yg semakin lama terasa semakin dingin, diikuti
mbah Nuh yg berjalan dibelakang, sampailah mereka di depan pintu kamar Mantono tempat
dimana ia benar-benar mendengar kending dan ketukan gamelan terdengar dari dalam kamar. 
beliau menyentuh handle pintu, memutarnya perlahan lalu mendorong pintu kayu, sebelum, Isteri
Mantono menyadari sesuatu yg janggal dengan sosok mbah Nuh.

diatas bibir laki-laki itu, Isteri Mantono tidak menemukan aci-aci (filtrum) yg pada umumnya
dimiliki oleh manusia normal. 
yg terjadi selanjutnya adalah, Isteri Mantono terperanjat mundur sebelum Ia melihat kearah
suaminya, Mantono, yg selama ini lenyap berhari-hari sedang dalam posisi tengkurap di atas
tikar kamar, disitulah fakta mengenai keadaan suaminya terlihat di depan matanya. 
tubuh Mantono terbujur dengan tulang belakang menonjol keluar, rambut Mantono yg dulu
panjang rontok sampai menyisahkan batok kepala dengan wajah yg hanya bisa melihat kearah
bawah, dari anusnya, Mantono terus menerus mengeluarkan darah sampai lantai keramik itu
dipenuhi genangan 
seperti Isteri pada umumnya yg menyaksikan suaminya sendiri dalam kondisi mengenaskan
seperti itu, Ia hanya bisa diam, sebelum badannya menghantam lantai karena kedua kakinya
tidak sanggup lagi menahan beban tubuhnya setelah melihat pemandangan mengerikan seperti
itu. 
saat itu-lah, Isteri Mantono baru saja menyadari, rupanya sejak tadi Mantono sedang mencoba
berkomunikasi dengan dirinya, ia berusaha merangkak mendekati dirinya, namun, gerakannya
janggal seakan tubuhnya kesulitan untuk bergerak, Mantono berusaha mengatakan sesuatu
kepadanya 
tidak punya pilihan lain, wanita itu lalu mendekati Mantono, mencoba bertanya apa yg sedang
coba dia sampaikan, ketika Mantono membuka mulutnya Ia tahu, keadaan suaminya lebih tragis
dari apa yg dia bayangkan, lidahnya membusuk dengan gigi tergemeletak di-sana sini. 
Mantono hanya dapat bersuara dengan parau seperti suara dares (burung hantu), kulit-nya pucat
mati seperti selama ini ditenggelamkan di dalam air.

ditengah kegilaan yg menimpa mereka, saat itu-lah, wanita itu lalu menyadari kalau rupanya
sejak tadi Mantono hanya ingin "MATI!!" 
semalaman, berbekal kursi yg Isteri Mantono dorong ke dalam kamar, Ia hanya duduk, melihat
tubuh suaminya mengejang dan terus mengeluarkan darah dari lubang anusnya, Ia sudah
meminta tolong saudara-saudaranya untuk menjemput seseorang, Ia tahu bagaimana semua ini
harus diakhiri. 
ramai warga yg datang pada hari itu, tapi hanya segelintir orang yg boleh masuk ke dalam
rumah, mereka yg tahu tidak boleh menceritakan perihal keadaan Mantono, seseorang yg datang
pun hanya dapat duduk menutupi tubuh Mantono yg masih hidup dengan selembar kain. 
"sing wes mati kudu digolekno pangapurane tekan getih saketurunane, mari iku baru omah iki
isok dipasak ben gak merambat nang anak-anakmu" (yg sudah mati harus dicarikan pintu
permohonan maafnya dari darah keturunannya, setelah itu baru rumah ini bisa dikunci biar tidak
menjalar) 
kata-kata itu didengar oleh ketua RT, dan perwakilan warga, setelah itu baru-lah mulai dicari
satu persatu orang yg ditulis di dalam selembar kertas tempat orang itu mendapat bisikan dari
Mantono yg sepanjang hari meraung dengan suara parau. pria itu seperti seonggok daging busuk 
meski tidak semua berhasil ditemukan, namun, beberapa orang yg menjadi wakil dari korban
Mantono datang, disitu, isteri Mantono sampai hati harus bersujud memohonkan maaf untuk
suaminya, konon, dari mata mereka, wujud Mantono sudah tidak terlihat seperti manusia,
melainkan buaya. 
setelah itu, baru lah dibantu oleh warga, Mantono disandarkan pada pintu kayu kamarnya yg
rupanya menjadi perantara dirinya dengan yg memegang sungai B*R**T**, berbekal pasak dari
batang bambu yg dibuat setajam pisau, bagai pasak, benda itu menancap pada daging tubuh
Mantono. 
kaki-nya tidak boleh menyentuh lantai, sementara dari lubang Anus Mantono, tak lagi
mengalirkan darah, selama dua hari dua malam, pintu kayu ditutup, Mantono dijaga bergantian
oleh beberapa orang yg sebelumnya bersumpah sanggup melihat apapun. 
beberapa orang keluar dari kamar dalam keadaan muntah, mereka berkata tidak sanggup melihat
seonggok daging Mantono dicabik-cabik bersama dengan korban-korban yg sebelumnya menjadi
korban Pesugihan Ngunduh Artha, tak hanya itu, daging para korban dilahirkan lagi dari Anus
Mantono 
begitu seterusnya, namun, tubuh manusia Mantono memiliki batasan, ketika janji kelahiran
terakhir bila Mantono bisa menyelesaikannya adalah tipu daya mereka, Mantono sudah tidak
bisa lari, ini-lah tanggungan besar yg lebih mengenaskan dari mati biasa. 
tubuh Mantono akhirnya benar-benar mati tepat pada tengah malam dengan menyemburkan
aroma yg lebih busuk lagi, detik itu juga, laki-laki paruh baya itu akhirnya dikuburkan dengan
seluruh benda miliknya di-bakar habis. 
lantas, pemilik sungai masih meminta janji anak-anak Mantono, sebagai ganti dari semuanya,
setengah rumah berlantai tiga itu harus dijual. ada alasan kenapa harus setengah rumah bukan
keseluruhan, rupanya hal itu dilakukan sebagai pemutus perjanjian yg dulu Mantono tawarkan. 
sebelum Mantono benar-benar mati, raga dan sukmanya, Ia memberitahu bila seluruh hartanya
akan terus menerus mengalir dikehidupan keluarganya sebagai gantinya bila Mantono tidak
sanggup memenuhi perjanjian, nyawa anak-anaknya menjadi jaminan, tetapi, hal ini sekaligus
menjadi- 
jalan keluar, bila seluruh harta Mantono pun akan habis oleh sesuatu yg tidak lazim, ternaknya
mati tanpa sebab, rumah makannya sepi tak lagi berpengunjung, bisnis lain sama saja, hanya
tinggal rumah besar ini yg tinggal menunggu waktu untuk diminta, bila- 
-saja tempat ini dijual, maka uang hasil penjualan rumah ini tetaplah dalam perjanjian, namun,
tidak bila setengahnya dibeli lalu dimiliki oleh orang lain, lewat nasihat dari orang yg membantu
Mantono mati, untuk menjual setengah rumah ini kepada seorang keluarga korban santet- 
yg mana, akan memiliki peran khusus yaitu membebaskan isteri dan anak-anak Mantono, maka,
rumah itu dijual setengahnya, yg paling kentara adalah bekas kamar Mantono kini dimiliki oleh
sebuah keluarga lain, dan semenjak itu perjanjian ini seketika berakhir. 
kini, sampai detik ini. rumah besar itu telah ditinggali oleh dua keluarga tanpa ikatan darah,
sesuatu yg janggal memang bila tidak tahu menahu sejarahnya. rumah itu berada tepat tidak jauh
dari rumah saya.

sementara, beberapa tetangga mengaku beberapa kali pernah diperlihatkan 


-oleh sosok pria berwujud Mantono yg kadang muncul dari dalam sungai, hal yg janggal adalah,
Mantono yg ini, tak memiliki aci-aci (filtrum) diatas bibirnya. 
terimakasih buat kalian semua yg tetap sabar menunggu selesainya cerita ini, sejujurnya saya
ingin menyelesaikan ini dari dulu tapi ada saja masalah dan kendala yg tidak bisa saya ceritakan
semuanya. saya berharap cerita ini bisa menjadi pelajaran bila pesugihan-tetaplah hal- 
-atau sesuatu yg lebih bijak untuk dihindari, seburuk atau sepahit apapun keadaan kita, bersekutu
dengan iblis bukanlah jalan keluar.

mohon maaf sebesar-besarnya bila ada salah-salah kata dan perbuatan, di hari yg masih fitri ini,
saya mohon maaf lahir batin. sampai bertemu lagi 
-hutang-hutang cerita saya yg lain.

hahaha, tenang saja, setelah sebulan kemarin geprek saya lumayan banyak dapat pesenan, bulan
ini tampaknya bisa sedikit meluangkan waktu kembali di twitter, sekali lagi. maturnuwun,
sampai bertemu lagi di tweet selanjutnya. wassalam. 
•••

Anda mungkin juga menyukai