Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hujan merupakan bagian dari presipitasi (endapan) dalam bentuk tetes cair. Selain
dalam bentuk cair, presipitasi dapat jatuh dalam bentuk padat seperti hujan es dan
salju, dan juga dalam bentuk aerosol seperti embun dan kabut. Pada kejadian
hujan es, hujan turun berupa butiran es yang terbentuk akibat proses konvektif
yang terjadi pada badai guntur yang dihasilkan dari awan Cumulonimbus (Cb) [1].
Hujan es terjadi ketika partikel air yang membeku dan partikel es di atmosfer
berikatan dengan partikel-partikel kecil lainnya di udara seperti debu. Angin yang
ada di dalam awan Cumulonimbus akan membawa partikel-partikel ke daerah
yang mempunyai lapisan suhu yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan partikel
ini akhirnya terakumulasi membentuk lapisan-lapisan es yang terus mengalami
penambahan ukuran [2].

Di wilayah subtropis yang mempunyai empat musim, hujan es yang turun pada
saat kondisi musim dingin akan berukuran besar, hal ini dikarenakan suhu udara
permukaan yang dingin dan kelembaban yang tinggi membuat hujan es tidak
mengalami pencairan. Sedangkan di wilayah tropis, hujan es yang turun
disebabkan oleh adanya fenomena cuaca yang berdampak secara horizontal
dengan kurun waktu yang berbeda-beda pada setiap kejadian hujan es. Penyebab
kejadian hujan es yang paling umum di wilayah tropis diakibatkan oleh
kelembaban yang tinggi dan massa udara yang tidak stabil serta suhu udara
permukaan dan suhu udara di troposfer bagian atas yang mendukung pertumbuhan
awan konvektif [3].

Di Indonesia fenomena hujan es termasuk kedalam fenomena langka yang terjadi


pada saat masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan ataupun sebaliknya
(pancaroba). Fenomena hujan es adalah fenomena yang tidak tercatat pada
database Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tetapi fakta dari
berbagai laman media berita dan juga laporan masyarakat menyebutkan bahwa

1
fenomena hujan es telah terjadi di Indonesia dan tercatat sudah dilaporkan sekitar
153 kejadian hujan es sepanjang tahun 2010 sampai 2019. Pada periode Januari
sampai dengan Maret 2022 tercatat fenomena hujan es di beberapa wilayah di
Indonesia, seperti Surabaya, Bekasi, Tasikmalaya, Purwakarta, Semarang,
Lampung dan baru-baru ini terjadi di daerah Batam dan Banjarnegara. Wilayah
Surabaya mengalami kejadian hujan es pada 21 Februari 2022 dan berlangsung
selama kurang lebih 30 menit sekitar pukul 07.00 sampai 08.30 UTC menurut
laporan masyarakat dan sekitar pukul 08.30 sampai 09.30 UTC berdasarkan
analisis Stasiun Meteorologi Kelas 1 Juanda Sidoarjo. Hujan es tersebut terjadi di
empat kecamatan, yaitu kecamatan Tandes, kecamatan Sukomanunggal,
kecamatan Wiyung, dan kecamatan Karang Pilang. Pada wilayah tersebut hujan es
turun disertai dengan angin kencang serta hujan dengan intensitas tinggi, yang
menyebabkan kerugian dan dilaporkan 4 rumah warga mengalami rusak berat dan
lainnya rusak ringan. Banyaknya kerugian yang dilaporkan akibat fenomena hujan
es membuat penelitian terkait hujan es perlu untuk dikaji lebih lanjut agar dapat
dilakukan mitigasi untuk mengurangi kerugian baik moril maupun materil.

Berbagai penelitian telah dilakukan oleh peneliti untuk mengkaji terkait dengan
penyebab, serta faktor yang mendukung terjadinya hujan es. Salah satunya
dengan menggunakan data citra satelit Himawari-8 untuk mengetahui
perkembangan awan Cumulonimbus sebelum hujan es terjadi hingga setelah hujan
es terjadi. Karmini (2000) melakukan analisis hujan es di Jakarta, pada 20 April
2000 menggunakan data citra satelit. Hasil dari pantauan data citra satelit
menunjukkan bahwa awan penyebab hujan es mempunyai ciri puncak awan
berwarna putih terang [4]. Berbagai metode juga diterapkan oleh peneliti untuk
mendapatkan hasil analisis citra satelit yang akurat, salah satunya menggunakan
metode red, green, blue (RGB). Nugroho dkk (2019) melakukan analisis kejadian
hujan es di Jakarta, 22 November 2018 dengan metode red, green, blue (RGB)
yang mengacu pada penelitian Paksi (2017) menggunakan skema day
microphysics untuk melihat suhu puncak awan serta pola spasial awan. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa saat hujan es terjadi suhu puncak awan
kelewat dingin dengan suhu mencapai -70 ˚C [5][6].

2
Merujuk pada penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini penulis akan
melakukan analisis kondisi atmosfer sebelum dan sesudah terjadi hujan es,
menggunakan data satelit Himawari-8 dengan metode red, green, blue (RGB) dan
skema day convective storm untuk melihat perkembangan serta mengetahui
bagian severe dari awan Cumulonimbus. Selain itu, karena frekuensi dan durasi
waktu kejadian hujan es tidak sama di setiap kecamatan, maka untuk
mendapatkan hasil analisis yang akurat dan presisi, penulis juga akan
menganalisis indeks stabilitas atmosfer menggunakan data udara atas yang
menjadi faktor pendukung terbentuknya awan Cumulonimbus. Penulis juga akan
menganalisis data udara permukaan berupa parameter meteorologi meliputi suhu,
tekanan udara, dan arah serta kecepatan angin, kelembaban, dan curah hujan
untuk melihat perubahan cuaca permukaan pada saat kejadian hujan es di kota
Surabaya. Selanjutnya, untuk mengetahui bahwa pada saat kejadian hujan es
Surabaya mengalami kondisi cuaca buruk, maka penulis akan melakukan
verifikasi dengan menganalisis kondisi cuaca permukaan pada kecamatan terdekat
selain pada titik lokasi hujan es. Dengan melakukan penelitian ini diharapkan
dapat diketahui faktor yang mendukung terjadinya hujan es, serta kondisi sebelum
dan sesudah hujan es terjadi, sehingga dapat dijadikan sebagai informasi kepada
masyarakat apabila nantinya terjadi kondisi yang sama agar lebih waspada
sehingga dapat mengurangi kerugian baik moril maupun materil.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan awan Cumulonimbus sebelum dan setelah terjadi
hujan es jika ditinjau dari citra satelit Himawari-8?.
2. Bagaimana kondisi stabilitas atmosfer dan cuaca permukaan sebelum dan
setelah terjadi hujan es?

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dibatasi dengan kejadian hujan es di kota Surabaya pada 21
Februari 2022.

3
2. Wilayah penelitian yang dianalisis adalah wilayah Surabaya dengan
koordinat 07˚ 12‟ - 07˚ 21‟ Lintang Selatan dan 112˚ 36‟ - 112˚ 54‟ Bujur
Timur.
3. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data satelit Himawari-8,
data Automatic Weather Station (AWS) dan data Radiosonde.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis perkembangan awan Cumulonimbus sebelum dan
setelah terjadi hujan es.
2. Untuk mengetahui kondisi atmosfer dan cuaca permukaan sebelum dan
setelah terjadi hujan es.

1.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis awal penelitian ini adalah pada saat kejadian hujan es di kota Surabaya
pertumbuhan awan Cumulonimbus (Cb) terjadi cukup signifikan ditinjau
menggunakan data citra satelit Himawari-8, dan didukung dengan labilnya kondisi
atmosfer serta kondisi cuaca permukaan yang cukup lembab membuat banyak uap
air terbentuk. Saat hujan es berlangsung kondisi awan Cumulonimbus yang
teramati melalui citra satelit Himawari-8 mempunyai suhu puncak awan hingga -
65˚C, dan akan terus menurun apabila aktivitas konvektif semakin kuat.

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat akademis dari penelitian ini adalah mengimplementasikan
pengetahuan dan informasi ilmu meteorologi dalam menganalisis kejadian
Hujan Es.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat terus dikembangkan
sehingga memungkinkan untuk dilakukan mitigasi sehingga dapat
meminimalisir kerugian baik moril maupun materil.

4
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN, menjelaskan tentang latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
2. BAB II DASAR TEORI, tinjauan pustaka dan landasan teori yang
digunakan pada penelitian kali ini.
3. BAB III DATA DAN METODE, berisi waktu dan tempat penelitian, jenis
penelitian, data penelitian, alat penelitian, pengolahan data, dan diagram alir
penelitian.
4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, memaparkan secara rinci hasil dari
pengolahan data, analisis, dan pembahasan penelitian.
5. BAB V PENUTUP, berisi kesimpulan dan saran dari hasil analisis
penelitian.
6. DAFTAR PUSTAKA, berisi sumber yang menjadi acuan dan pendukung
dalam penelitian ini.tematika Penulisan.

Anda mungkin juga menyukai