net/publication/353039268
CITATION READS
1 419
2 authors, including:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Muhammad Arif Munandar on 07 July 2021.
1. Pendahuluan
Cumulonimbus (CB) adalah awan berbentuk gumpalan yang menjulang tinggi dan
tidak memiliki batas puncak awan yang jelas (berserat). CB dapat menghasilkan
hujan deras tiba-tiba (shower) yang disertai badai guruh (Thunderstorm) bahkan
butiran es (hailstone) [3]. Presipitasi (endapan) dapat berupa air cair (hujan)
maupun air padat (es) .Kondensasi uap air terjadi dalam bentuk air. Namun ketika
awan melewati freezing level yaitu lapisan dengan suhu dibawah 0°C, kandungan
dalam awan merupakan campuran air dengan tetes air kelewat dingin. Ketika
*
email : nikadktrisnadewi@gmail.com
22
23
Ni Kadek Trisna Dewi dkk
awan mulai mencapai suhu dibawah -40°C, maka mulai terbentuk kristal es dari
tetes air kelewat dingin yang secara spontan membeku.
Pada kamis, 12 Januari 2017 tejadi hujan lebat yang disertai dengan butir es di
wilayah Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur. Meski tidak menimbulkan kerusakan
signifikan namun hujan es termasuk fenomena ekstrem yang jarang terjadi di
wilayah Indonesia. Hujan ekstrem yang dibarengi dengan hujan es umumnya
terbentuk pada awan CB yang memiliki updraft yang sangat kuat, memiliki
kandungan air yang banyak, puncak awan yang tinggi, butir air yang besar dan
sejumlah besar bagian awan berada diatas freezing level[1]. Hujan es biasanya
sering terjadi pada wilayah ekstratropis karena memiliki freezing level yang lebih
rendah, dibandingkan dengan wilayah tropis [2].Meski sering terbentuk CB di
Indonesia, hujan es jarang terjadi karena selain suhu permukaannya yang cukup
hangat, wilayah Indonesia memiliki freezing level yang relatif lebih tinggi
sehingga es yang jatuh dari awan seringkali mencair sebelum mencapai
permukaan.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah analisis kondisi atmosfer dengan menggunakan
data sebagai berikut:
Data satelit yang digunakan adalah data satelit Himawari 8 kanal IR (Inframerah)
yang ditampilkan dengan aplikasi SATAID GMSLPD. Kanal IR menggunakan
radiasi gelombang panjang yang dikeluarkan bumi setiap saat yang dinyatakan
sebagai brightness temperature Prinsip ini dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya
tutupan awan di atmosfer, dimana wilayah dengan tutupan awan yang tebal atau
awan tinggi yang dingin akan terlihat lebih cerah karena memiliki suhu yang lebih
rendah.
Data reanalisis yang diambil yaitu berupa data tekanan di permukaan laut, data
angin permukaan serta kelembapan tiap lapisan.Data ini ditampilkan dengan
menggunakan aplikasi GRADS untuk melihat keadaan atmosfer yang mendukung
penyebab jatuhnya hujan es. Data yang telah ditampilkan didukung oleh data suhu
dan tekanan hasil pengamatan permukaan di stasiun meteorologi Juanda pada
tanggal 12 Januari 2017.
Gambar 2, pukul 07.00 UTC suhu puncak awan mencapai suhu -40°C. Suhu
puncak awan terendah mencapai hampir -80°C, mengindikasikan awan konvektif
yang menutupi wilayah Surabaya dan Sidoarjo pada saat itu merupakan awan CB
dengan suhu puncak yang sangat rendah.
Gambar 3. Citra satelit Himawari 8 kanal IR yang sudah di filter sehingga hanya menampilkan
awan dengan suhu puncak kurang dari -32oC
Gambar 4. Kontur tekanan di permukaan laut dan peta arah dan kecepatan angin pukul 06.00
UTC
Umumnya uap air akan terkondensasi dalam kondisi udara jenuh ( RH 100%),
namun dalam kenyataannya hanya sedikit tetes awan yang terkondensasi karena
keadaan jenuh. Hal ini disebabkan oleh aerosol di udara yang bertindak sebagai
26 ISSN : 2477-0477
Gambar 5. Kelembapan relatif vertikal dari data ECMWF yang ditampilkan dengan GRADS
20
T
0
0 3 6 9 12 15 18 21
Gambar 6. Grafik Suhu danTekanan hasil pengamatan meteorologi permukaan dari stasiun
meteorologi Juanda Surabaya pada tanggal 12 Januari 2017
27
Ni Kadek Trisna Dewi dkk
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dengan data satelit Himawari 8 kanal IR menunjukkan
bahwa awan konvektif yang menutupi wilayah Surabaya dan Sidoarjo pada
kejadian hujan es 12 Januari 2017 adalah awan CB dengan suhu puncak yang
hampir mencapai -80° C. Dari analisis data reanalisis tekanan permukaan laut
menunjukkan bahwa massa udara datang dari BBU dengan karakteristik yang
cukup lembap untuk pembentukan awan konvektif. Arah dan kecepatan angin
menunjukkan adanya konvergensi di sekitar Surabaya dan Sidoarjo yang identik
dengan daerah berkumpulnya massa udara. Grafik suhu dan tekanan dari hasil
pengamatan meteorologi permukaan dari stasiun Meteorologi Juanda Surabaya
menunjukkan pola yang berkebalikan. Terjadi kenaikan suhu yang signifikan
sebebelum terjadinya hujan es, kemudian turun secara drastis. Sebaliknya tekanan
mengalami penurunan tiba-tiba sebelum terjadi hujan es.
Daftar Pustaka
1. Dedi Sucahyono S dan Kukuh Rubudiyanto, 2013, Cuaca dan Iklim Ekstrim
Di Indonesia,Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
2. Fadholi, A., 2012,Analisa Kondisi Atmosfer pada Kejadian Cuaca Ekstrem
Hujan Es (Hail). Simetri, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia, 1 (2(D)), hlm. 74-80.
3. Tjasyono, B.H.K., 2007,Mikrofisika Awan, Badan Meteorologi Klimatologi
dan Geofisika, Jakarta