Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

METEOROLOGI

AWAN DAN CURAH HUJAN

NAMA : ARMAN MAULANA


NIM : L011171520 (GENAP)
KELAS : METEOROLOGI A

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi cuaca maupun iklim adalah awan dan
hujan. Dimana kedua faktor ini terdapat hubungan yang sangat erat. Awan yang terdapat
pada atmosfer bumi terbentuk akibat proses kondensasi. Awan terbentuk dan memiliki
ukuran sesuai dengan kekuatan alam yang mendorong kelembapan udara tersebut ke atas
dan temperatur atmosfer. Awan yang mengalami kondensasi akan terbentuk hujan
(Handoko,1993).
Awan adalah kumpulan butiran air dan kristal es yang sangat kecil atau campuran
keduanya dengan konsentrasi berorde 100 per centimeter kubik dan mempunyai radius
sekitar 10 mikrometer. Awan terbentuk jika volume udara lembap mengalami pendinginan
sampai di bawah temperatur titik embunnya. Dalam lapisan atmosfer di atas benua maritim
Indonesia, pendinginan sangat sering disebabkan oleh ekspansi adiabatik udara yang naik
melalui konveksi, orografi dan konvergensi. Jenis awan yang terbentuk disebut awan
konvektif, awan orografik dan awan konvergensi. Pendinginan dapat juga disebabkan oleh
proses radiatif atau percampuran udara yang berbeda temperatur dan kelembapannya
(Tjasyono,2012).
Curah hujan adalah unsur yang sangat penting karena dibutuhkan dalam berbagai
aspek kehidupan mulai dari perencanaan kegiatan pertanian, pengelolaan daerah aliran
sungai (DAS), transportasi, perkebunan, mitigasi, dan peringatan dini bencana alam.
Indonesia memiliki tiga jenis pola hujan, diantaranya yaitu monsun, ekuator, dan lokal
(Tjasyono, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa variabilitas curah hujan di Indonesia sangat
tinggi, baik secara spasial maupun temporal (Hadibasyir,2015).
Pada mata kuliah Meteorologi laut ini kita akan mempelajari bagaimana proses awan
dan bagaimana proses hujan terjadi juga bagaimana hubungan keterkaitan antara awan
dan hujan. Dengan makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang awan dan hujan.

B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah
wawasan tentang Curah hujan dan Awan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Awan Dan Proses Pembentukan Awan


Awan adalah kumpulan titik-titik air atau es yang melayang-layang di udara, terjadi
sebagai hasil kondensasi pada latitude yang tinggi oleh adanya penaikan udara secara
vertikal. Awan juga massa terlihat yang tertarik oleh gravitasi, seperti massa materi dalam
ruang yang disebut awan antar bintang dan nebula. Awan dipelajari dalam ilmu awan atau
fisika awan, suatu cabang meteorology (Tjasyono,2012).
Awan dapat terbentuk jika terjadi kondensasi uap air di atas permukaan bumi. Udara
yang mengalami kenaikan akan mengembang secara adiabatik karena tekanan udara di
atas lebih kecil daripada tekanan di bawah. Partikel-partikel yang disebut dengan aerosol
inilah yang berfungsi sebagai perangkap air dan selanjutnya akan membentuk titik-titik air.
Selanjutnya aerosol ini terangkat ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara terangkat ke
lapisan yang lebih tinggi, maka ia akan mengalami pendinginan dan selanjutnya
mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang mengembun inilah
yang terlihat sebagai awan. Makin banyak udara yang mengembun, makin besar awan
yang terbentuk (Tjasyono,2012).
B. Pengertian Kondensasi Dan Proses Kondensasi
Kondensasi atau nama lainnya dikenal dengan pengembunan adalah proses
perubahan wujud zat dari zat gas menajdi zat cair. Perubahan fisika adalah perubahan zat
yang bersifat sementara, seperti perubahan wujud, bentuk atau ukuran. Perubahan ini tidak
menghasilkan zat baru. Pengembunan atau kondensasi merupakan proses perubahan zat
yang melepaskan kalor/ panas. Kondensasi atau pengembunan ini merupakan lawan dari
penguapan atau evaporasi yang melepaskan panas (Tjasyono,2004).
Proses terjadinya pengembunan atau kondensasi ini adalah saat uap air di udara
melalui permukaan yang lebih dingin dari titik embun uap air, maka uap air ini akan
terkondensasi menjadi titik – titik air atau embun. Proses kondensasi ini dapat dijumpai di
alam sekitar. Proses terbentuknya awan merupakan proses kondensasi. Uap air yang naik
akibat sinar matahari akan terkondensasi di udara, hal ini dikarenakan udara di atas
permukaan bumi lebih rendah dari titik embun uap air. Proses kondensasi inilah yang
menyebabkan terjadinya awan (Tjasyono,2004).
C. Klasifikasi Awan
Awan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan ketinggiannya yaitu :
A. Menurut morfologinya (bentuknya)
1) Awan Commulus
yaitu awan yang bentuknya bergumpal-gumpal dan dasarnya horizontal.
2) Awan Stratus yaitu awan yang tipis dan tersebar luas sehingga dapat menutupi langit
secara merata.
3) Awan Cirrus yaitu awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk
seperti bulu burung. Sering terdapat kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan.
B. Menurut ketinggiannya
1. Awan tinggi ( tingginya antara 6.000-9000 m) karena tingginya selalu terdiri dari
kristal-kristal es.
a. Cirrus (Ci) : Awan putih seperti bulu burung
b. Cirrostratus (Ci-St) : Awan putih merata seperti tabir
c. Cirrocumulus (Cr-Cu) : Seperti sisik ikan
2. Awan sedang (2000 m – 6000 m)
a. Altocumulus (A-Cu) : Awan bergumpal-gumpal lebat
b. Altostratus (A-St) : Awan berlapis-lapis tebal
3. Awan rendah (di bawah 200 m)
a. Stratocumulus (St-Cu) : Awan yang tebal luas dan bergumpal- gumpal
b. Stratus (St) : Awan merata rendah dan berlapis-lapis.
c. Nimbo Stratus (No-St) : Lapisan awan yang luas, sebagian telah merupakan
hujan.
4. Awan yang terjadi karena udara naik, terdapat pada ketinggian 500 m–1500 m
a. Cummulus (Cu) : Awan bergumpal-gumpal, dasarnya rata.
b. Comulo Nimbus (Cu-Ni) : awan yang bergumpal gumpal luas dan sebagian telah
merupakan hujan, sering terjadi angin rIbut.
D. Penyebaran Awan
Keawanan dinyatakan dalam luas total langit yang tertutup awan dalam satuan
perdelapan, persepuluh atau persen. Jika keawanan bernilai 0 maka dikatakan langit cerah
tanpa awan. Jika keawanan 8/8 atau 10/10 atau 100 % maka langit tertutup awan total.
Penyebaran awan biasanya identik dengan penyebaran hujan. Keawanan cukup tinggi
berada dekat equator yang berhubungan dengan konvergensi massa udara dari dua
belahan bumi (ITCZ = inter tropical convergence zone). Keawanan yang sangat rendah
terjadi di sekitar 20º – 30º lintang yg merupakan daerah divergensi karena adanya sel-sel
tekanan tinggi subtropika. Keawanan rata-rata terbesar ditemui sekitar lintang 60º yang
merupakan daerah pertemuan massa udara hangat lembab dari lintang rendah dan udara
dingin dan kering dari kutub.
Variasi keawanan dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1. Di atas daratan
a. Keawanan min : terjadi malam hari ketika udara mulai stabil karena suhu permukaan
bumi
b. Keamanan max : terjadi siang sampai sore hari yg diakibatkan oleh proses konveksi
terutama di daerah tropis
c. Keawanan max sekunder : berasal dari kabut pagi yang naik, sering terjadi di daerah
benua terutama di atas lembah dan danau.
2. Di atas permukaan laut
a. Keawanan max : terjadi pada malam hari pada saat ketidakstabilan meningkat
karena adanya pendinginan (pelepasan energi melalui radiasi) dari puncak awan
b. Keawanan min : terjadi menjelang matahari terbit, pada saat terjadi absorbsi radiasi
langsung oleh lapisan-lapisan udara yang rendah sehingga awan-awan rendah
menghilang (menguap kembali).
E. Pengertian Hujan dan Proses terjadinyan Hujan
Hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan adalah
peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan salah
satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang mudah
diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan
proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan
mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya. Mahasiswa akan belajar tentang
bagaimana proses terjadinya hujan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya,
bagaimana karakteristik hujannya dan mempelajari cara menghitung rata-rata hujan pada
sutau kawasan dengan berbagai model penghitungan rata-rata hujan (Asdak,2007).
Adapun Teori Yang Menjelaskan Terjadinya Hujan yaitu (Asdak,2007) :
1. Teori Kristal Es
teori ini berlaku untuk awan dingin (di bawah 0 derajat) yang terdiri dari kristal es
dan air lewat dingin (air yang suhunya di bawah 0 derajat celcius tetapi belum
membeku). perbedaan tekanan uap di sekitar butir-butir air dan di sekitar partikel es
(eair>e es) mengakibatkan butir-butir air mengembun di sekitar partikelpartikel es.
partikel ini menyebabkan kristal es menjadi besar. jika berat butir hujan ini telah
melampaui daya dorong ke atas maka akan jatuh sebagai hujan. pembentukan hujan
demikian sering terjadi di daerah ekstra tropika atau pada awan cumulus yang tumbuh
menjadi cumulonimbus, dengan puncak awan berada di bawah titik beku.
2. Teori Tumbukan
butir-butir air yang lebih besar mempunyai kecepatan jatuh yang lebih besar dari
butir-butir yang lebih kecil. tumbukan antar butir yang disertai penyatuan menyebabkan
butir bertambah besar dan berat sehingga mampu melawan daya angkat udara dan
jatuh sebagai hujan. laju pertumbuhan awan melalui proses tumbukan dan penyatuan
ini lebih besar dari laju pertumbuhan dengan kondensasi. proses ini tidak hanya terjadi
di daerah tropika, tetapi juga di lintang menengah dengan hadirnya udara tropis di musim
panas.
F. Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan
Adapun Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan yaitu (Handoko,1993) :
1. Factor Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah
garis lintang semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah lintang
rendah suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi
inilah yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian
akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
2. Faktor Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang
diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah
suhunya akan semakin tinggi.
3. Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.
4. Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin
jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.
5. Hubungan dengan deretan pegunungan, banyak yang bertanya, “kenapa di daerah
pegunungan sering terjadi hujan?” hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin
menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai
ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh
diatas pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi
tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik contohnya di
Indonesia adalah angin Brubu.
6. Faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu
antara keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.
7. Faktor luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil,
karena perjalanan uap air juga akan panjang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
 Awan adalah kumpulan titik-titik air atau es yang melayang-layang di udara, terjadi
sebagai hasil kondensasi pada latitude yang tinggi oleh adanya penaikan udara
secara vertikal.
 Awan dapat terbentuk jika terjadi kondensasi uap air di atas permukaan bumi. Udara
yang mengalami kenaikan akan mengembang secara adiabatik karena tekanan
udara di atas lebih kecil daripada tekanan di bawah, selanjutnya akan membentuk
titik-titik air. Selanjutnya aerosol ini terangkat ke atmosfer, dan bila sejumlah besar
udara terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, lalu mengalami pendinginan dan
selanjutnya mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang
mengembun inilah yang terlihat sebagai awan.
 Hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting. Hujan adalah
peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan merupakan
salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor pengontrol yang
mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS).
 Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan yaitu faktor garis lintang, faktor ketinggian
tempat, dari sumber air (penguapan), arah angin, hubungan dengan deretan
pegunungan, faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, faktor luas daratan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.cuacajateng.com/pembentukanawan.html. (Diakses tanggal 28 November
2012)
http://arisyazhi.blogspot.com/2010/12/pembentukan-hujan.html (Diakses tanggal 28
November 2012) :
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2117917-pengembunan-
ataukondensasi/#ixzz2DajYgsJN (Diakses tanggal 28 November 2012)
http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=114 (Diakses tanggal 28 November 2012) .
Hart, John.2009. Acid rain. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.

Asdak, chay.2007.hidrologi dan pengelolaan DAS.Yogyakarta:Gadjah Mada University


Chai, asdak.1995.Daur hidrologi dan ekosistem DAS.Yogyakarta.Gadjah Mada University
Press
Handoko.1993.Klimatologi Dasar.Bogor: Pustaka Jaya Musfil A.S. 2008. Isu Lingkungan
Global. Diktat PLI. Surabaya: Teknik Kimia ITS, Suyono, Sudarsono. Dan Kensaku.
Hadibasyir, 2015 . Pemanfaatan Citra Mtsat-2r, Trmm-2a12, Dan Aster Gdem-2 Untuk
Estimasi Curah Hujan Di Jawa Bagian Tengah. Universitas Gadjah Mada
Takeda,2006.Hidrologi untuk pengairan.PT.Jakarta: Pradnya Paramita.
Tjasyono, 2012. Mikrofisika Awan Dan Hujan. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika
Tjasyono, Bayong. 2004.Klimatologi. Cetakan Ke-2.IPB Press. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai