Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

ACARA VI
“KEAWANAN”

Disusun oleh :
Nama : Lilis Sidabariba
Npm : E1D021063
Tanggal : 30 Maret 2023
Shift : A2
Dosen : Prof. Dr. Ir. Priyono Prawito , M.Sc.
Co-ass : Muhammad Nur Alif (E1F019023)
Rizki Hadi Wijaya (E1F019038)

LABORATORIUM ILMU TANAH


PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara alamiah cahaya matahari (radiasi gelombang pendek) yang menyentuh
permukaan bumi akan berubah menjadi panas dan menghangatkan bumi . Sebagian dari
panas ini akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa luar sebagai radiasi
infra merah gelombang panjang . Sebagian panas sinar matahari yang dipantulkan itu
akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi (Pratama,2019).Bumi
merupakan salah satu planet yang ada di tata surya yang memiliki selubung yang berlapis-
lapis. Selubung bumi tersebut berupa lapisan udara yang sering disebut dengan atmosfer.
Atmosfer terdiri atas bermacam-macam unsur gas dan di dalamnya terjadi proses
pembentukan dan perubahan cuaca dan iklim. Atmosfer melindungi manusia dari sinar
matahari yang berlebihan dan meteor-meteor yang ada. Adanya atmosfer bumi
memperkecil perbedaan temperatur siang dan malam. Gejala yang terjadi di atmosfer
sangat banyak dan beragam. Pada lapisan bawah angin berhembus, angin terbentuk, hujan
dan salju jatuh, dan terjadilah musim panas dan musim dingin. Atmosfer bumi merupakan
selubung gas yang menyelimuti permukaan padat dan cair pada bumi (kristianto,2018).
Dalam atmosfer (lautan udara) senantiasa dapat uap air, kadar uap air dalam udara
disebut kelembaban udara, kadar ini selalu berubah-ubah tergantung pada temperatur
udra setempat. Kelembaban udara adalah kadar uap air dalam udara tersebut. Semakin
rendah kadar uap air dalam udara, maka udara akan semakin kering. Suhu dan
kelembaban adalah komponen iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan
berkaitan dengan lingkungan yang optimal bagi tanaman sehingga suhu dan kelembaban
saling berkaitan satu sama lain (Cahyono, 2018).
Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda pengertian,
khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan
dengan penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat pada suatu lokasi dan
suatu waktu, sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan yang merupakan kumpulan
dari kondisi cuaca, yang kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi
cuaca dan waktu tertentu .Angin adalah udara yang bergerak pada suatu medium,
misalnya fenomena keseharian yang selalu dirasakan. Gerakan udara mendatar atau
sejajar dengan permukaan bumi akan terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara
antara satu tempat dengan tempat yang lain (Priyahita,2019).
Awan adalah kumpulan titik-titik air dan atau es yang melayang-layang di atmosfer
sebagai hasil proses kondensasi yang terdapat pada ketinggian tertentu yang disebabkan
karena naiknya udara secara vertikal karena proses pendinginan udara secara adiabatik di
atmosfer. Awan bersifat mengabsorsi dan merefleksikan radisi surya dan radiasi dari
bumi dapat memanaskan atau mendinginkan suhu udara. Bentuk awan dengan
karateristiknya juga mencerminkan potensi hujan disuatu daerah dipermukaan
bumi. (Ahrens, 2021).
Awan merupakan penghalang pancaran sinar matahari ke bumi. Jika suatu daerah
terjadi awan (mendung) maka panas yang diterima bumi relatif sedikit, hal ini disebabkan
sinar matahari tertutup oleh awan dan kemampuan awan menyerap panas matahari.
Permukaan daratan lebih cepat menerima panas dan cepat pula melepaskan panas,
sedangkan permukaan lautan lebih lambat menerima panas dan lambat pula melepaskan
panas. Apabila udara pada siang hari diselimuti oleh awan, maka temperatur udara pada
malam hari akan semakin dingin (Samadi, 2018).
Awan adalah gumpalan air atau es yang mengambang atau melayang-layang di udara,
terbentuk akibat kondensasi. Udara selalu mengandung uap air, ketika uap air ini berubah
menjadi setetes air, maka terbentuklah awan. Hujan merupakan faktor fisik lingkungan
yang paling beragam baik dari segi waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan
faktor penentu dan pembatas kegiatan pertanian pada umumnya, sehingga ada klasifikasi
gas Iklim untuk wilayah Indonesia (biasanya Asia Tenggara) dikembangkan dengan
menggunakan curah hujan sebagai kriteria (Tjasyono dan Harijono, 2019).Awan juga
dijelaskan sebagai kumpulan partikel air atau es yang tampak di atmosfer. Kumpulan
partikel tersebut termasuk partikel yang lebih besar, juga partikel kering seperti terdapat
pada atap atau debu, juga terdapat di dalam awan (Prawirowardoyo, 2021). Awan
bertindak sebagai perwujudan uap air (fasa gas) menjadi frasa air (fasa gas).
1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum acara 6 tentang keawanan kali ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui macam-macam bentuk awan
2. Untuk memberikan pengertian tentang kemungkinan terjadinya hujan dengan
melihat kondisi cuaca beberapa waktu sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Awan adalah kumpulan tetes air atau kristal es yang mengendap di atmosfer. Awan
merupakan benda langit berwarna putih dan juga hitam yang sering dikaitkan dengan
kemunculan hujan. Awan sendiri pada dasarnya merupakan kumpulan dari Kristal Kristal
beku atau tetesan air yang berkumpul menjadi satu pada atmosfer bumi. Awan yang
berada pada langit dan atmosfer bumi tidak terbentuk begitu saja. Terdapat proses
panjang yang membentuk awan, yang sering kita kenal dengan siklus air. Awan terbentuk
sebagai hasil pendinginan (kondensasi atau sublimasi) dari massa udara basah yang
sedang bergerak ke atas. Proses pendinginan terjadi karena menurunnya suhu udara
tersebut secara adiabatis atau mengalami pencampuran dengan udara dingin yang sedang
bergerak ke arah horizontal (adveksi). Butir-butir debu atau kristal es yang melayang-
layang dilapisan troposfer dapat berfungsi sebagai inti-inti kondensasi dan sublimasi yang
dapat mempercepat proses pendinginan (Prawito, Priyono, 2018).
Awan yang terbentuk tidak bisa dilepaskan dari prses kondensasi yaitu proses
perubahan uap air menjadi butir butir air atau kristal es, pendinginan udara merupakan
sebab dari terjadinya kondensasi. Jika udara mengalami pendinginan maka kapasitasnya
untuk menampung uap air menurun dan paada suatu titik penurunan suhu udara ini
menyebabkan udara kenyang atau jenuh (RH = 100%). Suhu pada saat kenyang disebut
suhu titik embun (Rogers, 2019)
Jika suhu udara turun hingga di bawah titik embun maka udara tidak mampu
menampung uap air keluar sebagai titik air dan atau es.Jadi pengembunan sangat
ditentukan oleh RH dan suhu. Jika RH tinggi diperlukan sedikit penurunan suhu hingga
terjadi penurunan suhu hingga terjadi pengembunan, sebaliknya RH rendah diperlukan
banyak penurunan suhu udara untuk terjadinya pengembunan (Kartasapoetra, 2018)
Bentuk awan dengan kharateristiknya juga mencerminkan potensi hujan disuatu
daerah di permukaan bumi. Dalam proses pembentukan awan tidak terlepas dari proses
kondensasi yaitu perubahan dari uap air menjadi butir-butir atau es, dan kondensasi ini
terjadi karena pendinginan udara. Jika udara mengalami pendinginan maka kapasitasnya
untuk menampung uap air menurun dan paada suatu titik penurunan suhu udara ini
menyebabkan udara kenyang atau jenuh (RH = 100%). pengembunan sangat ditentukan
oleh RH dan suhu. Jika RH tinggi diperlukan sedikit penurunan suhu hingga terjadi
penurunan suhu hingga terjadi pengembunan, sebaliknya RH rendah diperlukan banyak
penurunan suhu udara untuk terjadinya pengembunan (WMO, 2019)
Proses pendinginan terjadi karena udara terdorong ke atas sampai atmosfir,
dimana suhunya lebih rendah dibandingkan permukaan. Seiring dengan kenaikan udara
panas di ketinggian, tekanan udarapun berkurang. Kondisi ini menyebabkan udara yang
mengandung uap air menyebar dan mengalami pendinginan (Hasan .U.M, 2018).
Apabila awan telah terbentuk, titik-titik air dalam awan akan menjadi semakin
besar dan awan itu akan menjadi semakin berat, dan perlahan-lahan daya tarikan bumi
menariknya ke bawah. Hinggalah sampai satu peringkat titik-titk itu akan terus jatuh ke
bawah dan turunlah hujan. (Daldjuni, 2019).
Awan menyerap dan memantulkan radiasi dari matahari dan radiasi dari bumi karena
dapat menghangatkan atau mendinginkan suhu udara. Bentuk awan dengan sifat-sifatnya
juga mencerminkan kemungkinan terjadinya hujan di wilayah bumi. Awan adalah
kumpulan uap air yang tersuspensi di atmosfer. Sepertinya asap putih atau abu-abu di
langit (Dyatmika, 2019). Awan terbentuk karena adanya penguapan, akan tetapi tidak
semua awan yang terbentuk akan menjadi hujan. Awan dapat menjadi lebih besar dan
tebal. Tetapi bisa juga sebaliknya, ada awan yang mengecil dan musnah setelah beberapa
waktu. Awan sifatnya tidak tetap, awan akan bergerak kemana saja seiring dengan
pergerakan angin. Karenan pengaruh angin maka terbentuklah jenis-jenis awan menerut
bentuk yang diciptakan oleh angin. (Pertiwi, 2018).
Beberapa penyebab terjadinya awan adalah:
1. Jumlah inti-inti kondensasi pada ruang basah yang cukup banyak.
2. Terjadinya peningkatan kelembaban relatif dengan disertai banyak inti – inti
kondensasi atau sublimasi.
3. Akibat terjadinya pendinginan (Anita, 2019).
Klasifikasi awan dibagi dalam 4 famili yaitu : a) Awan Rendah (< 2000mdpl/7000
kaki) ; terdiri dari Stratus, Stratokumulus, dan Nimbostratus, serta Kabut termasuk dalam
klasifikasi ini, b) Awan Menengah (2000-6000 mdpl) ;terdiri dari Altokumlus dan
Altostratus, c) Awan Tinggi (> 6000 mdpl/20.000kaki) ; terdiri dari awan Cirrus (Ci),
Cirrostratus, dan Cirrokumulus, dan d)5. Awan yang berkembang vertikal ; Cumulus dan
Cumulonimbus (Takeda, 2018).
Awan konvektif jenis cumulonimbus merupakan salah satu penyebab benncana
banjir lokal yang terjadi di indonesia. Curah hujan dari jenis awan konvektif terjadi
setelah insolasi maksimum biasanya setelah pukul 12.00 waktu lokal (Nababan, 2018).
Proses estiminasi curah hujan berdasarkan suhu puncak akan membutuhkan penentuan
suhu thersold awan hujan. Permasalahan yang sering muncul dan berbagai metode
estiminasi curah adalah masalah penentukan daerah awan yang berpotensi hujan. Suhu
thersold awan adalah salah satu bagian penting yang harus diperhitungan dalam
estiminasi curah hujan berbasis dengan data satelit ( Qadrita, 2021).
Awan Cumulonimbus (Cb) adalah awan yang menimbulkan hujan dengan kilat
guntur. Awan ini mmiliki volume yang besar posisi yang rendah dengan puncak yang
tinggi sebagai menara atau gunung dan puncaknya melebar, sehingga merupakan awan
tebal. Cumulonimbus merupakan jenis awan yang menghasilkan kilat/halilintar, guntur,
mengandung hujan air dan hujan batu es, berangin kencang, serta berangin taufan
(tornadoes) (Mustokweni, 2018).
Sifat awan mengabsorpsi dan merefleksi radiasi matahari dan radiasi yang terpancar
dari bumi karena bisa memanaskan dan mendinginkan suhu udara. Potensi hujan yang
terjadi bisa dilihat dari bagaimana bentuk dan karakteristik dari awan di suatu daerah.
Jika terdapat awan yang bertemu dengan udara panas dan menyebabkannya menjadi uap
air yang dapat hilang kemudian diterbangkan angin ke segala arah, maka tidak semua
awan akan berubah menjadi hujan (Kholiviana, 2022).
Radar cuaca memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi kondisi hydrometeor
(Gunawan dkk., 2014). Kajian menggunakan radar cuaca menunjukan bahwa instrumen
ini mampu mengidentifikasi nilai reflectivity pada tahap perkembangan yang dimiliki
oleh awan penyebab hujan (Habib dkk., 2019 dan Prasetyo dkk., 2019). Estimasi
presipitasi secara kuantitatif (QPE) dihitung melalui hubungan reflectivity-rain rate radar
(Z-R) (Paski & Permana, 2018). Radar cuaca digunakan untuk menutupi kekurangan
pengukuran karena ketebatasan jumlah alat pengukur curah hujan. Produk pada radar
cuaca menghasilkan data reflectivity (Z), sehingga untuk mendapatkan data estimasi
curah hujan diperlukan pengolahan dengan hubungan reflectivity (Z) dan rain rate (R)
atau hubungan Z-R yang dapat berbeda pada setiap kondisi. Penelitian mengenai estimasi
curah hujan dengan radar cuaca di Pangkalan Bun menyatakan bahwa CMAX merupakan
produk yang paling representatif dalam estimasi curah hujan sedangkan untuk
penggunaan hubungan Z-R produk SRI Rosenfeld (Putri, 2020).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
Adapun bahan dan alat dari praktikum kali ini yaitu sebagai berikut :
1) Termometer dan hygrometer
2) Anemometer dan windvan
3) Barometer
3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum dilaksanakan di tempat tinggal masing-masing.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari praktikum acara 1 kali ini yaitu sebagai berikut :
a) Amati keadaan keawanan sejak pagi hari mulai matahari terbit hingga hampir
terbenam
b) Selain pembentukan keawanan tersebut unsur-unsur lain diamati yaitu jarak
pandang, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara dan arah serta kecepatan
angin
c) Pengamatan unsur-unsur dilakukan setiap dua jam sekali
d) Pengamatn dilakukan secara indiviu
e) Catat apabila terjadi hujan. Perkirakan berapa luas dan lamanya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dalam praktikum agroklimatologi
tentang keawanan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat macam-macam awan yaitu terdiri dari 4 bentuk utama yaitu cirrus,
Stratocumulus, Cirrocumulus dan Nimbostratus.
2. Peluang hujan pada saat hari cerah dan tingginya penguapan dan pengembunan
dapat menyebabkan awan cepat terbentuk, awan yang dapat turun hujan pada saat
gelap karena kandungan air yang tinggi, awan yang biasanya menimbulkan hujan
adalah stratus, cumulus, dan lainnya.
5.2 Saran
Dalam praktikum yang telah dilakukan, sebaiknya praktikan lebih teliti dalam
melakukan pengamatan,agar praktikan dapat memhami materi yang akan diberikan dan
mampu menerapkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2019. Proses Pembentukan Awan. http://ilmuklimat.com/2009/12/01/proses-
pembentukan-awan/. 1 April 2023.
Ahrens. 2021. Metereologi Today; An Introduction to Weather, Climate, And the
Enviroment. Thomson Brooks/Cole: USA
Cahyono, T. (2018). Penyehatan Udara. Program Studi Agroekoteknologi. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Daldjuni. 2019. Pokok- Pokok Klimatologi. Bandung : Penerbit Alumni
Dyatmika, H. S. (2019). Deteksi Awan dalam Citra SPOT-05. Teknologi dan Data
pengindraan Jauh.
Hasan .U.M. 2018. Dasar–dasar Meterologi Pertanian.Pt.soeroengan.Jakarta.
Kartasapoetra. 2018. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan Tanaman Edisi
Revisi. Bumi Aksara : Jakarta.
Kholiviana. P.A; Yayat R; Asep s. Analisis Vertical Wind Shear pada Pertumbuhan Awan
Cumulonimbus di Wilayah Kabupaten Tanggerang. Jurnal Homepage. Vol. 02
No. 01.
Kristianto Aries , Annisa Puspa Rani. 2018. Kaitan ketingggian lap lupisan butisan batas
atmosfer dengan kondisi cuaca berdasarkan profil angin vertikal berbasis
pengamatan radisonde radar cuaca dan keluaran model WRF-ARW. Jurnal
Meteorologi, Klimatologi, Dan Geofisika Vol 5 No. 1.
Mustokoweni. 2018. Pendugaan Curah Hujan Berdasarkan Data Keawanan Satelit
Lingkungan-Cuaca. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Pertiwi, B. D. (2018). Analisis Karakteristik Awan Cumulonimbus Menggunakan Citra
Satelit Dan Data Cuaca Permukaan Wilayah Banyuwangi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Pratama Riza. 2019 . Efek Rumah Kaca Terhadap Bumi.Jurnal Buletin Utama Teknik Vol
14, No 2.
Prawirowardoyo, S. 2021. Meteorologi. ITB. Bandung. Hal.226
Prawito, Priyono. 2018. Penuntun Praktikum Agroklimatologi Laboratorium
Agroklimatologi Fakultas Pertanian. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Priyahita Wandira Fiyka , dkk . 2019. Analisis Taman Alat Cuaca Kota Bandung Dan
Sumedang Menggunakan Satelit Terra Berbasis Python. ALHAZEN Journal
of Physics Vol. II No. 2.
Putri. M; Nelly H. 2020. Kajian Kondisi Atmosfer Dan Rekonstruksi Hujan Pada
Kejadian Banjir di Lamandau Menggunakan Radar Cuaca Doppler C-Band.
Jurnal Fisika. Vol. 10 No. 2
Qadrita, loly. 2021. Penentuan suhu thershold hujan di wilayah indonesia berdasarkan
data satelit MISAT dan TRMM. Jurnal sains dirgantara. 10(2):82.
Rogers. 2019. A Short course In Cloud Physic. 2nd ed. Pergamn Press. Oxford Samadi.
Sumardjo. 2021. Identifikasi Awan Melalui Citra Satelit Cuaca. Jakarta:LAPAN
Takeda,Kensaku. 2018. Hidrologi Pertanian,PT.Pratya Utama,Bogor.
Tjasyono HK, B., & Harijono, S. W. (2019). Meteorologi Indonesia Dalam Awan dan
hujan monsun. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
WMO. 2019. Compendium of Meteorology.Volume 1 part 2-Physical Meteorology
WMO-No.364. Geneva.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Awan Stratocumulus (07.00 AM) Awan Stratocumulus (09.00 AM)

Awan Cirrocumulus (Cc) (11.00 Awan cirrus (Ci) (01.00 PM)

AM)

Awan Nimbostratus (03.00 PM) Awan Nimbostratus (05.00 PM)

Awan Nimbostratus (07.00 PM)


Awan Stratocumulus (07.00 AM) Awan Stratocumulus (09.00 AM)

Awan Cirrocumulus (Cc) (11.00 Awan cirrus (Ci) (01.00 PM)

AM)

Awan Nimbostratus (03.00 PM) Awan Nimbostratus (05.00 PM)

Awan Nimbostratus (07.00 PM)

Anda mungkin juga menyukai