ISBN : 978–602–60606–3–1
ABSTRAK
Memasuki musim transisi, seringkali sebagian wilayah di Indonesia mengalami kondisi cuaca ekstrim. Salah
satunya adalah kejadian hujan es disertai petir dan angin kencang pada tanggal 23 September 2020 di
sebagian wilayah kota Bogor, Jawa Barat. Fenomena tersebut terjadi sekitar pukul 17.00-17.45 WIB (10.00-
10.45 UTC). Penelitian ini mengkaji beberapa parameter cuaca untuk mengetahui proses dinamika atmosfer
yang terjadi saat terjadinya fenomena hujan es tersebut. Data yang digunakan adalah data observasi
permukaan AWS IPB Baranangsiang, data pemodelan (ECMWF) dan data penginderaan jarak jauh (citra
satelit Himawari-8). Data yang telah diolah, kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dari segi temporal
dan spasial. Identifikasi citra satelit menunjukkan bahwa terjadi perubahan suhu puncak awan secara
signifikan menjadi sangat rendah dari satu jam sebelum kejadian dan terlihat ada tutupan awan
cumulonimbus pada saat kejadian. Hasil analisis data, baik data pemodelan maupun data penginderaan jarak
jauh, secara keseluruhan merepresentasikan dengan baik terhadap fenomena hujan es pada saat kejadian.
ABSTRACT
Entering the transition season, extreme weather phenomenon often occur in parts of Indonesia. One
phenomenon that occurs is the phenomenon of a hail accompanied by lightning and strong winds on
September 23, 2020 in parts of the city of Bogor, West Java. This phenomenon occurs around 17.00-17.45
WIB (10.00-10.45 UTC. This research was conducted to examine the atmospheric several weather
parameters to determine the dynamic processes of the atmosphere that occur during the hail phenomenon.
The data used in this study were surface observation data from AWS IPB Baranngsiang, modeling data
(ECMWF) and remote sensing data (Himawari-8 satellite imagery). The data that has been processed, then
conducted temporal and spatial analysis descriptively. The identification of satellite imagery shows that there
was a significant change in the temperature of the cloud tops to be very low from one hour before the
incident and that there was a cumulonimbus cloud cover at the time of the incident. The results of data
analysis, both modeling data and remote sensing data, as a whole represent well the hail phenomenon at the
time of the incident.
hujan es sebenarnya bukan fenomena cuaca laut lebih hangat dari kondisi rata-ratanya atau
yang baru di Indonesia, namun intensitasnya normalnya, sehingga mengakibatkan peluang
masih kurang. Hujan es bersifat lokal, tidak terbentuknya awan di sekitar Pulau Jawa
merata, terjadi sangat mendadak, dan sulit semakin besar (Wicaksono, 2018).
diperkirakan (Fadholi, 2012 dalam Kristianto,
2018). Analisis Data Observasi Permukaan
Analisis suatu kejadian fenomena
cuaca ekstrem perlu dilakukan sebagai langkah
awal dalam memprediksi cuaca ekstrem
tersebut kedepannya, sehingga dapat
mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan
(Kristianto, 2018). Oleh karena itu, kejadian
hujan es di sebagian kota dan kabupaten Bogor
perlu dilakukan analisis kondisi dinamika
atmosfernya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data
observasi permukaan dari AWS (Automatic
Weather System) IPB Baranangsiang, data
pemodelan reanalisis ERA5 ECMWF, dan data
citra satelit Himawari-8 kanal IR. Daerah yang
diteliti adalah kota Bogor, dengan titik
koordinat -6.551776 LS dan 106.62913 BT.
Data yang digunakan antara lain, data
anomali suhu permukaan laut, data observasi
permukaan (suhu, RH (Relative Humidity), dan
tekanan permukaan), data pemodelan ECMWF
(RH (Relative Humidity) dan vortisitas), dan
data satelit Himawari8.
Data tersebut kemudian diolah
menggunakan aplikasi spreadsheet, GrADS,
dan SATAID kemudian dilakukan analisis
secara deskriptif dari segi temporal dan spasial.
tekanan udara menunjukkan pola yang karena pada awan tersebut uap air sudah
berkesinambungan. Dalam artian bahwa berubah fase menjadi kristal es akibat dari
tekanan udara menurun dari pukul 03 UTC kondensasi.
sampai titik minimum pada pukul 07 UTC Vortisitas didefinisikan sebagai
(978,4 mb), kemudian secara konstan naik banyaknya vektor kecepatan yang berotasi
sampai pukul 12 UTC (981,6 mb). disekitar suatu titik (Seto, 2000). Secara
Suhu udara yang hangat mendukung keseluruhan, terlihat bahwa vortisitas bernilai
proses konveksi kuat terjadinya pertumbuhan positif dan nilai maksimal terdapat pada daerah
awan. Hal ini juga didukung dengan parameter kotak hitam (lebih dari 0.00008). Hal tersebut
tekanan udara yang bernilai rendah, sehingga mengindikasikan terjadinya divergensi massa
menyebabkan massa udara masuk atau udara akibat dari proses downdraft. Ini sesuai
berkonvergensi. dengan penelitian sebelumnya oleh Panski, dkk
(2017) bahwa partikel es turun diakibatkan
Analisis Data Pemodelan ECMWF downdraft dan efek gravitasi.
Gambar 5. Kontur tutupan suhu puncak awan Tabel 1. Interval Indeks Stabilitas Atmosfer
untuk Wilayah Tropis.
Indeks Lemah Moderat Kuat
TT Indeks <42 42-46 >46
K Indeks <29 29-37 >37
SWEAT <135 135-239 >239
CAPE <1000 1000-2500 >2500
Berdasarkan tabel diatas, nilai CAPE Hadiansyah, Rifky dkk. (2018). Kajian Kondisi
sebesar 1102 J/Kg termasuk dalam konveksi Atmosfer saat Kejadian Hujan Ekstrem di
sedang sehingga cukup untuk membentuk suatu Padang Sumatera Barat (Studi Kasus
sistem konvektif di area terjadinya hujan es. K Tanggal 14 Februari 2018). Prosiding
indeks bernilai 29.1 termasuk dalam konveksi SNFA (Seminar Nasional Fisika dan
sedang, sehingga potensi terjadinya badai Aplikasinya). 246-257
guntur berkisar antara 60-80%. Nilai SWEAT
232 menunjukkan potensi terjadinya cuaca Nugroho, A D dan Ahmad Fadlan. (2018).
buruk dengan tingkat sedang, sedangkan nilai Analisis Kejadian Hujan Es Berdasarkan
TT Indeks sebesar 46.3 mengindikasikan Kondisi Atmosfer Dan Citra Satelit
bahwa terdapat potensi kuat terjadinya cuaca Himawari-8 (Studi Kasus: Magelang, 24
buruk (Wirjohamidjojo, 2013). Januari 2018). Jurnal Ilmu dan Inovasi
Fisika, Vol. 2 (2), 80-87
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data yang telah Nugroho, dkk. (2019). Analisis Keadaan
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semua Atmosfer Kejadian Hujan Es
parameter menginterpretasikan dengan baik Menggunakan Citra Radar Doppler C-
terhadap kondisi atmosfer yang sebenarnya. Band dan Citra Satelit Himawari 8 (Studi
Dimana anomali suhu permukaan laut bernilai Kasus: Jakarta, 22 November 20118).
positif (0.4 sampai 1.6), sehingga menguatkan Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-
potensi terbentuknya awan konvektif. Nilai RH 6, 183-194.
lebih dari 70% menandakan udara tersebut
basah karena mengandung banyak uap air. Paski, dkk. (2017). Analisis Dinamika
Vortisitas bernilai positif mengindikasikan Atmosfer Kejadian Hujan Es
terjadinya divergensi massa udara akibat dari Memanfaatkan Citra Radar dan Satelit
proses downdraft pada saat kejadian hujan es. Himawari-8 (Studi Kasus: Tanggal 3 Mei
Citra satelit kanal IR1 dan Visibel 2017 di Kota Bandung). Seminar Nasional
menunjukkan adanya tutupan awan konvektif Penginderaan Jauh ke-4, 371-381
pada saat kejadian. Time series suhu puncak
awan berubah secara signifikan dalam waktu Seto, Tri Handoko. (2000). Mengapa Hanya
singkat menandakan adanya proses updraft Sedikit Awan Konvektif yang Tumbuh di
yang kuat. Indeks stabilitas atmosfer dari model atas Daerah Bandung pada Periode 10
numerik GSM menunjukkan data stabilitas Desember 1999 S.D 04 Januari 2000?.
udara yang cukup labil sehingga menguatkan Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi
potensi pertumbuhan awan konvektif dan Cuaca, Vol. 1 (1), 61-66
terjadinya cuaca buruk.
Wicaksono, dkk. (2018). Analisis Hujan Es Di
DAFTAR PUSTAKA Kota Lubuklinggau Dengan
BMKG. (2010). Peraturan Kepala Badan Memanfaatkan Data Citra Satelit
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Himawari-8 Dan Radiosonde. Prosiding
(KBMKG) Nomor KEP.009 tahun 2010 SNFA, 130-140.
tentang Prosedur Standar Operasional
Pelaksanaan Peringatan Dini, Wirjohamidjojo, Soerjadi dan Yunus Subagyo
Pelaporan, dan Diseminasi Informasi Swarinoto. (2013). Meteorologi Sinoptik
Cuaca Ekstrim. Halaman 3, Jakarta : Analisis dan Penaksiran Hasil Analisis
BMKG. Cuaca Sinoptik. BMKG
Budiarti, M., M. Muslim, dan Y. Ilhamsyah. Flora, Maria. (2020). Fakta Hujan Es Terjang
(2012). Studi Indeks Stabilitas Udara Bogor dan Cianjur hingga Penjelasan
Terhadap Prediksi Kejadian Badai Guntur BMKG. Diakses pada 2 Oktober, dari
di Wilayah Stamet Cengkareng Banten. https://www.liputan6.com/news/read/4364
Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol. 13 624/fakta-hujan-es-terjang-bogor-dan-
(2), 111-117. cianjur-hingga-penjelasan-bmkg