Anda di halaman 1dari 30

KEGIATAN BELAJAR 3

POLA PIKIR DAN KARAKTERISTIK KEILMUAN PAI

A. Capaian Pembelajaran
Saudara mahasiswa, setelah mempelajari keseluruhan materi pada
kegiatan belajar 3 modul 1, diharapkan dapat menganalisis pola pikir dan
karakteristik keilmuan PAI

B. Sub Capaian Pembelajaran


Saudara mahasiswa, setelah mempelajari keseluruhan materi pada
kegiatan belajar 3 modul 1, diharapkan dapat:
1. Al-Qur’an Hadis
a. Menganalisis Pengertian al-Qur’an Hadis
b. Menganalisis pola pikir keilmuan dan karakteristik al-Qur’an dan
Hadis
2. Aqidah Akhlak
a. Menganalisis Pengetian Aqidah Akhlak
b. Menganalisis pola pikir keilmuan dan karakteristik Aqidah Akhlak
3. Fiqh
a. Menganalisis Pengertian Fiqh
b. Menganalisis pola pikir keilmuan dan karakteristik Fiqh
4. Sejarah Peradaban Islam
a. Menganalisis Pengertian Sejarah Peradaban Islam
b. Menganalisis pola pikir keilmuan dan karakteristik Sejarah
Peradaban Islam

C. Pokok Materi
1. Al-Qur’an Hadis
a. Pengertian al-Qur’an Hadis
b. Pola pikir keilmuan dan karakteristik al-Qur’an dan Hadis
2. Aqidah Akhlak
a. Pengetian Aqidah Akhlak
b. Pola pikir keilmuan dan karakteristik Aqidah Akhlak
3. Fiqh
a. Pengertian Fiqh
b. Pola pikir keilmuan dan karakteristik Fiqh
4. Sejarah Peradaban Islam
a. Pengertian Sejarah Peradaban Islam
b. Pola pikir keilmuan dan karakteristik Sejarah Peradaban Islam
D. Daftar Isi
A. Capaian Pembelajaran .................................................................................................... 1
B. Sub Capaian Pembelajaran ............................................................................................. 1
C. Pokok Materi .................................................................................................................... 1
D. Daftar Isi ............................................................................................................................ 3
E. Uraian Materi ................................................................................................................... 4
1. Al-Qur’an Hadis ........................................................................................................... 4
a. Pengertian al-Qur’an dan Hadis ............................................................................ 4
b. Pola pikir keilmuan al-Qur’an dan Hadis ............................................................ 7
2. Aqidah Akhlak ............................................................................................................. 9
a. Pengertian Aqidah Akhlak ..................................................................................... 9
b. Pola pikir keilmuan dan karakteristik Aqidah Akhlak .................................... 14
3. Fiqh............................................................................................................................... 19
a. Pengertian Fiqh ....................................................................................................... 19
b. Pola Pikir Keilmuan dan karakteristik Fiqh ....................................................... 20
4. SPI ................................................................................................................................. 22
a. Pengertian Sejarah Peradaban Islam ................................................................... 22
b. Pola Pikir Keilmuan dan Karakteristik Sejarah Peradaban Islam ................... 24
F. Contoh Soal HOTS Materi KB ..................................................................................... 25
G. Refleksi ............................................................................................................................ 25
H. Tindak Lanjut Belajar .................................................................................................... 26
I. Glosarium ....................................................................................................................... 26
J. Tes Awal.......................................................................................................................... 27
K. Tes Formatif (dibuat dosen pengampu modul) ........................................................ 28
L. Tes Akhir ......................................................................................................................... 28
M. Daftar Pustaka ............................................................................................................ 29
E. Uraian Materi
Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki pola pikir dan karakteristik
sebagai berikut:
1. Al-Qur’an Hadis
a. Pengertian al-Qur’an dan Hadis
a. Pengertian al-Qur’an
Al-Qur’an adalah wahyu Allah sebagai petunjuk bagi ummat Islam
dalam berbagai segi kehidupan, baik dalam berAqidah, beribadah, maupun
berakhlak, agar selamat di dunia dan akhirat. Secara etimologis, al-Qur’an
memiliki dua pengertian yang berbeda. Pertama, kata al-Qur’an merupakan
mashdar dari kata ‫ قرأ يقرأ‬yang artinya membaca. Dengan arti ini, kata al-Qur’an
menunjukkan kepada sesuatu yang dibaca. Kedua, kata al-Qur’an sebagai
mashdar dari kata ‫ قرأ يقرأ‬yang bermakna kumpulan. Dengan makna ini, kata
al-Qur’an menunjukkan arti sekumpulan yang dibaca. Kedua pengertian
tersebut sebagaimana ditunjukkan dalam ayat al-Qur’an:
]71 -71 :‫ا َِّن َعلَ ْينَا َج ْمعَهٗ َوقُ ْر ٰانَهٗ فَ ِاذَا قَ َرأْ ٰنهُ فَاتَّبِ ْع قُ ْر ٰانَهٗ [القيامة‬
Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu (Q.S. Al-
Qiyamah, 75: 17-18)
Secara terminologis, al-Qur’an adalah:
ِ َ‫وِ ِِ اَلْم‬
ِ ِ‫ح‬ ِ ُ‫ول ِِبلتَّواتُِر اَلْمْْت‬ ِِ ِِ ِ ٍ ِ ِِ ِ
ِ َ َ َ َ ُ ‫م اَلْ ُم ْعج ِز اَلْ ُمتَ َعبَّ ُد بت ََل َوته اَلْ َمْن ُق‬.‫َك ََل ُم هللا املُنَ َّزُل َعلَى نَبيِّه ُُمَ َّمد ص‬
ِ ‫ورٍة الن‬
‫َّحس‬ ِِِ ٍ ِ ِ
َ ‫م ْن اََّول ُس ْوَرة اَلْ َفحِتَة ا ََل ُس‬
“Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad. Lafadz-lafadznya
mengandung mukjizat, membacanya merupakan ibadah, diturunkan secara
mutawattir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai pada
surat An-Naas”
a) Pengertian Hadis
Pengertian Hadis dapat ditelusuri dari pendapat para pakar ilmu Hadis.
Menurut para pakar ilmu Hadis, Hadis mempunyai beberapa persamaan kata
(sinonim/murâdif), yaitu Sunah, Khabar, dan Atsar. Secara etimologi. Kata
‚Hadis‛ (Hadîts) berarti ‫الجدة‬/‫( الجديد‬al-Jdîd/al-jiddah= baru), atau ‫( الخبر والكالم‬al-
khabar = berita, dan pembicaraan/perkataan). Sebagaimana dalam QS. Al-
Dhuha/93: 11

ْ ‫ك فَ َح ِِّد‬
‫ث‬ َ ِِّ‫َوأ ََّمح بِنِ ْع َم ِة َرب‬
Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya
(dengan bersyukur). (QS. 93:11)
Secara terminologis, banyak para ahli Hadis (muhadditsîn) memberikan
definisi di antaranya Mahmud al-Thahân mengemukakan :

‫َّب صلى هللا عليه وسلم َس َواءٌ كحَ َن قَ ْوالً أ َْو فِ ْعَلً أ َْو تَ ْق ِريْ ًرا‬
ِ ِ ِ َ ‫َم‬
ِّ ‫حجحءَ َعن الن‬
Sesuatu yang datang dari Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau
persetujuan
Definisi tersebut menyatakan bahwa, hadis merupakan berita yang datang dari
Nabi saw dalam segala bentuk baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
sikap persetujuan. Definisi ini juga menunjukkan tentang tiga macam Hadis,
yaitu perkataan, perbuatan, dan persetujuan (taqrir).
1) Hadis perkataan yang disebut dengan Hadis Qawlî, misalnya sabda
Rasulullah SAW :
ِ َ‫ل‬
، ‫حِل ِة‬ ِ ‫ِبألع‬ ِ ِ َِّ ‫رسول‬
َّ ‫محل ا‬ ْ ‫ « ِبدروا‬:‫وسلَّم قحل‬
َ ‫صلِّى هللاُ َعلَْيه‬
َ ‫اَّلل‬ َ ‫اَّلل عنه أن‬
َّ ‫َع ْن أيب هريرة رضي‬
ِ ِ ِ
، ً‫َبح كحفرا‬
ُ ُ‫ وُُيسي ُم ْؤمنحً وي‬، ً‫الرج ُل ُمؤمنحً وُيُْسي كحفرا‬
ُ ‫َبح‬ُ ُ‫َت كقطَ ِع اللَّ ِيل الْ ُمظْل ِم ي‬
ٌ َ ‫فستْو ُن ف‬
ٍ ‫ يبيع دينه َبعَر‬.
ُّ ‫ض من‬
‫الدنْيح» رواه مسلم‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah
shollallahu alaihi wasalam bersabda: “Bersegeralah engkau sekalian
untuk melakukan amalan-amalan yang baik sebelum datangnya
bermacam-macam fitnah yang diumpamakan sebagai potongan-
potongan dari malam yang gelap gulita.” Di pagi hari seorang itu menjadi
orang mu’min dan di sore hari menjadi orang kafir, ada lagi yang di sore
hari masih sebagai seorang mu’min, tetapi pada pagi hari telah menjadi
seorang kafir. Orang itu menjual agamanya dengan harta dari
keduniaan” (Riwayat Muslim).
2) Hadis perbuatan, disebut Hadis Fi`lî misalnya wudlu dan shalatnya
beliau, haji, perang dan lain-lain
3) Hadis persetujuan, disebut Hadis Taqrîrî , yaitu suatu perbuatan atau
perkataan di antara para sahabat yang disetujui Nabi. Misalnya, Nabi
diam ketika melihat bahwa bibik Ibn Abbas menyuguhi beliau dalam
satu nampan berisikan minyak samin, mentega, dan daging binatang
dhabb (semacam biawak tetapi bukan biawak). Beliau makan
sebagian dari mentega dan minyak samin itu dan tidak mengambil
daging binatang Ddabb karena jijik. Seandanya haram tentunya
daging tersebut tidak disuguhkan kepada beliau. (HR. al-Bukhari)
Di antara ulama ada yang memasukkan pada definisi Hadis Sifat
(Washfî), Sejarah (Tarîkhî) dan Cita-cita (Hammî) Rasul. Hadis sifat (Washfî),
baik sifat fisik (khalqîyah) maupun sifat perangai (khuluqîyah). Sifat pisik seperti
tinggi badan Nabi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek kulit Nabi
putih kemerah-merahan bagaikan warna bunga mawar, berambut keriting,
dan lain-lain. Sedang sifat perangai mencakup akhlak beliau, misalnya sayang
terhadap fakir miskin dan lain-lain. Sejarah hidup Rasul juga masuk ke dalam
Hadis baik sebelum menjadi Rasul maupun setelahnya. Menurut pendapat
yang kuat/râjih jika setelah menjadi Rasul wajarlah dimasukkan sebagai
Sunah atau Hadis tetapi sejarah yang terjadi sebelum menjadi Rasul, belumlah
dimasukkan Sunah kecuali jika diulang kembali atau dikatakan kembali
setelah menjadi Rasul. Para ulama Syafi`îyah juga memasukkan bagian dari
Sunah apa yang dicita-citakan Rasul saw (Sunnah Hammîyah) sekalipun baru
rencana dan belum dilakukannya, karena beliau tidak merencanakan sesuatu
kecuali yang benar dan dicintai dalam agama, dituntut dalam syari`at Islam,
dan beliau diutus untuk menjelaskan syari`at Islam. Seperti cita-cita beliau
berpuasa hari tanggal 9 Muharram, rencana beliau perintah para sahabat
mengambil kayu untuk membakar rumah orang-orang munafik yang tidak
berjama’ah shalat Isya dan lain-lain. Sekalipun ini baru merupakan cita-cita,
tetapi telah diucapkan beliau itu Hadis qawlî yang pasti benarnya dan alasan
beliau belum mengamalkannya jelas, yakni berpulang ke rahmat Allah.
b. Pola pikir keilmuan al-Qur’an dan Hadis
1) Disiplin ilmu al-Qur’an
Dalam memmahami pengertian Ulum al-Qur’an, perlu ditelaah dari sisi
makna idhafahnya dan makna istilahnya. Dari segi makna idhafahnya berarti
segala yang berkaitan dengan al-Qur’an. Segala ilmu yang bersandar kepada
al-Qur’an termasuk ke dalam ulum al-Qur’an seperti ilmu tafsir, ilmu qira’at,
ilmu Rasm al-Qur’an, ilmu I’jaz al- Qur’an, ilmuu Asbab al-Nuzul, ilmu
nasikh wa al-mansukh, Ilmu I’rab al-Qur’an, ilmu Gharib al-Qur’an, Ulum al-
Din, Ilmu Lughah dan lain-lain, karena ilmu-ilmu itu merupakan sarana
untuk memahami al-Qur’an (Teungku Muhammad Hasbi al-Shiddieqy :
2014).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, makna Ulum al-Qur’an
ialah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kajian al-Qur’an seperti ilmu tata cara
membaca Al Qur’an, ilmu sejarah turunnya al-Qur’an, ilmu tartib al-Kitabah
dan tartib al-Tilawah (urutan penulisan), ilmu sejarah penghimpunan al-
Qur’an dari masa nabi Muhammad saw sehingga masa ‘Usman bin ‘Affan.
Dengan kita mempelajari Ulum al-Qur’an kita dapat memahami dan
mengenal al-Qur’an dengan keseluruhan.
a) Disiplin Ilmu Hadis
Pengertian Ilmu Hadis adalah ilmu yang membahas tentang Hadis, baik
dari segi periwayatan, maupun dari segi matan (teks) Hadis. Ada dua bagian
dari asal muasal Hadis, narasi dan pengetahuan, dan ucapan-ucapannya telah
bertentangan dalam definisinya, dan definisi tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
1) Ilmu Hadis riwayah, yaitu ilmu yang mempelajari Hadis dari sisi
mata rantai periwayatan Hadis, apakah para perawinya tsiqah,
dhabit, dan adil. Apakah periwayatan muttashil (sampai kepada
Rasul) atau terputus (munqathi). Ilmu Hadis riwayat merupakan
ilmu yang membahas tentang cara-cara penukilan Hadis dari
Rasulullah SAW. Dengan demikian objek kajian ilmu riwayah
adalah: 1) cara periwayatan dari seorang perawi kepada perawi lain,
dan 2) cara pemeliharaan Hadis dalam bentuk penghafalan,
penulisan, dan pembukuannya. Dengan memperhatikan cara
periwayatan dan pemeliharaannya ini maka suatu Hadis akan
dinilai bersambung kepada Rasul atau tidak.
2) Ilmu Hadis Dirayah adalah ilmu yang mempelajari Hadis ditinjau
dari segi teks (matan). Apakah teksnya bertentangan dengan
Alquran, nalar, ijma, dan Hadis yang lebih kuat darinya, dan apakah
teks tersebut mengandung inklusi, koreksi, atau penambahan, atau
pengurangan beberapa frase? Jika kita ambil contoh Hadis: ( ‫إنما األعمال‬
‫ )بالنيات‬maka mengetahui rantai periwayatan dari satu perawi ke yang
lain adalah soal ilmu Hadis, sedangkan mengetahui Hadis dalam arti
tidak bertentangan dengan Alquran, akal, atau ijma, dan itu
konsisten dengan semua Hadis, dan konsitensi dengan asalnya,
maka hal ini merupakan kajian ilmu Hadis dirayah.
b) Pola pikir keilmuan dan Karakteristik Al-Qur’an dan Hadis
Dengan memperhatikan penjelasan tentang definisi, ruang lingkup dan
disiplin keilmuan pada al-Qur’an dan Hadis, maka dapat diketahui pola pikir
yang dibangun dalam keilmuan al-Qur’an dan Hadis tersebut. Pola pikir
keilmuan al-Qur’an dan Hadis berkaitan dengan pola pikir untuk memahami
pesan wahyu Allah SWT untuk dapat menjadi pedoman dalam kehidupan
ummat Islam.
Dalam keilmuan al-Qur’an dibangun pola pikir tentang cara pembacaan
yang tepat atas teks-teks al-Qur’an, dan berbagai pola pikir tentang cara
memahami isi ayat-ayat al-Qur’an, baik yang ada dalam al-Qur’an itu sendiri,
maupun perhatian terhadap hal-hal yang ada di sekitar al-Qur’an, seperti
sebab-sebab turun ayat, muhkamat dan mutasyabihat, serta hukum-hukum
membacanya.
Pola pikir keilmuan dalam disiplin ilmu Hadis dibangun untuk
memahami pesan Hadis secara benar, baik dengan memperhatikan cara
periwayatan (riwayah) maupun memperhatikan teks (pesan) Hadis. Dengan
pola fikir tersebut dalam memahami Hadis perlu diperhatikan dua hal.
Pertama apakah suatu Hadis diperoleh dari periwayatan yang benar-benar
sampai kepada sumber aslinya yaitu Rasulullah SAW, atau terputus karena
ada berbagai pertimbangan perawinya. Kedua perlu diperhatikan pesan pada
matan (teks) Hadis, apakah bersesuaian atau terdapat pertentangan, misalnya
dengan al-Qur’an, Hadis lain, ijmak, bahkan dengan penalaran? Berdasarkan
pola fikir dengan memperhatikan kedua pertimbangan tersebut, maka suatu
Hadis dapat ditentukan derajat keautentikannya sehingga menentukan
derajat kepastian suatu Hadis untuk dapat dijadikan suatu sumber hukum.
Konsentrasi lmu hadis tujuannya untuk memeriksa kualitas sanad
periwayatan untuk memastikan kesahihannya. Ilmu hadis tujuannya untuk
memeriksa kualitas sanad periwayatan untuk memastikan kesahihannya.
Ilmu hadits khususnya ilmu naqd (kritik) sanad hadits untuk memeriksa
kualitas sanad periwayatan, untuk memastikan kesahihannya saja. Ilmu
hadits akan menjawab pertanyaan seputar ini, apa benar perkataan itu datang
dari mulut Rasulullah SAW? Apa benar perbuatan itu dikerjakan oleh
Rasulullah SAW? Jawabanya sebatas ya dan tidak, bukan wajib atau tidak
wajib. Misalnya, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW beristinja' pakai batu”.
Peranan ilmu hadits adalah memastikan kebenaran dan validitas informasi
tersebut.

2. Aqidah Akhlak
a. Pengertian Aqidah Akhlak
1) Pengertian Aqidah
Aqidah berkaitan dengan prinsip kepercayaan yang akan mengantarkan
peserta didik dalam mengenal dan meyakini Allah, para malaikat, kitab-kitab
Allah, Para Nabi dan Rasul, serta memahami konsep tentang hari akhir serta
qadlāʾ dan qadar. Keimanan inilah yang kemudian menjadi landasan dalam
melakukan amal saleh, berakhlak mulia dan taat hukum.
Secara bahasa, Aqidah diambil dari kata al‘aqdu yang merupakan bentuk
infinitif (masdar) dari kata ‘aqoda ya’qidu yang berarti mengikat sesuatu. Aqidah
merupakan “amalun qolbiyun” atau keyakinan dalam hati tentang sesuatu dan
dia membenarkan hal tersebut. Aqidah mengikat hati seseorang dengan yang
diyakininya sebagai Tuhan yang Maha Esa yang ada yang wajib disembah yang
merupakan pencipta dan pengatur alam semesta beserta isinya. Ikatan yang kuat
tanpa ada keraguan sedikitpun.
Sedangkan secara istilah aqidah adalah sesuatu yang pertama kali harus
diimani dengan yakin oleh seorang mukmin dengan keyakinan yang pasti, ridho
dan menerima sepenuh hati serta merasa tenang dengan keyakinannya tersebut.
Atau secara sederhana aqidah islam adalah iman kepada Allah, malaikat Allah,
Kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, Hari akhir serta qada’ dan qadar, yang
kemudian dikenal dengan rukun Iman.
Menurut Yusuf Qardawi Aqidah adalah suatu kepercayaan yang meresap ke
dalam hati dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan keraguan serta
menjadi alat kontrol bagi tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Jika kata
Aqidah diikuti dengan kata Islam, maka berarti ikatan keyakinan yang
berdasarkan ajaran Islam. Hal tersebut sama dengan kata iman (keyakinan) yang
terpatri kuat dalam hati seseorang muslim.
Aqidah Islam mengandung arti ketertundukan hati yang melahirkan dan
merefleksikan, kepatuhan, kerelaan dan keikhlasan dalam menjalankan perintah
Allah swt. Oleh sebab itu seseorang yang ber- Aqidah Islamiyah yang benar
adalah seseorang yang keterkaitan antara hati, ucapan dan perbuatannya secara
kuat dan padu terhadap ajaran islam sehingga melahirkan akhlak yang terpuji
baik terhadap Allah atau terhadap sesama makhluk.
2) Pengertian Akhlak
Akhlak merupakan perilaku yang menjadi buah dari ilmu dan keimanan.
Akhlak akan menjadi mahkota yang mewarnai keseluruhan elemen dalam PAI.
Ilmu akhlak mengantarkan peserta didik dalam memahami pentingnya akhlak
mulia pribadi dan akhlak sosial, dan dalam membedakan antara perilaku baik
(maḥmūdah) dan tercela (madzmūmah). Dengan memahami perbedaan ini,
peserta didik bisa menyadari pentingnya menjauhkan diri dari perilaku tercela
dan mendisiplinkan diri dengan perilaku mulia dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam konteks pribadi maupun sosialnya. Peserta didik juga akan memahami
pentingnya melatih (riyadlah), disiplin (tahdhīb) dan upaya sungguh-sungguh
dalam mengendalikan diri (mujāhadah). Dengan akhlak, peserta didik menyadari
bahwa landasan dari perilakunya, baik untuk Tuhan, dirinya sendiri, sesama
manusia dan alam sekitarnya adalah cinta (mahabbah). Pendidikan Akhlak juga
mengarahkan mereka untuk menghormati dan menghargai sesama manusia
sehingga tidak ada kebencian atau prasangka buruk atas perbedaan agama atau
ras yang ada. Aspek atau elemen akhlak ini harus menjadi mahkota yang masuk
pada semua topik bahasan pada mata pelajaran PAI, akhlak harus menghiasai
keseluruhan konten dan menjadi buah dari pelajaran PAI.
Menurut bahasa kata Akhlak dalam bahasa Arab merupakan jama’ dari
‫خلق‬/khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, sopan santun atau
tabiat. Kata tersebut mengandung segi persesuaian dengan perkataan ‫خلق‬/khalqun
berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan ‫خالق‬/khalik yang berarti
pencipta, demikian pula ‫مخلوق‬/makhluqun yang berarti yang diciptakan.
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan
adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk (Mushtofa, Akhlak Tasawuf,
2008: 11).
Pengertian akhlak menurut istilah, dapat difahami dari beberapa pendapat
yang dikemukakan oleh para ulama. Ibnu Miskawih mendefinisikan akhlak
sebagai berikut:
‫اخللق ِحل للنفس داعية هلح إَل أفعحهلح من غری فْر وال روية‬
“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong tindakan-tindakan tanpa perlu berpikir
dan pertimbangan lagi” (Ibn. Miskawaih, Thadzib al-Akhlaq, 1985; 25)
Kondisi jiwa seseorang dalam definisi Ibn Miskawaih di atas merupakan
kondisi jiwa yang sudah terbiasa melakukan tindakan-tindakan tertentu,
sehingga tindakantindakan tersebut seakan sudah mendarah daging, mereka
akan melakukannya secara sepontan ketika mendapatkan stimulus tertentu.
Al-Ghazali merumuskan makna akhlak sebagai berikut:

‫حج ٍة إِ ََل فِ ْْ ٍر‬ ِ ِ َ ‫َ ِدر ْاألَفْ ع‬


َ َِ ‫حل بسهولة َو يُ ْس ٍر م ْن َغ ِْری‬
ِ ِ ‫اخللق عبحرة عن هيئة ِِف النَّ ْف‬
َ ُ ْ ُ‫س َراس َخة َعْنهح ت‬
‫َوُرِويٍَّة‬
“Akhlak ialah gambaran keadaan jiwa berupa sifat-sifat yang sudah mendarah daging
yang mendorong dilakukannya perbutan-perbuatan dengan mudah lagi gampang
tanpa berfikir panjang” (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005;
890)
Gambaran sifat-sifat jiwa yang sudah terlatih dan juga sudah mendarah
daging yang dapat menjadi sumber inspirasi dan mendorong tindakan-
tindakan yang bersifat spontan. Tindakan-tindakan seperti inilah yang dapat
dikategorikan sebagai akhlak. Apabila seuatu perbuatan dilakukan dengan
mempertimbangkan dahulu, apa untung ruginya bagi si pelaku perbuatan
tersebut, maka belum dikatakan sebagai akhlak.
Ahmad Amin sebagai ahli Ilmu Akhlak modern, dalam bukunya Kitab
al-Akhlaq, menegaskan bahwa pada dasarnya akhlak adalah kehendak yang
dibiasakan, bukan perbuatan yang tidak ada kehendaknya. Seperti bernafas,
denyut jantung, kedipan mata dan lain-lain (Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq,
2012; 10). Akhlak merupakan perbuatan yang mudah dilakukan karena telah
didik dengan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan melalui ikhtiar.
Pelakunya mengetahui baik atau buruk dari perbuatan yang dilakukannya.
Karena perbuatan akhlak juga termasuk perbuatan yang kelak akan
dipertanggung-jabawkan di hadapan Allah Swt.
Selain tiga tokoh ahli dalam bidang akhlak tersebut di atas sebenarnya
masih banyak, tetapi pada dasarnya sama bahwa akhlak unsurnya terdiri dari
perbuatan sadar (ada iradah dan ikhtiar) yang didorong oleh sifat-sifat yang
sudah terbiasa sehingga sekan-akan spontan dan terkesan tidak usah
dipikirkan sebelumnya.
Merujuk kepada tiga rukun agama yang meliputi islam, iman, dan
ihsan, maka akhlak adalah natijah dari islam dan iman. Hal ini sesuai dengan
pesan yang ada pada hadits Nabi Muhammad Saw, yang menyatakan bahwa:
ِ ‫إََِّّنَح بعِثْت ألَُتِِّم م َْح ِرم األَخ‬
‫َلق‬ ْ َ ََ ُ ُ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan
akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Pesan hadits ini menunjukkan tentang pentingnya akhlak dalam beragama,
sehingga Rasulullah SAW. memiliki tugas utama menyempurnakan akhlak.
Hadits ini menunjukkan keseluruhan agama adalah akhlak, sebagai
pengejawantahan dari keislaman dan keimanan. Di sini kita penting untuk
memahami kaitan antara aqidah dengan akhlak.
Dengan memperhatikan beberapa definisi akhlak menurut istilah yang
dikemukakan bebarapa ahli di atas, nampak bahwa akhlak adalah perilaku
yang menggambarkan keadaan jiwa. Inilah yang menarik untuk menemukan
keterkaitan antara Aqidah dengan akhlak. Aqidah merupakan kekuatan
jiwanya sedangkan akhlak merupakan wujud perilaku dari kekuatan jiwa
tersebut. Dengan demikian secara mudah kita dapat menemukan keterkaitan
antara aqidah dan akhlak adalah aqidah dapat mewujudkan akhlak, atau
dalam kata lain akhlak harus didasari oleh aqidah; aqidah harus
merefleksikan akhlak.
b. Pola pikir keilmuan dan karakteristik Aqidah Akhlak
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa aqidah merupakan keyakinan, sehingga
tidak lagi ada keraguan pada seseorang. Dalam hal keimanan berarti bagaimana
seseorang meyakini seyakin-yakinnya sehingga membernarkan dalam hati,
mengucapkan dalam lisan dan mengamalkannya dengan anggota tubuh.
Para ulama telah mengembangkan berbagai ilmu keimanan ini sebagai ilmu
aqidah. Dalam kata lain, ilmu aqidah adalah ilmu tentang keimanan.
Pengembangan keilmuan tersebut diperkuat dengan menggunakan dalil naqli
dan dalil aqlil. Dalil naqli merupakan dalil-dalil yang bersumber dari wahyu yang
digunakan untuk bukti-bukti yang membenarkan tetang sesuatu yang patut
diimani. Dalil aqli merupakan dalil untuk bukti-bukti yang membenarkan
tentang sesuatu yang mesti diimani berdasarkan penalaran yang masuk akal.
Ibu Miskawaih menjelaskan bahwa di dalam jiwa seseorang itu terdapat tiga
kekuatan (al-quwwah) yang sangat penting dalam membentuk akhlak manusia.
Sementara Imam Al-Ghazali menyebutkan sebagai Ummahat al-Akhlaq wa
Ushuluha dengan ditambahkan satu kekuatan (al-quwwah) sehingga genap
menjadi empat kekuatan (alquwwah) (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-
Muhlikat, 2005; 936).
Pertama, Quwwah al-Ilmi akan menjadi sumber kebaikan kalau sudah
menuntun dengan mudah untuk membedakan yang benar dan yang salah dalam
keyakinan, yang baik dan yang buruk dalam perbuatan serta yang jujur dan yang
bohong dalam berkata-kata. Atau dengan kata lain ilmunya sudah menjadi
hikmah. Kedua, Quwwah al-Ghadhab, akan menjadi baik apabila dapat
dikendalikan oleh akal yang sehat dan syariat, sehingga menghasilkan sifat
(syaja’ah) yang menjadi sumber berbagai akhlah yang baik. Apabila tidak
mengikuti tuntunan akal dan syariat condong pada hal yang berlebih, maka
dinamakan tahawwur (nekad). Tetapi bila condong pada sifat lemah dan
pengurangan, maka dinamakan jubn (takut yang berlebihan). Ketiga, Quwwah asy-
Syahwah, akan menjadi baik apabila dapat terdidik oleh akal dan syariat, maka ia
akan menghasilkan sifat ‘iffah yang menjadi sumber dari berbagai akhlak yang
mulia, seperti malu, sabar, qanaah, wara, zuhud dan lainlain. Sebalikanya kalau
tidak disinergikan dengan akal dan syariat, maka apabila condong pada hal yang
berlebihan disebut syarh (rakus) dan sebaliknya bila condong pada hal dikurang-
kurangi disebut jumud (tidak ada kemajuan). Singkatnya siapa yang dapat
memposisikan diri di tengah dengan lurus (‘itidal) dalam empat dasar akhlak di
atas, maka akhlaknya akan menjadi baik semuanya. Keempat, Quwwah al-‘Adl,
sebuah kekuatan penyeimbang dari ketiga kekuatan jiwa sebelumnya (Al-Ghazali, Ihya
Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 935). Keempat akhlak ini, yakni hikmah,
syaja’ah, ‘iffah dan adl adalah sumber pokok keutamaan dan akhlak yang lainnya
adalah berupa cabang-cabangnya.
Ilmu akhlak ialah ilmu untuk menetapkan segala perbuatan manusia. Baik
atau buruknya, benar atau salahnya, sah atau batal, semua itu ditetapkan dengan
mempergunakan ilmu akhlak sebagai petunjuknya.
Ahmad Amin lebih mempertegas lagi dalam kitabnya Al-Akhlak dengan
menyatakan:
‫ و يشرح الغاية التى ينبغي أن يقصدها ما‬،‫علم يوضح معنى الخ ْي و الشر و يبين معاملة الناس بعضهم بعضا‬
.‫فى أعمالهم و يبين السبيل لعمل ما ينبغي‬
Artinya:
“ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa yang harus
diperbuat oleh sebagian manusia terhdapap sesamanya dan menjelaskan tujuan yang
hendak dicapai oleh manusia dan perbuatan mereka dan menunjukkan yang lurus
yang harus diperbuat”.
Jadi, menurut definisi tersebut ilmu akhlak itu mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Menjelaskan pengertian baik dan buruk,
2. Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan seseorang serta
bagaimana cara kita bersikap terhadap sesama,
3. Menjelaskan mana yang patut kita perbuat,dan
4. Menunjukkan mana jalan lurus yang harus dilalui.
Berdasarkan beberapa bahasan yang berkaitan dengan ilmu akhlak, maka
dapat dipahami bahwa objek (lapangan/sasaran) pembahasan ilmu akhlak
itu ialah tindakan-tindakan seseorang yang dapat diberikan nilai
baik/buruknya, yaitu perkataan dan perbuatan yang termasuk dalam
kategori perbuatan akhlak. Dalam hubungan ini, Ahmad Amin mengatakan
bahwa “etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia kemudian
menetapkan hukum baik atau buruk”. J.H. Muirhead meyebutkan bahwa
pokok pembahasan (subject matter) etika adalah penyelidikan tentang tingkah
laku dan sifat manusia. Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa daerah
pembahasan ilmu akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik
sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok (masyarakat).
Untuk jelasnya, bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu dapat dibagi
dalam tiga macam perbuatan. Dari yang tiga ini ada yang masuk perbuatan
akhlak dan ada yang tidak masuk perbuatan akhlak.
a. Perbuatan yang dikehendaki atau disadari, pada waktu dia berbuat
dan disengaja. Jelas, perbuatan ini adalah perbuatan akhlak, bisa baik
atau buruk, tergantung pada sifat perbuatannya.
b. Perbuatan yang tidak dilakukan tidak dikehendaki, sadar atau tidak
sadar diwaktu dia berbuat, tetapi perbuatan itu diluar
kemampuannya dan dia tidak bisa mencegahnya. Perbuatan
demikian bukan perbuatan akhlak. Perbuatan ini ada dua macam:
1) Reflex action, al-a’maalu-mun’akiyah
Umpamanya, seseorang keluar dari tempat gelap ketempat
terang, matanya berkedip-kedip. Perbuatan berkedip-kedip ini
tidak ada hukumnya, walupun dia berhadap-hadapan dengan
seseorang yang seakan-akan dikedipi. Atau seseorang karena
digigit nyamuk, dia menamparkan pada yang digigit nyamuk
tersebut.
2) Automatic action, al-a’maalul’aliyah
Model ini seperti halnya degup jantung, denyut urat nadi dan
sebagainya.
Perbuatan-perbuatan reflex actions dan automatic actions adalah
perbuatan diluar kemampuan seseorang, sehingga tidak termasuk
perbatan akhlak.
c. Perbuatan yang samar-samar, tengah-tengah, mutasyabihat.
Yang dimaksud samar-samar/tengah-tengah, mungkin suatu
perbuatan dapat dimasukkan perbuatan akhlak tapi bisa juga tidak.
Pada lahirnya bukan perbuatan akhlak, tapi mungkin perbuatan
tersebut termasuk perbuatan akhlak, sehingga berlaku hukum akhlak
baginya, yaitu bahwa perbuatan itu baik atau buruk. Perbuatan-
perbuatan yang termasuk samar-samar, umpamanya lupa, khilaf,
dipaksa, perbuatan diwaktu tidur dan sebagainya. Terhadap
perbuatan-perbuatan tersebut ada hadis-hadis rasul yang
menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan lupa, khilaf, dipaksa,
perbuatan diwaktu tidur dan sebagainya, tidak termasuk perbuatan
akhak.
Selanjutnya, dalam menetapkan suatu perbuatan yang muncul dengan
kehendak dan disengaja hingga dapat dinilai baik apa buruk ada
beberapa syarat yang perlu diperhatikan: (1) situasi dalam keadaan
bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan sengaja dan (2) pelaku tahu
apa yang dilakukan, yakni mengenai nilai baik buruknya. Oleh sebab
itu, suatu perbuatan dapat dikatakan baik buruknya manakala
memenuhi syarat-syarat di atas. Kesengajaan merupakan dasar
penilaian terhadap tindakan seseorang. Dalam Islam, faktor
kesengajaan merupakan penentu dalam penetapan nilai tingkah
laku/tindakan seseorang.
Dalam hal ini para ahli etika menyimpulkan bahwa perbuatan
lupa dan khilaf dan sebagainya ada dua macam:
a) Apabila perbuatan itu sudah dapat diketahui akibatnya atau patut
diketahui akibat-akibatnya, atau bisa juga diikhtiarkan untuk terjadi
atau tidak terjadinya.
b) Apabila perbuatan ini tidak kita ketahui sama sekali dan diluar
kemampuan manusia, walaupun sudah diikhtiarkan sebelumya, tapi
toh terjadi juga, perbuatan demikain disebut ta’adzury (diluar
kemampuan manusia). Perbuatan demikian tidak termasuk
perbuatan akhlak.
Akhlak yang diberi penekanan cukup besar dalam agama Islam tentu
memiliki tujuan yang ingin dicapai di antara tujuan dari akhlak adalah:
a) Menjadikan manusia memiliki derajat tinggi dan sempurna
b) Akhlak menjadikan manusia senantiasa menghiasi diri dengan
akhlakul karimah dalam berhubungan dengan sesamanya dan
berhubungan dengan Allah.
c) Sesungguhnya dengan akhlak pula yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya.
d) Dengan akhlak yang baik menjadikan manusia bahagia di dunia dan
beruntung di akhirat.
e) Dengan akhlak yang baik maka keberlangsungan umat manusia akan
tetap terjaga.
f) Akhlak yang baik menjadikan Iman seorang mukmin menjadi
sempurna.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa aqidah dan akhlak memiliki kaitan
yang erat, dan demikian pula memiliki pola pikir keilmuan yang sudah
banyak dikembangkan oleh para ulama. Para guru di sekolah dapat
mengambangkan pembelajaran Aqidah akhlak sejalan dengan struktur
dan pola pikir keilmuan aqidah akhlak yang sudah dikembangkan oleh
para ulama.
3. Fiqh
a. Pengertian Fiqh
Fiqh berasal dari bahasa Arab “faqqoha yufaqqihu fiqhan” yang memiliki
arti mengetahui, mengerti, memahami, atau mendalami ajaran agama. Fiqh
adalah ilmu tentang hukum syara yang bersifat praktis yang diperoleh
melalui dalil yang teperinci. Imam ad-Dimyathi mengartikan Fiqh adalah:

‫معرفة األِْحم الشرعية اليت طريقهح االجتهحد‬


Artinya: "(Fiqh) adalah pengetahuan hukum-hukum Syar’i (yang cara
mengetahui) adalah dengan metode ijtihad".
Berdasarkan definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Fiqh adalah
pengetahuan mengenai hukum-hukum syari'at yang memerlukan proses
ijtihad untuk mengetahuinya. Sehingga bisa dikatakan bahwa Fiqh
merupakan produk ijtihad ulama.
Fiqh merupakan sistem atau seperangkat aturan yang berkaitan
dengan perbuatan manusia dewasa (mukallaf) yang mencakup ritual atau
hubungan dengan Allah SWT (Hablum-Minallah), sesama manusia (Hablum-
Minan-Nas) dan dengan makhluk lainnya (Hablum-Ma’al Ghairi). Fiqh
mengulas berbagai pemahaman yang benar mengenai tata cara
pelaksanaan dan ketentuan hukum dalam Islam serta implementasinya
dalam ibadah dan muʿāmalah yang benar dan baik dalam kehidupan sehari-
hari.
Secara substansial mata pelajaran Fiqh memiliki kontribusi dalam
memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan
menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai
perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan
manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama
manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya. Materi Fiqh meliputi
pokok pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk
diaplikasikankan dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu
taat menjalankan syariat Islam secara kaaffah (sempurna).

b. Pola Pikir Keilmuan dan karakteristik Fiqh


Menurut Arif Shaifudin, pada hakekatnya ilmu Fiqh meliputi hal-
hal sebagai berikut: (1) Fiqh adalah ilmu tentang hukum syara'; (2) Fiqh
membicarakan 'amaliyah furû'iyyah mukallaf; (3) pengetahuan tentang
hukum syara' didasarkan pada dalil terperinci; (4) Fiqh itu digali dan
ditemukan melalui ijtihad.
Berdasarkan rumusan tersebut, Fiqh dapat disebut sebagi ilmu,
meskipun ada yang berpendapat bahwa Fiqh tidaklah bisa disebut dengan
ilmu. Hal ini dikarenakan ada yang mensyaratkan bahwa ilmu itu harus
bersifat koheren, sistematis, dapat diukur, dan dapat dibuktikan. Bahkan
ada pula yang mensyaratkan bahwa ilmu itu harus empiris dan memiliki
nilai kepastian. Sedangkan Fiqh adalah sesuatu yang dicapai oleh fuqoha
melalui ijtihad yang bersifat dzonniy, dimana ilmu haruslah tidak bersifat
dzonniy. Namun demikian, karena dzon dalam fiqh itu dipandang cukup
kuat, maka ia mendekati ilmu. Apalagi ukuran ilmu pada masa-masa itu
belumlah sedetail dan serumit saat ini. Jadi dengan demikian ilmu Fiqh bisa
dipandang sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Pola pikir Fiqh dapat dikatakan sebagai berikut :
a. Fiqh dikembangkan dari ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam
agama Islam. Karena itu Fiqh merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari ajaran Islam.
b. Dari segi muatan pendidikannya, Fiqh menjadi satu komponen
yang tidak dapat dipisahkan dengan elemen PAI lain yang
memiliki tujuan pembentukan moral kepribadian peserta didik
yang baik.
c. Tujuan diberikannya elemen Fiqh adalah terbentuknya peserta
didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, berbudi
pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan yang
cukup tentang Islam terutama sumber-sumber ajaran dan sendi-
sendi lainnya, sehingga dapat dijadikan bekal untuk mempelajari
berbagai bidang ilmu tanpa harus terbawa oleh pengaruh negatif
yang mungkin ditimbulkan oleh ilmu tersebut.
d. Fiqh tidak hanya agar menguasai ilmu keislaman tetapi juga harus
memiliki kemampuan untuk mengamalkan ajaran Islam dalam
keseharian.
e. Prinsip dasar Fiqh didasarkan pada tiga kerangka dasar yaitu
Aqidah (penjabaran dari konsep iman), syariah (penjabaran dari
konsep Islam), dan akhlak (penjabaran dari konsep ihsan). Cara
kerjanya adalah dengan menggali hukum dari sumbernya (al-
Qur’an dan al-Hadist) kemudian kalau tidak ada maka akan
dilakukan ijtihad.
f. Dilihat dari aspek tujuan, Fiqh bersifat integratif, yaitu menyangkut
potensi intelektual (kognitif), potensi moral kepribadian (afektif)
dan potensi keterampilan mekanik (psikomotorik).
g. Karakteristik yang dimiliki elemen Fiqh sangat kompleks,
komprehensif dan memerlukan pengetahuan lintas sektor.
Konsentrasi ilmu Fiqh bertujuan menggali Alquran dan hadits
serta sumber hukum lainnya untuk disimpulkan (di-istinbath) menjadi
produk hukum. Hasil produk hukum fiqih itu ada lima yang dasar,
yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Konsentrasi Ilmu
fiqih tujuan akhirnya menjadi produk hukum. Misalnya, diriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW beristinja' pakai batu. Peranan ilmu fiqih
adalah menentukan fatwa hukumnya, apakah jadi wajib, jadi sunnah
atau jadi mubah. Informasi hadis yang sudah valid itu diproses,
dianalisa, dicermati, termasuk juga dikomparasikan dengan sekian
banyak informasi lain. Seperti informasi dari hadits serupa, Alquran,
ijma, qiyas, mashalil mursalah, istihab, istihsan, qaul shahabi, amalu ahlil
madinah, 'urf, saddudz-dzari'ah, dan lainnya.
Ilmu fiqih akan menghasilkan perbaikan dalam kehidupan dunia
dan akhirat setiap hamba. Dengan ilmu tersebut, seorang hamba akan
memperoleh petunjuk menuju jalan yang lurus, sehingga ilmu tersebut
bermuara pada kemenangan dan kebahagiaan, dimana seorang hamba
dapat menegakkan segala yang menjadi kewajibannya.

4. SPI
a. Pengertian Sejarah Peradaban Islam
Secara etimologi, kata sejarah berasal dari bahasa Arab “syajaratun”,
artinya pohon. Dalam dunia Barat, sejarah disebut histoire (Perancis),
geschiedenis (Belanda), dan history (Inggris), berasal dari bahasa Yunani, istoria
yang berarti ilmu. Menurut definisi yang umum, kata history berarti “masa
lampau umat manusia”. Dalam bahasa Jerman disebut geschichte, berasal dari
kata geschehen yang berarti terjadi. Sedangkan dalam bahasa Arab disebut
tarikh, berasal dari akar kata ta’rikh dan taurikh yang berarti pemberitahuan
tentang waktu dan kadangkala kata tarikhus syai’i menunjukkan arti pada
tujuan dan masa berakhirnya suatu peristiwa.
Secara terminologis, makna sejarah dapat ditelaah melalui pendapat
beberapa ahli. Ibnu Khaldun mendefinisikan, sejarah adalah catatan tentang
masyarakat umat manusia atau peradaban dunia; tentang perubahan-
perubahan yang terjadi pada watak masyarakat, seperti keliaran, keramah-
tamahan, dan solidaritas golongan; tentang revolusi pemberontakan oleh
segolongan rakyat melawan golongan yang lain dengan akibat timbulnya
kerajaan-kerajaan dan negara-negara, dengan tingkat bermacam-macam;
tentang bermacam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk
mencapai penghidupannya, maupun dalam bermacam-macam cabang ilmu
pengetahuan dan pertukaran; dan pada umumnya, tentang segala perubahan
yang terjadi dalam masyarakat karena watak masyarakat itu sendiri. Sidi
Gazalba menyatakan, sejarah adalah gambaran masa lalu tentang manusia dan
sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan lengkap,
meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang
memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang telah berlalu itu.
Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah
gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialami oleh
manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan
analisa kritis, sehingga mudah dimengerti dan dipahami.
Kata peradaban dan kebudayaan dalam bahasa Indonesia sering
dipahami sama artinya. Namun, dalam bahasa Inggris terdapat pengertian
yang berbeda dari kedua kata tersebut; yaitu civilization untuk peradaban dan
culture untuk kebudayaan. Dalam bahasa Arab pun terdapat perbedaan, yaitu
kata tsaqofah (kebudayaan), kata hadlarah (kemajuan), dan kata tamaddun
(peradaban).
Badri Yatim mengatakan, kata “Peradaban Islam” merupakan terjemahan
dari kata al-Hadharah al-Islamiyyah (bahasa Arab) yang sering diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dengan “Kebudayaan Islam”. Secara terminologis,
pengertian kebudayaan dapat ditelaah dari beberapa ahli. Selo Soemardjan
dan Soelaiman Soemardi menjelaskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi
dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang diperlukan oleh manusia
untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat
digunakan untuk keperluan masyarakat. Badri Yatim mengemukakan bahwa
kebudayaan merupakan hasil dari peradaban. Syeikh Taqiyuddin anNabhani
mengungkapkan bahwa kebudayaan muncul dari suatu peradaban
(sekumpulan persepsi tentang kehidupan) tertentu. Peradaban tersebut
muncul dari suatu Aqidah tertentu yang khas.
Sementara kata Islam bermakna agama samawi (langit) yang diturunkan
oleh Allah SWT. melalui utusan-Nya, Muhammad saw., yang ajaran-
ajarannya terdapat dalam kitab suci al-Qur’an dan sunah dalam bentuk
perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk
kebaikan manusia, baik di dunia maupun di akhirat
Setelah memahami pengertian sejarah, peradaban, dan Islam, kini dapat
dirumuskan bahwa pengertian Sejarah Peradaban Islam adalah segala
peristiwa yang dialami manusia pada masa lalu sebagai manifestasi atau
penjelmaan kegiatan muslim yang didasari ajaran Islam. Dengan demikian,
peristiwa-peristiwa yang dialami umat Islam sejak lahirnya agama Islam
sampai sekarang merupakan kajian Sejarah Peradaban Islam.

b. Pola Pikir Keilmuan dan Karakteristik Sejarah Peradaban Islam


Sebagaimana dikemukakan di atas, sejarah peradaban Islam membahas
berbagai peristiwa masa lalu yang memiliki makna yang besar bagi
kehidupan manusia. “Belajarlah dari sejarah”, demikian kata-kata mutiara
yang dapat mengingatkan kita makna sejarah. Bahkan Presiden Pertama RI
Sukarno telah menitipkan sesuatu yang sangat. berharga berupa “Jasmerah”
sebagai akronim dari “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”. Sejarah
memiliki nilai dan arti penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia. Hal tersebut dikarenakan sejarah menyimpan atau mengandung
kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai
baru bagi perkembangan kehidupan manusia. Pentingnya memahami sejarah
perabadan Islam tidak semata-mata untuk mengetahui tanggal, bulan, tahun,
dan abad suatu peristiwa peradaban Islam di masa lampau. Namun juga
memahami realitas muslim untuk mengetahui suatu peristiwa peradaban
Islam. Oleh karena itu, pola pikir sejarah adalah mengambil pelajaran (ibrah)
dari fakta dan peristiwa yang terjadi di masa lalu untuk dijadikan dasar
dalam memperbaiki masa depan.
Ilmu Sejarah mengajarkan seseorang memahami bagaimana sesuatu
berubah dari waktu ke waktu, mempelajari pola dan nilai yang terkandung
di dalamnya. Ilmu sejarah mengajak memahami bahwa sejarah mempunyai
peran besar dalam membentuk kondisi saat ini.
F. Contoh Soal HOTS Materi KB
Ada empat (4) tipe soal HOTS bentuk pilihan ganda (PG), yaitu tipe: 1)
Pilihan Ganda Biasa, 2) Pilihan Ganda Komplek, 3) Pilihan Ganda Kasuistik,
dan 4) Pilihan Ganda Asosiatif. Pada KB1 diberikan contoh soal PG tipe 1; pada
KB2 diberikan contoh soal PG tipe 2; pada KB3 diberikan contoh soal PG tipe
3; dan pada KB4 diberikan contoh soal PG tipe 4. Tujuan diberikannya contoh
soal ini adalah agar mahasiswa dapat mempelajari dan mampu membuat soal
HOTS bentuk Pilihan Ganda dengan berbagai tipe.
Berikut sajian conoth soal pada modul ini sebagai bahan latihan saudara
dalam menganalisis pertayaan dan jawaban, serta sebagai contoh pembuatan
soal tes formatif yang akan dibuat oleh dosen pengampu.

Contoh Soal Hots Tipe 3 (Pilihan Ganda Kkasuistik):


Aisyah dan Cristina adalah dua sahabat yang kerap belajar bersama. Ketika
mereka sedang belajar, tiba-tiba adzan berkumandang. Seketika Cristina yang
seorang non muslim langsung mengingatkan Aisyah untuk melaksanakan
shalat. Sikap dan tindakan Cristina tersebut merupakan aktualisasi akhlak
terpuji toleransi, karena…
A. Merupakn sifat yang tertanam dalam jiwa
B. Merupakan perbuatan yang gampang dan mudah
C. Merupakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
D. Merupakan perbuatan tanpa memerlukan pertimbangan
E. Merupakan perbuatan sebagai manifestasi jiwa seseorang
Kunci Jawaban: E

G. Refleksi
Setiap elemen keilmuan Pendidikan Agama Islam yang meliputi elemen
al-Qur’an dan Hadis, Aqidah Akhlak, Fiqh dan Sejarah Peradaban Islam,
memiliki pola pikir tersendiri. Al-Qur’an dan Hadis berkaitan dengan pola
pikir untuk memahami pesan wahyu Allah SWT. dan sabda Rasulullah saw.
untuk dapat menjadi pedoman dalam kehidupan ummat Islam. Aqidah
berkaitan dengan prinsip kepercayaan yang akan mengantarkan peserta didik
dalam mengenal dan meyakini Allah, para malaikat, kitab-kitab Allah, Para
Nabi dan Rasul, serta memahami konsep tentang hari akhir serta qadlāʾ dan
qadar. Akhlak terkait perilaku sebagai manifestasi dari kondisi batinnya yang
didasari ilmu dan keimanan. Fiqh merupakan sistem atau seperangkat aturan
yang berkaitan dengan hukum atas perbuatan manusia dewasa (mukallaf) yang
mencakup ritual atau hubungan dengan Allah SWT (Hablum-Minallah), sesama
manusia (Hablum-Minan-Nas) dan dengan makhluk lainnya (Hablum-Ma’al
Ghairi). Sejarah kebudayaan Islam merupakan fakta dan peristiwa pengamalan
ajaran agama Islam sebagai ibrah/pelajaran yang menyimpan atau
mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan
nilai-nilai baru bagi perkembangan kehidupan manusia.
Konsep ini menggambarkan tentang keutuhan dan kelengkapan pola pikir
keilmuan agama Islam ang dapat memandu manusia dapat menjalankan
aktivitas hidup dan kehidupannya sesuai dengan berbagai dimensi, tugas dan
fungsinya.
H. Tindak Lanjut Belajar
a. Simaklah sumber belajar dalam bentuk video dalam LMS Program PPG.
b. Baca artikel kemudian lakukan analisis berdasarka isi artikel
c. Kaitkan isi artikel dengan nilai-nilai moderasi dalam proses
pembelajarannya di sekolah/madrasah.
d. Ikuti tes akhir modul dan cermati hasil tesnya. Bila hasil tes akhir modul di
bawah standar minimum ketuntasan (70), maka saudara melakukan
pembelajaran remedial dengan memperhatikan petunjuk dalam LMS
program PPG.

I. Glosarium
a. Al-Qur’an: Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad.
Lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya merupakan ibadah,
diturunkan secara mutawattir, dan ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat
Al-Fatihah sampai pada surat An-Naas
b. Hadis: Sesuatu yang datang dari Nabi baik berupa perkataan atau
perbuatan dan atau persetujuan
c. Aqidah: keyakinan dalam hati tentang sesuatu dan dia membenarkan hal
tersebut
d. Akhlak: kondisi jiwa yang mendorong tindakan-tindakan tanpa perlu
berpikir dan pertimbangan lagi
e. Fiqh: pengetahuan hukum-hukum Syar’i (yang cara mengetahui) adalah
dengan metode ijtihad
f. Sejarah peradaban Islam: gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa
lampau yang dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah, meliputi
urutan waktu, diberi tafsiran dan analisa kritis, sehingga mudah
dimengerti dan dipahami.

J. Tes Awal
1. Menurur Abu Hamid al-Ghazali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Pengertian ini
mengandung esensi bahwa akhlak adalah…
A. Sifat yang tertanam dalam jiwa
B. Perbuatan yang gampang dan mudah
C. Perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
D. Perbuatan tanpa memerlukan pertimbangan
E. Perbuatan sebagai manifestasi jiwa seseorang
Kunci jawaban: E

2. Keberagamaan seseorang dapat diukur dari keberadaan dimensi


keyakinan (Aqidah Islam), dimensi praktek agama (ritual dan ketaatan),
dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi
pengamalan atau konsekuensi. Di bawah ini, yang termasuk perilaku
keberagamaan sebagai implementasi dari Aqidah Islam seseorang
adalah...
A. Pak Umar rajin shalat berjamaan di masjid, sebab beliau sebagai ketua
DKM
B. Aisyah memberi bingkisan kepada tetangganya, karena tetangganya
juga suka memberi bingkisan kepadanya
C. Anton setiap hari Jum’at memberi infaq ke masjid di sekolahnya
sebagai ketaatan terhadap aturan sekolah
D. Fahima rajin mengaji di rurmah karena diperintahkan oleh
orangtuanya
E. Andini suka menyantuni anak yatim sebagai implementasi dari
perintah Allah
Kunci jawaban: E

K. Tes Formatif (dibuat dosen pengampu modul)

L. Tes Akhir
1. Perhatikan kalimat berikut ini:
1) Hukum anjing adalah haram
2) Hukum memakan daging anjing adalah haram
Dari dua pernyataan tersebut, yang tepat untuk menunjukkan
hukum dalam Fiqh adalah pernyataan no. 2, karena pernyataan
tersebut menunjukkan…
A. Sesuai ketentuan Hadis
B. Hasil ketetapan Mujtahid
C. Hukum pekerjaan mukallaf
D. Sesuai ketentuan al-Qur’an
E. Dzat yang najis secara nash
Kunci jawaban: C

2. Ahmad melihat tetangganya yang kesulitan, namun tetangga


tersebut selalu membenci Ahmad. Ketika Ahmad mau menolong, ia
mempertimbangkan untuk memberikan pertolongan atau tidak.
Pada akhirnya Ahmada pun menolong tetangganya.
Perilaku Ahmad tersebut dilihat dari definisi akhlak termasuk…
A. Budaya Baik
B. Akhlak baik
C. Akhlak buruk
D. Kebiasaan baik
E. Kebiasaan buruk
Kunci jawaban: B

3. Asbab al-Nuzul merupakan salah satu disiplin ilmu al-Qur’an.


Salah satu contoh penafsiran al-Qur’an yang didasarkan kepada
asbab al-nuzul adalah…
A. Memahami isi kandungan surat Abasa
B. Memahami isi kandungan surat al-Nas
C. Memahami isi kandungan surat al-‘Ashr
D. Memahami isi kandungan surat al-Falaq
E. Memahami isi kandungan surat al-Fatihah
Kunci jawaban: A

M. Daftar Pustaka
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz III, Mesir : Isa Bab al-
Halaby, tt.
Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran Ilmu untuk Memahami Wahyu,
Rosda, Bandung: 2016
Ahmad Amin, Kitabal al-Akhlaq, (Mesir: Daral-Kutub al-Mishriyah,
cet. III,. t.t)
Ahmad Musthafa al Maraghi, Tafsir al-Maraghi Jilid III, Semarang,
Toha Putra,1993
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, RajaGrafindo Persada, 2010
Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak Fii al-Tarbiyah, Beirut : Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 1985
Kemeng RI, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada
Sekolah, 2010
Mustofa., Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 2014.
Teungku. Muhammad Hasbi al-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an
(‘Ulum al-Qur’an) Membahas Ilmu-Ilmu Menafsirkan Al-Qur’an,
Pustaka Rizki Putra, Semarang : 2014

Anda mungkin juga menyukai