Anda di halaman 1dari 12

1 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama Hindu STAH N Mpu Kuturan Singaraja Kebijakan Jaminan Kesehatan

Bagi masyarakat Pada Masa pandemi Covid-19 di Indonesia Ni Ketut Tri Srilaksmi
trisrilaksmi@stahnmpukuturan.ac.id

Abstrak

Pandemi covid-19 di Indonesia telah memasuki angka kematian 144.320 orang yang terkena positif
covid-19 sebanyak 4.353.370 orang dengan angka kesembuhan sebanyak 4.140.454 orang. Berdasarkan
data tersebut maka dapat di katagorikan virus corona ini merupakan pandemi. kelangkaan alat medis
namun juga biaya perawatan yang di butuhkan juga cukup tinggi dalam penaganan pengobatan di
rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Tingginya angka penularan dan mudahnya penularan hanya
melewati droplet menjadikan permasalahan Kesehatan tersendiri bagi pemerintah. Fungsi dari negara
sendiri yakni menjaga ketertiban dan keamanan, Pertahanan, Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,
dan menegakkan keadilan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 40 Tahun 1991
tentang penanggulangan wabah penyakit menular bab III Pasal 6 yang berbunyi Menteri
bertanggungjawab atas pelaksanaan tekhnis upaya penanggulangan wabah. Undangundang No. 40
Tahun 2004 Tentang Jaminan Sosial Nasional dalam Pasal 1 Bab I di Ketentuan Umumnya menuliskan
bahwa Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. dalam pasal1 ayat 2 juga menyatakan Sistem
Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa
badan penyelenggara jaminan sosial di Indonesia. Bila jaminan kesehatan saat ini diidentikkan dengan
kesehatan sosial maka hal ini berarti bahwa setiap orang siapa pun dia menjadi warga negara Indonesia
adalah berhak atas jaminan kesehatan, da:am konteks ini menjadi berkewajiban untuk menjadi peserta
asuransi kesehatan.

Kata Kunci : Pandemi, Covid-19, jaminan sosial, Jaminan Kesehatan, kebijakan, Negara, Undang-undang

Abstrac

The COVID-19 pandemic in Indonesia has reached a death toll of 144,320 people who were positively
affected by COVID-19, as many as 4,353,370 people, with a recovery rate of 4,140,454 people. Based on
this data, the coronavirus can be categorized as a pandemic. Because of the scarcity of medical
equipment and the cost of care needed, it is quite expensive to handle treatment in hospitals and
outside hospitals. The high rate of transmission and the ease with which transmission only passes
through droplets make it a separate health problem for the government. The function of the state itself
is to maintain order and security, defend the welfare and prosperity of the people, and uphold justice. In
accordance with Government Regulation of the Republic of Indonesia No. 40 of 1991 concerning the
control of infectious disease outbreaks, Chapter III, Article 6, which states that the Minister is
responsible for the technical implementation of epidemic control efforts. According to Article 1 of
Chapter I of the General Provisions, Social Security is a type of social protection that ensures that all
people can meet their basic needs for a decent life.Article 1 paragraph 2 also states that the National
Social Security System is a procedure for administering social security programs by several social security
administering bodies in Indonesia. If health insurance is currently identified with social health, then this
means that everyone, once he or she becomes an Indonesian citizen, is entitled to health insurance. In
this context, it is mandatory to become a participant in health insurance.

pe Keywords : COVID-19, pandemic, social security, health insurance, policy, state, law. I.
Pendahuluan

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dimiliki dalam negaradengan konsep welfare state.
Dimana konsep dari welfare state menurut paul spicker merupakan “The welfare state is a means
promoting and maintening welfare in society” (paul spicker, 2000) dari pendapat tersebut maka dapat
diartikan bahwa konsep negara kesejahteraan merupakan konsep yang dipergunakan dalam menjamin
kesejahteraan dan kemakmuran 2 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama Hindu STAH N Mpu Kuturan Singaraja
masyarakatnya. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tidak akan pernah lepas dari sebuah kebutuhan
akan kesehatan. Kesehatan merupakankebutuhan dasar yang harus dapat dipenuhi oleh negara. Dalam
masa pandemi yang begitu panjang kesehatan merupakan suatu prioritas yang harus dimiliki oleh setiap
masyarakat. Pandemi sendiri memiliki makna dalam kamus besar Bahasa Indonesia wabah yang
berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Virus ini berkembang pada
tahun 2019 yang pertamakali ditemukan di negara cina kota wuhan. World health organization pada
tahun 2019 memberikan data sebanyak 827.419 jiwa pada 203 negara dengan angka kematian lebih dari
4.200 jiwa meninggal dunia(Coronavirus, 2020). Indonesia sendiri memiliki data terakhir pada tanggal 03
februari 2022 yang terkena positif covid-19 sebanyak 4.353.370 orang dengan angka kesembuhan
sebanyak 4.140.454 orang dengan angka kematian 144.320 orang maka data di dapatkan 25% yang
mengalami meninggal dunia dan 75% mengalami kesembuhan. Berdasarkan data tersebut maka dapat
di katagorikan virus corona ini merupakan pandemi. Sesuai dengan pasal 28 H ayat (1) UUD NKRI 1945
secara implisit menyatakan bahwa negara menjamin kesehatan bagi warganegaranya. Namun dengan
tingginya angka yang terkena wabah ini mengakibatkan tidak siapnya tenaga para medis yang berakibat
pada tingginya angka penularan dan tingginya kebutuhan alat medis. Tingginya kebutuhan alat medis ini
maka menjadikan beberapa oknum penyalur alat medis terutama masker, hand sanitaiser, dan hand
glove menjadi langka dan mahal pada awal mula pandemi ini merebak di Indonesia. Pemerintah
Indonesia sebagai pemilik regulator kebijakan memiliki peran penting terhadap permasalahan-
permasalahan tersebut. Tingginya angka penularan dan mudahnya penularan hanya melewati droplet
menjadikan permasalahan Kesehatan tersendiri bagi pemerintah. Fungsi dari negara sendiri yakni
menjaga ketertiban dan keamanan, Pertahanan, Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dan
menegakkan keadilan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 40 Tahun 1991
tentang penanggulangan wabah penyakit menular bab III Pasal 6 yang berbunyi Menteri
bertanggungjawab atas pelaksanaan tekhnis upaya penanggulangan Wabah(PP. No 40 Tahun 1991
Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, 1991). Sesuai dengan penjelasan pada PP tersebut
maka tanggungjawab mentaeri adalah memberikan aturan dan mengatur tatacara penanggulangan
wabah pada manusia maupun hewan, bilamana wabah terjadi pada hewan maka yang
bertanggungjawab merupakan Menteri yang membidangi dalam bidang peternakan. Hal ini
memperkuat bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin Kesehatan masyarakat terutama
pada masa pandemi Covid-19 saat ini. II.

Metode Penelitian

Tulisan ini akan mengkaji permaslahan kebijakan jaminan Kesehatan bagi masyarakat dan penduduk
yang ada di Indonesia pada masa pandemi covid-19 dengan cara memahami makna dan arti dari
Kesehatan, kebijakan pemkerintah dan aturan-aturan penanggulagan pada masa pandemi.
Permasalahan dibahas menggunakan metode penulisan hukum menggunakan metode normatif yang di
deskripsikan secara kualitatif. Kebijakan-kebijakan akan di ambil sesuai dengan aturan-aturann yang
diberlakukan pemerintah dalam penanganan kasus covid-19 dalam permasalahan kesehatan dan medis.
Permasalahan pada tulisan ini akan dikaji menggunakan teori negara sdimana menurut pendapat
Miriam budiarjo, negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah(governed) oleh
sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dan warga negaranya ketaatan pada peraturan
perundang-undangannya melalui penguasaan (Kontrol) monopolistis dan kekuasaan yang sah
(Muhamad Junaidi, 2016). Teori negara Kesejahteraan atau yang di kenal dengan istilah Welfare State di
pergunakan dalam membahas 3 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama Hindu STAH N Mpu Kuturan Singaraja
permasalahan pada tulisan ini dalam membahas mengenai tujuan dan funsi negara sebagai penggerak
dalam menyukseskan tujuan dan fungsi negara yang sudah di rencanakan oleh pemerintah.

III. Pembahasan

1. Kesehatan Merupakan kebutuhan dasar


Kesehatan harus dipahami sebagai kontekstual pristiwa yang dihadapi atau dilihat atas keadaan
dimana keadaan ini dibagi menjadi kedaan lahiriah, batiniah, dan lingkungannya. Keadaan
lahiriah manusia yakni keadaan manusia, yang meliputi organ dalam manusia atau bagian tubuh
manusia yang di bawa sejak lahir. Sementara itu batiniah merupakan jiwa dan mental manusia
yang dipengaruhi oleh lingkunagan dan keadaan manusia pada saat ini. Kedua hal tersebut
sangat di pengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Lingkungan social ialah lingkungan yang terbebas
dari gangguan kerusakan, atau rasa sakit/penyakit(Roberia, 2019). Kebijakan kesehatan mental
di Indonesia terbilang mengalami kemajuan apabila dibandingkan dengan beberapa dekade
sebelumnya, meskipun kemajuannya cenderung lambat. Perumusan kebijakan kesehatan
mental belum didukung oleh data penunjang yang adekuat, sama halnya seperti yang dialami
banyak negara berkembang lainnya. Padahal data yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk
merumuskan kebijakan yang efektif sehingga pada tingkat pelayanan kesehatan primer dan
sekunder upaya penanganan kesehatan mental dapat lebih optimal(Ridlo, 2015) Kebijakan
Kesehatan yang cukup baik tetap memiliki perdebatan akan kejelasan dan ketegasan rinciannya.
Dapat dipahami sebagai ukuran atau kriteria tertentu dalam bidang memberikan
kebermanfaatan jaminan kesehatanyang bersifat pelayanan perseoranan berupa pelayanan
Kesehatan yang mencakup pelayanan promotive, preventif kuratif, dan rehabilitative termasuk
obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Bahan medis yang di perlukan dalam masa
pandemi berupa pelayanan dan penyuluhan Kesehatan, imunisasi atau vaksin, pelayanan
keluarga berencana, rawaj jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat dan Tindakan medis
lainnya termasuk cuci darah, oprasi jantung yang harus seuai dengan Tindakan medis yang
secara mutu, kualitas dan standart tetap sama sebelum adanya pandemi. Pelayanan tersebut
walaupun memiliki perbedaan yakni berupa alur yang harus sesuai dengan standart protocol
pandemi berupa swab maupun pemeriksaan lab sebelum mengambil Tindakan medis.
penyelenggara jaminan kesehatan dan pemenuhan atau pemberian pelayanan kesehatan
tersebut dilakukan secara efisien dan efektif, sepanjang jenis pelayanan kesehatannya tidak
untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan atau tidak untuk
jenis pelayanan kesehatan yang sangat dipengaruhi selera dan perilaku peserta (pelayanan yang
membuka peluang moral hazard) seperti pemakaian Obat suplemen, pemeriksaan diagnostik,
dan tindakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan medik(UndangUndang (UU) Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, 2004). Bagaimanapun, perlu dipahami juga bahwa ukuran atau kriteria
tertentu yang dimaksud dengan 'Kebutuhan Dasar Kesehatan' tersebut di atas sangat perlu
diberikan kepastian hukumnya melalui hukum positif (peraturan perundangundangan yang
berlaku) yang secara tegas dan jelas mencantumkan jenis pelayanan kesehatan apa saja
dan/atau jenis penyakit apa saja yang ditanggung, yang menjadi manfaat jaminan kesehatan
yang berhak diperoleh oleh peserta dan jenis pelayanan kesehatan dan/atau Jenis penyakit yang
tidak ditanggung, yang tidak berhak diperoleh oleh peserta. Secara berkala atau kurun waktu
tertentu pemerintah harus menerbitkan hukum positif yang secara tegas dan jelas
mencantumkan daftar jenis pelayanan kesehatan dan/atau jenis penyakit yang ditanggung
biayanya oleh penyelenggara untuk memenuhi kriteria 'Kebutuhan Dasar Kesehatan' sehingga
konsep 'Kebutuhan Dasar Kesehatan' 4 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama Hindu STAH N Mpu
Kuturan Singaraja memiliki kepastian hukum, meskipun sifatnya dinamis dari waktu ke waktu
(Roberia, 2019). Undang-undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Jaminan Sosial Nasional dalam
Pasal 1 Bab I di Ketentuan Umumnya menuliskan bahwa Jaminan sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak. dalam pasal1 ayat 2 juga menyatakan Sistem Jaminan Sosial Nasional
adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggara jaminan sosial.(Undang-Undang (UU) Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,
2004). Adapun tujuan dari jaminan nasional yang di maksud pada UU tersebut adalah upaya
pemerintah dalam memberikan masyarakat jaminan kesehatan bagi masyarakat. Pasal 2
menyatakan Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan,
asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.pasal 19 juga menyatakan
bahwa Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial
dan prinsip ekuitas. Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan.

2. Jaminan Konstitusional jaminan Kesehatan di Indonesia

Memahami jaminan kesehatan dalam konteks perlindungan, Pemajuan penegakan, dan pemenuhan hak
asasi (fundamental right) setiap orang yang dijamin oleh konstitusi maka sesungguhnya tidaklah hanya
didasarkan pada ketentuan Pasal 28A, Pasal 28B, dan Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Konstitusi Kelima) sebagaimana dikemukakan pada bagian 'Ketentuan Normatif
Terkait Jaminan Kesehatan Dalam Konstitusi Kelima' di bab sebelumnya. Tapi bila dicermati lebih
dalamnya lagi ketentuan dalam Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 281, dan
Pasal 28J maka ketentuan tersebut juga berkaitan erat dengan jaminan kesehatan. Bila dalam ketentuan
Pasal 28A yang pada intinya memberikan jaminan konstitusional mengenai hak hidup, ketentuan Pasal
28B mengenai hak berkeluarga, hak melanjutkan keturunan, dan hak anak, serta ketentuan Pasal 28H
mengenai hak lingkungan hidup yang sehat dan hak jaminan sosial adalah memang ditemukan suasana
kebatinannya yang mengaitkan dengan jaminan kesehatan. Berdasarkan pada pemahaman terhadap
pasal tersebut dan dengan mencermati dengan saksama tentu dapat pula dipahami keterkaitan jaminan
kesehatan dengan ketentuan pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28 G , Pasal 28 I, dan Pasal
28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Konstitusi Kelima)(UUD Negara
Republik Indonesiatahun 1945 , 1945). Jaminan nasional mengenai jaminan kesehatan sendiri
berdasarkan pasal 28C yang pada intinya menyatakan memberikan jaminan konstitusional akan hak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar dan hak memperjuangkan secara kolektif
untuk memajukan diri maka dengan berdasarkan uraian pembahasan mengenai pengertian jaminan
kesehatan dan teori welfare state yang dikemukakan oleh Spicker, dapat dipahami bahwa kesehatan itu
juga telah merupakan bagian dari kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Dalam
pemenuhan jaminan kesehatan tersebut tentu juga dapat dilakukan secara kolektif. Jadi ketentuan Pasal
28C ini adalah juga berkaitan erat dengan jaminan kesehatan(Ridlo, 2015).

3. Jaminan Pembiayaan Menurut UU 40/2004 tentang SJSN

Pembiayaan jaminan kesehatan yang dikehendaki dalam sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat telah
ditentukan oleh negara berupa mekanisme pembiayaan yang berbasis asuransi social. Hal ini secara jelas
dan tegas dinyatakan dalam pasal 19 ayat (1) UU 40/2004 SJSN, yang 5 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama
Hindu STAH N Mpu Kuturan Singaraja berbunyi: "Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas” Terhadap hal ini maka setelah mencermati
kembali uraian pembahasan di bab sebelumnya terkait Amanat Konstitusi Kelimaj, memang
sesungguhnya ada juga, terkandung kehendak konstitusi seperti demikian. Mekanisme asuransi sosial itu
dipandang lebih efisien dan efektif karena berbiaya rendah untuk skala ekonomi jutaan orang(MPR,
2010). Efektivitas mekanisme asuransi kesehatan cara memungut iurannya tersebut pada kesempatan
ini berusaha secara normatif saja. Bila jaminan kesehatan saat ini diidentikkan dengan kesehatan sosial
maka hal ini berarti bahwa setiap orang siapa pun dia menjadi warga negara Indonesia adalah berhak
atas jaminan kesehatan, dalam konteks ini menjadi berkewajiban untuk menjadi peserta asuransi
kesehatan. Yang dimaksud dengan pembiayaan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelanggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh
perorangan, keluarga, kelompokdan masyarakat. Pembiayaan kesehatan harus stabil dan selalu
berkesinambungan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan(adequacy), pemerataan (equity),
efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectiveness) pembiayaan kesehatan itu sendiri. Pengertian
pembiayaan tersebut merujuk pada dua sudut pandang berikut: 1. Penyedia Pelayanan Kesehatan
(health provider) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya
kesehatan. 2. Pemakaian jasa pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan
untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan. Jenis-jenis pembiayaan kesehatan dilihat dari pembagian
pelayanan kesehatan tersendiri dibagi menjadi, Biaya pelayanan kedokteran yaitu biaya untuk
menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kedokteran yang tujuan utamanya mengarah ke
pengobatan dan pemulihan dengan sumber dana dari sektor pemerintah maupun swasta, Biaya
pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan
pelayanan kesehatan masyarakat yang tujuan utamanya mengarah ke peningkatan kesehatan dan
pencegahan dengan sumber dana terutama dari sektor pemerintah (Arip Suprianto, 2017). Pemberian
jaminan pemeliharaan kesehatan pada masyarakat dengan pembiayaan ditanggung sepenuhnya oleh
masyarakat dapat mengakibatkan pembengkakan biaya pelayanan kesehatan. Terdapat fakta di
beberapa negara berkembang bahwa pemberian perlindungan secara finansial terhadap pelayanan
kesehatan dalam bentuk jaminan kesehatan justru memperbesar biaya pelayanan kesehatan akibat
peningkatan pemakaian pelayanan kesehatan yang tidak perlu. Penggunaan pelayanan kesehatan secara
berlebihan tersebut dilakukan oleh masyarakat near poor dengan mendaftar kan diri sebagai
masyarakat miskin agar memperoleh jaminan kesehatan. Bahkan berkembang pula kenyataan bahwa
cakupan asuransi kesehatan yang berkembang saat ini mereduksi perilaku preventif masyarakat dalam
pemeliharaan kesehatan mereka(Arif kurniawan, 2012). Bila demikian halnya, tampaknya cara yang
digunakan harus menggabungkan berbagai cara dalam memungut iuran dari orang yang tergolong tidak
fakir miskin dan orang yang tidak termasuk kriteria tidak mampu, namun orang tersebut juga tidak
memiliki pekerjaan formal. Tentu terkait hal ini, sangat disarankan perlunya penelitian tersendiri untuk
itu. Semoga ada yang tertarík melakukan penelítiannya untuk hal penting seperti ini. Kembali ke soal
mekanisme pembiayaan jaminan kesehatan maka kalaulah terdapat suara yang berkeberatan terhadap
mekanisme asuransi sosial ini, sebagaimana dapat dicermati dari argumentasi pemohon uji materi Pasal
17 UU 40/2004 SJSN yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi dan telah diputuskan dalam Putusan
Perkara Nomor 50/PUUVlll/2010(MK, 2005b), yaitu: "UU 40/2004 6 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama
Hindu STAH N Mpu Kuturan Singaraja dianggap merupakan suatu skenario menyerahkan suatu urusan
yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara kepada perusahaan asuransi(MK, 2005b) namun oleh
Mahkamah Konstitusi tidaklah demikian pendapatnya. Mahkamah Konstitusi telah berulang kali
menegaskan pendapatnya soal pilihan UU 40/2004 SJSN terhadap mekanisme asuransi sosial tersebut,
yang dapat dicermati dari tiga Putusannya yaitu Putusan Perkara Nomor 007/PUUIII/2005, Putusan
Perkara Nomor 50/PUUVlll/2010 (MK, 2005b)dan Perkara Nornor 51/PlJU-lX/2011(MK, 2005b), yang
diantaranya berbunyi sebagai berikut: 1. Bahwa kendatipun UUD 1945 telah secara tegas mewajibkan
negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial tetapi UUD 1945 tidak mewajibkan kepada negara
untuk menganut atau memilih sistem tertentu dalam pengembangan sistem jaminan sosial dimaksud.
UUD 1945, dalam hal ini Pasal 34 ayat (2), hanya menentukan kriteria konstitusional yang sekaligus
merupakan tujuan dari sistem jaminan sosial yang harus dikembangkan oleh negara, yaitu bahwa sistem
dimaksud harus mencakup seluruh rakyat dengan maksud untuk memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dengan demikian, sistem apa pun yang
dipilih dalam pengembangan jaminan sosial tersebut harus dianggap konstitusional, dalam arti sesuai
dengan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, sepanjang sistem tersebut mencakup seluruh rakyat dan
dimaksudkan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan; 2. Bahwa jaminan sosial dapat dilakukan baik melalui sistem asuransi
sosial yang didanai oleh premi asuransi maupun melalui bantuan sosial yang dananya diperoleh dari
pendapatan pajak, dengan segala kelebihan dan kelemahan yang dimiliki masing-masing, dan oleh
karena Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 hanya menentukan bahwa sistem jaminan sosial yang wajib
dikembangkan oleh negara harus mencakup seluruh rakyat dan meningkatkan keberdayaan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, di mana undang-undang a quo
telah memilih sistem asuransi sosial yang di dalamnya juga terkandung unsur bantuan social(MK,
2005a). Sistem Jaminan Sosial yang di berikan pemerintah berdasarkan aturan dan perundangundangan
diatas merupakan system jaminan yang menerapkan system single atau multi payer yang dikenakan bagi
seluruh jaminan sosial baik jaminan tenaga kerja, dan termasuk pula jaminan kesehatan, yaitu hanya
atas satu pilihan saja yang berupa mekanisme asuransi kesehatan sosial, cukuplah harus diyakini bahwa
tidak perlu dipersoalkan lagi konstitusionalitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pun
ternyata suasana kebatinan sistem jaminan sosial yang dimaksudkan oleh tokoh bangsa yang
merumuskan ketentuan atau norma hukum dalam Undang-Undang Dasar tentang hal tersebut memang
didasarkan pada pengalaman negara lain yang telah lama menggunakan mekanisme asuransi sosial
seperti ini(Roberia, 2019). 3. Jaminan Kesehatan Pada era Covid-19 Dalam praktek bernegara,
penyelenggara negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar manusia sesuai
dengan hakekat manusia yang utuh, yaitu keseluruhan pribadi manusia yang terdiri dari badan dan jiwa.
Aristoteles menyatakan tentang kewajiban negara ini dalam tulisannya yang dekenal sebagai Etika
Nicomachea, dalam bukunya “The Republic” (Susila Adiyanta, 2020). Dalam tata kehidupan masayarakat
modern, negara harus menjamin sepenuhnya hak atas kebebasan individu dan komunitas warga (civil
society), keselamatan dan keamanan harta benda, serta jiwa raganya. Hak-hak ini dikenal sebagai hak
dasar yang bersifat terberi (given), yang dalam konteks perkembangan negara modern kemudian
disebut sebagi hak fundamental atau hak asasi. Begitu pula di 7 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama Hindu
STAH N Mpu Kuturan Singaraja saat wabah pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di
dunia sekarang ini, kesehatan merupakan kebutuhan primer bagi setiap individu dan masyarakat.
Negara sebagai penanggungjawab atas keselamatan seluruh warganya, dituntut secara total untuk
menjamin dan melindungi kesehatan badan dan jiwa seluruh warga dan penduduk yang berada di
wilayahnya. Pemerintah sebagai pelaksana tanggu ngjawab, fungsi dan tugas negara dalam
penyelenggaraan pelayanan publik harus bekerja keras mengatasi wabah pandemi(Franz Magnis, 2019) .
Kebijakan SJSN adalah sebuah sistem jaminan sosial yang ditetapkan di Indonesia dalam UU No. 40/2004
tentang SJSN. Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh
negara guna menjamin warga negaranya, untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak,
sebagaimana tertuang dalam Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 1948 dan Konvensi
ILO No. 102 tahun 1952, melalui 5 (lima) program jaminan sosial. Melalui SKN, Pemerintah menetapkan
beberapa ketentuan, yaitu: 1. untuk meningkatkan akselerasi dan peningkatan mutu pelaksanaan SKN,
pembangunan kesehatan perlu berlandaskan perlu berlandaskan pada pemikiran dasar pembangunan
dasar kesehatan; 2. pemikiran dasar pembangunan meliputi pemikiran tentang pelaksanaan, tujuan, dan
prinsip dasar pembangunan kesehatan; 3. prinsip dasar pembangunan kesehatan memerlukan aspek-
aspek perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, keadilan dan pemerataan. Dengan demikian,
pemikiran dasar pembangunan kesehatan merupakan landasan penting pembangunan kesehatan untuk
meningkatan akselerasi dan mutu pelaksanaan sistem kesehatan nasional (Moeleok, 1999).
Permasalahan pandemi ini tidak hanya diatur dalam UU kesehatan namun juga di atur dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU Penanggulangan Bencana), maka
pandemi corona yang terjadi dewasa ini dapat dikategorikan sebagai bencana non alam. UU
Penanggulangan Bencana mengategorikan bencana non alam sebagai bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit. Dengan demikian wabah corona ini merupakan bencana non alam berupa
epidemi dan wabah penyakit. Regulasi yang diatur dalam UU Penanggulangan Bencana ini mengatur
penanggulangan pasca peristiwa, yakni menanggulangi risiko yang timbul dari suatu bencana. Undang-
Undang ini juga menegaskan bahwa Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab
untuk menanggulangi akibat dari adanya bencana alam(Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, 2007). Tanggung jawab negara untuk memenuhi hak atas kesehatan sebagai
hak fundamental dipertegas kembali deklarasi Alamat. Penegasan tersebut tertera pada kalimat berikut:
The important WHO and UNICEF Declaration of Almaata adopted at the International Conference on
Primary Health Care in 1978, also used similar language: The Conference strongly reaffirms that health,
which is a state of complete physical, mental and social wellbeing, and not merely the absence of
disease or infirmity, is a fundamental human right and that the attainment of the highest possible level
of health is a most important world-wide social goal whose realization requires the action of many other
social and economic sectors in addition to the health sector (Siti Nurhalimah, 2020). Dalam deklarasi
yang dilakukan oleh WHO dan UNICEF tersebut menegaskan kembali hak atas kesehatan yang
merupakan bagian dari hak asasi manusia, dengan demikian pemenuhan hak atas kesehatan merupakan
tanggung jawab negara dan tujuan dari seluruh dunia yang juga harus didukung oleh berbagai sektor.
Melalui beragam kebijakannya seperti penyediaan sistem jaminan kesehatan, penyediaan infrastruktur
kesehatan, optimalisasi sumber daya manusia sebagai tenaga medis, merupakan salah satu bentuk
upaya negara untuk memenuhi derajat kesehatan masyarakat 8 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama Hindu
STAH N Mpu Kuturan Singaraja secara luas. Begitu pula halnya di tengah pandemi penyakit, tanggung
jawab negara memelihara kesehatan masyarakat menjadi semakin ekstra. Negara harus
mengoptimalkan alokasi keuangan negara, mengoptimalkan regulasi yang tersedia, dan tidak lupa
menjaga para tenaga media sebagai garda terdepan. Berhasil atau tidaknya negara menangani pandemi
corona ini menunjukkan berhasil tidaknya negara menjaga kesehatan masyarakat yang menjadi
tanggung jawabnya (Siti Nurhalimah, 2020). Dibayangi oleh kombinasi antara krisis kesehatan dan
ekonomi yang dihadapi dunia sebagai dampak pandemi global Covid-19, Pemerintah menerbitkan
Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi
Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, dengan
pertimbangan kemendesakan dan urgensi untuk mengatasi wabah pandemi Covid-19. Melalui Perpu 1
Tahun 2020 ini, Pemerintah mengupayakan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional,
dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan
perekonmian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak. Pemerintah
mengalokasikan dana stimulus dan relaksasi fiskal yang diharapkan dapat dirasakan manfaatnya oleh
tenaga medis, masyarakat, dan pelaku usaha di sektor riilserta sektor keuangan yang meliputi usaha
mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi secara lebih merata, yang antara lain
mencakup: 1. Anggaran tambahan untuk pencegahan Covid-19 di bidang kesehatan sebesar Rp75 triliun
termasuk untuk pemberian insentif bagi tenaga medis dokter, perawat, santunan kematian, pembelian
alat kesehatan termasuk Alat Pelindung Diri (APD), masker, hand sanitizer, ventilator, dan persiapan
rumah sakit serta berbagai fasilitas karantina; 2. Memperluas pemberian tambahan bantuan sosial
sebesar Rp100 triliun bagi masyarakat terdampak Covid-19 yang sangat membutuhkan. Lebih dari 29
juta keluarga atau bahkan mencapai di atas 50% rakyat Indonesia menikmati bantuan pemerintah baik
dalam bentuk tunai, sembako, pembebasan dan diskon listrik, hingga kartu prakerja; 3. Memberikan
dukungan insentif relaksasi perpajakan, bantuan lebih dari 60 juta UMKM baik dalam bentuk penundaan
cicilan, subsidi bunga dan bantuan tambahan modal kerja; 4. kebijakan dalam rangka program
Pemulihan Ekonomi Nasional untuk pelaku usaha di sektor riil dan sektor keuangan yang meliputi usaha
mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha besar, dan koperasi yang kegiatan usahanya terdampak oleh
COVID-19. Penerbitan Perpu Nomor 1 Tahun 2020, yang kemudian disetujui oleh DPR menjadi UU No. 2
Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian (Susila Adiyanta, 2020).

IV. Kesimpulan

Tujuan dan fungsi negara Keberadaan negara, seperti organisasi pada umumnya di mana organisasi
tersebut didirikan untuk memudahkan anggotanya (rakyat) dalam mencapai tujuan bersama atau Cita-
citanya. Negara merupa-kan sebuah organisasi yang memunyai tujuan tertentu. Sebagai organisasi
kekuasaan, maka ketentuan mengenai tujuan dan cita negara menjadi sangat penting, karena pada
hakikatnya tujuan dan cita negara adalah untuk menentukan bagaimana cara mengatur dan menyusun
negara yang bersangkutan, termasuk menyusun program-program yang ditujukan kepada
masyarakatnya. Susunan itu diperlukan guna 9 PARIKSA – Jurnal Hukum Agama Hindu STAH N Mpu
Kuturan Singaraja memberikan arah yang jelas terhadap sebuah citacita yang akan dituju oleh
masyarakat yang berada dalam negara tersebut. Tidak mudah menyamakan pandangan masyarakat,
karena di dalam masyarakat terdiri banyak golongan agama, ras, etnis dan suku. Namun itu konsekuensi
yang harus dijalankan demi terciptanya keinginan Bersama. Dalam praktek bernegara, penyelenggara
negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar manusia sesuai dengan
hakekat manusia yang utuh, yaitu keseluruhan pribadi manusia yang terdiri dari badan dan jiwa.

Daftar Pustaka

Arif kurniawan, A. D. I. (2012). Kebutuhan Jaminan Kesehatan Masyarakat di Wilayah Perdesaan. Kesmas
Jurnal Kesehatan Masyarakat (National Public Health Journal), 7, 3–7.

Arip Suprianto. (2017). EVALUASI PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi Tentang
Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Journal of Governance And Public Policy, 4(1), 71–107.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pub. L. No. Nomor 24 Tahun
2007, https://bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf (2007).

PP. No $0 Tahun 1991 Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, Pub. L. No. No.40, 3 (1991).
coronavirus. (2020, March 15). Https://Www.Who.Int/HealthTopics/Coronavirus#tab=tab_1.

Franz Magnis, S. (2019). Etika Politik. gramedia.

Undang-undang (UU) tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pub. L. No. Undang-undang (UU) No. 40
Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/4078 7 (2004).

MK. (2005a). Mahkamah konstitusi, Putusan Perkara Nomor 007/PUU-III/2005. In MK (Ed.), Mahkamah
konstitusi (pp. 260–261). MK.

MK. (2005b). Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Perkara Nomor 50/PUUVlll/2010.

Moeleok, N. F. (1999). Reformasi Kesehatan dan Visi Masa Depan.

MPR. (2010). MPR, risalah perubahan Undangundang Dasar Negara republik Indonesia 1945 (Dua).

Muhamad Junaidi. (2016). Ilmu Negara Sebuah konstruksi ideal Negara Hukum ( nur saadah, Ed.; 2nd
ed.). setara press.

paul spicker. (2000). the welfare State: A General Theory (1st ed., Vol. 1). sage publication.

Ridlo, I. A. & Z. R. A. (2015, February 13). arah Kebijakan Kesehatan Mental. Buletin Kesehatan Mental,
20.

Roberia, Dr. H. S. H. , M. H. (2019). Hukum Jaminan Kesehatan Solusi Konstitusional Mengatasi Defisit
Dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan Pancasila: Vol. i. Gramata Publishing.

rokom. (2021, September 11). Belajar dari Pandemi COVID-19, Menkes Ingatkan Pentingnya
Perencanaan Pembangunan yang Memperhatikan Aspek Kesehatan dan Lingkungan.
Https://Sehatnegeriku.Kemkes.Go.Id/Baca/Um um/20210911/5238459/Belajar-Dari-PandemiCovid-19-
Menkes-Ingatkan-PentingnyaPerencanaan-Pembangunan-YangMemperhatikan-Aspek-Kesehatan-
DanLingkungan/.

Siti Nurhalimah. (2020). Covid-19 dan Hak Masyarakat atas Kesehatan. Jurnal Sosial & Budaya Syar-i,
7(6), 543–554.

Susila Adiyanta. (2020). Urgensi Kebijakan Jaminan Kesehatan Semesta ( Universal Health Coverage )
bagi Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Masa Pandemi Covid - 19. Administrative Law
& Governance Journal. V, 3(2), 1–28.

UUD Negara Republik Indonesiatahun 1945 , https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945 (1945).

Anda mungkin juga menyukai