Anda di halaman 1dari 87

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang dikarunia oleh Tuhan, hak untuk hidup sebagai

salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar (fundamental

human rigts). Salah satu aspek penting yang sangat mempengaruhi

hak untuk hidup yakni terpenuhinya kehidupan yang sehat pada

setiap orang. Sebagai warga negara yang hidup bersama dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan satuan-satuan

pemerintahan daerah, masyarakat yang mendiami wilayah kabupaten

Mamberamo Raya di Provinsi Papua, berhak memperoleh kehidupan

yang sehat melalui terpenuhinya hak-hak atas kesehatan.

Pemenuhan hak tersebut merupakan tanggungjawab negara dan

telah dijamin secara konstitusional pada alinea keempat dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) dan Batang Tubuh UUD Negara RI

Tahun 1945.

Pada alinea keeampat, salah satu cita-cita yang juga

merupakan tujuan negara adalah mewujudkan kesejahteraan

umum. Dalam mencapai tujuan bangsa Indonesia tersebut,

tentunya berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, salah

satunya adalah aspek kesehatan. Kesehatan menjadi hal penting

untuk memajukan kesejahteraan masyarakat Indonesia karena

1
merupakan salah satu tonggak utama dalam kemajuan

pembangunan. Dalam UUD 1945 diamanatkan bahwa kesehatan

merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia (HAM), yaitu

sebagimana yang tercantum dalam Pasal 28 H ayat (1) yang

menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik

sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang

kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 tersebut,

merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh.

Usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik

fisik maupun non fisik. Merujuk pada Sistem Kesehatan Nasional

disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut semua segi

kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas

dan kompleks. Hal ini sejalan dengan pengertian kesehatan yang

diberikan oleh dunia internasional sebagai: A state of complete

physical mental, and social, well being and not merely the absence

of desease or.1 Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa

pada dasarnya adalah kesehatan menyangkut semua segi

kehidupan dan melingkupi sepanjang waktu kehidupan manusia,

baik kehidupan masa lalu, kehidupan sekarang maupun masa

yang akan datang.

Mengacu pada tujuan negara dan jaminan konstitusional warga

negara tentang pemenuhan hak atas kesehatan, Pemerintah Daerah

1
Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan, Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta, Rieneka Cipta, 2005, hlm.1

2
Kabupaten Mamberamo Raya sebagai bagian dari sistem

penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, telah melakukan

sejumlah kebijakan di daerah yakni melaksanakan urusan

pemerintahan dibidang kesehatan, guna terpenuhinya hak untuk

hidup dan melanjutkan kehidupan. Kebijakan penanganan masalah

keehatan telah dan sedang dilakukan, namun permasalahan

kesehatan khususnya penyebaran penyakut menular seperti malaria,

masih merupakan penyakit yang mengancam kehidupan masyarakat.

Malaria adalah salah satu penyakit yang mengancam sistem

ketahanan fisiologi tapi juga psikologi dari sesorang terinfeksi sakit

tersebut. Infeksi penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang

menumpang pada manusia (induk semang) dan dalam kehidupan

parasite yaitu mengambil makanan dari dalam tubuh manusia dan

sangat merugikan sehingga mengalami gangguan serius bahkan bisa

menimbulkan kematian. Plasmodium penyebab penyakit (agent)

tinggal dalam tubuh manusia dan memakan sel darah merah.

Plasmodium sebagai parasit malaria ditemukan pada abad ke 19,

ketika Laveran melihat “bentuk pisang” dalam darah seorang

penderita malaria. Kemudian oleh Ross pada tahun 1897 bahwa

malaria ditularkan oleh nyamuk yang banyak terdapat di rawa-rawa.

Berdasarkan laporan World Malaria Report (WMR) tahun 2022

secara global gambaran epidemiologi kasus malaria bahwa terdapat

247 juta kasus malaria pada tahun 2021, meningkat dari 245 juta di

tahun 2020, dengan sebagian besar peningkatan kasus berasal dari

negara-negara di bagian Afrika. Secara global negara-negara dibagian

3
Afrika menyumbangkan sekitar 234 juta (95%) kasus tahun 2021.

Untuk negara-negara dibagian Asia Tenggara menyumbang sekitar

2% dari beban kasus malaria secara global. Kasus malaria selama

kurun waktu 20 tahun negra-negara bagian Asia Tenggara berkurang

23 juta (76%) ditahun 2000 menjadi 5 juta kasus pada tahun 2021.

Indonesia menyumbangkan kasus malaria terbesar kedua setelah

India di wilayah region Asia Tenggara, dengan estimasi kasus oleh

WHO sebesar 811.636 pada tahun 2021, (WHO, 2022).

Peningkatan kasus penyakit malaria sekitar 30% yang terjadi

pada negara Indonesia yaitu dari 304.607 kasus tahun 2021

meningkat menjadi 400.253 kasus positif tahun 2022. Daerah yang

tinggi kasus malarianya yaitu kabupaten/kota Sumba di Provinsi NTT

dan juga kabupaten/kota Penajan Paser Utara di Provinsi Kalimatan

Timur sedangkan terdapat kasus yang paling banyak lainnya berada

di Provinsi Papua berkontribusi menyumbang kasus positif sebanyak

356.889 atau 90% dari kasus nasional, (Kemenkes RI, 2022). Dalam

dokumen rencana strategi 2020-2024 bahwa sampai tahun 2024,

Indonesia harus mencapai API < 1 per 1000 penduduk sebesar 500

kabupaten/kota. Annual Parasite Incidence (API) merupakan angka

kesakitan malaria per 1000 penduduk berisiko dalam satu tahun.

Capaian indikator API < 1 merupakan salah indikator utama

persyaratan eliminasi malaria, selain tidak ada kasus indigenous

selama 3 tahun berturutturut dan positivity rate (PR) mencapai < 5 %.

Suatu kabupaten/kota yang telah mencapai angka kesakitan kurang

dari 1 per 1000 penduduk merupakan salah satu kriteria eliminasi

4
malaria. Untuk daerah tersebut harus memenuhi tiga kriteria utama

yaitu API kurang dari 1 per 1000 penduduk, Positivity Rate (PR)

kurang dari 5% dan tidak ada penularan setempat malaria selama

tiga tahun berturut-turut serta memenuhi beberapa persyaratan

lainnya. Status API < 1 per 1000 penduduk diperoleh dari jumlah

kasus positif dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun

yang sama. Angka kasus kesakitan malaria berupa parasite incidence

per tahun, dengan kabupaten/kota sebagai satuan wilayah terkecil.

Angka parasite incidence merupakan kasus positif malaria yang

diagnosisnya ditegakkan sesuai standar nasional menggunakan

mikroskop dan atau Rapid Diagnostic Test, (Kemenkes RI, 2022).

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2022 secara

nasional melaporkan bahwa di 514 kabuapten/kota capaian

penduduk dengan Eliminasi (Bebas Malaria) yaitu berjumlah

243.796.793 (89%) penduduk dan terdapat di 372 (72%)

kabaupaten/kota sedangkan untuk status daerah yang Endemis

Rendah (API <1%) sebanyak 22.004.854 (8%) penduduk dan terdapat

di 87 (7%) kabupaten/kota, berikutnya daerah dengan status

Endemis Sedang (API 1 – 5%) sebanyak 5.457.056 (2%) penduduk

yang terdapat di 27 (5%) kabupaten/kota sedangkan daerah dengan

status Endemis Tinggi (API > 5%) sebanyak 3.600.391 (1%) penduduk

yang terdapat di 28 (5%) kabupaten/kota. Jumlah kabupaten/kota

pada tahun 2022 yang angka API < 1 per 1000 penduduk terdapat di

459 kabupaten/kota dari target sebelumnya yang ditentukan yaitu

hanya 484 kabupaten/kota sedangkan cakupan pencapaian

5
kinerjanya yaitu 94,8%. Berdasarkan data nasional bahwa ada 89%

kabupaten/kota di Indonesia telah mencapai angka API <1 per 1000

penduduk, pada tahun 2022 juga terdapat 26 provinsi yang telah

mencapai angka API <1 per 1000 penduduk. Provinsi dengan

kabupaten/kota yang angka Annual Parasite Incidence <1 per 1000

penduduk adalah Provinsi Papua 17% dan Papua Barat 23%, untuk

Provinsi Papua Barat salah satu kabupaten yaitu Kabupaten Sorong

Selatan berhasil mencapai eliminasi malaria di tahun 2022,

(Kemenkes RI, 2022).

Data dan informasi secara nasional menunjukan bahwa kasus

malaria sampai dengan bulan Juni tahun 2023 dengan kematian di

Provinsi Papua yang terlaporkan yaitu 125 (64%) kasus. Jumlah

kasus postif malaria tahun 2022 yaitu 393801 kasus dan tahun 2023

sampai dengan bulan Juni positif malaria yaitu 134679 kasus.

Provinsi Papua data suspek tanpa pemeriksaan malaria 109809

kasus sedangkan terkonfirmasi pemeriksaan 392553 kasus. Capaian

satandar pengobatan malaria di Provinsi Papua samapi dengan bulan

Juni tahun 2023 yaitu 86% dari target nasional 95%. Secara nasional

juga total screening malaria pada ibu hamil tahun 2022 meningkat

sebesar 16 % dibanding tahun 2021 dari 285.054 bumil menjadi

330.771 tahun 2022, dan hanya sebesar 5.691 sedangkan untuk

capaian kelambu rutin pada semester 1 masih rendah (10%) dari

target pada tahun 2023. Perlu peningkatan koordinasi dan

pencatatan pelaporan dalam data integrasi pelayanan Kesehatan Ibu

dan Anak, (Kemenkes RI, 2023).

6
Berdasarkan hadil survey Habitat Perindukan (Breeding Site)

Jentik Anopheles di Indonesia ditemukan ada 80 spesies Anopheles,

22 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria dan

tersebar lokal spesifik. Vektor malaria utama di Indonesia Timur,

khususnya di Provinsi Papua termasuk bionomi nyamuk kelompok

An. punctulatus group yaitu An. farauti, An. koliensis dan An.

Punctulatus (Subbarao SK 1998). Data epidemiologi kasus malaria di

Provinsi Papua menunjukan bawa pada tahun 2021 terjadi

peningkatan penemuan kasus 27% dibadingkan dengan kasus di

tahun 2020. Proporsi kabupaten/kota yang dengan kategori endemis

tinggi 55% dan juga 61 % jumlah penduduknya berada di

kabupaten/kota dengan kategori daerah endemis malaria yang tinggi,

untuk endemis malaria rendah yaitu terdapat di Kabupaten Paniai

serta 7 kabupaten lainnya, kategori daerah endemis malaria sedang

yaitu terdapat di Kabupaten Supiori dan 3 kabupaten lainnya

sedangkan untuk daerah dengan kategori endemis malaria tinggi

terdapat di Kabupaten Mamberamo Raya dan 9 kabupaten/kota

lainnya.

Untuk cakupan Sistem Informasi Malaria 72,22%, sedangkan

untuk cakupan konfirmasi laboratorium provinsi yaitu > 95% (98%),

untuk pengobatan malaria > 95% (99%). Berdasarkan jumlah kasus

malaria tertinggi kabupaten/kota di Provinsi Papua yaitu terdapat di

Kabupaten Mimika 119.167 kasus, kemudian Kota Jayapura 30.235

kasus dan Kabupaten Jayapura 26.218 kasus, sedangkan untuk

informasi Annual Parasite Incidence kabupaten/kota yang tertinggi

7
yaitu Kabupaten Mimika terkonfirmasi 543,7%, kemudian diikuti oleh

Kabuputen Mamberamo Raya 410,6% dan juga Kabupaten Keerom

401,3% (Dinkes Prov.Papua, 2023).

Gambaran epidemiologis penyakit menular khususnya malaria

di Kabupaten Mamberamo Raya bahwa dari hasil survey habitat

perindukan jentik Anopheles spp telah dilakukan di sebagian wilayah

Kampung Kasonaweja dan Kampung Burmeso, 2 wilayah yang

memiliki kasus malaria terbesar di Kabupaten Mamberamo Raya. Dua

wilayah ini menyumbang kasus malaria 3.281 kasus dari 15.924

kasus (20,6%) pada tahun 2022. Tipe habitat yang di survey adalah

parit, rawa, bekas galian, kubangan dan kolam bekas, Kabupaten

Mamberamo Raya juga termasuk dalam 9 kabupaten/kota percepatan

penurunan kasus malaria yang dideklarasikan dalam Gebrak Malaria

pada Oktober 2022. Pada tahun 2022 Kabupaten Mamberamo Raya

melaporkan kasus malaria sebesar 3,83% dari total kasus nasional

(15.924 kasus dari 415.140 total kasus nasional) atau 4,04% dari

total kasus Provinsi Papua (15.924 kasus dari 393.808 kasus di

Provinsi Papua). Sedangkan Puskesmas yang melaporkan penemuan

malaria di SISMAL (Sistim Informasi dan Surveilans Malaria)

meningkat dari 8 fasilitas kesehatan pada tahun 2020 menjadi 9

fasilitas kesehatan pada tahun 2021 dan 12 fasilitas kesehatan dari

13 fasilitas kesehatan pada tahun 2022. Positivity Rate (PR) selama 3

tahun terakhir menunjukkan trend menurun. Walaupun begitu

dengan PR 43,76% (2022) menggambarkan bahwa kasus malaria

masih banyak yang belum ditemukan. Kasusnya ada diantara

8
penduduk yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis malaria.

Trend ABER meningkat significant 3 tahun terakhir. Yaitu dengan

kasus 23,74% di tahun 2020, kasus 79,82% di tahun 2021, kasus

97,63% di tahun 2022, (Heince.M. Unicef, 2023).

Kabupaten Mamberamo Raya memiliki luas wilayah 23.814

Km2, terletak pada 10 28’ dan 30 50’ Lintang Selatan serta 1370 46’

dan 1400 19’ Bujur Timur. Kecamatan Mamberamo Ulu merupakan

Kecamatan terluas yaitu 4.548 Km2 atau 19,10%. Sedangkan

Kecamatan Mamberamo Ilir adalah kecamatan dengan luas terkecil

yakni 2.078 km2 atau 8,72%. Mamberamo Raya memiliki 12

kecamatan dengan 69 kampung. Kecamatan Mamberamo Tengah

merupakan ibukota kabupaten dengan memiliki 8 kampung.

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2021 sebanyak 36483

jiwa yang terdiri atas 19.148 jiwa penduduk laki-laki dan 17.335 jiwa

penduduk perempuan. Kepadatan penduduk tahun 2021 mencapai 1,53

jiwa/Km2. Suhu udara diantara 22,70oC - 33,90oC. Suhu tertinggi terjadi

di bulan Desember dan suhu terendah terjadi di bulan Februari.

Sepanjang tahun 2021, BMKG pusat mencatat hujan terjadi setiap

bulan kecuali bulan Januari dan November. Rata-rata curah hujan di

kabupaten tertinggi pada bulan Maret sebesar 363,00 mm dan selama

26 hari. Terdapat satu fasilitas Rumah Sakit yang terletak di Kecamatan

Mamberamo Raya. Tahun 2020 tercatat sebanyak 12 puskesmas dan 55

posyandu, (BPS, 2021). Sumber informasi lainnya bahwa akses layanan

pada beberapa kampung yang masih sulit dan juga keterbatasan tenaga

9
kesehatan serta dukungan pembiayaan dalam program malaria yang

sangat terbatas, peran serta masyarakat asli yang sangat rendah dalam

menyikapi penyakit malaria dan setiap tahunnya terjadi peningkatan

jumlah kasus yang signifikan.

Sistem pencegahan dan percepatan penurunan kasus malaria

di Kabupaten Mamberamo Raya dapat dicapai dengan cara

menemukan dan mengobati kasusnya secara tuntas serta melakukan

upaya pencegahan dari penularan dengan melakukan pengendalian

vektor (skenario kelambu, penyemprotan, manajemen lingkungan)

dan perilaku masyarakat. Agar memperoleh hasil yang optimal

gerakan tersebut harus dilakukan secara total, simultan, terpadu,

masif dan berkesinambungan. Penurunan kasus malaria di

Kabupaten Mamberamo Raya seharusnya tidak adanya penularan

indigenous (penularan pada wilayah setempat) menjadi salah

persyaratan eliminasi malaria, modifikasi lingkungan dan juga

peningkatan akses sanitasi yang baik di masyarakat dapat

menurunkan kasus malaria sebesar 42%. Keterlibatan masyarakat

dan peranan kader-kader malaria yang telah disiapkan oleh

kabupaten nantinya merupakan salah satu dari kunci keberhasilan

dalam mendekatkan akses layanan kesehatan serta mendorong

masyarakat menjadi agent of change menciptakan pola hidup yang

sehat dalam mendukung program pencapaian penanggulangan dan

eliminasi malaria. Terbentuknya produk Peraturan Daerah yang baku

serta dukungan anggaran, kebijakan program atau kolaborasi dengan

swasta seperti lintas program dan lintas sektor lainnya akan

10
mewujudkan implementasi program penanggulangan dan eliminasi

malaria di Kabupaten Mamberamo Raya.

Suatu negara yang dibentuk bukan asal dibentuk tetapi

mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Menurut Aristoteles 2, negara

itu dimaksudkan utk kepentingan warga negaranya supaya dapat

hidup baik dan bahagia. Pandangan tentang tujuan membentuk

negara juga dikemukakan oleh Montesquieu3, yang mengemukakan

bahwa tujuan utama negara adalah kemerdekaan dan kehidupan

warga negara yang aman dan sentosa. Tujuan negara tidak lain ialah

memberi kebebasan kepada setiap warga negaranya untuk bergerak

menurut jiawanya masing-masing. Didalam negara terdapat rakyat

sebagai salah satu unsur dan merupakan unsur utama syarat

dibentuk/didirikannya negara.

Negara Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tercantum dalam

pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945

(UUD Negara RI Tahun 1945) yaitu (i), melindungi segenap bangsa

Indonesia, (ii) mewujudkan kesejahteraan umum, (iii), mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Keempat tujuan negara tersebut diatur labih lanjut batang tubuh

UUD Negara RI Tahun 1945 yang telah empat kali mengalami

amandemen (perubahan).

2
I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, 2009, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, Refika Aditama,
Bandung, hlm. 45
3
Hassan Suryono, 2005, Ilmu Negara(Suatu Pengantar ke Dalam Politik Hukum Kenegaraan), Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press), Universitas Sebelas
Maret, Surakarta, hlm. 27

11
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk

Republik sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUD

Negara RI 1945. Salah satu karakter negara kesatuan adalah seluruh

kekuasaan pemerintahan negara berada pada pemerintah pusat dan

pemerintah pusat menyerahkan/melimpahkan sebagian urusan

pemerintahan kepada daerah untuk menjadi urusan daerah melalui

pendekatan desentralisasi. Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD

Negara RI 1945 mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik

Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu

dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten,

dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan

undang-undang.

Saat ini penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia

dilaksanakan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah (disingkat UU Pemda) yang berlaku

umum secara nasional. Urusan ketenagakerjaan merupakan urusan

pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (2) huruf a. Bagi

Provinsi Papua, penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan

dengan mengacu pada Otonomi Daerah Umum (Otda Umum) dan

Otonomi Khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021

tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus

Perubahan Kedua). Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (7) UU Otsus

perubahan kedua tersebut mendelegasikan dibentuk Peraturan

12
Pemerintah Mengenai Kewenangan Khusus Provinsi dan

Kabupaten/Kota di Papua. Telah dibentuk dan diberlakukan

Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan

dan Kelembagaan Pelaksanaa Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi

Papua ( PP 106 Tahun 2021). Kewenangan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota yang bersifat khusus pada urusan pemerintahan

bidang kesehatan, diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf c

sebagai berikut: dalam melaksanakan kewenangan bidang kesehatan,

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua wajib

melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit yang

menjadi kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Keberadaan PP 106 tahun 2021 mengatur pembagian

kewenangan antara pemerintah daerah provinsi dan pemerintah

daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan Otonomi Khusus Papua

termasuk dalam bidang kesehatan. Pengaturan pemenuhan hak

memperoleh kesehatan bagi penduduk dan OAP dalam kerangka

Otsus Papua, merupakan bentuk perlindungan hukum yang

diberikan oleh negara. Selain itu pengaturan tersebut memberi

tanggungjawab pemenuhan untuk dilakukan oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Mamberamo Raya dalam pelaksanaan Otonomi Khusus

Papua.

Walaupun telah diatur demikian, namun ancaman eksistensi

kehidupan masyarakat di Kabupaten Mamberamo Raya akibat

Malaria, merupakan permasalahan yang penting, serius dan urgen

13
untuk ditangani oleh Pemerintah Daerah. Otonomi Khusus Papua

yang telah diimplementasikan selama hampir 20 (dua puluh) tahun,

belum memberi dampak signifikan bagi kesehatan masyarakat,

khusus kehidupan yang sehat dan cerdas dengan terhindar dari

ancaman penyakir malaria. Permasalahan pemenuhan ha katas

kesehatan bagi masyarakat khusus OAP yang mendiami wilayah

kabupaten Mamberamo Raya untuk terhindar dari penyakir menular

seperti malaria, perlu dilakukan penanganan secara serius oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten melalui kebijakan dan program

pemenuhan kesehatan daerah yang terencana, terarah dan

berkelanjutan hingga mencapai target capaian yang diharapkan.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah pada Negara

kesatuan, daerah kabupaten/kota diberikan kewenangan oleh

Pemerintah Pusat melalui pendekatan desentralisasi. Dalam

ketentuan pasal 1 angka 8 UU Pemda mendefinisikan bahwa

desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh

Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.

Menurut H. Siswanto Sunarno, desentralisasi adalah penyerahan

wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)4. Pendapat lain

dikemukakan oleh Mawhood sebagaimana dikutip oleh Syarif Hidayat

4
H. Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 7

14
menjelaskan bahwa desentralisasi adalah penyerahan (devolution)

kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah 5.

Mengacu pada definisi desentralisasi tersebut, pemerintah daerah

kabupaten diberi pelimpahan sebagaian kewenangan pada urusan

pemerintahan bidang kesehatan yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan nasional serta UU Otsus Papua perubahan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan

dan Kelembagaan Pelaksana Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi

Papua (disingkat PP 106 Tahun 2023) sebagai peraturan pelaksanan

dari UU Otsus Perubahan.

Penyusunan Peraturan Daerah mengenai Eliminasi Malaria di

kabupaten Mamberamo Raya di dasarkan pada argumentasi

mengenai tugas dan tanggungjawab pemerintah daerah kabupaten

dalam menetapkan kebijakan daerah bagi Eliminasi Malaria sebagai

suatu aspek penting pada bidang kesehatan yang dipandang urgen

untuk segera diatasi melalui sejumlah kebijakan layanan kesehatan

di daerah. Sehubungan dengan maksud tersebut, dapat identifikasi

masalah, terkait dengan eliminasi malaria di Kabupaten Mamberamo

Raya dalam penulisan naskah akademik ini sebagai berikut:

a. Permasalahan yang di Hadapi oleh Masyarakat terkait dengan

Malaria serta Upaya Mengatasi Masalah Malaria

Kondisi di Kabupaten Mamberamo Raya saat ini berdasarkan cara

pandang orang, tempat dan juga kasus malaria adalah:

5
Syarif Hidayat, Too Munch Too Soon – Local State Elite’s Perspective On and The Puzzle, Of Contemporary Indonesia
Regional Autonomy Policy:Too Much Too Soon (edisi bahasa Indonesia), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 234

15
a. Tata letak geografis dibeberapa tempat khusunya

keterjangkauan akses layanan kesehatan jauh dari

masyarakat

b. Pengetahuan masyarakat rendah tentang malaria.

Menganggap malaria itu sudah biasa dan penyhakit yang

tidak berbahaya

c. Sumber Daya Manusia khusus tenaga laboratorium terbatas

tidak semua Puskesmas punya tenaga laboratorium

d. Hampir semua kampung belum memiliki kader malaria yang

terlatih hanya ada 4 kampung yang sudah terlatih kader

malaria

e. Dana BOK sangat terbatas sehingga tidak bisa dipakai

seluruh pembiayaannya untuk aksesbilitas pelayanan

malaria dari kampung ke kampung

f. Belum ada komitmen daerah dalam bentuk regulasi hukum

yang mengantur tentang percepatan eliminasi malaria di

kabupaten ini.

b. Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah tentang Eliminasi Malaria

Sebagai Dasar Pemecahan Masalah.

Pemerintah Daerah kabupaten Mamberamo Raya diberikan

tugas dan tanggungjawab untuk membuat dan melaksanakan

kebijakan pembangunan daerah, khusus kebijakan Eliminasi

Malaria pada urusan pemerintahan bidang kesehatan. Kebijakan

Eliminasi Malaria di kabupaten Mamberamo Raya memerlukan

waktu yang lama, biaya, sumber daya, serta sarana dan

16
prasarana pendukung untuk melakukannya. Pembentukan

Peraturan Daerah tentang Eliminasi Malaria merupakan

kebutuhan yang urgen sebagai dasar penyusunan dan

pelaksanaan kebijakan oleh aparatur pemerintah daerah, serta

memberi kepastian hukum mengenai pelaksanaan tugas dan

tanggungjawab pemerintah daerah dalam memenuhi hak asasi

manusia (HAM) yakni HAM atas kesehatan khususnya kehidupan

yangs ehat dan terbebas dari malaria. Urgensi penyusunan

Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya tentang eliminasi

Malaria adalah:

pertama, belum tersedianya dokumen yang memuat pemetaan

masalah malaria dan kebutuhan penangaan malaria dengan

memperhatikan kondisi geografis kabupaten Mamberamo Raya. .

Kedua, belum ada dokumen arah kebijakan dan strategi

penanganan malaria di kabupaten Mamberamo Raya. Ketiga,

eliminasi malaria di kabupaten Mamberamo Raya masih dilakukan

secara parsial dan terarah dan berkesinambungan, Keempat,

belum adanya dukungan penganggaran yang memadai yang

disertai dengan arah kebijakan yang terukur dan

berkesinambungan.

c. Landasan filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Pembentukan Peraturan

Daerah tentang Eliminasi Malaria di Kabupaten Mamberamo Raya.

Pembentukan suatu Peraturan Daerah harus memiliki alasan

yang cukup, berupa argumentasi pembentukan yang dapat

17
diterima dan diyakini rasionalitasnya. Dalam kaitan dengan

pembentukan Peraturan Daerah tentang Eliminasi Malaria harus

berpijak pada landasan filosofis, sosiologis dan Yuridis sebagai

pembenaran dibentuk Peraturan Daderah. Berititk tolak pada

pada alasan serta mengacu pada uraian masalah yang tercantum

pada latar belakang masalah dalam lingkup Bab I, dikemukakan

landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan Peraturan

Daerah Kabupaten Memberamo Raya tentang Eliminasi Malaria

sebagai berikut:

1) Landasan Filosofis.

Setiap manusia berhak untuk hidup. Hak untuk hidup

merupakan hak asasi yang fundamental yang dimiliki oleh

setiap orang. Eksistensi hidup seseorang tidak saja ditentukan

oleh terpenuhinya tercukupinya ketubuhan pangan tetapi juga

aspek terhindar dari ancaman penyakit seperti malaria.

Dalam kain hak dimaksud, Setiap warga negara dijamin hak

asasinya memperoleh pelayanan kesehatan sebagaimana

terancatum dalam ketentuan pasal 28H ayat (1) UUD Negara

RI Tahun 1945. Hak atas kesehatan termasuk pula hak bebas

dari ancaman penyakit yang mengganggu dan mempengaruhi

eksistensi hidup seseorang. Oleh sebab itu, esensi

pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya

tentang Eliminasi Malaria, adalah wujud tanggungjawab

negara melalui pemerintah daerah kabupaten, untuk

pemenuhan hak atas kesehatan bagi kelangsungan esistensi

18
hidup manusia dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah.

2) Landasan Sosiologis.

Salah ancaman penyakit yang serius bagi kehidupan

masyarakat di kabupaten Mamberamo Raya adalah Malaria.

Dalam perspektif Orang Papua, penyakit malaria dipadang

sebagai penyakit yang telah menjadi bagian dalam kehidupan

sehari-hari, padahal memiliki dampak bagi eksistensi

kehidupan masyarakat. Kabupaten Mamberamo Raya telah

dimekarkan pada tahun 2002 sebagai daerah otonom baru

serta telah dan sedang dilakukan sejumlah kebijakan

pembangunan di berbagai bidang yang diperuntukan bagi

peningkatan taraf hidup masyarakat termasuk dibidang

kesehatan. Walaupun pemerintah daerah telah melakukan

berbagai kebijakan termasuk dibidang kesehatan, namun

permasalahan ancaman kehidupan masyarakat dibidang

keseharan melalui penyakit Malaria, masih merupakan

permasalahan yang serius. Pembentukan Peraturan Daerah

tentang Eliminasi Malaria didasarkan pada argumentasi

sosiologis sebagai berikut:

1) Penyakit malaria merupakan ancaman serius bagi

kehidupan masyarakat dan menjadi penyebab kematian,

serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia di

kabupaten Mamberamo Raya.

19
2) Penanganan malaria di kabupaten Mambaeramo Raya

masih dilakukan secara parsial dan belum dilakukan

secara continue, terarah, berkelanjutan serta menampakan

tingkat perubahan kehidupan masyarakat yang terhindar

dari ancaman kematian karena penyakut malaria.

3) Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan belum

memiliki arah dan stategis kebijakan untuk menghentikan

penularan malaria di daerah.

4) Belum adanya kepastian dan jaminan sinergitas antar

Pemerintah Daerah dengan berbagai lembaga diluar

pemerintah daerah, untuk melakukan sejumlah program

dalam menghentikan penularan malaria di kabupaten

Mamberamo Raya.

3) Landasan Yuridis.

Ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan yang

dijadikan landasan Yuridis dalam pembentukan Peraturan

Daerah tentang Eliminasi Malaria sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(UU Kesehatan).

Dalam UU kesehatan terdapat beberapa ketentuan

pengaturan yang dapat dijadikan acuan landasan Yuridis

pembentukan Peraturan Daerah tentang Eliminasi Malaria.

Ketentuan tersebut diuraikan berikut ini.

1. Pasal 48 ayat (1) huruf c dan huruf d.

20
Dalam ketentuan Pasal 48 ayat (1) huruf c dan d

mengatur bahwa Penyelenggaraan upaya kesehatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan

melalui kegiatan peningkatan kesehatan dan

pencegahan penyakit; dan penyembuhan penyakit dan

pemulihan kesehatan.

2. Pasal 62 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

(1). Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk


upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat untuk
mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan
penyuluhan, penyebarluasan informasi, atau
kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup
sehat.
(2). Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk
upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat untuk menghindari
atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak
buruk akibat penyakit.
(3). Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan
menyediakan fasilitas untuk kelangsungan upaya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.

3. Pasal 152

(1). Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat


bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular serta akibat yang ditimbulkannya.
(2). Upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit,
menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau
meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak
sosial dan ekonomi akibat penyakit menular.

21
(3). Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan
penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui kegiatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif bagi individu atau
masyarakat.
(4). Pengendalian sumber penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
terhadap lingkungan dan/atau orang dan sumber
penularan lainnya.
(5). Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan harus berbasis wilayah.
(6). Pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan melalui lintas sektor.
(7). Dalam melaksanakan upaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat
melakukan kerja sama dengan negara lain.
(8). Upaya pencegahan pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,

jangkauan, dan arah pengaturan dalam materi muatan Peraturan

Daerah.

Dalam materi muatan Peraturan Daerah tentang Eliminasi

Malaria, diatur mengenai subyek yang menjadi sasaran untuk

dlakukannya berbagai kebijakan, sebagai upaya untuk

pembatasan penyebaran penyakit malaria. Subyek yang menjadi

sasaran prioritas adalah masyarakat terutama suku-suku Orang

Asli Papua yang mendiami wilayah kabupaten Mamberamo Raya,

agar mereka memperoleh kehidupan yang sehat terhidar dari

ancaman kematian yang disebabkan oleh penyakit malaria. Selain

itu, dalam materi muatan pengaturan, Pemerintah Daerah melalui

Perangkat Daerah yang membidangi urusan kesehatan merupakan

22
subyek utama yang diberikan tugas, wewenang dan

tanggungjawab untuk menyusun, melakukan dan mengawasi

kebijakan eliminasi malaria di kabupaten Mamberamo Raya.

Selain sasaran, ruang lingkup materi muatan pengaturan,

jangkauan, dan arah pengaturan dalam materi muatan Peraturan

Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya tentang Eliminasi

Malaria yaitu:

a. Kebijakan dan Strategi;

b. Pentahapan dan Kegiatan Eliminasi Malaria;

c. Pengorganisasian;

d. Kelembagaan;

e. Pelayanan Kesehatan Dalam Eliminasi Malaria;

f. Monitoriang Evaluasi, Pelaporan dan Penilaian;

g. Pembiayaan;dan

h. Sanksi.

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

Penyusunan Naskah Akademik ini bertujuan :

1. menampilkan gambaran permasalahan yang dihadapi oleh

masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan dari

Pemerintah Daerah dalam penanganan dan pengobatan penyakit

malaria yang dihadapi oleh masyarakat.

2. menampilkan gambaran permasalahan yang dihadapi oleh

Pemerintah Daerah melalui Perangkat Daerah yang membidangi

urusan kesehatan dalam menyusun dan melaksanakan berbagai

23
kebijakan di daerah untuk penanganan penyakit malaria yang

dihadapi oleh masyarakat.

3. menjadi arah dan kejelasan materi muatan yang merupakan

lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah Kabupaten

Mamberamo Raya tentang Eliminasi Malaria;

4. menampilkan argumentasi filosofis, yuridis, dan sosiologis

mengenai alasan pentingnya pembentukan Peraturan Daerah

Kabupaten Mamberamo Raya yang mengatur Eliminasi Malaria;

dan

5. memuat lingkup materi muatan pengaturan yang jelas mengenai

tanggungjawab pemenuhan kak memperoleh layanan kesehatan

khusus layanan terhadap penyakit malaria, serta memberi

kepastian hukum bagi pemerintah daerah untuk menyusun arah

kebijakan dan program strategis untuk Penanggulangan dan

Percepatan Eliminasi Malaria di kabupaten Mamberamo Raya.

Sedangkan penyusunan naskah akademik memiliki kegunaan :

1. dapat memuat uraian secara jelas mengenai masalah, penyebab

dan akibat yang ditimbulkan dari belum diaturnya secara jelas

dalam bentuk Peraturan Daerah sebagai penjabaran atas

pelaksanaan UU Kesehatan khusus pengaturan pengenai

tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam penanganan penyakit

menular, serta merumuskan norma pengaturan berupa norma

hukum yakni norma perintah, norma larangan, norma

pengijinan/kebolehan, dan norma sanksi atas setiap pengaturan

mengenai Eliminasi Malaria;

24
2. menjadi arah bagi perumusan norma dalam Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Mamberamo Raya tentang Eliminasi Malaria

yang dapat digunakan sebagai dasar hukum oleh Pemerintah

Daerah dalam menetapkan arah kebijakan dan program daerah

untuk Eliminasi Malaria;

3. memberi informasi dan argumentasi baik argumentasi filosofis,

yuridis dan sosiologis mengenai alasan dibentuk Peraturan

Daerah Kabupaten Mamberamo Raya tentang Eliminasi Malaria;

dan

4. memuat substansi hukum yang akan digunakan untuk

perumusan norma dalam Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Mamberamo Raya tentang Eliminasi Malaria.

D. Metode
Guna memperoleh materi muatan yang kelak menjadi

pengaturan dalam rancangan Peraturan Daerah tentang Eliminasi

Malaria, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian

yuridis normatif. Penelitian normatif yakni dilakukan melalui

pengkajian terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang –

undangan yang mengatur mengenai kewenangan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota terkait jaminan Konstitusional mengenai hak atas

kesehatan, pengaturan mengenai layanan kesehatan atas penyakit

serta tugas dan tanggungjawab pemerintah daerah untuk pemenuhan

ha katas kesehatan khusus upaya pencegahan dan penanggulangan

penyakit dalam UU Kesehatan dan perundang-undangan nasional.

25
Selain itu, juga dilakukan kajian terhadap Peraturan Pemerintah

Nomor 106 Tahun 2021 yang mengatur mengenai kewenangan

khusus Provinsi Papua dalam penyelenggaraan Otonomi Khusus pada

urusan pemerintahan bidang kesehatan.

Pengkajian terhadap permasalahan Eliminasi Malaria di

kabupaten Mamberamo Raya, difokuskan pada pengkajian terhadap

aturan – aturan hukum pada uraian diatas yang menjadi dasar

pembentukan peraturan daerah, maupun pengkajian terhadap

kelemahan dari setiap peraturan perundang – undangan yang

mengatur mengenai kewenangan, tugas dan tanggungjawab

pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan pencegahan

dan penanggulangan penyakit menular, yakni menckup norma kabur

(vage normn), konflik norma (conflict of normn) dan kekosongan norma

pada setiap peraturan perundang-undangan.

Pengkajian pada ketiga aspek norma tersebut, dimaksudkan

untuk memberi kejelasan mengenai adanya kepastian hukum serta

kelemahan dari ketentuan peraturan perundang – undangan yang

ada yakni yang mengatur mengenai tugas, dan wewenang pemerintah

daerah kabupaten/kota dalam melakukan Eliminasi Malaria. Selain

itu, dilakukan kajian terhadap kewenangan Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota pada bidang urusan kesehatan yang diatur dalam

PP 105 Tahun 2021.

26
BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoretis

Uraian permasalahan yang telah dikemukakan pada bagian latar

belakang masalah dan identifikasi masalah pada Bab I, diperlukan

argumentasi teoritik sebagai dasar pembenaran terhadap pentingnya

pembentukan peraturan daerah untuk memberi dasar bertindak bagi

pemerintah daerah dalam melakukan Eliminasi Malaria di kabupaten

Mamberamo Raya. Dalam kajian teoritis mengenai permasalahan

Eliminasi Malaria, akan digunakan teori dibidang Ilmu Kesehatan

Masyarakat, serta menggunakan teori, asas dan konsep hukum

sebagai dasar pembenaran dalam perumusan substansi hukum yang

akan termuat dalam peraturan daerah.

a. Konsep Eliminasi Malaria

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penanggulangan

Malarian mendefinisikan bahwa Eliminasi Malaria adalah upaya

pemutusan rantai penularan Malaria setempat pada manusia di

wilayah tertentu secara berkesinambungan guna menekan angka

penyakit serendah mungkin agar tidak menjadi masalah

kesehatan.

b. Teori segitiga (Triangle Theory)

Menurut John Gordon dan La Richt (1950), model ini

menggambarkan interaksi tiga komponen penyebab penyakit, yaitu

manusia (host), penyebab (Agent), dan lingkungan (environment).

27
Gordon dan La Richt berpendapat bahwa :

1) Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent

(penyebab) dan manusia (host).

2) Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan

karakteristik agent dan host (baik individu/kelompok).

3) Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi,

dalam interaksi tersebut akan berhubungan langsung pada

keadaan alami dari lingkungan (lingkungan fisik, sosial,

ekonomi, dan biologis).

Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan

perlunya analisis dan pemahaman masing-masing komponen.

Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara

ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model

triangle epidemiologi atau triad epidemologi, dan cocok unutk

menerangka penyebab penyakit infeksi. Sebab peran Agent

(mikroba) mudah diisolasi dengan jelas dari lingkungannya.

Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan

mengubah keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya

berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit. Hubungan

28
antara ketiga komponen tersebut digambarkan seperti tuas pada

timbangan. Host dan Agent berada di ujung masing- masing tuas,

sedangkan environment sebagai penumpunya.

Penjabaran kasus malaria di Kabupaten Mamberamo Raya

berdasarkan teori triangle epidemiologi atau segitiga epidemiologi

adalah sebagai berikut Host merupakan individu yang terserang

penyakit malaria yaitu berdasarkan jenis kelimin, umur,

pendidikan, pekerjaan dan status sosial ekonomi budaya (perilaku

manusia), untuk faktor Agent yakni nyamuk sebagai penular

utama penyakit malaria dalam tubuh nyamuk mengandung

Plasmodium atau P. malariae, P.vivax, P. falciparum dan P. ovale

lewat nyamuk betina dari Anopheles, sehingga terjadi infeksi pada

sel darah merah oleh Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk Anopheles sedangkan environment atau lingkungan

karakteristik bionomik populasi setiap nyamuk vektor sangat

penting dipantau secara rutin dan berkesinambungan karena

situasinya dapat bervariasi antar waktu (musim) sebagai akibat

perubahan dari faktor lingkungan setempat, terutama faktor

lingkungan fisik (antara lain ketersediaan jumlah dan tipe habitat,

suhu dan kelembaban udara) dan lingkungan biologik (antara lain

ketersediaan sumber pakan berupa host manusia, ternak, dan

tanaman di sekitarnya.

Syarat utama peningkatan derajat kesehatan masyarakat

sesuai dengan konsep teroi H.L.Blum 1974 menyebutkan bahwa

derajat kesehatan ditentukan oleh faktor lingkungan, faktor

29
perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetika

(keturunan). Kabuapten Mamberamo Raya dengan status sebagai

daerah endemis malaria tinggi di Provinsi Papua untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di kabuaten perlu

diperhatikan yang berkaitan dengan lingkungan yaitu lingkungan

fisik, lingkungn biologis dan lingkungan sosial 40% kondisi

lingkungan sangat mempengaruhui peningkatan jumlah kasus

malaria. Syarat yang berikut adalah faktor perilaku merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhui derajat kesehtan

masyarakat mengingat bahwa sitruasi perilaku ini bukan saja yang

menjadi perhatian khusus adalah individu dari masyarakat yang

terinfeksi penyakit menular malaria akan tetapi perilaku birokarasi

yang mengintervensi program pelayanan (Men, Money, Materials,

Machines, and Methods, teori Harrington Emerson, 1853 -1931)

sangat berperan terhadap proses elemininasi malaria di kabupaten,

yang menjadi salah satu pertimbangan bahwa faktor perilaku 30%

mempengaruhui derajat kesehatan yang berkaitan dengan penyakit

malaria di Kabupaten Mamberamo Raya. Faktor pelayanan

kesehatan walaupun 20% mempengaruhi derajat kesehatan akan

tetapi sangat besar ketergantungan masyarakat akan akases

pelayanan terutama pada implementasi penyelidikan epidemiologi

1-2-5, tetapi juga secara khomprehensif melihat kepada

ketersediaan fasilitas kesehatan penunjang lainnya untuk

intervensi kasus malaria, dan yang terakhir adalah faktor

keturunan 10% salah satu faktor yang mempengaruhi derajat

30
ksehatan masyarakat khsusnya untuk pada penyakit malaria,

perlu dipahami bahwa penyakit malaria bukan merupakan faktor

genetika atau keturan akan tetapi transmisi penulaan dari ibu kea

nak pada masa kehamilan sangat mempengaruhi keduanya baik

ibu maupun anak yang dikandungnya.

c. Epidemiologi Penyakit Malaria

1. Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

parasit (protozoa) dari genus plasmodium, yang dapat

ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria

diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area

(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di

daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini

juga mempunyai nama lain, seperti demam roma, demam

rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam

kura dan paludisme.

Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan

demam berkala yang disebabkan oleh parasit plasmodium

(termasuk protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk anopheles

betina. Malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri dari

empat jenis species yaitu plasmodium vivaxme menyebabkan

malaria tertiana, plasmodium malariae menyebabkan malaria

quartana, plasmodium falciparum menyebabkan malaria

tropika dan plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.

31
Di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu:

1) Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas,

mulai dari wilayah beriklim dingin, subtropik hingga

daerah tropik. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap

hari ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi

plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah satu

gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.

2) Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan

penyebab malaria tropika, secara klinik berat dan dapat

menimbulkan komplikasi berupa malaria celebral dan

fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari,

dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu

nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.

3) Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab

plasmodium ovale adalah 12 sampai 17 hari, dengan gejala

demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

4) Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria

quartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam.

Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung,

dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung

tanpa gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun

malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.

2. Etiologi

32
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium.

Pada manusia plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu

plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium

malariae, dan plasmodium ovale. Akan tetapi jenis spesies

plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi berat

bahkan dapat menimbulkan kematian.

1) Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus daur

hidup, yaitu pada tubuh manusia dan didalam tubuh

nyamuk Anopheles betina.

a. Siklus didalam tubuh manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi menghisap

darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar

ludah nyamuk Anopheles masuk kedalam aliran darah

selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit menuju

ke hati dan menembus hepatosit, dan menjadi tropozoit.

Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri

dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini

disebut siklus eksoeritrositik yang berlangsung selama 9-

16 hari. Pada plasmodium falciparum dan plasmodium

malariae siklus skizogoni berlangsung lebih cepat

sedangkan plasmodium vivax dan plasmodium ovale siklus

ada yang cepat dan ada yang lambat. Sebagian tropozoit

hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, akan

33
tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut

bentuk hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat tinggal didalam

sel hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-

tahun yang pada suatu saat bila penderita mengalami

penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif

sehingga menimbulkan kekambuhan.

b. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina

Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang

mengandung gematosit, didalam tubuh nyamuk gematosit

akan membesar ukurannya dan meninggalkan eritrosit.

Pada tahap gematogenesis ini, mikrogamet akan

mengalami eksflagelasi dan diikuti fertilasi

makrogametosit. Sesudah terbentuknya ookinet, parasit

menembus dinding sel midgut, dimana parasit berkembang

menjadi ookista. Setelah ookista pecah, sporozoit akan

memasuki homokel dan pindah menuju kelenjar ludah.

Dengan kemampuan bergeraknya, sporozoit infektif segera

menginvasi sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah.

3. Gejala Malaria

Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi

tujuh hari sampai dua minggu sesudah gigitan nyamuk yang

infektif. Adapun gejala-gejala awal adalah demam, sakit kepala,

menggigil dan muntah-muntah.

34
Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium

(trias malaria) yaitu:

1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering,

penderita sering membungkus diri dengan selimut atau

sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar

dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti

orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1

jam diikuti dengan peningkatan temperatur.

2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan

kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat

mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,

terkadang muntah- muntah, dan syok. Periode ini lebih lama

dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti

dengan keadaan berkeringat.

3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh

tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering

tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat

melaksanakan pekerjaan seperti biasa.

Malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria

ringan, akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah

ini:

1) Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).

2) Kejang.

3) Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.

4) Mata kuning dan tubuh kuning.

35
5) Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.

6) Jumlah kencing kurang (oliguri).

7) Warna air kencing (urine) seperti air teh.

8) Kelemahan umum.

9) Nafas pendek.

4. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan

wawancara (anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

laboratorium. Akan tetapi diagnosis pasti malaria dapat

ditegakkan jika hasil pemeriksaan sediaan darah

menunjukakan hasil yang positif secara mikroskopis atau Uji

Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test= RDT).

a. Wawancara (anamnesis)

Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan

informasi tentang penderita malaria yakni, keluhan utama:

demam, menggigil, dan berkeringat yang dapat disertai sakit

kepala, mual muntah, diare, nyeri otot, pegal-pegal, dan

riwayat pernah tinggal di daerah endemis malaria, serta

riwayat pernah sakit malaria atau minum obat anti malaria

satu bulan terakhir, maupun riwayat pernah mendapat

tranfusi darah.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan

mengalami demam dengan suhu tubuh dari 37,50C sampai

36
400C, serta anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva

palpebra yang pucat, pambesaran limpa (splenomegali) dan

pembesaran hati (hepatomegali).

c. Pemerikasaan laboratorium

Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi

pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya

dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah) tebal

dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya

parasit malaria dalam darah. Tes diagnostik cepat Rapid

Diagnostic Test (RDT) adalah pemeriksaan yang dilakukan

bedasarkan antigen parasit malaria dengan

imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Test ini

digunakan pada waktu terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa)

atau untuk memeriksa malaria pada daerah terpencil yang

tidak ada tersedia sarana laboratorium. Dibandingkan uji

mikroskopis, tes ini mempunyai kelebihan yaitu hasil

pengujian cepat diperoleh, akan tetapi Rapid Diagnostic Test

(RDT) sebaiknya menggunakan tingkat sentitivity dan

specificity lebih dari 95% (Soerdato, 2012).

d. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi

umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit.

5. Pencegahan Malaria

37
a. Menghindari gigitan nyamuk malaria

Pada daerah yang jumlah penderitanya sangat banyak,

tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk sangat penting,

di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah,

rawa-rawa atau tambak ikan (tambak sangat ideal untuk

perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk memakai

baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah,

terutama pada malam hari karena nyamuk penular malaria

aktif menggigit pada waktu malam hari. Kemudian mereka

yang tinggal di daerah endemis malaria sebaiknya memasang

kawat kasa di jendela pada ventilasi rumah, serta

menggunakan kelambu saat akan tidur. Setelah itu

masyarakat juga bisa memakai anti nyamuk (mosquito

repellent) saat hendak tidur terutama malam hari agar bisa

mencegah gigitan nyamuk malaria.

b. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa Untuk

membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa dapat

dilakukan beberapa cara yaitu:

1) Penyemprotan rumah

Penyemprotan insektisida pada rumah di daerah endemis

malaria, sebaiknya dilakukan dua kali dalam setahun

dengan interval waktu enam bulan.

2) Larvaciding

Merupakan kegiatan penyemprotan pada rawa-rawa yang

potensial sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.

38
3) Biological control

Biological control merupakan kegiatan penebaran ikan

kepala timah (panchax-panchax) dan ikan guppy/wader

cetul (lebistus retculatus), karena ikan-ikan tersebut

berfungsi sebagai pemangsa jentik nyamuk malaria.

c. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria Tempat

perindukan vektor malaria bermacam-macam, tergantung

spesies nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup

dikawasan pantai, rawa-rawa, empang, sawah, tambak ikan,

bahkan ada yang hidup di air bersih pada pegunungan.

Akan tetapi pada daerah yang endemis malaria,

masyarakatnya harus menjaga kebersihan lingkungan.

d. Pemberian obat pencegahan malaria.

Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria bertujuan

agar tidak terjadinya infeksi, dan timbulnya gejala-gejala

malaria. Hal ini sebaiknya dilakukan pada orang-orang

yang melaksanakan perjalanan ke daerah endemis malaria.

e. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil

meliputi:

1) Klorokuin, bukan kontraindikasi

2) Profilaksis dengan klorokuin 5mg/kg

BB/minggu dan proguanil 3 mg/kgBB/hari untuk

daerah yang masih sensitif klorokuin.

3) Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada bulan

39
keempat kehamilan untuk daerah di mana

plasmodiumnya reisten terhadap klorokuin.

4) Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.

d. Konsep dan tujuan desentralisasi.

Dalam ketentuan pasal 1 angka 8 UU Pemda mendefinisikan

bahwa desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan

oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas

Otonomi. Menurut H. Siswanto Sunarno, desentralisasi adalah

penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI)6. Pendapat lain dikemukakan oleh Mawhood sebagaimana

dikutip oleh Syarif Hidayat menjelaskan bahwa desentralisasi

adalah penyerarahan (devolution) kekuasaan dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah.

Tujuan desentralisasi sebagaimana dikemukakan oleh H. Siswanto

Sunarno yaitu:

a. untuk mengurangi beban pemerintah pusat dan campur


tangan tentang masalah-masalah kecil bidang pemerintahan
tingkat lokal;
b. meningkatkan dukungan masyarakat dalam penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan lokal;
c. melatih masyarakat untuk dapat mengatur urusan rumah
tangganya sendiri; dan

6
H. Siswanto Sunarno, Op Cit, hlm. 7

40
d. mempercepat bidang pelayanan umum pemerintahan kepada
masyarakat7.
Secara Etimologi istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin

yaitu de=lepas dan centrum=pusat, artinya melepaskan dari pusat.

Menurut Koesoemahatmadja bahwa di dalam arti Ketatanegaraan

yang dimaksud dengan desentralisasi adalah: pelimpahan

kekuasaan Pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah yang

mengurus urusan rumah tangganya sediri (daerah-daerah otonom).

Desentralisasi adalah juga cara atau sistem untuk mewujudkan

asas demokrasi yang memberikan kesempatan pada rakyat untuk

ikut serta dalam pemerintahan negara. Sedangkan menurut

Webster Dictionary, diungkap bahwa to decentralizie means to

divede and distribute as governmental administration, to withdraw

from the center or place of concentration (desentralisasi berarti

membagi dan mendistribusikan, misalnya administrasi

pemerintahan mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi).

Melengkapi pendapat ini menurut Bayu Suryaningrat bahwa kata

desentralisasi di dalamnya mengandung arti gerak yang menjahui

sesuatu yang dipandang sebagai pusat. Gerak tersebut dapat

berbentuk,pelimpahan,pemudaran,pemberian,penyerahan,pembagi

an dan distribusi pengeluaran bahkan pencabutan dan istilah

lainnya.

Sedangkan Riwu Kaho barpendapat bahwa keuntungan-

keuntungan dari dianutnya desentralisasi adalah:

7
H. Siswanto Sunarno, Op. Cit, hlm. 12

41
a. Mengurangi bertumpuk-tumpuknya pekerjan di pusat

pemerintahan.

b. Dalam menghadapi masalah-masalah yang amat mendesak yang

membutuhkan tindakan yang cepat, Daerah tidak perlu

menunggu instruksi dari pemerintahan pusat.

c. Dapat mengurangi birokrsi dalam arti yang buruk karena setiap

keputusan pelaksanaannya dapat segera diambil.

d. Dalam sistem desentralisasi dapat diadakan pembedaan-

pembedaan (differensiasi-differensiasi) dan pengkhususan-

pengkhususan (spesialisasi-spesialisasi) yang berguna bagi

kepentingan tertentu khususnya desentralisasi teritorial dapat

lebih mudah menyesuaikan diri kepada kebutuhan-kebutuhan

keadaan-keadaan daerah.

e. Dengan adanya desentralisasi teritorial, maka Daerah Otonom

dapat merupakan semacam laboratorium dalam hal-hal yang

berhubungan dengan pemerintahan yang dapat bermanfaat bagi

seluruh Negara. Hal-hal yang ternyata baik dapat diterapkan,

hal-hal yang kurang baik dapat di lokalisasi/dibatasi pada suatu

Daerah tertentu saja dan oleh karena itu dapat lebih mudah

ditiadakan.

f. Mengurangi kemungkinan kewenangan dari pemerintah pusat.

g. Lebih memberikan kepuasan bagi Daerah-Daerah Karena

sifatnya lebih langsung, ini merupakan faktor psikologis.

e. Konsep Otonomi Khusus

42
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Otsus Perubahan

mendefinisikan bahwa Otonomi Khusus adalah kewenangan

khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak dasar

masyarakat Papua. Menurut Yusak E. Reba, Otonomi Khusus

adalah hak dan kewenangan yang diperoleh daerah dari

pemerintah pusat, yang tidak berlaku sama bagi daerah lain di

Indonesia, dan diatur melalui aturan hokum tertentu, dikelola

secara mandiri dan bebas oleh pemerintah daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan, bagi kesejahteraan masyarakat di

daerah terutama penduduk asli (indigenous people)8. Lebih lanjut

menurut Yusak E. Reba, otonomi adalah kemandirian dan

kebebasan dalam berpikir dan bertindak menurut hukum oleh

pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Sedangkan Khusus adalah memperoleh perlakuan yang berbeda

dari perlakuan yang bersifat umum9.

B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan

Norma

Dalam pembentukan Peraturan Perundang – undangan termasuk

Peraturan Daerah, harus berpijak pada asas – asas pembentukan

hukum yang efektif. Asas-asas dalam pembentukan norma yang

8
Yusak Elisa Reba, Kewenangan Otonomi Khusus Provinsi Papua Dalam Perspektif Sistem Negara Kesatuan (Disertasi),
Program Pascasarjana Univesitas Hasanuddin Makassar, 2015, hlm. 118.
9
Ibid, hlm. 119

43
digunakan dalam penyusuan Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Mamberamo Raya tentang Eliminasi Malaria yaitu asas –

asas yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan. Asas –

asas dimaksud yakni :

a. Asas Kejelasan Tujuan.

Asas ini mengamanatkan bahwa setiap Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang

jelas yang hendak di capai. Dengan demikian dalam penyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya

tentang Eliminasi Malaria, akan ditetapkan tujuan yang hendak

dicapai dari pembentukan aturan hukum dimaksud. Tujuan

utama dibentuknya Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo

Raya tentang Eliminasi Malaria adalah:

1) memberikan kepastian hukum dan menjadi dasar bertindak

pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan untuk

menyusun, menetapkan dan melaksanakan kebijakan dan

program strategis yang diperuntukan bagi pemenuhan

kesehatan masyarakat, yakni Eliminasi Malaria di

kabupaten Mamberamo Raya;dan

2) mewujudkan kehidupan masyarakat di kabupaten

Mamberamo Raya yang hidup sehat, terbebas dari

penularan malaria secara bertahap sampai tahun 2030.

b. Asas “dapat dilaksanakan”.

44
Maksudnya bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas

Peraturan Perundang-undangan tersebut didalam masyarakat.

Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya

tentang Eliminasi Malaria, diharapkan dapat mewujudkan

harapan, kebutuhan dan menjawab kegelisahan masyarakat

untuk memperoleh hidup yang sehat dengan kualitas sumber

daya manusia yang unggul terbebas dari ancaman malaria.

Berpijak pada maksud dari asas ini maka dalam penyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya

tentang Eliminasi Malaria, akan dirumuskan norma hukum

yang jelas (tidak kabur), menghindari kekosongan norma, serta

konflik norma dengan aturan hukum yang lebih tinggi

kedudukannya dalam hierarki perundang-undangan nasional

serta memperhatikan karakteristik kekhususan sehubungan

dengan pemberlakuan Otonomi Khusus Papua melalui

perubahn UU Otsus Papua. Hal tersebut dimaksudkan agar

Peraturan Daerah apabila ditetapkan dan diundangkan, akan

di laksanakan dan berlaku efektif dan memberi kemanfaatan

bagi terlenggaranya pemerintahan dan pembangunan daerah

serta memberi kemanfaatan bagi kemajuan masyarakat di

daerah khususnya untuk penningkatan kualitas kesehatan

masyarakat.

c. Asas “Kedayagunaan dan kehasilgunaan”.

45
Salah satu fungsi hukum yakni kemanfatan. Pembentukan

Peraturan perundang-undangan seperti peraturan daerah, hal

yang terpenting adalah substansi atau isi ketentuan dalam

peraturan harus menyelesaikan masalah karena peraturan

dibentuk untuk menyelesaikan masalah dan bukan

menimbulkan masalah. Jika peraturan dapat menyelesaikan

masalah, itu berarti peraturan akan memberi kemanfaatan

berupa kedayagunaan dan kehasilgunaan. Maksudnya bahwa

setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dibuat

karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat

dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara.

Pembentukan Peraturan Daerah untuk mengatur Eliminasi

Malaria yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten

Mamberamo Raya dalam pelaksanaan Otonomi Khusus Papua,

dibentuk karena memang benar-benar dibutuhkan, serta

mendeka untuk dilakukan. Kegelisahan masyarakat terhadap

ancaman penularan penyakit malaria bagi eksistensi

kehidupannya memberi tanggungjawab pada pemerintah

daerah untuk mengatasi permasalahan penyakit yang dihadapi

oleh masyarakat.

Berdasar pada asas ini, maka penyusunan Raperda tentang

Eliminasi Malaria diharapkan dapat memberi kemanfaatan

berupa :

46
1. terpenuhinya hak memperoleh kehidupan yang sehat dan
berkualitas dengan terbebas dari ancaman penyakit
malaria;dan
2. peningkatan angka harapan hidup masyarakat pada
bidang kesehatan melalui penetapan kebijakan eliminasi
Malaria sebagai kenijakan yang penting dan urgen untuk
segera dilakukan dengan berlandaskan pada pengaturan
dalam Peraturan Daerah.

d. Asas “kejelasan rumusan”.

Pembentukan suatu peraturan perundang-undangan akan

berlaku dan mengikat masyarakat umum. Oleh sebab itu

dengan memperhatikan tingkat pendidikan dan pemahaman

masyarakat, dalam melakukan perumusan substansi hukum

dalam rumusan norma hukum, harus memperhatikan tata dan

kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Maksud asas

kejelasan rumusan bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis

penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan

pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan

mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai

macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Berpedoman pada

asas ini maka dalam pembentukan Peraturan Daerah tentang

Eliminasi Malaria, dalam proses pembentukan Perda, akan

dilakukan secara cermat untuk menghindari perumusan norma

yang kabur dan konflik norma yang akan berdampak pada

ketidakefektifan pelaksanaan dari Peraturan Daerah jika akan

47
diundangkan untuk diberlakukan dalam penyelenggaran

pemerintahan daerah kabupaten Mamberamo Raya. Rumusan

penting yang akan diuraikan secara jelas yakni rumusan dalam

ketentuan umum serta rumusan norma dalam setiap ayat yang

mengacu pada penggunaan pilihan kata yang tepat.

C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta

permasalahan yang dihadapi masyarakat di Kabupaten Mamberamo

Raya terkait Malaria.

a. Gambaran situasional Malaria


Berdasarkan laporan data dan informasi dari Kementerian

Kesehatan Republik Indoinesia bahwa malaria merupakan salah

satu penyakit prioritas global yang tertuang pada SDGs, yaitu

bertujuan untuk mengakhiri salah satunya penyakit malaria pada

tahun 2030 dan prioritas nasional yang tertuang pada dokumen

RPJMN 2020- 2024 yaitu jumlah kabupaten/kota eliminasi malaria

serta masuk dalam indikator renstra yaitu jumlah kabupaten/kota

API< 1 per 1000 penduduk. Selain itu malaria merupakan salah

satu penyakit yang dipantau oleh kantor staf presiden (KSP) yaitu

persentase pengobatan standar yang dipantau per tiwulan. Capaian

indikator jumlah kumulatif kabupaten/kota mencapai eliminasi

Malaria Tahun 2021 yaitu sebanyak 347 kabupaten/kota telah

mencapai eliminasi Malaria. Indikator Renstra yaitu jumlah

kabupaten/kota mencapai API

48
Malaria menjadi salah satu dari 100 Program dan kegiatan

prioritas nasional yang menjadi bagian dari rencana Aksi Janji

Presiden Tahun 2021. Program dan Kegiatan prioritas ini dilakukan

pemantauan secara berkala setiap triwulan oleh Kantor Staf

Presiden. Indikator Pemantauan Program Prioritas Janji Presiden

Tahun 2021 oleh KSP (Kantor Staf Presiden) berupa Indikator

persentase kasus Malaria positif yang diobati sesuai standar

dengan target 95%.

Program penanggulangan malaria di Indonesia bertujuan

untuk mencapai eliminasi malaria secara bertahap selambat-

lambatnya Tahun 2030. Tahapan eliminasi yaitu dari tingkat

kabupaten/kota, provinsi, regional dan nasional. Kementerian

Kesehatan akan mengajukan penilaian sertifikasi eliminasi malaria

di Indonesia kepada Badan Kesehatan Dunia (World Health

Organization -WHO) pada Tahun 2030. Proses tersebut didahului

dengan verifikasi di tingkat regional. Indonesia dibagi menjadi 5

regional yaitu Regional Jawa dan Bali, Regional Sumatera, NTB dan

Sulawesi, Regional Kalimantan dan Maluku Utara, Regional NTT

dan Maluku serta Regional Papua Barat dan Papua. Rincian

penilaian regional dapat dilihat pada gambar dibawah.

Masingmasing wilayah harus dapat membuktikan bahwa

wilayahnya telah bebas dari penularan lokal (kasus indigenous)

malaria dalam tiga tahun terakhir serta adanya sistem yang baik

untuk menjamin tidak ada penularan kembali malaria.

49
Gambar : Timeline Eliminasi Malaria di Indonesia

Target eliminasi nasional dilakukan secara bertahap dimulai

eliminasi malaria per kabupaten/kota yang ditargetkan seluruh

kabupaten/kota tahun 2028 telah bebas malaria sehingga tahun

2029 ditargetkan seluruh provinsi juga dapat diberikan sertifikat

eliminasi malaria. Capaian eliminasi tingkat kabupaten/kota pada

Tahun 2021 yaitu sebanyak 347 kabupaten/kota sedangkan untuk

eliminasi tingkat provinsi belum ada yang tercapai. Selain itu juga

dilakukan verifikasi malaria per regional oleh WHO. Terdapat 5

wilayah regional di Indonesia yang masing-masing memiiki target

verifikasi oleh WHO. Berikut capaian eliminasi malaria

kabupaten/kota per regional di Indonesia. Terdapat 4 provinsi yang

seluruh kabupaten/kotanya telah mencapai eliminasi yaitu

Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Bali, Provinsi Jawa Timur, dan

Tahun 2021 terdapat tambahan Provinsi Banten yang seluruh

kabupaten/kotanya bebas malaria. Wilayah KTI tahun 2021

Provinsi yang telah mendapatkan sertifikat eliminasi malaria

50
adalah Provinsi NTT dan Provinsi Maluku Utara. Sedangkan

Kabupaten/kota di Provinsi Maluku, Papua dan Papua Barat belum

ada yang mendapat status bebas malaria.

Penelitian malaria dalam kehamilan di Kabupaten Mimika

menunjukkan bahwa infeksi pada Ibu hamil menyebabkan anemia

berat pada Ibu dan penurunan berat lahir janin. Malaria pada bayi

merupakan penyebab utama anemia berat dan bersama dengan

kecacingan menjadi penyebab utama stunting di daerah endemis

malaria. Pada Tahun 2021 terdapat 25 provinsi yang melaporkan

terdapat kasus positif malaria pada ibu hamil. Kasus tertinggi

positif pada ibu hamil dilaporkan di Provinsi Papua sebanyak 2.889

kasus diikuti Nusa tenggara timur sebesar 114 kasus.

Upaya pengendalian nyamuk anopheles sebagai vektor utama

malaria yaitu dengan penggunaan kelambu anti nyamuk. Distribusi

kelambu utamanya difokuskan pada kabupaten endemisitas tinggi

dan desa fokus pada kabupaten endemis sedang dan rendah.

Kampanye kelambu berinsektida mengusung tema peremajaan dan

pemasangan kelambu baru secara serentak yang telah

dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Distribusi kelambu masal

untuk seluruh penduduk di daerah endemis tinggi dan diwilayah

fokus di daerah endemis sedang berdasarkan kelompok tidur telah

dilaksanakan pada Tahun 2014 dan 2017 serta akan kembali

dilaksanakan pada Tahun 2020. Sebanyak 10,7 Juta kelambu

telah didistribusikan melalui kampanye distribusi kelambu masal

51
di Tahun 2014 dan 2017. Dan rencana tahun 2022 akan

didistribusikan Kembali kelambu massal sebanyak 2,4 juta

kelambu. Berdasarkan survei terakhir Tahun 2019 diketahui

bahwa cakupan penggunaan kelambu masih rendah yaitu 60.5%

sehingga diperlukan upaya bersama untuk meningkatkan cakupan

penggunaan kelambu (Kemenkes RI, 2022).

b. Tantangan Program Malaria di Papua

1). Tenaga Terelatih :

a. Sumber Daya Manusia Kesehatan yang belum merata

dibeberapa wilayah dengan endemis malaria tinggi

b. Untuk pelaporan 77,5% dari 549 faskes terlatih SISMAL

c. Manajemen program, surveilans, tatalaksana kasus berkisar 5

– 34%.

d. Laboran 24,9% dari 875 mikroskopis yang memenuhi syarat.

59,7% belum terpetakan

2). Quality Assurance

Berdasarkan data ada 12 dari 29 kabubaten/kota yang memiliki

cross checker malaria namun sempat terhenti sejak pandemic

Covid-19 dan hanya 36 yang berhenti dan tidak melakukan fungsi

sedangkan 241 faskes lakukan uji silang/ cross checker :

a. Ada sekitar 12 fasilitas kesehatan dengan hasil baik

b. Ada sekitar 11 kabupaten (32 fasilitas kesesehatan) yang

melakukan pemeriksaan

3). Logistik

52
a. Hanya rerata 27,98% (154 fasilitas kesesehatan) yang

mengirim laporan stock out Obat Anti Malaria tahun 2021

sedangkan 97,5% tidak terjadi stock out

b. Rencana Kebutuhan Obat yang diusulkan Instalasi Farmasi

Kesehatan (IFK) kabupaten tidak sesuai dengan

kebutuhan/kasus

4). Recording – Reporting

a. Hanya ada 76,7% (421 fasilitas kesesehatan) yang terdaftar

melapor di SISMAL (Sistem Informasi Survailans Malaria).

Belum termasuk fasilitas kesehatan yang tidak terdaftar

b. Kelengkapan laporan kasus tahun 2021: 73%

c. Kelengkapan laporan logistic tahun 2021: 54,8%

d. Hanya ada 46,4% dari 549 faskes yang melapor data

ketenagaan di SISMAL.

e. Terjadi hasil pemeriksaan dan penemuan kasus oleh kader

yang belum terinput dalam SISMAL termaksuk Kabupaten

Mamberamo Raya tidak memiliki kader malaria.

5). Budget

a. Belum semua kabupaten/kota memiliki anggaran P2 malaria

termaksuk Kabupaten Mamberamo Raya..

b. Penganggaran program masih bergantung pada Global Fun

5). Kolaborasi LP/LS

a. Ada sekitar 9 dari 29 kabupaten yang memiliki payung

hukum kolaborasi linsek. 10 kab kota dalam proses

termaksuk Kabupaten Mamberamo Raya.

53
b. Pergantian pejabat di lingkugan pemda kabupaten/kota

berdampak perlunya advokasi ulang

6). Penggerakan Masyarakat/Pemberdayaan Kesehatan Masyakat

a. Kampung-kampung yang menyediakan anggaran untuk

program malaria belum terinventarisasi dengan baik

b. Kampung yang sudah berkomiten dengan adanya

regulasi (SK) tidak termonitoring

dengan baik dalam pelaksanaan serta pelaporan untuk

kabupaten Mamberamo Raya belum ada regulasi tersebut.

c. Kebijakan Program Malaria

1. Mengembangkan upaya Deteksi, Pencegahan dan Respon

a. Mikroskopis merupakan Gold Standar pemeriksaan malaria.

RDT (Rapid Diagnostic Test) dan PCR (Polymerase Chain

Reaction) dapat digunakan pada situasi tertentu

b. Ditunjang dengan jejaring pemantapan mutu disetiap level

1. Pengobatan sesuai Standar Program

a. Pengobatan standar lini pertama menggunakan ACT dan

Primaquin (tanpa komplikasi)

b. Pengobatan dengan artesunate inj (malaria berat dengan

komplikasi)

3. Surveilans

a. Peningkatan penemuan di daerah endemis malaria

b. Penyelidikan epidemiologi (PE 1-2-5 artinya bahwa untuk

intervensinya adalah hari pertama (1) ditemukan dan dilakukan

54
diagnose, pengobatan dan pada hari ke 2- 3 telah dilakukan

pengobatan tuntas, pada hari kelima (5) sudah dilakukan

tindakan pemberantasan vector) dan surveilans migrasi di

daerah rendah dan bebas

c. Menyediakan dan meningkatkan kualitas data dan informasi

pendukung Pencegahan dan Pengendendalian Penyakit malaria

d. Survei entomologi perilaku nyamuk vektor malaria, maka

diharapkan upaya-upaya pengendalian vektor menjadi lebih

terarah. Pengetahuan bionomik vektor penting dipe rlukan

untuk menunj ang pengetahuan epidemiologi dan penentuan

rencana pengendalian vektor. Kesesuaian antara vektor dengan

metode pengendalian yang dilaksanakan dapat menghasilkan

usaha pengendalian vektor yang maksima l. Bionomik nyamuk

mencakup tempat istirahat (resting places), perilaku menggigit

(feeding habit), dan tempat perkembangbiakan (breeding

places). Adapun kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui

karakteristik bionomik pada musim penghujan dan kemarau

yang dibutuhkan dalam perencanaan pengendalian vektor

secara tepat sasaran

4. Mengutamakan pendekatan Pengendalian faktor risiko

a. Distribusi kelambu di daerah tinggi dan fokus pada daerah

yang endemititas tinggi malaria

b. Surveilans vector dan pemetaan reseptivitas darah malaria

5. Memperkuat pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan

Masyarakat

55
a. Interpersonal Komunikasi Perubahan perilaku

b. Advokasi peningkatan komitmen

d. Strategi Penanggulangan Malaria


1. Universal Akses
a. Penjaminan mutu diagnostic
b. Diagnosis dan Pengobatan sesuai standar
c. Penguatan public Private Mix
d. Integrasi pelayanan malaria dengan Kesehatan Ibu dan Anak
e. Pengendalian vektor terpadu (kelambu berinsektisida, IRS
2. Surveilans
a. Peningkatan penemuan kasus malaria
b. Sistem dan manajemen data
c. Penyelidikan epidemiologi
d. Sistem Kewaspadaaan Dini dan KLB-Bencana
e. Surveilans migrasi
f. Surveilans vektor
g. Malaria pada populasi khusus
3. Kebijakan yang mendukung
a. Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah eliminasi malaria serta
pencegahan penularan kembali
b. Penguatan dukungan lintas program dan lintas sektor termasuk
swasta
4. Pemberdayaan Masyarakat
a. Penemuan kasus secara aktif oleh kader malaria
b. Perubahan perilaku
5. Penguatan sistem kesehatan
a. Penguatan manajemen program
b. Penguatan manajemen dalam upaya sertifikasi eliminasi
malaria
c. Peningkatan koordinasi lintas batas wilayah
6. Pengembangan Penelitian dan Inovasi

56
Pengembangan vaksin Malaria
Percepatan penurunan kasus dengan MDA atau mass drug
administration/mass dispensing atau pemberian obat
antimalaria ke seluruh populasi, sebuah intervensi yang telah
digunakan sebagai tindakan pengendalian malaria kurang lebih
dari 70 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk
menghilangkan, atau bahkan memberantas, malaria harus
dilakukan pemberian obat massal di daerah
dengan endemisitas malaria yang sangat tinggi (Brian Greenwood,
2004).
Skenario Kerangka Konsep Eliminasi Malaria Kabupaten
Mamberamo Raya Tahun 2024 -2030

Produk Aturan Eliminasi


Malaria Kab.Mambray

Penetapan Aturan
Tahun 2024
Komitmen Pemda

Tahun 2025 Intervensi Program


 Dinas Kesehatan Penguatan kapasitan
 Rumah Sakit Tahun 2026
Masyarakat
 Puskesmas/Pustu Tahun 2027 Evaluasi endemis tahap 1
Sebagai
 Posyandu + Mitra
Kader Malaria Objek
Tahun 2028 Evaluasi endemis tahap 2

Tahun 2029 Evaluasi endemis tahap 3

Sertifikasi Eliminasi
Tahun 2030
Kab.Mambray

Stakeholder
NgO

Lintas Sektor
Lintas Program

Tokoh : Adat,
Agama,
Perempuan, OKP
Pemuda
57
D. Kajian Terhadap Implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur

dalam Peraturan Daerah tentang Eliminasi Malaria terhadap aspek

kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban

keuangan negara.

a. Implikasi Manfaat Penerapan Peraturan Daerah Mengenai

Eliminasi Malaria.

Penanganan terhadap penularan penyakit malaria di

Kabupaten Mamberamo telah dan sedang dilakukan oleh

Pemerintah Daerah. Walau demikian, diperlukakan penanganan

malaria secara berkesinambungan, dengan menetapkan rencana

target capaian yang terukur dan dapat dijadikan tolok ukur untuk

menilai keberhasilan penanganan malaria di daerah. Penanganan

terhadap penularan penyakit malaria di Kabupaten Mamberamo

Raya, harus memperhatikan aspek geografis dan kondisi sosial

budaya masyarakat, sehingga berbagai upaya penananggulangan

berupa pelaksanaan kebijakan penanggulangan malaria, dapat

memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat.

Pembentukan Peraturan Daerah sebagai dasar kebikakan

penanggulangan dan percepatan eliminasi malaria di Kabupaten

Mamberamo Raya, akan memberikan manfaat berupa:

1. Pengelolaan keuangan daerah dibidang kesehatan untuk

penanggulangan malaria, dapat mencapai hasil yang terukur.

Pencapaian ini didukung oleh adanya dokumen rencana

strategis dan kebijakan daerah untuk penanganan malaria,

58
yang disusun untuk dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu

yakni dalam target tahun 2030, kabupaten Mambermao Raya

telah mencapai target penanggulangan malaria.

2. Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya

tentang Penanggulangan dan Percepatan Eliminasi Malaria,

dimaksudkan untuk mewujudkan tanggungjawab negara dalam

hal ini tanggungjawab pemerintah daerah kabupaten

Mamberamo Raya bagi pemenuhan hak asasi masyarakat yakni

hak memperoleh layanan kesehatan melalui pencegahan

penularan penyakit malaria. Dengan demikian, dari aspek

pengelolaan keuangan negara, berpeluang terjadi efisiensi dan

efektifitas. Prinsip-prinsip dalam pengelolaan keungan negara

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang

mengatur bahwa “keuangan Negara dikelola secara tertib, taat

pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,

efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan

memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Berdasarkan

ketentuan tersebut, terdapat 3 (tiga) asas penting yaitu efisien,

ekonomis, dan efektif. Apabila peraturan daerah ini dibentuk

dan diberlakukan, akan terjadi penghematan (asas ekonomis)

dan efisien pada keuangan daerah kabupaten Mamberamo

Raya, karena keuangan daerah yang dialokasikan dan

digunakan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat,

khususnya penanggulangan dan pencegahan penularan

59
penyakit malaria di daerah, memberikan memberikan hasil

yang terukur dan dapat diketahui sasaran dan pencapaian

pengelolaan keuangan daerah.

3. Meningkatkan peranserta masyarakat untuk melakukan

pencegahan terhadap penularan penyakit malaria pada dirinya

sendiri, apabila rencana capaian penanggulangan malaria yang

dususun dalam dokumen perencanaan, telah nampak hasilnya.

Dengan demikian peranan pemerintah daerah khususnya

melalui Dinas Kesehatan dalam penanganan malaria semakin

berkurang dan hanya melakukan dukungan-sukungan

seperlunya, serta dapat melakukan layanan kesehatan pada

apsek lainnya yang juga memerlukan perhatian serius dari

pemerintah daerah.

b. Implikasi Kemungkinan Kerugian yang di Timbulkan Terhadap

Beban Keuangan Negara Apabila Tidak Dilakukannya Pengaturan

tentang Eliminasi Malaria Di Kabupaten Mamberamo Raya.

Dibentuknya peraturan daerah bertujuan untuk mengatasi

perilaku bermasalah dari subyek hukum yang disebut Rule

Occupant (pihak yang terkena peraturan) maupun Implementing

Agency (lembaga pelaksana peraturan). Dalam kaitan dengan

Peraturan Daerah tentang Eliminasi Malaria, subyek yang

dikategorikan Rule Occupant (pihak yang terkena peraturan) dalam

peraturan daerah ini adalah masyarakat yang menjadi penduduk

tetap dan mendiami wilayah kabupaten Mamberamo Raya

terutama Orang Asli Papua.

60
Penanggulangan penularan penyakit malaria, perlu

dilakukan secara terencana, terarah melalui program dan kegiatan

yang dapat diukur pencapaian hasilnya. Agar pemerintah Daerah

khususnya melalui Dinas Kesehatan memiliki dasar kebijakan

yang jelas, diperlukan Peraturan Daerah yang menjadi ligitimasi

bagi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah untuk

penanggulangan dan percepatan eliminasi malaria. Apabila tidak

dilakukan pengaturan melalui peraturan daerah sebagai

penjabaran atas kewenangan dibidang kesehatan dalam

pelaksanaan otonomi daerah dan otonomi khusus untuk

penanganan malaria dikabupaten Mamberamo raya, diperkirakan

akan meningkatkan beban keuangan daerah pada OPD yang

menangani urusan kesehatan. Artinya, keuangan daerah yang

diperuntukan pada bidang kesehatan yang diperuntukan untuk

penanggulangan malaria, sulit terukur pencapian hasilnya.

Dengan demikian setiap tahun dilakukan alokasi anggaran untuk

penanganan malaria, namun tidak jelas dan terukur perubahan

dan peningkatan kehidupan masyarakat dari ancaman penyakit

malaria. Selain itu, beban keuangan daerah akan terserap pada

layanan kesehatan terhadap penanganan penyakit malaria, dan

mengabaikan asek layanan kesehatan lainnya.

61
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TERKAIT

Evaluasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan

dilakukan terhadap peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi

tingkatannya dari Peraturan Daerah. Evaluasi dan analisis dilakukan

terhadap peraturan perundang – undangan mengatur kesehatan serta

pencegahan penyakut menular . Tujuan dilakukan evaluasi dan analisis

adalah :

a. untuk mengetahui ketentuan peraturan perundang – undangan

bidang kesehatan dan pencegahan penyakit menular yang mengatur

dan memberi perlindungan terhadap pemenuhan hak atas

kesehatan bagi masyarakat dan memberi tugas, tanggungjawab,

dan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk memenuhi Hak

Asasi atas kesehatan;

b. untuk mengetahui kelemahan normatif dari sisi pengaturan yang

mencakup norma kabur (vage norm), kekosongan norma, dan

konflik norma (konflik of norm).

c. untuk mengetahui sinkronisasi substansi antara materi muatan

dalam Peraturan Daerah dengan peraturan perundang – undangan

yang mengatur pembagian dan hubungan kewenangan antara

Pemerintah Daerah Kabupaten dan kewenangan daerah

kabupaten/kota dalam kerangka otonomi khusus menurut PP 106

62
Tahun 2021, guna menghindari terjadinya tumpang tindih dan

bertentangan pengaturan berkaitan dengan penegahan dan

penanganan penyakit menular.

d. Untuk mengetahui ketentuan peraturan perundang-undangan yang

merupakan kewenangan dan dasar bertidak pemerintah daerah

kabupaten Mamberamo Raya dalam melakukan perlindungan dan

pemenuhan hak memperoleh kesehatan bagi masyarakat di daerah.

Berkaitan dengan keempat aspek tersebut, maka akan dilakukan

analisis terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan yang

mengatur penyelenggaraan kesehatan, pencegahan dan

penanggulangan penyakit menular, penyelenggaraan pemerintahan

daerah dan pelaksanaan Otonomi Khusus yakni UU Otsus Perubahan

dan PP 106 Tahun 2021, sebagaimana yang di jabarkan dan uraian

berikut ini.

A. Evaluasi dan Analisis terhadap Peraturan Perundang – undangan

yang mengatur Kesehatan serta Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit Menular .

1. UUD Negara RI Tahun 1945.

Dasar konstitusional pemerintah daerah dalam

melaksanakan ketentuan dan pembentukan peraturan daerah

tentang bantuan hukum untuk masyarakat miskin yaitu Pasal 18

ayat (6) yang menyatakan bahwa “Pemerintahan daerah berhak

menetapkan peraturan daerah dan peraturan peraturan lain

untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

63
Sedangkan dasar konstitusional dari substansi yang diatur dalam

peraturan daerah tentang Penanggulangan dan Percepatan

Eliminasi Malaria yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 28H ayat

(1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang mengatur sebagai berikut:”

setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Mengacu pada pengaturan tersebut, kabupaten diberi hak

untuk membentuk Peraturan Daerah untuk pelaksanaan otonomi

daerah. Dengan demikian Kabupaten Mamberamo Raya memiliki

dasar legitimasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,

untuk membentuk Peraturan Daerah (Perda) termasuk Perda

untuk penanggulangan dan percepatan eliminasi malaria. Dengan

adanya otonomi daerah, kabupaten diberi tugas, tanggungjawab

dan pelimpahan wewenang pada urusan pemerintahan bidang

kesehatan untuk menyelenggarakan layanan kesehatan termasuk

pencegahan dan penanggulangan penyakit menular pada

masyarakat.

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(UU HAM)

Dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) mengatur bahwa ”setiap

orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan

meningkatkan taraf kehidupannnya.”. Lebih lanjut dalam

ketentuan Pasal 11 mengatur bahwa “ setiap orang berhak atas

64
pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang

secara layak”.

Bertitik tolak pada UU HAM, negara memberi jamaninan

pemenuhan hak atas kesehatan sebagai kebutuhan dasar. Setiap

orang dapat tumbuh dan berkembang, hidup dan melanjutkan

kehidupan, maka pemenuhan hak atas kesehatan harus dipenuhi

oleh negara melalui pemerintah daerah. Oleh sebab itu,

penanggulangan dan percepatan eliminasi malaria di kabupaten

Mamberamo Raya merupakan kebutuhan utama dibidang

kesehatan agar terpenuhi hak untuk hidup termasuk ha katas

kesejahteraan.

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan


Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (UU
Pengesahan Kovenan Hak Ekosob)

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Dalam Ketentuan Pasal 152 UU kesehatan mengatur mengenai

tanggungjawab pemerintah daerah dan masyarakat untuk

melakukan pencegahan dan penanggulangan penyakt menular

sebagai dalam uraian ketentuan sebagai berikut:

(1). Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung


jawab melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular serta akibat yang
ditimbulkannya.
(2). Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit, menurunkan
jumlah yang sakit, cacat dan/atau meninggal dunia, serta

65
untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit
menular.
(3). Upaya pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit
menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
bagi individu atau masyarakat.
(4). Pengendalian sumber penyakit menular sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan terhadap lingkungan dan/atau orang
dan sumber penularan lainnya.
(5). Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan harus berbasis wilayah.
(6). Pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan melalui lintas sektor.
(7). Dalam melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan negara
lain.
(8). Upaya pencegahan pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

Khusus Bagi Provinsi Papua ( UU Otsus Papua Perubahan).

Dalam Ketentuan Pasal 4 UU Otsus Papua Perubahan diatur

mengenai pemberian kewenangan khusus Provinsi Papua pada

lingkup pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

sebagaimana dalam pengaturan berikut ini:

Pasal 4

(1) Kewenangan Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam


seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang
politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal,
agama, dan peradilan serta kewenangan tertentu di bidang lain

66
yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus, Provinsi Papua
dan kabupaten/kota diberi kewenangan khusus berdasarkan
Undang-Undang ini.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang

Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakasanaan

Otonomi Khusus Provinsi Papua.

Dalam kerangka Otonomi Khusus Papua urusan kesehatan

mendapat pengaturan dalam ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf c

mengatur bahwa” Dalam melaksanakan kewenangan bidang

kesehatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi

Papua wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan

penyakit yang menjadi kewenangannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut pada ayat 4 huruf a

dan huruf b mengatur bahwa: Upaya pencegahan dan

penanggulangan penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c meliputi:

a. pencegahan dan penanggulangan penyakit endemis dan/atau


penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup Penduduk;
dan
b. pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan
penyakit tidak menular sesuai dengan lingkup tugas dan
kewenangan masing-masing

Berdasar pada ketentuan Pasal 12 PP 106 Tahun 2021, Provinsi

dan Kabupaten/Kota termasuk kabupaten Mamberamo Raya diberi

67
tugas dan kewenangan pada urusan pemerintahan bidang

kesehatan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan

penyakit. Dengan demikian Pemerintah Daerah memiliki dasar

legitimasi dalam kerangka Otonomi Khusus Papua untuk

melakukan layanan kesehatan yang bersifat khusus bagi

masyarakat di daerah yakni pencegahan dan penanggulangan

malaria di Kabupaten Mamberamo Raya.

68
BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. ARGUMENTASI FILOSOFIS

Salah satu tujuan atau visi negara Indonesai sebagaimana

termuat dalam UUD Negara RI tahun 1945 adalah mewujudkan

kesejahteraan umum. Tujuan ini selanjutnya diwujudkan melalui

pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk

pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur

urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Dalam perspektif negara kesatuan Indonesia, pemerintah

melimpahkan sebagaian urusan pemerintahan kepada pemerintah

daerah dalam perspektif otonomi daerah, untuk menjadi kewenangan

guna mengatasi berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi

oleh masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah. Dalam kaitan itu, Provinsi Papua adalah

provinsi yang diberikan status otonomi khusus, selain juga

menyelenggarakan pemerintahan daerah menurut asas otonomi

daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah. Sebagai wujud tanggungjawab pemerintah

untuk memenuhi HAM rakyat dibidang kesehatan, dibentuk dan

diberlakukan UU kesehatan sebagai penjabaran atas jaminan

konstituonal warga negara atas pemenuhan hak atas kesehatan

dalam UUD Negara RI tahun 1945.

69
Dalam perspektif Otonomi Khusus Papua, pemerintah daerah

kabupaten/kota juga diberikan kewenangan pada urusan

pemerintahan bidang kesehatan untuk menyelenggarakan layanan

kesehatan guna pemenuhan atas kesehatan bagi masyarakat

termasuk pencegahan dan penanggulangan penyakit menular.

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya

tentang Penanggulangan dan Percepatan Eliminasi malaria, pada

hakikatnya adalah untuk menjaga eksistensi hidup dan kehidupan

masyarakat terutama penduduk asli kabupaten Mamberamo Raya

dari ancaman pertumbuhan yang disebabkan oleh penyakit malaria.

Selain itu, masyarakat yang adalah sebagian besar adalah penduduk

asli di wilayah Kabupaten Mamberamo Raya, haruslah merupakan

generasi yang produktif, unggul dan memilki daya saing tinggi karena

memiliki cakupan kehidupan yang sehat karena rendahnya jumlah

penderita yang disebabkan oleh penularan penyakit malaria. Oleh

sebab itu, esensi pembentukan Peraturan Daerah tentang

Penanggulangan dan Percepatan Eliminasi Malaria adalah menjaga

kehidupan dan meningkatkan pertumbuhan dan kualitas sumber

daya manusia penduduk asli untuk mneciptakan generasi kabupaten

Mamberamo raya yang unggul dan memiliki daya saing tinggi karena

didukung oleh kualitas kesehatan yang prima yakni yang terbebas

dari ancaman penyakit malaria.

70
B. ARGUMENTASI SOSIOLOGIS

Otonomi daerah adalah wujud aktualisasi bentuk negara kesatuan

Indonesia yang melimpahkan sebagian urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada provinsi dan

kabupaten kota untuk dilaksanakan dalam sistem pemerintahan

negara kesatuan republik Indonesia. Kehadiran otonomi khusus

Papua diharapkan mempercepat dan mengubah kehidupan

masyarakat menjadi lebih baik yakni adanya kebijakan perlindungan

dan pemenuhak HAM Orang Asli Papua pada bebagai bidang

termasuk pada bidang kesehatan. Kabupaten Mamberamo Raya

merupakan wilayah yang memerlukan perhatian serius serta adanya

kebijakan stategis yang terukur guna mengatasi dan mencegah

penularan penyakit malaria kepada masyarakat.

Salah satu cara agar masyarakat akan keluar dari masalah ancaman

kehidupan karena penularan penyakit malaria adalah, dengan

peningkatan layanan kesehatan khususnya pencegahan dan

penanggulangan malaria di daerah. Pelaksanaan Otonomi Khusus

Papua selama dua puluh tahun lalu (2001 s.d 2021) belum

menampakan perubahan signifikan pada tingkat kesejahteraan Orang

Asli Papua (OAP) yakni OAP di Kabupaten Mamberamo Raya.

Sejumlah kebijakan layanan kesehatan sudah dan sedang dilakukan

oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat, khususnya pada aspek

layanan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seperti

71
malaria. Walau demikian, belum dapat menururnkan bahkan

membebaskan kehidupan masyarakat dari ancaman penularan

penyakit malaria. Selain itu, kebijakan layanan kesehatan untuk

pencegahan dan penanggulangan malaria, belum dilakukan secara

terarah, bersinergi dan berkelanjutan, melalui dokumen yang

ditetapkan sebagai arah strategis kebijakan di daerah.

C. ARGUMENTASI YURIDIS

Pemenuhan hak atas kesehatan adalah hak warga Negara yang

dijamin secara konstitusional dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1)

UUD Negara RI tahun 1945 yang menyatakan bahwa “setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan”. Hak atas kesehatan tidak saja

berstatus sebagai hak warga negara, tetapi juga merupakan hak asasi

yang dijamin secara konstitusional. Dalam ketentuan Pasal 28I ayat

(4) UUD Negara RI tahun 1945 menetapkan bahwa pemenuhan hak

HAM warga negara termasuk hak atas kesehatan merupakan

tanggungjawab negara. Isi ketentuan Pasal 28I ayat (4) dimaksud

sebagai berikut: ” perlindungan, pemajuan, penegakan, dan

pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara

terutama pemerintah”. Serah dengan ketentuan tersebut, pada ayat 5

mengatur bahwa: ” untuk menegakan dan melindungi hak asasi

manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis,

72
maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan

diatuangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Sebagai wujud penjabaran atas ketentuan Pasal 28I ayat (4) dan ayat

(5), dibentuk dan diberlakukan UU HAM dan Peraturan Perundang-

undangan yang mengatur mengenai perlindungan dan pemenuhan

HAM termasuk ha katas kesehatan, sebagaimana tercantum dalam

UU Kesehatan dan bagi Provinsi Papua diatur pemberian kewenangan

kepada Pemerintah daerah Kabupaten dalam kerangka Otsus Papua

untuk dilakukan pemenuhan hak atas kesehatan, melalui

pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk

malaria.

Guna dilakukan pemenuhan terhadap hak dimaksud dalam

penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia termasuk di

kabupaten Mamberamo Raya dalam wilayah Provinsi Papua,

Pemerintah diberikan tugas, wewenang dan tanggungjawab untuk

menyelenggarakan urusan kesehatan khususnya pencegahan dan

penanggulangan penyakit menular menular seperti malaria

Otonomi daerah dalam bentuk otonomi daerah umum (Otda Umum)

yang berlaku secara nasional bagi seluruh daerah di Indonesia

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang umum maupun

Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua yang diberikan oleh

Pemerintah Pusat berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2001 sebagai telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2001 tentang otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus

73
Perubahan), merupakan pengakuan dan pemberian kewenangan yang

bersifat khusus bagi Provinsi Papua (Pemerintah daerah provinsi dan

pemerintah daerah kabupaten/kota) untuk menyelenggaran

pemerintahan daerah yang bersifat khusus guna mengatasi berbagai

permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat termasuk dibidang

kesehatan, bagi terwujud kehidupan yang sejahtera dan bermartabat.

Berlakunya UU Otsus Perubahan yang mengatur pemberian

kewenangan khusus bagi provinsi Papua, disertai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan

Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan otonomi Khusus Provinsi

Papua. Dalam kerangka Otonomi Khusus Papua urusan kesehatan

mendapat pengaturan dalam ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf c

mengatur bahwa” Dalam melaksanakan kewenangan bidang

kesehatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua

wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit

yang menjadi kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Lebih lanjut pada ayat 4 huruf a dan huruf b

mengatur bahwa: Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. pencegahan dan penanggulangan penyakit endemis dan/atau


penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup Penduduk;
dan
b. pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan penyakit
tidak menular sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan
masing-masing.

74
Mengacu pada ketentuan peraturan perunang-undangan yang

telah diauraikan, Pemerintah Daerah Kabupaten Mamberamo Raya

memiliki landasan yuridis yang jelas dalam membentuk Peraturan

Daerah tentang Pemenuhan Penanggulangan dan Percepatan

Eliminasi Malaria, yang diperuntukan terutama bagi penduduk OAP

dan penduduk bukan OAP yang mendiami wilayah kabupaten

Mamberamo Raya.

75
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMBERAMO RAYA
TENTANG PENANGGULANGAN DAN PERCEATAN ELIMINASI MALARIA.

Lingkup Pengaturan yang menjadi materi muatan dari Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya tentang Penanggulangan

dan Percepatan Eliminasi Malaria adalah:

A. KETENTUAN UMUM, dengan rumusan definisi sebagai berikut:


1. Daerah adalah Kabupaten Mamberamo Raya.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Mamberamo Raya
4. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat OPD
adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
5. Dinas adalah Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok,
fungsi, dan urusan di bidang Kesehatan.
6. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh plasmodium dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
7. Penanggulangan malaria adalah segala upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan
aspek kuratif dan rehabilitatif untuk melindungi kesehatan
masyarakat, menurunkan angka kesakitan atau kematian,
memutuskan penularan, mencegah resistensi obat dan mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan akibat Malaria.
8. Eliminasi malaria adalah upaya pemutusan rantai penularan
Malaria setempat pada manusia di wilayah kabupaten Mamberamo
Raya secara berkesinambungan, guna menekan angka penyakit
serendah mungkin agar tidak menjadi masalah kesehatan.
9. Pedoman Umum Kebijakan Strategi dan Rencana Induk adalah
dokumen perencanaan pengendalian malaria jangka panjang yang

76
disusun secara periodik, sistimatik, dan berkelanjutan dengan
menggunakan pendekatan kewilayahan.
10. Advokasi adalah upaya persuasif yang sistimatik dan teroganisir
mencakup penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi
untuk melancarkan aksi dengan target terjadinya perubahan
kebijakan melalui penggalangan dari berbagai pihak.
11. Evaluasi adalah upaya untuk mengetahui hasil kegiatan eliminasi
malaria dalam jangka waktu tertentu setiap 3 (tiga) bulan sekali.
12. Kasus Indigeneous adalah kasus yang berasal dari penularan di
wilayah setempat
13. Kasus Impor adalah kasus yang berasal dari luar wilayah.
14. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah kondisi
yang ditandai dengan meningkatnya kejadian-kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemologis di suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang
dapat menjurus untuk terjadi wabah.
15. Kemitraan adalah suatu bentuk ikatan bersama antara dua pihak
atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara
berbagai kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang kesehatan,
saling mempercayai berbagai pengelolaan, investasi dan sumber
daya untuk program kesehatan yang dilakukan.
16. Monitoring adalah upaya untuk memantau proses pelaksanaan
kegiatan eliminasi malaria yang dilakukan secara terus-menerus.
17. Efikasi adalah perubahan/efek maksimal yang dapat dihasilkan oleh
obat.
18. Kampung adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asalusul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan
berada di daerah kabupaten/kota.
19. Pemerintah Kampung adalah penyelenggara urusan pemerintahan
oleh pemerintah kampung dan Badan Musyawarah Kampung dalam
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasakan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
20. Ketua LMA adalah unsur penyelenggara pemerintah negeri yang
memiliki fungsi dibidang hukum adat dan pemerintahan.
21. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra
pemerintah Kampung dalam memberdayakan masyarakat
22. Pemberdayaan Masyarakat Kampung adalah upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan

77
pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat
Kampung
23. Daerah Reseptif adalah daerah dengan kepadatan vcctor yang tinggi
dan atau terdapat faktor lingkungan untuk berkebang biaknya
vector.
24. Vulnerable adalah salah satu dari kcadaan berupa dekatnya dengan
wilayah yang masih terjadi penularan malaria atau akibat dari
sering masuknya penderita malaria (positif) secara
individu/kelompok dan atau vektor yang infektif (siap menularkan).
25. Sistem Kewaspadaan Dini yang selanjutnya disingkat SKD adalah
upaya untuk pencegahan terjadinya KLB Malaria melalui kegiatan
pengamatan penyakit (surveüans) dilakukan terus menerus untuk
memantau terjadinya kasus malaria.
26. Komunikasi Informasi dan Edukasi yang selanjutnya disingkat KIE
adalah proses pemberdayaan masyarakat dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang
penanggulangan malaria.
27. Lembaga Swadaya Masyarakat yang selanjutnya disingkat LSM
adalah organisasi kemasyarakatan yang peduli dengan kegiatan
eliminasi malaria.
28. Lintas sektor adalah satuan kerja atau unit kerja di lingkup
Pemerintah Kabupaten Mamberamo Raya yang ruang lingkup, tugas,
fungsi dan kewenangannya berhubungan dan memberikan
kontribusi dalam penanggulangan malaria.
29. Kampung Endemis Malaria atau yang disebut dengan nama Iain
adalah Kampung pada suatu keadaan dimana penyakit malaria
atau agen infeksi penyebab malaria secara terus menerus selama 3
(tiga) tahun berturut-turut ditemukan.
30. Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh dan bersama
masyarakat agar mereka dapat mendorong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai
dengan sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan
31. Juru Malaria Kampung atau yang disebut dengan nama Iain yang
selanjutnya disingkat JMD atau sebutan Iain adalah tenaga yang
berasal dari Kampung untuk melakukan deteksi dini melalui
kunjungan rumah untuk penanganan malaria.
32. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan

78
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative
yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat.
33. Tahap Pemberantasan adalah tahapan penanggulangan malaria
dalam suatu wilayah geografis tertentu dimana jumlah kasus
malaria yang ada sama dengan atau Iebih dari 5 per 1000 penduduk
yang diperiksa sediaan darahnya per tahun dalam suatu wilayah
geografis tertentu.
34. Tahap Pre-eliminasi adalah tahapan penanggulangan malaria dalam
suatu wilayah geografis tertentu yang telah mencapai tingkat
dimana jumlah kasus malaria yang ada kurang dari 5 per 1000
penduduk diperiksa sediaan darahnya per tahun namun belum
mencapai jumlah kasus malaria kurang dari 1 per 1000 penduduk
per tahun dalam suatu wilayah geografis tertentu.
35. Tahap Eliminasi adalah tahapan penanggulangan malaria dalam
suatu wilayah geografis tertentu yang telah mencapai tingkat rendah
dimana jumlah kasus malaria yang ada kurang dari 1 per 1000
penduduk per tahun namun masih terdapat penularan malaria yang
terjadi dalam wilayah geografis tertentu.
36. Tahap pemeliharaan adalah tahapan dimana tidak ditemukan lagi
adanya penularan kasus malaria dalam suatu wilayah geografis
tertentu selama tiga tahun berutut turut atau Iebih namun masih
terdapatnya potensi ancaman terjadinya penularan malaria karena
masih adanya nyamuk penular malaria dan kemungkinan adanya
kasus malaria yang tertular dari luar daerah geografis tersebut di
atas.
37. Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk
melakukan pencegahan terjadinya penularan atau timbulnya
penyakit.
38. Upaya promotif adalah upaya kesehatan dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan dan
tindakan Iainnya.
39. Upaya kuratif adalah upaya kesehatan dalam melakukan
penanganan atau pengobatan atau tata laksana kasus dari penyakit.
40. Upaya rehabilitatif adalah upaya kesehatan dalam memperbaiki
penderita agar bisa melakukan kegiatan dengan baik setelah
menderita suatu penyakit tertentu.
41. Mikroskopis malaria adalah tenaga yang melakukan pemeriksaan
sediaan darah untuk menentukan adanya parasit malaria melalui
pemeriksaaan dengan menggunakan mikroskop.
42. Pengendalian vektor adalah berbagai upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah bersama masyarakat untuk mengurangi tempat

79
perkembangbiakan nyamuk dan mengurangi populasi nyamuk
infektif.
43. Pengelolaan lingkungan adalah kegiatan dalam memodifikasi dan
atau memanipulasi lingkungan agar tidak menjadi tempat
berkembang biak nyamuk penular penyakit termasuk malaria.
44. Praktek perorangan adalah kegiatan anggota masyarakat dalam
memberikan pelayan pengobatan, pencegahan dan penyembuhan
penyakit kepada masyarakat secara perorangan seperti Dokter
Praktek dan Bidan Praktek.
45. Rencana Strategis adalah rencana kegiatan berjangka menengah
yang disusun sebagai penjabaran tujuan organisasi meliputi strategi
pokok dalam upaya pelaksanaan kegiatan.
46. Surveilans adalah upaya pengamatan yang dilakukan terus menerus
dan sistimatik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data,
interpretasi data dan desiminasi informasi hasil interpretasi data.
47. Dunia Usaha adalah perusahaan kecil, menengah dan atas yang
ikut berperan dalam membangun sistem penanggulangan penyakit
malaria dengan melakukan pencegahan, dukungan dan perawatan
di tempatnya.
48. Kampung Siaga Aktif adalah Kampung yang penduduknya memiliki
kesiapan sumberdaya dan kemampuan serta kemauan untuk
mencegah masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat
daruratan secara mandiri.
49. Wilayah reseptif adalah daerah yang cepat terjadi penularan malaria
karena masih ditemukannya nyamuk Anopheles dalam jumlah besar
dan terdapatnya faktor-faktor ekologis dan iklim yang memudahkan
penularan.
50. Reseptifitas adalah tingkat kemungkinan terjadinya penularan
malaria di suatu wilayah.
51. Vulnerabilitas adalah dekatnya suatu daerah dengan daerah malaria
atau kemungkinan masuknya penderita malaria/vektor yang telah
terinfeksi ke daerah tersebut, biasanya disebabkan oleh migrasi
penduduk / vektor dari daerah malaria maupun ke daerah malaria
yang cukup tinggi.
52. Daerah malaria adalah suatu wilayah dimana jumlah kasus malaria
yang ada lebih dari 5 per 1000 penduduk per tahun dan masih
terdapat penularan malaria yang terjadi dalam wilayah geografis
tersebut.
53. Larvasidasi adalah kegiatan pemberantasan jentik dengan
menaburkan bubuk/cairan/atau dalam bentuk padat larvasida ke
tempat-tempat perindukan nyamuk.

80
54. Kelambu Berinsektisida adalah kelambu yang telah dilapisi dengan
zat anti/ mematikan nyamuk yang efektif dan aman bagi manusia
dan lingkungan.
55. Pengobatan Profilaksis adalah pengobatan yang dimaksudkan untuk
mencegah masuknya parasit malaria ke dalam tubuh, biasanya
dikonsumsi sebelum berkunjung ke daerah malaria.
56. Surveilans Vektor adalah kegiatan pengamatan keberadaan vektor
penular malaria termasuk pengamatan jumlah, kepadatan,
penyebaran dan dinamika nyamuk Anopheles.
57. Efikasi Insektisida adalah respon maksimal atau kemampuan suatu
insektisida untuk membunuh nyamuk Anopheles.
58. Resistensi Vektor adalah kemampuan suatu vektor penular malaria
bertahan hidup terhadap dosis toksik insektisida yang mematikan
sebagian besar populasi.
59. Pengelolaan lingkungan adalah kegiatan dalam memodifikasi dan
atau memanipulasi lingkungan agar tidak menjadi tempat
berkembang biak nyamuk penular penyakit termasuk malaria.
60. Pengendalian vektor adalah berbagai upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah bersama masyarakat untuk mengurangi tempat
perkembangbiakan nyamuk dan mengurangi populasi nyamuk
infektif.

B. KEBIJAKAN DAN STRATEGI.


C. KEGIATAN ELIMINASI MALARIA.
D. TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DAERAH.
E. KERJASAMA DAN PERANSERTA MASYARAKAT DALAM ELIMINASI
MALARIA.
F. KELEMBAGAAN.
G. PELAYANAN KESEHATAN DALAM ELIMINASI MALARIA.
H. PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT MALARIA.
I. KERJASAMA PENANGGULANGAN DAN PERCEPATAN ELIMINASI
MALARIA.
J. MONITORING EVALUASI, PELAPORAN, DAN PENILAIAN
K. PEMBIAYAAN.
L. LARANGAN.
M. SANKSI.
N. KETENTUAN PENUTUP.

81
BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
Mengacu pada berbagai hal-hal yang telah diuraikan pada Bab terdahulu
berkaitan dengan pemenuhan hak atas kesehatan khususnya
penanggulangan dan percepatan eliminasi malaria di Kabupaten
Mamberamo Raya yang ditujukan bagi penduduk OAP dan Penduduk
bukan OAP dalam kerangka Otonomi Khusus Papua, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah termasuk otonomi khusus

bertujuan untuk mensejahterahkan masyarakat. Esensi Otonomi

khusus adalah memberi perlidundungan, keberpihak dan

pemberdayaan bagi orang asli Papua khususnya yang mendiami

wilayah kabupaten Mamberamo Raya. Terwujudnya kehidupan yang

sejahtera dan bermartabat melalui kualitas kehidupan yang sehat,

merupakan harapan masyarakat yang dapat dicapai melalui

peningkatan layanan kesehatan khususnya pencegahan dan

penanggulangan penyakit menular seperti malaria yang harus

dipandang sebagai penyakit yang serius mengancam eksistensi

kehiudpan masyarakat di kabupaten Mamberamo Raya dan

hendkanya tidak dipadang sebagai penyakit kebiasaan yang selalui

dihadapi oleh masyarakat. Dengan berlakunya Otsus Papua, maka

82
telah memberi kelulasaan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten

untuk melakukan kebijakan-kebijakan bersifat onovatif dibidang

kesehatan. Upaya pemberian layanan kesehatan melalui

penanggulangan penyakit menular belum dilakukan optimal pada

pelaksanaan Otonomi daerah Umum (Otda Umum) maupun Otsus

Papua pada dua puluh datum lalu. Hal ini dibebabkan oleh beberapa

hal: (1), pada masa pelaksanaan otonomi khusus dua puluh tahun

lalu, kewenangan otonomi khusus terletak pada pemerintah daerah

provinsi sehingga pemerintah daerah kabupaten sulit membuat

kebijakan-kebijakan khusus di daerah yang berkarakter inovatif

termasuk dibidang kesehatan; (2), belum dibuatnya Peraturan Daerah

dilingkup kabupaten Mamberamo Raya, yang memberi perlindungan,

keberpihakan dan pemenuhan terhadap hak atas ksehatan terutama

pada pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seperti

malaria.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Mamberamo Raya belum membuat

kebijakan-kebijakan khusus berupa rencana dan kekbujakan stratgis

untuk pemenuhan hak atas kesehatan, terutama pencegahan dan

penanggulangan penyakit menular seperti malaria, bagi penduduk

OAP Mamberamo Raya dalam pelaksanaan otonomi khusus Papua

berdasarkan UU Otsus Perubahan dan Peraturan Pemerintah Nomor

106 Tahun 2021.

3. Belum nampak sinergitas antara Pemerintah Daerah melalui

Perangkat Daerah yang membidangi urusan kesehatan dengan pihak-

pihak lain, yang telah dan sedang bekerja di Kabupaten mamberamo

83
Raya, dalam melakukan program dan kegiatan pencegahan dan

penangulangan malaria bagi penduduk OAP dan penduduk bukan

OAP di Kabupaten Mamberamo Raya.

B.Saran

Agar otonomi daerah umum dan otonomi khusus Papua memberi

pengaruh berupa manfaat signifikan bagi kehidupan penduduk OAP di

kabupaten Mamberamo Raya, berupa terwujudnya kualitas hidup yang

sehat melalui pemenuhan atas kesehatan berupa pncegahan dan

penanggulangan eliminasi malaria, maka :

1. perlu dibentuk Peraturan Daerah Kabupaten Mamberamo Raya

sebagai penjabaran atas ketentuan Pasal 152 UU Kesehatan,

ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf c dan ayat (4) huruf a dna huruf b

PP 106 Tahun 2021 agar memberi perlindungan, keberpihakan dan

pemenuhan terhadap pemenuhan hak atas keehatan dalam

pelaksanaan otonomi daerah umum amupun otonomi khusus Papua

melalui penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten

Mamberamo Raya.

2. Pemerintah Daerah kabupaten Mamberamo Raya perlu

mewujudnyatakan pelaksanaan otonomi khusus di tingkat kabupaten

berdasarkan pembagian kewenangan antara Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Kabupaten pada berbagai urusan pemerintahan termasuk

urusan kesehatan, sebagaimana telah diatur dalam UU Otsus

Perubahan dan PP 106 Tahun 2021, sehingga pelaksanaan Otsus

84
dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat di kabupaten

Mamberamo Raya.

DAFTAR PUSTAKA

Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan, Pertanggungjawaban


Dokter, Rieneka Cipta, Jakarta.

Brian Greenwood, 2004, The use of anti-malarial drugs to prevent malaria


in the population of malaria-endemic areas, Am J Trop Med Hyg 2004
Jan;70(1):1-7. Trop Med Int Health. 2006 Jul;11(7):983-91. doi:
10.1111/j.1365-3156.2006.01657.x.

Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi


Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (Buku I),
Yogyakarta.

BPS 2021, Mamberamo Raya Regency in Figures 2021, Badan Pusat Statistik
Kabupaten Mamberamo Raya Provinsi Papua.

Dinkes Prov.Papua 2023, Evaluasi Capaian, Update Kebijakan, Malaria


Tahun 2023 Bidang ATM Dinas Kesehatan Provinsi Papua.

Hassan Suryono, 2005, Ilmu Negara (Suatu Pengantar ke Dalam Politik


Hukum Kenegaraan), Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan
UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press), Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.

H. Siswanto Sunarno, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia,


Sinar Grafika, Jakarta.

H.M, Aries Djainuri et.all, 2003, Sistem Pemerintahan Daerah, Edisi


Kesatu, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.
Haw Widjaja, 2005, Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.

I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, 2009, Memahami Ilmu Negara dan
Teori Negara, Refika Aditama, Bandung.

85
J Kaloh, 2007, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, : Suatu Solusi Dalam
menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global (Edisi Revisi),
Rineka Cipta, Jakarta.

Kemenkes RI, 2022, Laporan Kinerja Direktur Jenderal Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2022.

Kemenkes RI, 2022, Rencana Aksi Kegiatan Revisi Tahun 2022 – 2024,
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2022.

Kemenkes RI, 2023, Kebijakan dan Situasi Malaria Nasional, Direktorat


pencegahan dan pengendalian penyakit menular Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia

Syarif Hidayat, 2007, Too Munch Too Soon – Local State Elite’s Perspective On
and The Puzzle, Of Contemporary Indonesia Regional Autonomy
Policy:Too Much Too Soon (edisi bahasa Indonesia), PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
Soerdato, 2012, Penyakit Zoonosis Manusia Ditularkan Oleh Hewan.
Jakarta: Sagung Seto

WHO 2022, World Health Organization Global World Malaria Report 2022,
website for the most up-to-date version of all documents
(https://www.who.int/teams/global-malaria-programme).

Kamus:

Hoetomo, 2005, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Mitra Pelajar, Surabaya.

W.J.S. Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai


Pustaka, Jakarta.

Disertasi

Yusak Elisa Reba, 2015, Kewenangan Otonomi Khusus Provinsi Papua


Dalam Perspektif Sistem Negara Kesatuan (Disertasi), Program
Pascasarjana Univesitas Hasanuddin Makassar.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

86
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas


Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Bagi Provinsi Papua.

Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan


Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi
Papua.

87

Anda mungkin juga menyukai