1581-Article Text-17348-2-10-20191210
1581-Article Text-17348-2-10-20191210
1581
Pemberantasan Rabies di Indonesia sebagai Upaya Mewujudkan Right to Life, Right to Health
The Eradication of Rabies in Indonesia as Achieving the Right to Life and the Right
to Health
Risqa Novita*
Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI
Jalan Percetakan Negara 23 Jakarta, Indonesia
*E_mail: rn_smile01@yahoo.com
ABSTRAK
Rabies termasuk salah satu penyakit menular dari hewan ke manusia yang mendapat perhatian serius oleh
Pemerintah berkaitan dengan angka kematian yang cukup tinggi pada manusia. Sebanyak 26 provinsi di
Indonesia belum bebas dari rabies hingga tahun 2017. Tujuan penulisan sistematik review ini untuk mengetahui
pengaruh hukum kesehatan masyarakat di Indonesia terhadap pelaksanaan pemberantasan rabies di Indonesia,
dan untuk mewujudkan right to life and right to health dalam menyatukan berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap pemberantasan rabies di Indonesia agar tujuan Indonesia untuk bebas dari rabies pada tahun 2030
dapat tercapai. Perundang-undangan di Indonesia yang ada saat ini sudah cukup lengkap sebagai aspek legal,
payung hukum terhadap pelaksanaan pemberantasan rabies. Namun, implementasi peraturan-peraturan tersebut
belum dilakukan sepenuhnya karena peraturan tersebut pada umumnya dibuat oleh Pemerintah Pusat,
sedangkan pelaksanaan berada di Pemerintah Daerah yang belum semua daerah memiliki Peraturan Daerah
(Perda) yang mengatur pelaksanaan pemberantasan rabies, sehingga perlu adanya Perda sebagai payung
pelaksanaan pemberantasan rabies di daerah. Hukum kesehatan masyarakat berpengaruh terhadap pelaksanaan
pemberantasan rabies di Indonesia, dan untuk mewujudkan right to life and right to health dalam menyatukan
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap pemberantasan rabies di Indonesia agar tujuan Indonesia untuk
bebas dari rabies pada tahun 2030 dapat tercapai.
Kata kunci: rabies, Indonesia, hak untuk hidup, hak untuk sehat, zoonosis
ABSTRACT
Rabies is one of infectious diseases from animals to man which gets serious attention from the government due
to its high mortality in human.Until 2017, as many as 26 provinces in Indonesia has not been free from Rabies
yet. The purposes of this writing are to uncover the influence of health law of the people in Indonesia on the
implementation of rabies eradication in Indonesia. Beside, this could be used by the policy makers to unity
programs to realize people’s right to life, right to health toward Indonesia being free from rabies in 2030. The
current legislations are considered sufficient ,but not their implementations. The regulations are mostly made
by the central government , while the local government are the implementor. Local regultaions, therefore, are
needed as umbrella for the eradication program in the areas. To conclude, public health and other laws have
influenced the eradication efforts of the disease. Public health law influences the implementation of eradication
of rabies in Indonesia, and to realize right to life and right to health in bringing together various aspects that
influence the eradication of rabies in Indonesia so that the goal of Indonesia to be free from rabies in 2030 can
be achieved.
151
BALABA Vol. 15 No. 2, Desember 2019: 151-162
152
Pemberantasan Rabies…..(Novita)
153
BALABA Vol. 15 No. 2, Desember 2019: 151-162
untuk menuju Indonesia bebas rabies, yaitu : di negara Asia terbanyak ditemukan di India
(a) sosialisasi; (b) penguatan regulasi; (c) (20.000-30.000 kasus per tahun), Vietnam
komunikasi risiko; (d) pengembangan atau (rata-rata 9.000 kasus per tahun), China (rata-
peningkatan kapasitas; (e) vaksinasi massal rata 2.500 kasus per tahun), Filipina (200-300
pada HPR; (f) manajemen populasi HPR; (g) kasus per tahun) dan Indonesia (rata-rata 125
profilaksis pra/ paska gigitan HPR (PEP); (h) kasus pertahun).5,9
surveilans dan respon terpadu; (i) penelitian Kasus rabies di Indonesia sebagian
operasional dan (j) kemitraan.5 Selain besar disebabkan oleh gigitan anjing sebanyak
termasuk di dalam langkah strategis tersebut, 98% dan sebagian kecil disebabkan oleh
regulasi juga termasuk di dalam empat gigitan monyet dan kucing yaitu 2%. Kasus
pendekatan untuk pengendalian rabies yang gigitan akibat hewan penular rabies (HPR) di
disepakati oleh semua negara ASEAN yaitu seluruh Indonesia sampai saat ini telah
poin pendekatan legislatif.5,11 mencapai lebih dari 12.000 kasus gigitan
Aspek legislatif dituangkan dalam (GHPR).5
bentuk regulasi sebagai upaya untuk Data dari Kementerian Kesehatan
melaksanakan pembangunan kesehatan, karena hingga tahun 2017 menunjukkan rabies telah
pemberantasan rabies secara optimal dapat menyebar di 25 provinsi, sedangkan pada awal
diwujudkan dengan melaksanakan tahun 2019, telah menyebar di 26 provinsi.
pembangunan kesehatan lintas sektoral. Dua puluh lima provinsi yang terdapat kasus
Pembangunan kesehatan sangat penting untuk rabies yaitu Nanggroe Aceh Darussalam,
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,
yang setingi-tingginya, ditandai dengan umur Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
harapan hidup tiap warga negara yang Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Bali,
panjang.5,8 Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Right to Life and Right to Health Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat,
Hak untuk hidup sehat, secara khusus Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
ada di dalam Deklarasi Universal tentang Hak- Maluku, Maluku Utara dan Kalimantan
Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa Tengah. Rabies sering menimbulkan kejadian
tiap orang mempunyai hak untuk hidup pada luar biasa (KLB). Tahun 2005 KLB terjadi di
standar yang layak untuk kesehatan dan provinsi Maluku, Maluku Utara dan
kesejahteraan mereka, dan keluarga mereka, Kalimantan Barat. Akhir Tahun 2007, KLB
termasuk hak untuk mendapat makanan, terjadi di Banten. Pada November 2008 KLB
perumahan, dan pelayanan kesehatan.1 terjadi di Kab.Badung, Bali.5,9,12-16
Dalam memenuhi hak untuk hidup dan Kasus GHPR di Pulau Nias, Sumatera
hak untuk sehat, diperlukan payung hukum Utara sampai dengan Juli 2010 terjadi 857
agar dapat terlaksana. Di dalam kasus kasus GHPR. Sekitar 815 orang diberi vaksin
penularan penyakit dari hewan ke manusia, anti rabies atau VAR, sedangkan 42 orang
atau biasa disebut zoonosis memerlukan suatu tidak mendapat VAR. Dari 857 kasus GHPR
hukum kesehatan. Hukum kesehatan tersebut, 23 orang diantaranya meninggal
merupakan ketentuan yang mengatur mengenai dunia.17
kesehatan manusia, di dalamnya terdapat Kasus rabies menyebar tahun 2008 di
hukum kedokteran, hukum kesehatan Bali, yaitu di Kabupaten Badung. Hingga
masyarakat, hukum kesehatan lingkungan, dan bulan Agustus 2010 terdapat 53.418 kasus
hukum kesehatan lainnya.2 GPHR, 83 orang di antaranya meninggal (4
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) orang tahun 2008, 26 orang tahun 2009, dan 53
menunjukkan rata-rata di Asia ada 50.000 orang tahun 2010). Kasus rabies di Bali
kasus kematian akibat rabies per tahun. Kasus ditemukan pertama kali pada 18 November
154
Pemberantasan Rabies…..(Novita)
155
BALABA Vol. 15 No. 2, Desember 2019: 151-162
156
Pemberantasan Rabies…..(Novita)
Produk hukum yang berupa tingkat daerah masih belum banyak daerah
perundang-undangan maupun peraturan yang mengakomodasi payung hukum tersebut
menteri sudah cukup baik, dalam arti dapat dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
menjadi acuan dan payung hukum dalam Padahal dalam proses desentralisasi ini,
pelaksanaan pemberantasan rabies, namun diharapkan tiap daerah dapat membuat model,
angka kematian manusia akibat rabies skenario, dan indikator pencapaian yang dapat
meningkat tiap tahun, dan Bali menjadi daerah disesuaikan dengan kondisi, tempat, waktu,
tertular padahal sebelumnya Bali merupakan dan latar belakang sosial. Namun di era
daerah bebas historis.5,32 otonomi daerah ini, peranan dinas yang
Belum berhasilnya program bertanggungjawab terhadap kesehatan hewan
pemberantasan rabies dapat disebabkan oleh juga mengalami penurunan. Hal ini karena
beberapa faktor penghambat, misalnya bersatunya berbagai dinas dalam satu kesatuan,
keterbatasan dana untuk program sehingga peranan masing-masing dinas
pemberantasannya. Hal ini dapat dimengerti menjadi mengecil.2,8,17
karena rabies merupakan penyakit yang Tiap-tiap daerah seharusnya sudah
terabaikan (neglected diseases), sehingga memiliki Perda tentang penanganan rabies,
anggaran yang dikeluarkan untuk pengendalian terutama provinsi-provinsi yang belum bebas
rabies terbatas, berbeda dengan dana rabies. Namun pada kenyataannya tidak seperti
pengendalian rabies yang disarankan oleh itu, sebagai contoh Kotamadya X hanya
WHO. Hal ini membutuhkan naskah akademis memiliki Peraturan daerah No 9 Tahun 2004
untuk penglegitimasian pengendalian rabies tentang pemeliharaan hewan ternak berkaki
sehingga membutuhkan dukungan dana untuk empat yang hanya membahas ketentuan
kegiatan tersebut..4,26,33 pemeliharaan hewan ternak berkaki empat
Kurangnya dana ini menyebabkan saja, tidak termasuk kewajiban vaksinasi rabies
kegiatan pemberantasan rabies menjadi untuk anjing, kucing dan kera.17,18 Hal tersebut
terhambat, karena biaya operasional rabies berakibat pemilik hewan tidak merasa
cukup besar dan melibatkan lintas sektoral memiliki kewajiban untuk memvaksinasi
antara Kementerian Kesehatan, Kementerian hewan peliharaannya karena tidak ada
Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan peraturan legal yang mewajibkan untuk
Kehutanan, Kementerian Koordinator memvaksinasi rabies hewan peliharaannya,
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta sehingga berakibat banyak anjing, kucing dan
Kementerian Dalam Negeri. monyet tidak divaksin rabies yang rentan.
Faktor penghambat lainnya adalah Daerah yang memiliki Perda untuk
adanya konsep sehat dalam masyarakat, yang pemberantasan adalah Bali, dituangkan dalam
menurut para pengambil keputusan dan Perda No. 15 Tahun 2009.19 Perda ini juga
masyarakat masih sebagai konsep sakit. memuat agar pemilik anjing untuk
Konsep sakit adalah apabila telah jatuh sakit, mengandangkan anjing atau mengikat anjing
baru memikirkan tentang sehat.8 agar tidak berkeliaran. Hal ini diperlukan agar
Penanggulangan rabies memerlukan anjing sebagai induk semang utama tidak dapat
proses desentralisasi, karena pemerintah menyebar virus rabies ke lingkungan, sehingga
daerah dan masyarakat memiliki penyebaran virus rabies akan terbatas.
25,34
tanggungjawab. Kelemahan di Indonesia, Pengandangan anjing juga diperlukan untuk
payung hukum untuk pemberantasan rabies mempermudah pemberian vaksin rabies ke
hanya berada di pusat, yang berupa Undang- anjing.20
Undang Kesehatan, Undang-Undang Kelemahan lainnya, seharusnya dibuat
Peternakan dan Kesehatan Hewan, Peraturan peraturan daerah bersama yang membahas
Pemerintah, Keputusan Menteri Kesehatan dan mengenai konsep One Health di tingkat pusat
Keputusan Menteri Pertanian. Namun, di hingga daerah, dan tidak hanya melibatkan
157
BALABA Vol. 15 No. 2, Desember 2019: 151-162
Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan, Perda pengganti. Usaha pemberantasan kasus
sehingga penanggulangan rabies dapat rabies harus dimasukkan di dalam
terintegrasi. Hal tersebut diharapkan agar pembangunan kesehatan manusia, sehingga
penanggulangan rabies tidak berjalan sendiri- untuk melegitimasikan itu diperlukan
sendiri seperti saat ini, yang berakibat substansi hukum, yaitu penguatan badan
penyelesaian kasus rabies belum komprehensif legislatif, yudikatif dan eksekutif harus
sehingga korban manusia akibat rabies terus dilakukan sehingga tercapai tujuan
mengalami peningkatan.19 pembangunan kesehatan.8 Usaha
Peraturan Daerah dapat menjadi acuan pemberantasan rabies yang hingga saat ini
teknis untuk pelaksanaan pengendalian rabies, masih dinilai efektif adalah melakukan
namun usia perda sebaiknya tidak terlalu lama vaksinasi pada HPR.21
agar dapat sesuai dengan kondisi terkini Suatu Undang-Undang atau Peraturan
sehingga acuan pelaksanaan akan mudah daerah yang diajukan oleh badan eksekutif
diimplementasikan. Hal ini melihat dari Perda maupun legislatif dapat mengakomodasi tujuan
Bali No 15 Tahun 2009 yang pada Tahun pembangunan kesehatan tersebut. Dalam
2018 dinilai sudah kurang relevan lagi, meluluskan suatu Perda, sebaiknya DPRD
sehingga dapat diusulkan perda pengganti yang memiliki tenaga ahli di berbagai bidang,
lebih relevan baik di tingkat kabupaten/kota terutama bidang zoonosis atau penyakit hewan
maupun tingkat provinsi, disesuaikan dengan menular ke manusia.17,19
perubahan peraturan perundangan di atasnya
yaitu mengacu pada UU No 41 Tahun 2014
Right to Life and Right to Health pada Usaha
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU
Pemberantasan Rabies
No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, PP No Inti makin meluasnya kasus rabies di
95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Indonesia adalah kurangnya kerjasama dari
Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, dan PP masyarakat, terhambat oleh berbagai budaya
No 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan setempat dan kurangnya kerjasama lintas
Penanggulangan Penyakit Hewan.19 Aspek sektoral. Oleh karena itu perlu memasukkan
yang dinilai lebih relevan dapat dimasukkan di aspek hukum dan hak asasi manusia dalam
dalam Perda pengganti tersebut, misalnya upaya pemberantasan kasus rabies di Indonesia
menyangkut sosiokultural di tiap-tiap daerah agar terdapat efek jera bagi yang melanggar.1,2
yang berbeda. Misalnya di Bali, pemeliharaan Peranan masyarakat perlu dimasukkan
anjing tidak akan bisa efektif dilaksanakan di di dalam aspek legal, sehingga pengendalian
tengah masyarakat Bali yang secara turun rabies tidak hanya dilakukan oleh pihak
temurun terbiasa hidup berdampingan dengan pemerintah saja sehingga aspek legal berupa
anjing yang dipelihara secara dilepas liarkan, peraturan yang telah dibuat dapat lebih mudah
sehingga Pasal 5 ayat 1(e) dan (f) Perda Bali diimplementasikan. Peran masyarakat sangat
No 15 Tahun 2009 tentang pemeliharaan membantu pengendalian rabies, seperti terjadi
anjing secara dikandangkan atau diikat perlu di Kroasia. Masyarakat dilibatkan untuk
dikaji ulang, oleh karena Perda tersebut tidak membantu mengendalikan rabies, salah
efektif karena belum sesuai dengan sosio satunya dengan vaksinansi pada HPR melalui
budaya masyarakat di Bali, sehingga kasus oral. Masyarakat yang paham mengenai
rabies di Bali belum mengalami penurunan pentingnya rabies setelah diberi sosialisasi
secara signifikan. mengenai vaksinasi rabies, secara sadar dan
Pengendalian populasi anjing sebagai sukarela aktif membantu pelaksanaan
HPR sangat perlu dilakukan agar virus rabies vaksinasi rabies pada HPR. Pelaksanaan
tidak dapat bersirkulasi di dalam lingkungan. vaksinasi dilaksanakan rutin selama 32 bulan
Pengendalian populasi anjing melalui program dan membuat kroasia mendapatkan pengakuan
sterilisasi massal dapat dimasukkan di dalam
158
Pemberantasan Rabies…..(Novita)
bebas rabies dari Office Internationale des Naskah akademis adalah naskah yang dapat
Epizootica (OIE) atau organisasi kesehatan dipertanggungjawabkan secara ilmiah
hewan dunia.22 mengenai konsepsi yang berisi latar belakang,
Sosialisasi pada masyarakat sebaiknya tujuan penyusunan, sasaran yang ingin
dilakukan pada waktu yang ideal, merujuk diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek atau
kesuksesan pada kasus di Kroasia, dilakukan arah rancangan undang-undang.26
pada saat tidak ditemukan lagi kasus positif Naskah akademis memiliki kedudukan
rabies di lapangan dan juga membicarakan sebagai dasar secara ilmiah bahwasanya upaya
tentang keberhasilan penanggulangan rabies di pemberantasan rabies memang layak untuk
negara lain, dalam hal ini Kroasia mencontoh mendapatkan pengaturan. Jika naskah
pelaksaan penanggulangan rabies di negara akademis sudah terbentuk maka tahap
Baltik, yaitu memakai peran serta masyarakat selanjutnya dalam penyusunan Perda adalah
untuk membantu pelaksanaan vaksinasi rabies pembentukan Tim antar Satuan Kerja
pada reservoirnya.23 Perangkat Daerah (SKPD) dan pembahasan
Berbagai produk hukum telah dibuat Rancangan Peradaturan Daerah (Raperda)
oleh Pemerintah pusat terkait oleh fungsi dengan biro hukum, kemudian Raperda yang
pemerintah pusat yaitu bertanggungjawab telah dibahas harus mendapat paraf koordinasi
terhadap pengendalian penyakit menular Kepala biro Hukum dan pimpinan SKPD
strategis. Namun untuk mendukung terkait, selanjutnya pimpinan SKPD
tercapainya program pemberantasan rabies mengajukan Raperda yang telah mendapatkan
diperlukan suatu produk hukum yang bersifat paraf ke Kepala Daerah melalui sekretaris
lokal agar partisipasi masyarakat daerah dapat daerah dan langkah terakhir yaitu Kepala
dilakukan, hal ini perlu diperhatikan Daerah mengajukan Raperda tersebut ke
mengingat masyarakat Indonesia memiliki DPRD untuk dilakukan pembahasan.26-29
sosio budaya yang berbeda antar wilayah. Jika Perda sudah terbentuk maka
Misalnya di Bali, untuk pengendalian rabies fungsi otonomi daerah dapat berjalan optimal,
tidak cukup hanya dengan pengendalian di karena penanganan bidang kesehatan
HPR berupa vaksinasi dan pengandangan merupakan kewajiban daerah dalam rangka
HPR. Pemberian promosi kesehatan di otonomi daerah. Agar sistem hukum yang
masyarakat juga sangat diperlukan.24 tercipta dapat berjalan, kita memerlukan
Promosi kesehatan ini diharapkan budaya hukum. Budaya hukum adalah persepsi
dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat masyarakat tentang hukum dan sistem
mengenai bahaya rabies terhadap hukum, pandangan, nilai, ide, dan penghargaan
kelangsungan hidup manusia, dan mengubah masyarakat terhadap hukum.2
perilaku masyarakat agar mengerti dan Jika sistem hukum telah berjalan
membantu program pemerintah untuk sesuai koridornya, maka usaha pemberantasan
mengendalikan rabies. Pelaksanaan program kasus rabies dapat dijalankan di segala lapisan
pengendalian rabies yang berupa produk masyarakat secara optimal, karena akan
hukum lokal harus dilakukan monitoring terdapat sanksi bagi mereka yang melanggar.
secara terus menerus oleh Pemerintah Daerah Hal ini akan membuat kesejahteraan sosial
agar efektif dan mencapai sasaran.25 akan meningkat.2 Budaya hukum tiap daerah
Produk hukum lokal tersebut dapat berbeda-beda dan hal inilah yang mendasari
berupa Peraturan Daerah (Perda). Bagi daerah kebijakan tiap daerah harus berbeda, meskipun
yang belum memiliki Perda tentang rabies memiliki tujuan yang sama yaitu pembebasan
dapat diusulkan untuk pembuatan Perda. rabies.2,30
Dalam pembuatan Perda diperlukan peranan Kasus rabies pada manusia sebagian
seorang perencana pembangunan kesehatan disebabkan oleh gigitan anjing, sehingga
dalam hal pembuatan naskah akademis. eliminasi rabies pada anjing merupakan suatu
159
BALABA Vol. 15 No. 2, Desember 2019: 151-162
160
Pemberantasan Rabies…..(Novita)
Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII. 25. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1116
Denpasar: Departemen Hukum dan Hak Tahun 2003 tentang Pedoman
Asasi manusia; 2014. Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan. Diunduh dari:
16. Vallat B. The OIE’s commitment to fight http://pdk3mi.org/file/download/KMK%20No
rabies worldwide. Rabies: a priority for .%201116%20ttg%20Pedoman%20Penyeleng
humans and animals. Bull Off Int epizoot. garaan%20Sistem%20Surveilans%20Epidemi
2011; 3:1–2. ologi%20Kesehatan.pdf.
17. Eka S, Misriyah, Ma’ruf A, Setyanti T , 26. Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1991
Laporan penanggulangan KLB rabies di Pulau Tentang Penanggulangan Wabah Menular.
Nias Sumatera Utara. [Laporan]. Subdit Diunduh dari:
Zoonosis, Direktorat Jenderal Pemberantasan http://www.bphn.go.id/data/documents/91pp0
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: 40.pdf.
Kementerian Kesehatan ; 2010.
27. Bedeković T, Jankovic IL, Simic I, Kresic N,
18. Yemi O, Olukonyisola. Human rights and Lojkic I, sucec I, et al. Control and
economic development in developing elimination of rabies in Croatia. PLoS
countries. The International Lawyer. ONE.2018; 13(9): e0204115. doi:
1994;28(3). 10.1371/journal.pone.0204115.
19. Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009 28. Conan A, Kent A, Koman K, Konink S,
Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Knobel D. Evaluation of methods for short-
Diunduh dari: term marking of domestic dogs for rabies
http://ditjennak.pertanian.go.id/userfiles/regul control. Prev Vet Med. 2015; 121(1–2):179–
asi/85453cb4e07dc5422595300f5d9a890f.pdf 82. doi: 10.1016/j.prevetmed.2015.05.008.
Epub 2015 Jun 1.
20. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Diunduh dari: 29. Lupulovic D, Maksimovic Zoric J, Vaskovic
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2009/36 N, Bugarski D, Plavsic B,Ivanović N, et al.
TAHUN2009UU.htm. First report on the efficiency of oral
vaccination of foxes against rabies in Serbia.
21. Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1991 Zoonoses and Public Health.2015; 62(8):
Tentang Penanggulangan Wabah Penyakit 625–36. doi: 10.1111/zph.12196.
Menular. Diunduh dari:
http://www.bphn.go.id/data/documents/91pp0 30. Robardet E, Picard-Meyer E, Dobros ˇtana M,
40.pdf. Jaceviciene I, Mahar K, Muiz ˇniece Z, et al.
Rabies in the Baltic States: decoding a proces
22. Undang-Undang Republik Indonesia No 16 of control and elimanation. PLoSNegl Trop
Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan Dis.2016;10(2): e0004432. doi:
dan Tumbuhan. Diunduh dari: 10.1371/journal.pntd.0004432.
http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/dokumen
/regulasi-hukum/undang-undang/undang- 31. Mortes M.K, S. Bharadwaja S, Whay HR,
undang-kelautan-dan-perikanan/finish/10- Cleaveland S, Damriyasa IMd, Wood JLN.
undang-undang-kelautan-dan-perikanan/95- Participatory methods for the assessment of
uu-no-16-tahun-1992-karantina-hewan-ikan- the ownership status of free roaming dogs in
dan-tumbuhan. Bali Indonesia, for diseases control and
animal welfare. Preventive Veterinary
23. Direktorat Jenderal PPM dan PL. Petunjuk Medicine.2014;116(1-2):2013-8. doi:
pelaksanaan dan penatalaksanaan kasus 10.1016/j.prevetmed.2014.04.012.
gigitan hewan tersangka rabies di Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2000;Edisi ke VI. 32. Townsend SE, Sumarta IP, Pujiatmoko,
Bagus G.N, Brum E, Cleaveland S, et al.
24. Maya MN, Yovani N. Menuju Indonesia Designing program for eliminating canine
bebas rabies 2020: problem institusi dalam rabies from islands: Bali, Indonesia as a case
implementasi kebijakan kesehatan publik di study. Plos Negl Trop Dis. 2013;7(8):e2372.
Bali. Jurnal Kebijakan Kesehatan doi: 10.1371/journal.pntd.0002372.
Indonesia.2018;7(4):168-72.
161
BALABA Vol. 15 No. 2, Desember 2019: 151-162
162