Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
Fluida Menurut Raswari (1986), merupakan suatu zat/bahan yang dalam
keadaan setimbang tidak dapat menahan gaya atau tegangan geser (shear
force). Dapat pula didefinisikan sebagai zat yang dapat mengalir bila ada
perbedaan tekanan dan atau tinggi. Suatu sifat dasar fluida, yaitu tahan terhadap
aliran yang diukur sebagai tegangan geser yang terjadi pada bidang geser
yang dikenai tegangan tersebut adalah viskositas atau
kekentalan/kerapatan zat fluida tersebut. Berdasarkan wujudnya, fluida dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1. Fluida cair, merupakan fluida dengan partikel yang rapat dimana gaya Tarik
antara molekul sejenisnya sangat kuat dan mempunyai permukaan bebas
serta cenderung untuk mempertahankan volumenya.
2. Fluida gas, merupakan fluida dengan partikel yang renggang dimana gaya tarik
antara molekul sejenis relatif lemah dan sangat ringan sehingga dapat
melayang dengan bebas serta volumenya tidak menentu.
Pada zat cair dan gas, zat cair tidak dapat mempertahankan bentuk yang
tetap, zat cair mengikuti bentuk wadahnya dan volumenya dapat diubah. Zat gas
tidak mempunyai bentuk, maupun volume yang tetap, gas akan berkembang
mengisi seluruh wadah. Karena suatu fase cair dan gas tidak dapat
mempertahankan suatu bentuk yang tetap, keduanya mempunyai kemampuan
untuk mengalir. Oleh karena itu zat cair dan gas sering secara kolektif disebut
sebagai fluida. (Sularso, 1994).

B. Tinjauan Umum Sistem Perpipaan


Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran yang
digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh (Triatmojo
1996). Terminologi pipa biasanya disamakan dengan istilah tube. Berdasarkan
standard dalam pembuatannya, pipa atau diameter luarnya tetap sedangkan untuk
tebalnya menggunakan istilah schedule yang memiliki nilai bervariasi. Dalam
sebuah pipa atau lebih tepatnya sistem perpipaan, kita akan mengenal istilah NPS
yang memiliki kepanjangan dari Nominal Pipe Size adalah istilah yang menunjukkan
diameter nominal (bukan ukuran sebenarnya) dari sebuah pipa. Dalam pembuatan pipa
tentu sangatlah banyak jenis bahan baku yang digunakannya, bahan-bahan pipa
secara umum dapat dibagi sebagai berikut (Raswari, 1986):

1
1. Carbon steel 3. Galvanees 5. Stainless steel
7. Chrome moly
2. Carbon moly 4. Ferro nikel 6.
PVC(paralon)
Sedangkan bahan-bahan pipa secara khusus dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Vibre glass 5. Red brass (kuningan merah)
2. Aluminium 6. Nickel copper (timah tembaga)
3. Wrought iron (besi tanpa tempa) 7. Nickel Chrom iron (besi timah
chrom)
4. Copper (tembaga)
a. Proses Penyambungan Pipa
Dalam pemakaian pipa, banyak sekali diperlukan sambungan baik sambungan
antara pipa dengan pipa maupun sambungan-sambungan antara pipa dengan
peralatan yang diperlukan seperti katup (valve), instrumentasi, nozel (nozzle)
peralatan atau sambungan untuk merubah arah aliran. Dengan adanya sambungan,
dapat menghambat aliran normal dan menyebabkan gesekan tambahan dalam aliran.
Pada pipa yang pendek dan mempunyai banyak sambungan, fluida yang mengalir
didalamnya akan mengalami banyak kehilangan energi. Salah satu efek yang
ditimbulkan pada aliran yang melewati sebuah sambungan yang berkaitan dengan pola
aliran yaitu adanya ketidakstabilan laju aliran. Fluktuasi aliran yang terjadi secara terus
menerus pada suatu sambungan akan memberikan beban impak secara acak yang
berlangsung terus menerus bisa menyebabkan getaran pada pipa.

Proses penyambungan pipa dapat dilakukan dengan (Raswari, 1986) :


• Pengelasan
Jenis pengelasan yang dilakukan tergantung pada jenis pipa dan
penggunaannya, misalnya pengelasan untuk bahan stainless steel menggunakan las
busur gas wolfram, dan untuk pipa baja karbon digunakan las metal.
• Ulir (threaded)

Penyambungan ini digunakan pada pipa yang bertekanan tidak terlalu tinggi.
Kebocoran pada sambungan ini dapat dicegah dengan menggunakan gasket tape
pipe. Pada umumnya pipa dengan sambungan ulir digunakan pada pipa dua inci ke
bawah.

• Menggunakan Flens(flange)

2
Kedua ujung pipa yang akan disambung dipasang flens kemudian diikat dengan
baut. Flens adalah mekanisme pengencangan yang tidak permanen, bisa di bongkar
dan dipasang dengan memanfaatkan baut sebagai media pengencang. Pipa yang
mengunakan flens sebagai sambungannya, biasanya pipa tersebut nantinya akan
dilakukan maintenance, jadi agar mudah di bongkar dan dipasang kembali.
Selain proses-proses penyambungan pipa seperti diatas terdapat pula tipe
sambungan cabang. Tipe sambungan ini dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sambungan langsung (stub in)
2. Sambungan dengan menggunakan fittings (alat penyambung)

Tipe sambungan cabang dapat pula ditentukan pada spesifikasi yang telah
dibuat sebelum mendesain atau dapat pula dihitung berdasarkan perhitungan
kekuatan, kebutuhan, dengan tidak melupakan faktor efektivitasnya. Sambungan
cabang itu sendiri merupakan sambungan antara pipa dengan pip, misalkan
sambungan antara header dengan cabang yang lain apakah memerlukan alat bantu
penyambung yang lainnya atau dapat dihubungkan secara langsung, Hal ini
tergantung kebutuhan serta perhitungan kekuatan. (Raswari, 1986).

C. Klasifikasi Alat Penyambung (fitting)


a. Fitting Ellbow
Elbow merupakan komponen perpipaan yang berfungsi untuk membelokkan
arah aliran fluida. Elbow terdiri dari dua jenis yang paling umum yaitu elbow dengan
sudut 45 derajat dan 90 derajat. Tetapi selain kedua jenis elbow tersebut ada pula
elbow dengan ukuran sudut yang lebih besar maupun lebih kecil. Untuk
memperolehnya elbow tersebut harus dipotong atau menggunakan dua elbow yang
disatukan untuk memperoleh sudut tertentu.

b. Fitting Tee
Tee dalam fitting digunakan untuk membagi aliran, adalah koneksi fitting yang
memiliki cabang. Biasanya cabang ini ukurannya sama dengan ukuran pipa utama,
kita menyebutnya dengan straight tee. Sedangkan kalau berbeda, kita menyebutnya
dengan reducing tee. Adapula tee yang tidak tegak lurus, ia membentuk sudut 45
derajat. Tee yang berbentuk seperti itu disebut dengan lateral Tee, yang
penggunaanya biasanya untuk pressure yang rendah. Fitting tee biasanya

3
diumpamakan sebagai pertigaan, Dalam fitting juga ada perempatan, kita
mengenalnya dengan crosses. Namun pengunaannya amat sangat jarang, karena
hanya digunakan untuk space yang terbatas.

c. Fitting Reducer (Pemerkecil)


Fitting jenis ini berfungsi untuk me-reduce (mengurangi) aliran fluida.
Mengurangi disini bukan seperti valve, akan tetapi hanya ukuran pipanya saja yang
berkurang. Jadi reducer ini akan menggabungkan pipa dari diameter yang lebih
besar ke pipa dengan diameter yang lebih kecil, ataupun sebaliknya. Ada dua
jenis reducer yaitu concentric reducer dan eccentrik reducer. Keduanya memiliki
peran yang berbeda, penggunaan concentric reducer lebih umum untuk line
atau pipa vertical. Concentric reducer digunakan ketika tidak ada
kemungkinan udara yang tersumbat di dalamnya. Sedangkan untuk eccentric
reducer banyak digunakan untuk komponen yang dekat dengan pompa,
dengan pertimbangan agar menghindari udara yang terjebak didalamnya.

d. Gate Valve
Gate valve adalah jenis valve pada sistem instalasi perpipaan yang berfungsi
untuk menghentikan dan meneruskan aliran. Untuk mencegah lewatnya aliran
fluida, jenis valve ini menggunakan lempengan(stopper) yang digerakkan secara
naik turun. Cara pemasangan gate valve scara prinsip sangat sederhana,
dengan menggunakan dua konektor berulir atau menggunakan dua flange
yang dihubungkan ke sistem pipa. Sedangkan cara kerja gate valve, jika
handle(pegangan) diputar, bagian bonnet bergerak naik ke atas konektor dengan
area stopping wedge merubah dengan memaksa gerakan naik dan turun. Handle
yang menaikkan dan menurunkan stopper menempati ruang bonnet. Ketika
handle diputar maka stopper bergerak di dalam valve. Stopper masuk kedalam
ruang dimana cairan melewatinya. Casing gate valve yang sedikit lebih lebar dari
pipa yang terhubung memungkinkan stopper benar-benar menutupi ruang aliran dan
membuatnya benar-benar tertutup.

4
D. Sifat Dasar Fluida
Adapun sifat-sifat dasar fluida yang perlu diketahui sebelum memahami
aliran fluida yaitu: kerapatan (density) ρ, tekanan (pressure) P, kekentalan (viscosity) µ.
a. Kerapatan (Density)
Pengertian kerapatan(density) ρ adalah jumlah atau kwantitas konsentrasi
suatu zat yang dinyatakan dalam massa per satuan volume. Sifat ini dapat
ditentukan dengan menghitung perbandingan massa zat yang terkandung dalam
bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut. Dengan rumus :
m/v
Dimana : v = volume fluida (m3)
m = massa fluida (kg)
= rapat massa (kg/m3)

Massa jenis fluida sangat bervariasi tergantung dari jenis fluida tersebut.
Pada kondisi atmosfer, massa jenis air adalah 1000 kg/m3, untuk massa jenis
udara yaitu 1,22 kg/m3. Khusus untuk fluida gas perubahan tekanan dan
temperatur akan sangat mempengaruhi massa jenisnya. Sedangkan pada fluida
cair, pengaruh tekanan dan temperaturnya kecil. Properti fluida yang lain yang
berhubungan langsung dengan massa jenis adalah berat jenis, volume jenis,
dan spesific gravity. Berat jenis adalah massa jenis fluida yang dikalikan
dengan percepatan gravitasi atau berat fluida per satuan volume. Sedangkan
volume jenis merupakan kebalikan dari massa jenis yakni volume fluida dibagi
dengan massanya (Sularso, 1994).
Maka berat jenis dapat dirumuskan :

Y= g
Dimana : ρ = rapat massa (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
Y = berat jenis
Volume jenis : V=1/
Adapun untuk spesific gravity yaitu perbandingan antara massa jenis air
dengan massa jenis fluida. Pada kondisi standart (4o C, 1 atm) massa jenis air
ialah ρ = 1000

5
kg/m3 (Olson, 1990).
S= / w
Dimana : S = spesific gravity
ρ = rapat massa (kg/m3)
ρw= kerapatan air (kg/m3)
b. Tekanan (Pressure)
Tekanan adalah besarnya gaya yang bekerja tegak lurus pada suatu
permukaan yang dibagi dengan luasan permukaan, dapat dirumuskan :
P=F/A

Dimana : P = tekanan (N/m2, N/cm2)

A = luas penampang (m2, cm2) F = gaya (N)


Dalam termodinamika, tekanan secara umum dinyatakan dalam nilai
absolutnya. Tekanan absolut tergantung pada tekanan pengukuran sistem.
Apabila tekanan pengukuran sistem diatas tekanan atmosfer, dapat dirumuskan :
Pabs = Pgauge + Patm

Dimana : Pabs = Tekanan absolut

Pgauge = Tekanan pengukuran

Patm = Tekanan atmosfer

Apabila tekanan pengukuran dibawah tekanan atmosfer, dapat dirumuskan: Pabs =


Patm + Pgauge
Dimana : Pabs = Tekanan absolut Patm = Tekanan atmosfer Pgauge = Tekanan
pengukuran
b. Kekentalan (Viscosity

Setiap fluida cair pasti memiliki kekentalan atau viskositas. Kekentalan


yang dimiliki pada setiap fluida berbeda satu dengan lainnya, hal ini
tergantung pada konsentrasi dari fluida atau zat cair tersebut. Kekentalan dari
suatu cairan i a l a h s a l a h satu sifat cairan yang menentukan besarnya perlawanan
terhadap gaya gesek. Semakin besar kekentalan fluida, maka semakin sulit
suatu benda bergerak di dalam fluida tersebut. Viskositas fluida bergantung
pada temperatur. Dimana dengan kenaikan temperatur, viskositas fluida cair itu
semakin kecil. Viskositas dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Viskositas dinamik atau viskositas mutlak

Viskositas dinamik ialah sifat fluida yang menghubungkan antara tegangan


geser dengan gerakan fluida, dapat dirumuskan :

6
μ=τ÷ du/dy

Dimana : μ = Viskositas dinamik (kg/m.s)

τ = tegangan geser (N/m2)

du/dy = gradien kecepatan ((m/s)/m)

2. Viskositas kinematik

Viskositas kinematik ialah perbandingan viskositas dinamik dengan kerapatan


fluida, dapat dirumuskan :
v = μ/

Dimana : v = viskositas kinematik (m2/s)

μ = viskositas dinamik (kg/m.s)

= kerapatan fluida (kg/m3)

E. Klasifikasi Aliran Fluida


Kecepatan aliran fluida sangat berpengaruh pada kondisi aliran fluida,
semakin tinggi kecepatan maka akan mempengaruhi pola aliran. Besaran yang dapat
menghubungkan antara kecepatan aliran, kondisi fluida dan kondisi penampang
diameter pipa adalah bilangan Reynolds (Sularso, 1994). Dari persamaan :
Re = VD /μ
Dimana : V = kecepatan fluida (m/s)
D = diameter dalam pipa (m)
= rapat massa fluida (kg/m3)
μ = viskositas dinamik fluida (kg/m.s)
Jenis aliran berdasarkan bilangan Reynolds untuk aliran internal :
1. Re < 2300, aliran adalah laminar
2. Re > 4000, aliran adalah turbulen
3. 2300 < Re < 4000, aliran adalah transisi
1) Aliran Laminar
Aliran laminar ialah aliran dimana fluida dianggap mengalir pada
lapisan masing-masing dengan kecepatan konstan. Aliran ini terjadi karena
fluida cukup kental, kecepatan aliran rendah, aliran pada lorong sempit.
Kisaran nilai bilangan Reynold aliran laminar yaitu kurang dari 2300 (Re<2300).
2) Aliran Turbulen

7
Aliran turbulen ialah aliran yang dimana pergerakan partikel-partikel suatu fluida
tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran antar lapisan
dalam skala besar. Aliran turbulen terjadi karena kecepatan aliran tinggi, aliran
pada lorong yang besar, fluida yang mengalir encer. Nilai bilangan Reynold aliran
turbulen lebih besar dari 4000 (Re>4000).
3) Aliran Transisi
Aliran transisi ialah aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran
turbulen maupun sebaliknya. Keadaan ini tergantung pada viskositas, kecepatan,
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan geometri aliran. Nilai bilangan Reynold
aliran transisi antara 2300 sampai 4000 (2300<Re<4000).

F. Teori Dasar Pompa


a. Definisi Pompa
Pompa adalah salah satu jenis mesin fluida yang termasuk golongan mesin
kerja. Pompa digunakan untuk mengalirkan fluida atau memindahkannya dari suatu
tempat ke tempat yang lainnya. Prinsip kerja pompa adalah menghisap dan
melakukan penekanan terhadap fluida. Dalam fungsinya, pompa mengubah enrgi
gerak poros untuk kemudian menggerakkan sudu-sudu menjadi energi gerak
dan tekanan pada fluida. Pada umumnya pompa dipergunakan untuk
menaikkan fluida dari sebuah bak penampung, pengairan, dan sebagainya.
(Edwards, 1996).
b. Karakteristik Pompa
Karakteristik pompa adalah kemampuan pompa untuk mengalirkan fluida
dengan ketinggian tertentu pada berbagai debit. Hubungan debit dengan
tekanan adalah berbanding terbalik. Semakin tinggi tekanan fluida maka debit
yang didapatkan akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya (Wulan Damayanti,
2015) .
Pada percobaan, besarnya debit fluida cair dipengaruhi oleh besarnya
tekanan pompa. Semakin besar tekanan yang diterima fluida cair maka kecepatan
alirnya akan semakin kecil juga sesuai dengan persamaan Bernoulli :
Δp/p + V²/2 + g.h = C
Hubungan antara tekanan fluida dan head pompa adalah berbanding
lurus. Semakin besar tekanan pompa maka head pompa akan semakin besar,
sesuai dengan persamaan : Head Pompa = ΔP/ρ

8
c. Dasar Perhitungan Pompa
Dasar perhitungan pompa yang digunakan untuk menganalisis data yang
didapat, adalah dengan menggunkan rumus dibawah ini :
1. Debit
Debit adalah besaran yang menyatakan volume fluida yang mengalir tiap satuan waktu :
Q = v/t
Dimana : Q = Debit (m3/s) V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
2. Daya
Dihitung dengan menggunakan rumus : Ppompa = p.g.Q.H
Dimana : p = Kerapatan fluida ( kg/m³ )
g = Percepatan gravitasi ( m/s³) Q = Laju aliran (m³/s)
H = Head pompa (m)
3. Daya Listrik
Dihitung dengan menggunakan rumus :
Plistrik = V.I
Dimana : V = Tegangan listrik
I = Arus Listrik
4. Efisiensi Pompa
Dapat dihitung dengan rumus : Ƞ=Ppompa÷Plistrik X 100 persen Dimana :
Ppompa = Daya hidraulik ( Watt )
Plistrik = Daya listrik (Watt)

G. Head
Head adalah suatu bentuk energi yang dinyatakan dalam satuan panjang(m)
dalam SI. Head terdiri dari head ketinggian(Z), head kecepatan (v²/2g), dan head
tekanan (/g). Head ketinggian menyatakan energi potensial yang dibutuhkan untuk
mengangkat air s etinggi (m) kolom air, head kecepatan menyatakan energi kinetic
yang dibutuhkan untuk mengalirkan air setinggi (m) kolom air, sedangkan head
tekanan adalah suatu energi aliran dari (m) kolom air yang memiliki berat sama
dengan tekanan dari kolom (m) air tersebut. H = ℎ a+ Δℎ p + ℎ 1 + v²/2g
a. Head Total Pompa

9
Head total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air
seperti yang direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan
dialiri air oleh pompa tersebut. Head total pompa dapat dirumuskan :
H = ℎ a+ Δℎ p + ℎ 1 + v²/2g
Dimana : H = Head total pompa (m)
ℎ a= Head statis total (m)
Δℎ p = Beda head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (m)
ℎ 1 = Berbagai kerugian head pada pipa, katup, belokan, sambungan (m)
v²/2g = Head kecepatan keluar (m)
b. Head Loss ( Head Kerugian)
Head kerugian adalah head untuk mengatasi kerugian-kerugian yang terdiri
dari krugian gesek aliran dalam pipa, dan head kerugia di dalam percabangan,
perkatupan dan belokan pipa.
1. Kerugian Mayor (Mayor Losses)
Kerugian mayor adalah kehilangan energi aliran yang disebabkan oleh gesekan
sepanjang lingkaran pipa. Ada beberapa persamaan yang dapat digunakan dalam
menentukan kehilangan longitudional apabila panjang pipa dan diameter
mengalirkan kecepatan rata-rata V. Menurut White (1986), salah satu persamaan
yang dapat digunakan adalah persamaan Darcy-Weisbach yaitu
ℎ f = f x L/d x v²/2g (m)
Dimana : f = faktor gesekan (Darcy friction factor), nilainya dapat diperoleh dari diagram
Moody.
L = panjang pipa (m)
d = diameter pipa (m)
v²/2g = head kecepatan
2. Kerugian Head Pada Jalur Pipa
Pada saat aliran fluida mengalami gangguan aliran yang menyebabkan kurangnya
energi aliran, hal ini dapat disebut sebagai head kerugian dalam jalur pipa. Secara
umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
ℎ f = f. v²/2g
Dimana : ℎ f = Kerugian gesek dalam pipa(m)
f = Koefisien kerugian
v = Kecepatan aliran fluida (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s²) Kerugian head ini sering terjadi di dalam :
a. Pada sambungan belokan (ellbow)
Pada belokan lengkung, koefisien kerugian dapat dihitung dengan rumus :
f = [0,131+ 1,847(D/2R)^3,5] (ᶿ/90)^0,5

10
Dimana : D = Diameter dalam pipa (m)
R = Jari-jari lengkung sumbu belokan (m) ᶿ = Sudut belokan ( ° )
f = Koefisien kerugian b. Pada katup (valve)
Dalam rangkaian sistem perpipaan pemasangan katup atau valve
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mengontrol kapsitas fluida,
akan tetapi dengan pemasangan valve tersebut akan mengakibatkan
kerugian energi aliran, hal ini dikarenakan aliran tersendat. Rumus yang
digunakan untuk menghitung kerugian head karena pemasangan katup yaitu :
hv = fv. v²/2g
Dimana : hv = Kerugian head pada katup (m)
fv = Koefisien kerugian katup
v = Kecepatan aliran fluida (m/s)
g = Percepatan gravitasi (m/s²)

H. Persamaan-persamaan Dasar Aliran Fluida


Dalam pengaliran air mulai dari sumber air hingga masuk ke dalam bak
ataupun tangki penampung tidak terlepas dari persamaan-persamaan dasar aliran
fluida, diantaranya adalah :
a. Persamaan Bernoulli

Persamaan bernouli menjelaskan tentang konsep dasar aliran fluida (zat cair
dan gas) bahwa peningkatan kecepatan pada suatu aliran zat cair atau
gas, akan mengakibatkan penurunan tekanan pasda zat cair atau gas
tersebut. Artinya, akan terdapat penurunan enrgi potensial pada aliran fluida
tersebut. Prinsip bernouli adalah istilah di dalam mekanika fluida yang menyatakan
bahwa pada suatu aliran fluida akan menimbulkan penurunan tekanan pada
aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya merupakan penyederhanaan dari
persamaan bernouli yang menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di
dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain
pada jalur aliran yang sama. Prinsip ini diambil dari nama ilmuwan yang
bernama Daniel Bernoulli. Secara matematis persamaan bernoulli adalah sebagai
berikut :
P1/Y1+V1²/2g+Z1=P2/Y2+V2²+Z2+H
Dimana : P1.2 = Tekanan pada penampang 1 dan 2 (N/m2) V1.2 = Kecepatan pada
penampang 1 dan 2 (m/s²) Z1.2 = Tinggi pada permukaan 1 dan 2 (m)
Y1.2 = Berat jenis 1 dan 2 (N/m³)
g = Gravitasi bumi (9,82 m/s²)
b. Persamaan Kontinuitas

11
Pada saat kita akan menyemprotkan air dengan selang, kita akan
melihat fenomena fisika yaitu ketika lubang selang dipencet maka air yang
keluar akan menempuh lintasan yang cukup jauh. Sebaliknya ketika selang
dikembalikan sseperti semula maka jarak pancaran air akan berkurang.
Fenomena fisika tersebut dapat dijelaskan dengan mempelajari bahasan
tentang persamaan kontinuitas berikut. Persamaan kontinuitas berikut.
Persamaan kontinuitas menghubungkan kecepatan fluida di suatu tempat dengan
tempat yang lain. Sebelum menurunkan hubungan ini, Kita harus memahami
beberapa istilah dalam aliran fluida. Garis alir (stream line) didefinisikan
sebagai lintasan aliran fluida ideal (aliran lunak). Garis singgung di suatu titik
pada garis alir. Pada tabung alir, fluida masuk dan keluar melalui mulut tabung.
Fluidfda tidak boleh masuk dari sisi tabung dikarenakan dapat
menyebabkan perpotongan garis-garis alir. Perpotongan ini akan menyebabkan aliran
tidak lunak lagi.
Menurut(White, 1986) persamaan kontinuitas diperoleh dari hukum
kekekalan massa yang menyatakan bahwa untuk aliran yang stasioner massa
fluida yang melalui semua bagian dalam arus fluida tiap satuan waktu adalah
sama. Atau dapat diartikan persamaan kontinuitas menyatakan hubungan antara
kecepatan fluida yang masuk pada suatu pipa terhadap kecepatan fluida yang
keluar.Hubungan tersebut dinyatakan dengan :
Q = A1.V1=A2.V2
Dimana : Q = Debit aliran
A1 = Luas penampang pipa 1 (m²) A2 = Luas penampang pipa 2 (m²) V1 = Kecepatan
fluida pipa 1 (m/s) V2 = Kecepatan fluida pipa 2 (m/s

BAB II

DATA DAN ANALISIS DATA

A. Alat Dan Bahan


1. Pisau 3. Tusuk sate 5. Botol aqua
2. Korek 4. Lakban atau selotip 6. Gunting

B. Prosedur Kerja
1. Siapkan 1 botol aqua besar berukuran 1,5L, tusuk sate, lakban atau selotip,
gunting, pisau, meteran, dan air
2. Setelah itu potong bagian atas botol

12
3. Lalu botol akan di lubangi (satu arah) sebanyak 4 lubang
4. Setelah itu tutuplah lubang-lubang pada botol tersebut dengan
menggunakan lakban
5. Isi botol tersebut dengan air sampai penuh
6. Sesuaikan arah aqua dan dipanjangkan meter
7. Lepaskan satu persatu lubang tersebut (mulai dari atas sampai bawah)
amati apa yang terjadi
8. Setelah itu ukur seberapa jauh pancuran air yang keluar
9. Kemudian hitunglah kecepatan semburan, waktu semburan, dan jarak rata-rata
semburan

C. Data Pengamatan

a) Tabel Data

No Tinggi Lubang (h) Jarak Semburan (x)


1 73 34
2 68 42
3 65 52
4 60 59

b) Analisis Data

1. Kecepatan semburan

V1 = √2(h-h1)g
=√2(81-73)10ˉ².9,8
=√2(8). 10ˉ².9,8
=√16. 10ˉ².9,8
=√156,8x10ˉ²
=√12,5x10ˉ¹
=1,25 m/s
V2 = √2(h-h2)g
=√2(81-68)10ˉ².9,8
=√2(13). 10ˉ².9,8
=√26. 10ˉ².9,8
=√254,8x10ˉ²
=√15,9x10ˉ¹
=1,59 m/s
V3 = √2(h-h3)g
=√2(81-65)10ˉ².9,8
=√2(16). 10ˉ².9,8

13
=√32. 10ˉ².9,8
=√313,6x10ˉ²
=√17,7x10ˉ¹
=1,77 m/s
V4 = √2(h-h4)g
=√2(81-60)10ˉ².9,8
=√2(21). 10ˉ².9,8
=√42. 10ˉ².9,8
=√411,6x10ˉ²
=√20,2x10ˉ¹
=2,02 m/s
2. Waktu semburan

t1 = √2h1÷g

=√2.(34.10ˉ²)÷9,8
=√68. 10ˉ²÷9,8
=√6,93. 10ˉ²
=2,6x10ˉ¹
=0,26 second t2 = √2h2÷g
=√2.(42.10ˉ²)÷9,8
=√84. 10ˉ²÷9,8
=√8,57. 10ˉ²
=2,9x10ˉ¹
=29 second
t3 = √2h3÷g
=√2.(52.10ˉ²)÷9,8
=√104. 10ˉ²÷9,8
=√10,6. 10ˉ²
=3,2x10ˉ¹
=32 second t4 = √2h4÷g
=√2.(59.10ˉ²)÷9,8
=√118. 10ˉ²÷9,8
=√12,0. 10ˉ²
=3,4x10ˉ¹
=34 second
3. Jarak rata-rata semburan
X = X1+X2+X3+X4÷4
= (34+42+52+59)÷4
= 187x10ˉ²÷4

14
= 46,75x10ˉ²
= 4,675 meter

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fluida
Fluida adalah zat yang bisa mengalir dan memberikan hambatan saat diberi
tekanan. Zat yang tergolong sebagai fluida adalah zat cair dan gas. Adapun sifat-
sifat fluida adalah sebagai berikut.
1. Bisa mengalami perubahan bentuk.
2. Bisa mengalir.
3. Memiliki kemampuan untuk menempati suatu wadah atau ruang.

B. Besaran-besaran Fluida

15
Sebenarnya fluida dibagi menjadi dua kelompok, yaitu fluida statis dan
dinamis. Sebelum mempelajari hukum dasar yang berlaku pada fluida statis,
kita akan dikenalkan dengan besaran-besaran yang terkait fluida
1. Kompresibel dan tak kompresibel
Kompresibilitas adalah kemampuan suatu zat untuk dimampatkan akibat
tekanan. Zat kompresibel artinya zat yang bisa dimampatkan karena bisa
mengalami perubahan volume karena tidak mengalami perubahan volume saat
ditekan, contohnya zat cair.
2. Massa jenis
Massa jenis adalah ukuran kerapatan suatu benda. Semakin rapat susunan
partikel di dalamnya, semakin besar massa jenisnya. Secara matematis,
dirumuskan sebagai berikut.
=m÷v
Keterangan:
3
ρ = massa jenis (kg/m );

3
= volume (m ); dan

= massa benda (kg).


3. Viskositas (kekentalan)
Viskositas merupakan sifat tahanan suatu fluida terhadap tegangan yang
diberikan. Hukum yang membahas tentang viskositas fluida ini adalah
Hukum Stokes. Secara matematis, Hukum Stokes dirumuskan sebagai berikut.
Fs =6πƞrv
4. Berat jenis
Berat jenis didefinisikan sebagai berat fluida per satuan volume. Berat jenis ini
berbeda saat ditekan, contohnya gas. zat tak kompresibel artinya zat yang tidak
bisa dimampatkan dengan massa jenis. Perbedaannya adalah berat jenis
dipengaruhi oleh percepatan gravitasi, sehingga nilainya bisa berubah-ubah sesuai
percepatan gravitasi di tempat tersebut. Secara matematis, dirumuskan sebagai
berikut.
S = W/V = .g
5. Tegangan permukaan
Contoh tegangan permukaan ini bisa Quipperian lihat saat ada serangga
yang bisa berdiri di permukaan air. Secara matematis, tegangan permukaan
dirumuskan sebagai berikut.
Y=F/L
Keterangan:
= tegangan permukaan (N/m);

16
= gaya (N); dan
= panjang permukaan (m).
6. Kapilaritas
Kapilaritas adalah peristiwa meresapnya zat cair di dalam pipa kapiler. Meresap
artinya gerakan naik atau turun zat cair. Kapilaritas ini dipengaruhi oleh adanya
tegangan permukaan, gaya adhesi, dan gaya kohesi antara zat cair dan dinding
kapiler. Jika gaya adhesi lebih besar daripada kohesi, maka zat cair akan naik dalam
pipa kapiler, contohnya air. Jika gaya kohesi lebih besar daripada gaya adhesi, maka
zat cair akan turun, contohnya raksa. Lalu, berapa kenaikan atau penurunannya?
h = 2Y cos ᶿ/ gr
Keterangan:
= kenaikan atau penurunan zat cair dalam pipa kapiler (m);
= tegangan permukaan (N/m);
= sudut kontak;
3
= massa jenis (kg/m );

2
= percepatan gravotasi (m/s ); dan

= jari-jari pipa kapiler (m).

C. Tekanan Hidrostatis
Semakin dalam posisi berenang, semakin sakit gendang telinga. Hal itu
disebabkan oleh adanya tekanan hidrostatis, yaitu tekanan yang disebabkan oleh
adanya berat fluida tak bergerak. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut.
P=
Keterangan:
P = tekanan hidrostatis (N/m2);
ρ = massa jenis fluida (kg/m3); dan
h = kedalaman (m).
Penjumlahan antara tekanan hidrostatis dan tekanan udara luar akan
menghasilkan besaran baru yang disebut tekanan mutlak. Secara matematis,
dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
PT = tekanan mutlak (Pa); dan
P0 = tekanan atmosfer (Pa).
Hukum Utama Hidrostatis
Hukum utama hidrostatis adalah hukum yang berkaitan dengan persamaan
tekanan saat fluida diletakkan di suatu bidang datar. Adapun pernyataan hukum

17
utama hidrostatis adalah “semua titik yang terletak di suatu bidang datar di dalam
fluida, akan memiliki tekanan yang sama”. Berikut ini contohnya.
Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
PA = tekanan di penampang A (N/m2);
PB = tekanan di penampang B (N/m2);
A = massa jenis fluida A (N/m3);
B = massa jenis fluida B (N/m3);
hA = tinggi fluida A (N/m3); dan
hB = massa jenis fluida B (N/m3);
Hukum Pascal
Hukum Pascal dicetuskan oleh seorang ilmuwan asal Prancis, yaitu
Blaise Pascal. Dalam hukumnya, Pascal menyatakan bahwa “tekanan yang
diberikan pada suatu fluida dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah
dengan sama besar”. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
P1 = tekanan di penampang 1 (N/m2);
P2 = tekanan di penampang 2 (N/m2);
F1 = gaya tekan di penampang 1 (N/m2);
F2 = gaya tekan di penampang 2 (N/m2);
A1 = luas penampang pipa 1 (N/m2); dan
A2 = luas penampang pipa 2 (N/m2);
Hukum Archimedes
Hukum Archimedes ini merupakan salah satu hukum dasar fluida statis yang
mungkin sering Quipperian dengar atau baca. Adapun pernyataan Hukum
Archimedes adalah “ benda yang dicelupkan seluruhnya atau sebagian ke dalam
fluida yang dipindahkan”. Gaya tekan inilah yang kemudian disebut sebagai gaya
apung atau gaya Archimedes. Secara matematis, gaya apung dirumuskan
sebagai berikut.
Keterangan :
FA = gaya apung atau gaya ke atas (N);
ρf = massa jenis fluida (kg/m3);
g = percepatan gravitasi (m/s2); dan
Vbf = volume benda tercelup (m3).
Adanya gaya apung ini menyebabkan suatu benda terapung, melayang, dan
tenggelam di dalam air.
Jika Quipperian pernah mencoba menimbang benda di dalam fluida,
mengapa berat benda di dalam fluida lebih kecil daripada beratnya di udara?

18
Ternyata, hal ini disebabkan oleh adanya gaya apung, lho. Secara matematis, berat
semu dirumuskan sebagai berikut.
Keterangan:
Wbf = berat benda di dalam fluida (N);
Wu = berat benda di udara (N); dan
FA = gaya apung (N);
Itulah hukum dasar yang bisa Quipperian gunakan di dalam mempelajari fluida
statis.

BAB VI
PENUTUP

A. Penutup
Fluida adalah suatu bentuk materi yang mudah mengalir misalnya
zat cair zat dan gas. Sifat kemudahan untuk menyesuaikan dengan

19
tempatnya berada merupakan aspek yang membedakan fluida
dengan zat benda tegar
Dalam kehidupan sehari-hari, dapat ditemukan aplikasi Hukum
Bernouli yang sudah banyak diterapkan pada sarana dan prasarana
yang menunjang kehidupan manusia masa kini seperti untuk
menentukan gaya angkat pada sayap dan badan pesawat terbang,
penyemprot parfum, penyemprot racun serangga dan lain
sebagainya.

DAFTAR PUSAKA

https://www.coursehero.com/file/40663106/MAKALAH-FISIKA-
FLUIDAdoc/

https://www.scribd.com

20
21

Anda mungkin juga menyukai