Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS INDONESIA

PELANGGARAN HAK DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU:


PERBEDAANNYA DALAM KONEKS PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN
TINDAK PIDANA

Oleh: Galih Wahyu Wicaksono (2206010304)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Hukum Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Dosen Pengampu:
Dr. Edmon Makarim, S.Kom., S.H., LL.M
Dr. Brian Amy Prastyo, S.H., M.H., M.L.I

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM
JAKARTA
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................... i
BAB I ......................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 3
BAB II ........................................................................................................................................................ 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 4
A. Pengaturan Pelindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Indonesia ................................. 4
B. Penegakan Pelanggaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu: Perbedaan Dalam Konteks
Perbuatan Melawahan Hukum Secara Perdata dan Tindak Pidana ................................................ 8
BAB III .................................................................................................................................................... 15
PENUIUP ................................................................................................................................................ 15
A. Kesimpulan .................................................................................................................................. 15
B. Saran ............................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 17

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasca disetujuinya Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia, dimana di dalamnya ada
instrument Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dengan Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia,
maka secara substantif TRIPs menerapkan dasar minimal terhadap beberapa persetujuan
Internasional, yakni Konvensi Paris, Konvensi Bern dan Traktat Washington. Jelasnya,
persetujuan TRIPs menggunakan prinsip kesesuaian penuh atau full complience sebagai syarat
minimal bagi para pesertanya. Ini berarti, negara-negara peserta persetujuan TRIPs wajib
menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional mengenai HKI mereka secara penuh
terhadap perjanjian-perjanjian internasional tersebut1.
Desain tata letak sirkuit terpadu merupakan salah satu bentuk hak kekayaan Intelektual
(HKI) baru dalam hukum internasional dan hukum Indonesia., dibandingkan dengan bentuk
HKI lain, seperti hak cipta, paten, merek, dan desain industri. Keberadaan pengaturan muncul
akibat adanya sifat khusus desain tata letak sirkit terpadu yang tidak dapat ditampung
pengaturannya melalui rejim hukum HKI yang ada. Kebutuhan pengaturan khusus tersebut
juga didorong oleh adanya perkembangan ekonomi, teknologi, dan industri berkaitan dengan
penggunaan sirkuit terpadu di negara-negara maju dan negara-negera berkembang2. Karena
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu merupakan bidang baru dari HKI Indonesia, maka
diperlukan pemahaman terlebih dahulu terkait dengan garis besar pengaturan tentang hal
tersebut. Indonesia sebagai negara yang terkait dengan Perjanjian TRIPs, telah melakukan
ratifikasi dari hasil Putaran Urugay di Marakesh Maroko yang dituangkan dalam peraturan
Perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Estabilishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia)3.

1
Budi Agus Riswandi dan Sumartinah, 2006, Masalah-masalah HAKI Kontemporer, Yogyakarta, Gitanagari, hlm. 9.
2
O K Saidin, 2015, Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of Capitalism
Ideology on Pancasila Ideology, Journal oof Intellectual Property Rights, Vol. 20, hlm. 231.
3
Muhammad Djumhana, 2003, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, Bandung, Citra
Aditya Bakit, hlm. 51.

1
Kebutuhan akan pengaturan khusus bagi desain tata letak sirkuit terpadu diperlukan
karena adanya permasalahan yang khas yang ditimbulkan oleh kebutuhan industri
semikonduktor (topografi, desain tata letak sirkuit terpadu) terhadap penghargaan ekonomi
atas kreativitas, pemajuan inovasi, penelitian dan investasi, dan juga untuk melindungi
kepentingan masyarakat umum terhadap pemecahan masalah yang bersifat khas, sebagaimana
Kongres Amerika Serikat memandangnya pada saat pertama kali RUU Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu tersebut diajukan. Perkembangan hukum HKI di negara maju berlangsung
cepat sehubungan dengan cepatnya perkembangan teknologi informasi atau komputer dan
perekonomian4 pada bidang terkait, yang membutuhkan cara-cara tersendiri untuk dapat
menampungnya. Hukum HKI yang telah ada tidak dapat menampung persoalan baru yang
bersifat khas tersebut. Hal ini karena hukum HKI yang telah ada memiliki asas-asas pengaturan
umum tersendiri yang berlainan sehingga masalah-masalah baru tersebut tidak dapat tercakup
ke dalamnya.
Adanya kesulitan perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu melalui hukum paten
karena desain tata letak sirkuit terpadu sulit dapat memenuhi kriteria pertama dan kedua
persyaratan dalam pemberian paten, yaitu kebaruan (novelty) dan langkah inventif (inventif
step). Kesulitan perlindungan desain tata letak sirkuit terpadu melalui hukum hak cipta karena
sifat desain tata letak sirkuit terpadu yang lebih utilitarian. Lebih utilitarian karena desain tata
letak sirkuit terpadu semata-mata melindungi produk industri (industrial products), yang
berada di luar bidang perlindungan hukum hak cipta5. Mengatasi permasalahan tersebut,
Indonesia kemudian menerbitkan suatu undang-undang yang memberikan perlindungan
hukum serta untuk menjamin hak dan kewajiban pendesain sirkuit terpadu serta menjaga agar
pihak yang tidak berhak tidak menyalahgunakan Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu serta
untuk membentuk alur alih teknologi, yang sangat nenting untuk merangsang aktivitas kreatis
pendesain guna terus-menerus menciptakan desain orisinal.
Sebagai konsekuensi dari adanya ratifikasi Konvensi Internasional dan sebagai anggota
World Trade Organization (WTO), upaya pemerintah Indonesia terkait dengan tuntutan untuk
menyesuaikan dan mengharmonisasikan undang-undang di bidang HKI agar selaras dengan

4
Mas Rahmah, 2017, The Protection of Agricultural Products under Geographical Indication: An Alternative Tool for
Agricultural Development in Indonesia, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 22, hlm. 90.
5
Stephen A. Becker, 1986, Legal Protection of Semiconductor Mark Works in thr United States, Computer/Law
Journal Vol. 6, No. 6, hlm. 289.

2
ketentuan-ketentuan konvensi serta salah satunya sebagai perwujudan pelindungan mengenai
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang merupakan salah satu bagian dari HKI, Indonesia
mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu6.
Dilihat dari sudut pemegang hak, perlindungan hukum terhadap hak Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum kepemilikan hak Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu bagi sendiri, termasuk pihak yang menerima hak desain darinya maupun
terhadap penggunaan hak eksklusifnya dari perbuatan-perbuatan orang yang memanfaatkan
dan mengambil keuntungan, terutama segi ekonomi secara melawan hukum. Perlindungan
hukum terhadap hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dalam Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu dilakukan dari sudut hukum perdata dan pidana. Dari sudut hukum perdata, secara
formal ditentukan hak mengajukan gugatan ke pengadilan niaga. Perlindungan hukum Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu menganut asas orsinalitas. Suatu Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
dapat dianggap orisinal apabila merupakan hasil upaya intelektual pendesain dan tidak
merupakan suatu hal yang sudah bersifat umum bagi para pendesain. Selain itu, Desain Tata
Letak sebuah Sirkuit Terpadu dalam bentuk setengah jadi juga meru-pakan objek perlindungan
dari undang-undang ini sebab sebuat Sirkuit Terpadu dalam bentuk setengah jadi dapat
berfungsi secara elektronis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ketentuan Pelindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu di Indonesia?
2. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu?

6
Sabri Fataruba, 2020, TRIPs dalam Kaitannya dengan Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia Dagang, Desain
Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu di Indonesia, Jurnal SASI, Vol. 26, No. 1, hlm. 6.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengaturan Pelindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Indonesia


Pada tahun 1994, desain tata letak sirkuit terpadu menjadi bagian dari rezim pengaturan
TRIPs. TRIPs mengatur aturan disiplin yang tinggi, lengkap dengan mekanisme penegakan
hukumnya seperti halnya berlaku juga untuk HKI lain. Sebagai bagian dari pengaturan
perdagangan Internasional di bawa TRIPs, desain tata letak sirkuit terpadu mendapatkan
perhatian yang cukup besar dari masyarakat internasional, baik negara maju maupun negara
berkembang. TRIPs sendiri merupakan Lampiran (Annex), yang tidak terpisahkan dari norma
substantif dalam dokumen hukum dagang internasional, yang melahirkan oraganisasi dagang
internasional yang baru pada waktu itu, yaitu WTO.
Pengaturan terkait dengan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, pada prinsipnya
tercantum dalam perjanjian TRIPs diatur dalam Pasal 35 sampai dengan pasal 38. Pada pasal
35 tersebut mengatur hubungannya dengan Washington Treaty 1989 (Treaty on Intellectual
Property in Respect of Integrated Circuit/IPIC) yang mana menjelaskan bahwa tiap negara
anggota WTO sepakat untuk memberikan suatu perlindungan terhadap Desain Tata Letak
(Topografi) Sirkuit Terpadu sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal 2 sampai dengan pasal 7
IPIC, namun terdapat pengecualian yaitu pasal 6 ayat (3), pasal 12 dan pasal 16 ayat (3) IPIC 7.
Hal ini sebagai akibat dari adanya ketntuan TRIPs, Perjanjian Washington menjadi bertambah
penting, sehingga perlindungan terhadap Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu mencakup juga
ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Washington.8
Pasal 36 Perjanjian TRIPs mengatur mengenai ruang lingkup perlindungan hukum
untuk DTLST. Menurut Pasal ini, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 37
Ayat (1), Negara-negara anggota WTO berkewajiban untuk menetapkan sebagai pelanggaran
hukum setiap tindakan-tindakan di bawah ini apabila dilakukan tanpa izin dari pemegang hak
DTLST, yaitu mengimpor, menjual, atau mendistribusikan untuk tujuan komersial Desain Tata
Letak yang dilindungi atau barang yang di dalamnya terdapat Sirkuit Terpadu, sepanjang

7
Sudjana, 2017, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dalam Perspektif Perbandingan Hukum Intern, E-Journal Unpar,
Vol. 3 No. 1, hlm. 223.
8
Sudargo Gautama, 2002, Undang-Undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 13.

4
barang tersebut diperbanyak secara melawan hukum. Berdasarkan ketentuan Pasal 36
Perjanjian TRIPs tersebut diuraikan mengenai perbuatan-perbuatan yang menjadi ruang
lingkup perlindungan DTLST.
Pelindunngan DTLST sendiri di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Pengertian mengenai DTLST sendiri
diatur pada Pasal 1 angka 2 UU DTLST yang menyatakan:

“kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya
satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam
suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan
pembuatan sirkuit terpadu”.

Istilah lain juga terkait DTLST adalah topografi atau lempengan semikonduktor 9.
DTLST diperlukan untuk membuat sirkuit terpadu yang mana merupakan sebagai blue print
untuk menghasilkan suatu chip semikonduktor atau sirkuit terpadu yang nantinya akan
digunakan pada berbagai produk teknologi informasi, komputer, telpon seluler, peralatan
telekomunikasi dan peralatan lain yang menggunakan chip semikonduktor yang secara garis
besar merupakan barang-barang elektronik. Kemudian, terkait dengan definisi sirkuit terpadu
sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU DTLST yang berbunyi:

“suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat berbagai
elemen, dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang
sebagaian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah
semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik”.

Sirkuit terpadu merupakan produk yang dibuat dengan menggunakan desain tata letak.
Baik desain tata letak maupun sirkuit terpadu mendapatkan perlindungan hukum. Bahkan,
perlindungan hak desain tata letak sirkuit terpadu meliputi juga produk akhir seperti komputer,
telepon selular, dan peralatan elektronik lain, yang mengandung sirkuit terpadu tersebut.

9
Sanusi Bintang, 2017, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Sebagai Hak Kekayaan Intelektual Dalam Hukum
Indonesia, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 20, No. 1, hlm 29.

5
Sirkuit terpadu digunakan untuk melsanakan 2 (dua) fungsi berbeda namun fungsi tersebut
saling berkaitan antara lain adalah sebagai beirkut:
1. Penyiapan informasi; dan
2. Pelaksanaan operasi logis terhadap informasi.

Selanjutnya, dalam UU DTLST, terkait dengan hak DTLST diatur dalam pasal 1 angka
6 yang secara lengkap berbunyi:

“hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada desain atas hasil
kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.”

Sebagaimana uraian pasal di atas, dapat diketahui bahwa negara memberikan


pelindungan hukum kepada pendeseain selaku pemegang hak yang mana dapat menggunakan
haknya untuk memperoleh keuntungan ekonomi dengan jangka waktu tertentu. Pihak lain yang
tidak memiliki hak tidak dapat memperoleh perlindungan hukum dari negara, sehingga tidak
dibenarkan melanggar hak pemegang hak DTLST. Apabila melanggar ketentua tersebut, pihak
yang melanggar dapat dikenakan sanki baik secara perdata maupun pidana sebagaimana yang
diatur dalam UU DTLST. Hak DTLST diberikan kepada desain yang orisinal, hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU DTLST. Terkait syarat orisinalitas, diatur dalam
pasal 2 ayat (2) UU DTLST, yakni terdapat dua kriteria sebagai berikut:
1. Desain tata letak sirkuit terpadu merupakan suatu hasil karya mandiri dari pendesain; dan
2. Pada saat desain tata letak sirkuit terpadu tersebut dibuat, tidak merupakan sesuatu yang
umum bagi para pendesain.
Berdasarkan uraian di atas, undang-undang menggunakan kata sambung “dan”
memiliki arti bahwasanya kriteria tersebut secara kumulatif haruslah terpenuhi, apabila tidak
memenuhi kedua unsur tersebut, mak suatu DTLST tidak akan mendapatkan perlindungan
hukum. UU DTLST memang tidak mennetukan syarat yang ketat terhadap ukuran keaslian
tersebut, yang terpenting adahal DTLST tersebut dihasilkan dari usaha pendesain sendiri yang
memiliki arti bukan merupakan hasil tiruan atau reproduksi karya pihak lain. Disamping hal
tersebut, upaya untuk mempertahankan suatu kreasi DTLST merupakan suatu kreasi yang

6
orisinal adalah dengan membuktikan bahwa kreasi tersebut merupakan hal yang tidak umum
dikalangan pendesain atau industry terkait. Indikator penilaian ini hampir mirip seperti dengan
ukuran atau indikator kebaruan pada paten. Untuk mendapatkan Hak DTLST, haruslah
dilakukan pendaftaran pada instansi terkait untuk mendapatkan perlindungan hukum. Akan
tetepi, sistem pendaftaran berbeda dengan paten. Pada desain tata letak sirkut terpadu tidak
mengenal pemeriksaan substantif setelah pendaftaran untuk menentukan pemberian hak
sebagaimana terdapat pada paten.
Oleh karenanya, persyaratan keaslian tersebut baru penting pada saat terjadinya
sengketa di depan hakim, bukan pada saat pendaftaran .pendaftarannya hampir sama dengan
pendaftaran hak cipta yang memekan waktu yang relatif singkat karena Ditjen HKI
Kemenkumham tidak perlu melakukan pemeriksaan substantif untuk menentukan ada tidaknya
keaslian tersebut. Dalam sistem yang sedemikian rupa tersebutm pendaftaran merupakan hal
yang penting dalam rangka kejelasan hak desain tata letak sirkuit terpadu yang berkaitan
dengan subjek pelindungan hak, waktu pencipta, dan waktu berakhirnya pelindungan. Terkait
dengan pengaturan jangka waktu pelindungan DTLST, berbeda dengan jangka waktu
pelindungan paten atau merek. Pada paten atau merek penentuan tersebut didasarkan pada
filling date atau tanggal peneriman pendaftaran paten, merek, dan desain industry. Pada Desain
Tata Letak Sirkuti Terpadu, jangka waktu pelindungan didasrkan pada salah satu dari 2 (dua)
hal yakni, ekploitasi secara komersial dan tanggal penerimaan pendaftaraan DTLST.
Akibat dari hal tersebut, terdapat dua alternatif jangka waktu pelindungan yang dapat
dipilih. Apabila yang dipilih adalah yang pertama, undang-undang memberikan kesempatan
“grace period” selama dua tahun. Artinya, pemilik dalam dua tahun setelah pertamakali
dikomersialisasikan dapat kapan sajamelakukan pendaftaran untuk memperoleh perlindungan.
Pemilik tersebut dengan demikian sudah memperoleh perlindungan hukum sejak awal dari
penggunaan komersial tersebut, walupun belum didaftarkan. Pelindungan dapat belaku surut
dua tahun sejak pertamakali dieksploitasi secara konvensional, yang menurut Penjelasan Pasal
4 ayat (1) UU DTLST adalah “dibuat”, dijual, digunakan, dipakai atau diedarkannya barang
yang di UU DTLST dalamnya terdapat seluruh atau sebagian desain tata letak sirkuit terpadu
dalam kaitan transaksi yang mendatangkan keuntungannya. Sangat jelas terlihat bahwa
pembuat undang-undang DTLST menganut sistem “First to use” secara terbatas, yang
disampingnya terdapat sistem “first to file” sebagaimana yang berlaku pada paten, merek dan

7
desain industri. Terkait dengan jangka watku pelindungan Hak DTLST, diatur dalam Pasal 4
ayat (3), yang mana jangka waktu pelindungan Hak DTLST adalah selama 10 (sepuluh) tahun.

B. Penegakan Pelanggaran Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu: Perbedaan Dalam


Konteks Perbuatan Melawahan Hukum Secara Perdata dan Tindak Pidana
Terdapat 2 (dua) alasan jika kita perhatikan mengapa pentingnya dibentuk atau
diundangkannya UU DTLST adalah sebagai berikut:

1. Untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan
internasional sehingga perlu diciptakan iklim yang mendorong kreativitas dan inovasi
masyarakat di bidang desain tata letak sirkuit terpadu sebagai bagian dari sistem hak
kekayaan intelektual; dan
2. Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup Agreement on
Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-
Undang No. 7 Tahun 1994.

Berdasakan latar belakang sebagaimana di uaraikan di atas, hukum yang kuat dan pasti
untuk menjaga agar pihak yang tidak berhak, tidak menyalahgunakan hak DTLST. Selain itu,
juga membentuk alur alih teknologi yang sangat penting dalam merangsang aktivitas kreatif
pendesain agar selalu menciptakan desain orisinal10. Dengan terjamin dan terlaksananya
perlindungan hukum terhadap hak-hak pendesain DTLST diharapkan dapat memajukan
industri dan merangsang minat peneliti dan pendesain untuk lebih kreatif dan secara ekonomis,
desaian yang mereka hasilkan dapat memberikan kontribusi bagi menambahxpendapatan
bilamana desain mereka digunakan untuk kepentingan industri. Dengan demikian, hasilnya
dapat menarik para investor asing untuk masuk ke Indonesia dan yang disebutkan terakhir
merupakan tujuan utama dibentuk dan diundangkannya UU DTLST11. Desain tata letak sirkuit
terpadu (integrated circuit) merupakan bagian dari temuan yang didasarkan pada kreativitas
intelektual manusia yang menghasilkan fungsi elektromagnetik sebagai penggerak utama

10
Penjelasan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
11
Achmad Zen Umar, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Bandung, PT. Alumni, hlm. 157.

8
kemajuan teknologi dalam dua dekade terakhir, khususnya industri komputer dan teknologi
yang terkait12. Subjek hukum yang dapat memperoleh hak DTLST adalah pendesain sendiri
atau orang yang menerima hak dari pendesain. Apabila pendesain terdiri atas beberapa orang
secara bersama, maka Hak DTLST diberikan kepada mereka secara bersamaan pula, kecuali
jika diperjanjikan lain. Jika dilihat dari sudut pemegang hak, perlindungan hukum terhadap
hak DTLST ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum pemegang hak DTLST sendiri,
termasuk pihak yang menerima hak desain maupun terhadap penggunaan atas hak eksklusifnya
dari perbuatan pihak-pihak atau orang yang memanfaatkan dan mengambil keuntungan,
terutama dari segi komersil atau ekonomi yang dilakukan secara melawan hukum 13.
Terdapat 2 (dua) upaya penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran Hak DTLST,
yakni melalui secara perdata dan pidana. Secara sudut pandang perdata, apabila terjadi
pelanggaran Hak DTLST, pemegang hak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan niaga
hal ini sebagaimana di atur dalam pasal 38 ayat (1) dan (2) UU DTLST yang secara lengkap
berbunyi:

“1. Pemegang Hak atau Penerima Lisensi Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dapat menggugat
siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, berupa:
a. Gugatan ganti rugi; dan/atau
b. Penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

2.Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ke Pengadilan Niaga.”

Berdasarkan uraian pasal di atas, maka pemegang hak atau pemegang lisensi DTLST
dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan niaga apabila terdapat pihak lain dengan sengaja
dan tanpa hak melakukan kegiatan membuat, memakai, menjual, melakukan kegiatan ekspor-
impor, dan/atau mengedarkan barang yang di dalamnya terdapat seluruh atau sebagaian Desain
yang telah diberi Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Namun terdapat pengecualian terkait
dengan pelanggaran hak tersebut, yakni selama perbuatan pemakaian Desain Tata Letak Sirkui

12
Tim Lindsey, 2006, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni, hlm 225.
13
Rachmadi Usman, 2003, Hukum Atas Kekayaan Intelektual, PT. Alumni, hlm 157.

9
Terpadu untuk kepentingan penelitian dan pendidikan serta sepanjang tidak merugikan
kepentingan wajar dari pemegang hak DTLST. Upaya penegakan melalui perdata,
dimkasudkan untuk melakukan pemulihan terhadap pihak yang Hak Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu milinya dilanggar dengan menuntut adanya penggantian kerugian yang timbul
terhadap perbuatan yang dilakukan oleh pihak yang tanpa hak atau secara melawan hukum
menggunakan hak eksklusif pemegang hak DTLST atau pemegang lisensi. Selain itu, juga
dapat mengajukan gugatan untuk melakukan pemberhentian kegiatan sebagaimana tercantum
pada Pasal 8 UU DTLST, hal ini untuk meminimalisir bertambahnya kerugian serta pemulihan
bagi pihak pemegang hak atau pemegang lisensi DTLST dari adanya pelanggaran Hak DTLST.
Konsep dasar penegakan hukum terhadap pelanggaran DTLST secara perdata, menitik
beratkan pada Perbuatan Melanggar Hukum secara perdata sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1365 yang secara lengkap berbunyi:

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan
kerugian tersebut”

Berdasarkan uraian pasal di atas, maka dapat dipahami bahwa dasar gugatan perdata
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU DTLST adalah terkait dengan Perbuatan Melawan
Hukum, maka jika dilihat dari perspektif perdata, tuntutan pada gugatan secara perdata lebih
menitik beratkan dari adanya kerugian yang timbul dari adanya perbuatan yang dilakukan oleh
pihak lain yang melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 UU
DTLST.
Selanjutnya, upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu juga memiliki ketentuan pidana. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU
DTLST yang secara lengkap berbunyi:
“1.Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan salah satu perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000, - (tiga ratus juta rupiah).

10
2.Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7, Pasal 19, atau Pasal 24 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 45. 000.000, - (empat puluh lima juta rupiah).
3.Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) merupakan delik aduan.”

Bahwa sebagaimana uraian pasal di atas, dapat kita ketahui yakni kepentingan hukum
yang henda dilindungi dalam UU DTLST adalah untuk mempertahankan dan menggunakan
Hak DTLST. Dalam pasal 42 UU DTLS, tidak dirumuskan secara mandiri melainkan dengan
menunjuk pelanggaran ketentuan administratif dengan memberikan ancaman pidana
sehingga menjadi tindak pidana. Terdapat 4 (empat) larangan administratif yang jika
dilanggar maka akan menjadi suatu tindak pidana yakni Pasal 8, Pasal 7, Pasal 19, dan Pasal
24 UU DTLST. Jika ditautkan satu-persatu, ketentuan tindak pidana sebagai dimaksud dalam
pasal tersebut akan menghasilkan rumusan sebagai berikut:
a. Apabila Norma Pasal 42 ayat (1) ditautkan dengan Pasal 8 ayat (1) dan dibentuk
suatu rumusan pidana kiranya akan menghasilkan rumusan yang terdiri atas unur-
unsur seperti berikut:
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak membuat, memakai, menjual,
mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang di dalamnya
terdapat seluruh atau sebagian desain yang telah diberi hak desain tata letak
sirkuit terpadu milik pihak lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau denda Rp 300.000.000, - (tiga ratus juta rupiah).”

Adapun unsur-unsur delik pidana yaitu:


i. Unsur Subjektif:
Kesalahan: dengan sengaja
ii. Unsur Objektif
Melawan Hukum: tanpa hak (tanpa persetujuan)
iii. Perbuatan:
- Membuat
- Memakai
- Menjual

11
- Mengimpor
- Mengekspor; dan
- mengedarkan
iv. Objek: barang yang didalamnya terdapat seluruh atau sebagian desain yang
telah diberi Hak DTLST
b. Apabila norma pasal 42 ayat (2) ditautkan dengan Pasal 7 jo Pasal 6 ayat (1) dan
ayat (2) UU DTLST maka akan menjadi rumusan tindak pidana sebagai berikut:

“Pejabat tertentu di lingkungan direktorat jenderal, dalam hal DTSLT dibuat


dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, atau
dibuat orang lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas,
atau dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan dengan sengaja tidak
mencantumkan nama pendesainnya dalam sertifikat desain tata letak sirkuit
terpadu, daftar umum desain tata letak sirkuit terpadu, dan berita resmi desain tata
letak sirkuit terpadu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/ atau denda paling banyak Rp 45.000.000, - (empat puluh lima juta rupiah)”

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui ketentuan pidana dalam pasal
tersebut berlaku apabila secara dengan sengaja pejabat tidak mencantumkan nama
pendesain DTLST pada sertifikat desain tata letak sirkuit terpadu, daftar umum,
dan berita resmi desain tata letak sirkuit terpadu dalam hal DTLST dibuat melalui
hubungan dinas atau dibuat berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan
dinas, atau dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, dapat
dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak
sebesar Rp 45.000.000, - (empat puluh lima juta rupiah). Jelas dalam pasal tersebut
dimaksudkan untuk menjaga kepentingan hukum pendesain untuk tetap
dicantumkan Namanya pada sertifikat, daftar umum, dan berita resmi DTLST.
c. Apabila norma Pasal 42 ayat (2) ditautkan dengan norma pasal 19 dan dibentuk
suatu rumusan pidana, kiranya akan membentuk rumusan yang berbunyi sebagai
berikut:

12
“Pegawai direktorat jenderal atau orang karena tugasnya bekerja untuk dan/atau
atas nama direktorat jenderal dengan sengaja tidak menjaga kerahasiaan
permohonan sampai dengan diumumkannya permohonan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).”

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita ketahui bahwa suatu perbuatan dapat
menjadi suatu tindak pidana apabila dengan sengaja seorang Pegawai Direktorat
Jenderal atau karena tugasnya bekerja untuk dan/atau atas nama direktorat jenderal
tidak menjaga kerahaisaan permohonan sampai diumumkannya permohonan
DTLST dengan ancaman pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling banyak sebesar Rp 45.000.000, - (empat puluh lima juta rupiah).

d. Apabila norma pada Pasal 42 ayat (2) ditautkan dengan norma Pasal 24 UU DTLST
makan akan mendapat suatu rumusan tindak pidana yang berbunyi sebagai berikut:

“Pejabat yang bertugas dalam hal pengalihan hak desain tata letak sirkuit terpadu
dengan sengaja tidak lagi mencantumkan nama dan identitas pendesain dalam
sertfikat DTLST, berita resmi DTLST, maupun dalam daftar umum DTLST dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).”

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui seorang pejabat yang berutgas
dalam hal pengalihan hak desain tata letak sirkuit terpadu dengan sengaja tidak
mencantumkan nama dan indentitas pendesain dalam sertifikat, berita rresmi, dan
daftar umum DTLST dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling banyak sebesar Rp 45. 000.000, - (empat puluh lima juta
rupiah)14.

14
Andrew Jonathan Sombah, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Kajian
Pasal 42 UU No. 32 Tahun 2000), Lex Administratum, Vol. 2, No. 3.

13
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui kepentingan hukum dalam
ketentuan pidana pada UU DTLST adalah untuk melindungi dan mempertahankan hak
eksklusif dan hak DTLST serta untuk melindungi Hak Pendesain untuk dicantumkan
Namanya dalam sertifikat, berita resmi, dan daftar umum DTLST. Maka, dari uraian
sebelumnya dapat kita lihat dengan jelas juga perbedaannya apabila Penegakan Hukum
terhadap Pelanggaran DTLST secara perdata dengan pidana. Secara perdata, penegakan
hukum terhadap Pelanggaran DTLST lebih menitik beratkan terhadap kerugian yang
ditimbulkan dari adanya pelanggaran DTLST yang diderita oleh pemegang hak maupun
pemegang lisensi. Untuk melakukan penuntutan ganti rugi tersebut, pihak yang dirugikan
dapat mengajukan gugatan ganti rugi dan penghentian segala kegiatan berdasarkan Pasal 8
UU DTLST yang dilakukan oleh pelanggar DTLST. Sedangkan upaya penegakan hukum
melalui pidana, lebih menitik beratkan untuk mempertahankan dan menggunakan Hak
DTLST.

14
BAB III
PENUIUP

A. Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu anggota dari WTO yang juga telah melakukan
ratifikasi terhadap TRIPs Agreement. Dikarenakan adanya hal tersebut, Indonesia harus
melakukan harmonisasi dan penyesuaian terhadap undang-undang nasionalnya yang berkaitan
dengan Hak Kekayaan Intelektual, salah satu dari adanya harmonisasi dan penyesuaian
tersebut adalah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu. Peraturan tersebut diundangan untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum terhadap Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Hak DTLST merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pendesain
atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain tuntuk melaksanakan hak tersebut. Jangka waktu
pelindungan Hak DTLST adalah 10 (sepuluh) tahun sejak didaftarkannya permohonan DTLST
atau sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secar komersial, namun dalam hal DTLST
yang telah dieksploitasi secara komersial tersebut harus diajukan permohonan pendaftaran
DTLST paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal pertama kali dieksploitasi. Hak DTLST yang
dilindungi adalah DTLST yang orisinal. Suatu DTLST dinyatakan orisinal apabila desain
tersebut merupakan hasil karya mandiri pendesain dan tidak merupakan sesuatu yang umum
dikalangan para pendesain DTLST. Pemegang Hak DTLST memiliki hak ekslusif untuk
melaksanakan hak DTLST milikinya dan untuk melarang pihal lain yang tanpa persetujuannya
membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang di
dalamnya terdapat seluruh atau sebagian desain yang telah diberi hak DTLST.
Terdapat 2 (dua) upaya dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran DTLS, yakni
secara perdata melalui gugatan ganti rugi dan/atau penghentian semua perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 kepada pengadilan niaga berdasarkan ketentuan Pasal 38 UU DTLST
dan secara pidana berdasarkan pasal 42 UU DTLST. Penegakan secara perdata lebih menitik
beratkan pada kepentingan pemegang hak atau pemegang lisensi dalam hal adanya kerugian
yang timbul dari perbuatan melwan hukum yang dilakukan oleh suatu pihak yang melanggar
ketentuan Pasal 8 UU DTLST, selain itu ganti rugi yang dituntut juga sebagai pemulihan atas

15
kerugian yang timbul dari adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak yang tidak
memiliki hak untuk melakukan kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak
DTLST. Selanjutnya, terkait dengan tindak pidana, dalam UU DTLST lebih meniitk beratkan
untuk mempertahankan dan menggunakan hak DTLST sebagaimana tercantum dalam Pasal 8
serta untuk mempertahankan hak pendesain terkait pencantuman nama dalam sertifikat, daftar
umum, dan berita resmi DTLST baik saat permohonan pendaftaran DTLST ataupun pada saat
telah terjadinya pengalihan hak DTLST, serta untuk melindungi kerahasiaan segala informasi
dan dokumen DTLST pada masa permohonan pendaftaran DTLST.

B. Saran
1. Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan dan menciptakan iklim yang mendorong
masyarakat untuk menghasilkan karya-karya intelektual khususnya pada bidang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu yang mana belum terlaksana secara optimal di Indonesia. Selain
itu pemerintah harus dapat menarik investor-investor asing untuk membuka atau bekerja
sama dalam bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, mengingat Sumber Daya Manusia
masih memiliki kapasitas yang belum memadai pada bidang tersebut.
2. Perlu adanya sosialisasi, penyuluhan hukum terhadap masyarakat menegani Hak Kekayaan
Intelektual khususnya pada bidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, sehingga dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya yang memiliki focus pada bidang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu.

16
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Achmad Zen Umar, 2005, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Bandung, PT. Alumni.
Budi Agus Riswandi dan Sumartinah, 2006, Masalah-masalah HAKI Kontemporer, Yogyakarta,
Gitanagari.
Muhammad Djumhana, 2003, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia,
Bandung, Citra Aditya Bakti.
Rachmadi Usman, 2003, Hukum Atas Kekayaan Intelektual, PT. Alumni.
Sudargo Gautama, 2002, Undang-Undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Bandung, Citra
Aditya Bakti.
Tim Lindsey, 2006, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni.

JURNAL DAN SUMBER LAIN


Andrew Jonathan Sombah, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu (Kajian Pasal 42 UU No. 32 Tahun 2000), Lex Administratum, Vol. 2, No. 3, hlm.
147-156.
Mas Rahmah, 2017, The Protection of Agricultural Products under Geographical Indication: An
Alternative Tool for Agricultural Development in Indonesia, Journal of Intellectual Property
Rights, Vol. 22, hlm 90-103.
O K Saidin, 2015, Transplantation of Foreign Law into Indonesian Copyright Law: The Victory of
Capitalism Ideology on Pancasila Ideology, Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 20,
hlm. 230-249.
Sabri Fataruba, 2020, TRIPs dalam Kaitannya dengan Perlindungan Hukum Terhadap Rahasia
Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu di Indonesia, Jurnal SASI,
Vol. 26, No. 1
Sanusi Bintang, 2017, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Sebagai Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Hukum Indonesia, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 20, No. 1, hlm 23-38.
Stephen A. Becker, 1986, Legal Protection of Semiconductor Mark Works in thr United States,
Computer/Law Journal Vol. 6, No. 6.

17
Sudjana, 2017, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dalam Perspektif Perbandingan Hukum Intern,
E-Journal Unpar, Vol. 3 No. 1, hlm 213-243.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu.

18

Anda mungkin juga menyukai