Anda di halaman 1dari 3

Cara sterilisasi Limbah masker

1. Potong-potong dan buang


Untuk limbah masker di luar fasilitas pelayanan kesehatan, –dari rumah para pasien
atau orang dalam pemantauan (PDP dan ODP)–, baik Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah
mengeluarkan pedoman yang sama. Masker dipotong-potong atau dirusak terlebih
dahulu sebelum dibuang. Cara ini disarankan untuk mencegah penyalahgunaan,
seperti dijual kembali.

Kelemahan dari cara tersebut adalah (1) masker sekali pakai biasanya terbuat dari
bahan dasar plastik, tidak mudah basah dan tidak mudah terbakar; (2) akan berakhir di
lingkungan ketimbang diangkut dan dibawa ke tempat pengolahan akhir (TPA).

Meski peningkatan jumlah limbah rumah tangga tidak sedrastis dari rumah sakit,
pemerintah menyarankan untuk menggunakan bahan dari kain yang bisa dicuci
dengan sabun dan dipakai kembali untuk mengurangi limbah.

2. Tempat penampungan sementara (TPS) atau depo transit

WHO dan badan kesehatan publik di Inggris (Public Health England) menyarankan
memasukkan limbah APD saat COVID-19 ke dalam kantung plastik kuning dua
lapis dan ditampung selama 72 jam di tempat sementara sebelum dibuang ke fasilitas
pengolahan akhir.

Bulan Februari 2020, studi yang dilakukan oleh peneliti bidang teknologi industri
asal Cina, Yu Hao, dan rekan-rekan peneliti di Norwegia merekomendasikan
penampungan sementara limbah padat dari fasilitas pelayanan kesehatan di tempat
transit sebelum dibawa ke tempat akhir selama wabah berlangsung.

Public Health England menyarankan menampung limbah APD selama 72 jam


sebelum pengangkutan. Harapannya, virus sudah mati baru dibawa ke fasilitas
penanganan akhir.

3. Sterilisasi masker

Masker harus direndam dalam air hangat dan deterjen selama 10 menit.
Disinfeksi masker dengan merendamnya dalam cairan disinfektan, klorin, atau
pemutih. Putuskan tali dan rusak bagian tengah masker.
Membilasnya dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan di bawah sinar matahari
langsung.

4. Metoda penguapan atau autoklaf

Tahun 2003, WHO dan UNEP, lembaga PBB yang berfokus kepada isu-isu
lingkungan hidup, mengesahkan penanganan limbah medis dengan metoda penguapan
atau autoklaf.
Metode berfungsi sebagai pengganti metode pembakaran untuk mencegah lepasan
persistent organic pollutants (POPs) atau senyawa organik yang bersifat racun dan
bertahan lama di lingkungan.

Metode autoklaf memperlakukan limbah medis menjadi steril dengan cara


menggunakan uap panas, dicacah, dan akhirnya dibuang ke TPA.

Di Indonesia, sudah banyak autoklaf dipasang di rumah sakit tapi izinnya berbelit.
Saat ini, berdasarkan wawancara saya dengan para pelaku swasta tahun 2019, baru
ada empat dari 54 rumah sakit yang sudah mengantongi izin pengoperasian.

Anda mungkin juga menyukai