Anda di halaman 1dari 12

TUGAS 2

HUKUM TATA NEGARA 33

NAMA : BAYU INDRA PAMUNGKAS


NIM : 042934147
PRODI : HUKUM TATA NEGARA 33
FAKULTAS : ILMU HUKUM / 2021.1

Pertanyaan :
1. Soal No 1
1. Berdasarkan uraian di atas, tentukan hak apa saja yang masuk
dalam nonderogable rights, atau hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun.
2. Berikan analisis Anda apa yang membedakan bahwa suatu hak
sudah merupakan hak asasi manusia dan bukan hanya hak warga
negara.
2. Soal No 2
Berikan analisis Anda terkait asas kesatuan hukum mutlak dan asas
kesatuan hukum sebagai penentuan kewarganegaraan akibat dari
perkawinan.

3. Soal no 3
1.Berikan analisis anda atas fungsi partai politik yang diwujudkan
secara konstitusional.
2. Berikan pendapat Anda tentang fungsi partai politik terhadap
pertisipasi masyarakat dalam pemilihan umum.

Jawab :

1.
1.) Sebelum membahas lebih jauh apakah privasi adalah derogable
rights ataukah non-derogable rights, ada baiknya kita pahami arti privasi
terlebih dahulu.
Arti Privasi
Privasi adalah suatu kondisi seseorang yang tidak ingin diganggu
kesendiriannya oleh orang lain. Mengutip pendapat Rapoport (1977), Syafrizal,
dkk. dalam buku Pengantar Ilmu Sosial (hal. 180) menerangkan, arti privasi
adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mengendalikan
interaksi mereka dengan orang lain, baik secara visual, audio, maupun olfaktori
untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Sedangkan merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari privasi
adalah kebebasan atau keleluasaan pribadi. Salah satu contoh hak privasi
misalnya hak untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa
harus diketahui oleh umum.
Mengenal Derogable Rights, dan Non-derogable Rights :
Setelah mengetahui arti privasi, mari kita pahami apa yang dimaksud
dengan derogable rights dan non-derogable rights.
A. Non-derogable rights
Non-derogable rights adalah hak asasi manusia (“HAM”) yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk dalam keadaan perang, sengketa
bersenjata, dan/atau keadaan darurat.
Hak-hak yang termasuk dalam non-derogable rights menurut Pasal 28I ayat
(1) UUD 1945 meliputi:
Hak untuk hidup;
Hak untuk tidak disiksa;
Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani;
Hak beragama;
Hak untuk tidak diperbudak;
Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum; dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 4 UU HAM dan Kovenan Internasional
Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang disahkan melalui UU 12/2005.
B. Derogable rights
Derogable rights adalah hak-hak yang masih dapat dikurangi atau dibatasi
pemenuhannya oleh negara dalam keadaan tertentu.
Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam non-derogable
rights merupakan derogable rights.
Berdasarkan arti privasi yang telah diterangkan sebelumnya, apakah privasi
termasuk derogable rights ataukah non-derogable rights?
Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, salah satu contoh hak privasi
adalah hak untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain tanpa harus
diketahui oleh umum. Karena tidak disebutkan dalam daftar non-derogable
rights, maka hak privasi termasuk derogable rights sehingga dapat dikurangi
pemenuhannya.
Sebagai contoh, pengurangan hak atas privasi dalam berkomunikasi ini adalah
terkait pengaturan tentang penyadapan sebagaimana diatur dalam UU
Telekomunikasi. Namun, perlu digarisbawahi bahwasannya Penjelasan Pasal 40
UU Telekomunikasi memang tidak menggunakan terminologi hak privasi
melainkan “hak pribadi”, sebagai berikut:
Pada dasarnya informasi yang dimiliki seseorang adalah hak pribadi yang harus
dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang.
Namun, dalam beberapa keadaan, ketentuan tersebut dapat disimpangi
sehingga tindakan penyadapan diperbolehkan, sebagaimana diatur
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b UU Telekomunikasi:
Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi
dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara
jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas
permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-
undang yang berlaku.
Hal tersebut ditegaskan pula dalam Pasal 12 ayat (1) UU 19/2019 bahwa dalam
melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, Komisi Pemberantasan
Korupsi (“KPK”) berwenang melakukan penyadapan.
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, merujuk pada arti privasi, derogable rights,
dan non-derogable rights yang telah diuraikan di atas, hak pribadi/privasi
seseorang adalah derogable rights karena masih dapat dikurangi dalam
keadaan-keadaan tertentu.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan
semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum

2.) Mengenal Perbedaan Hak Warga Negara dan Hak Asasi Manusia :
Perbedaan yang melekat dalam hak warga negara dan hak asasi manusia
sejatinya tidak dapat dipisahkan. Pengakuan hak warga negara dan hak asasi
manusia merupakan salah satu atribut dari negara demokrasi yang
berlandaskan hukum.
Hak warga negara maupun hak asasi manusia merupakan elemen penting dari
sebuah negara demokrasi. Pengaturan mengenai hak warga negara dan hak
asasi manusia tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Pengaturan tersebut selanjutnya menjadi acuan bagi penyelenggara negara
agar terhindar dari tindakan sewenang-wenang saat mengoptimalisasikan
tugas kenegaraan. Sedangkan bagi masyarakat, hal ini merupakan pegangan
dalam mengaktualisasikan hak-hak dengan rasa tanggungjawab.
Hak warga negara adalah kewenangan yang dimiliki oleh warga negara sesuai
peraturan perundang-undangan. Hak warga negara merupakan keistimewaan
yang menghendaki agar warga negara diperlakukan sesuai keistimewaan.
Sedangkan hak asasi manusia tertuang didalam UU No.39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia menjelaskan hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Secara spesifik, hak warga negara dan hak asasi manusia memiliki perbedaan,
yaitu:
1. Hak warga negara hak yang melekat dalam diri manusia sebagai anggota
sebuah negara sedangkan hak asasi manusia bersifat melekat dalam diri setiap
manusia.
2. Hak warga negara dibatasi oleh aturan negara sedangkan hak asasi
manusia bersifat universal.
3. Hak warga negara lebih ke arah kelompok negara sedangkan hak asasi
manusia lebih ke pribadi.
4. Hak warga negara diberikan pemimpin atau pemerintah di suatu negara
sedangkan hak asasi manusia hak yang diberikan Tuhan sejak lahir.

2. Menurut Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”), yang


dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang
yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Jadi,
berdasarkan ketentuan tersebut yang dimaksud dengan perkawinan campuran
adalah perkawinan antara seorang Warga Negara Indonesia (“WNI”) dengan
seorang warga negara asing (“WNA”).

Selanjutnya, menurut Pasal 58 UUP bagi orang-orang yang berlainan


kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran, dapat memperoleh
kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan
kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam
Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kita perlu merujuk pada ketentuan
Undang-Undang kewarganegaraan RI yang berlaku saat ini yaitu UU No. 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU
Kewarganegaraan”). Mengenai status kewarganegaraan dalam perkawinan
campuran, hal tersebut diatur di dalam Pasal 26 UU Kewarganegaraan, yang
berbunyi:

(1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga
negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut
hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti
kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
(2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga
negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut
hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti
kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.
(3) Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara
Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada
Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat
tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut
mengakibatkan kewarganegaraan ganda.
(4)Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh
perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya
berlangsung.

Jadi, jika kita melihat ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3) UU
Kewarganegaraan, dapat diketahui bahwa apabila hukum negara asal si suami
memberikan kewarganegaraan kepada pasangannya akibat perkawinan
campuran, maka istri yang WNI dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia,
kecuali jika dia mengajukan pernyataan untuk tetap menjadi WNI.

Jika si WNA telah menetap tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut


atau 10 tahun berturut-turut, barulah dia memenuhi syarat mengajukan diri
untuk menjadi WNI jika ia menghendaki (lihat Pasal 9 huruf b UU
Kewarganegaraan).

3.
1.) Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian yang disebut
dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik (“UU 2/2011”).
Dari definisi di atas dapat kita lihat bahwa tujuan dari dibentuknya partai
politik adalah untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan negara
Indonesia.

Di samping itu, partai politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan
disempurnakan dengan diarahkan pada dua hal utama, yaitu (Penjelasan
Umum UU 2/2011):
1. Membentuk sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik
sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar
sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku partai politik
yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta
mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat.
2. Memaksimalkan fungsi partai politik baik fungsi partai politik terhadap
negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik
dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan
kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
Lalu apa fungsi partai politik itu? :
Mengacu pada Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik (“UU Parpol”) yang berbunyi:

(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:


a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga
negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.

(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
secara konstitusional
penjelasan lebih khusus soal fungsi partai politik antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Partai politik sebagai sarana komunikasi politik.
Bagaimana aspirasi masyarakat ini bisa tersalurkan kepada pemerintah,
disinilah fungsi dari partai politik yang akan menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa. Melihat
hal ini, partai politik dalam menjalankan fungsinya sering disebut sebagai
broker (perantara) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas) dan bisa
juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat
pendengar dan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.

2. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik.


Partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Untuk dapat
menjadi pemenang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) serta menguasai
pemerintah (dalam artian menjadi kepala daerah, presiden ataupun pimpinan
lainnya), partai politik harus bisa mensosialisasikan dan mendapatkan
dukungan masyarakat sebanyak mungkin dengan mengedepankan bahwa
partai politik berjuang untuk masyarakat dan kepentingan umum.
3. Partai politik sebagai sarana rekruitmen politik.
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang untuk turut
aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment),
dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik.

4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik.


Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam
masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika terjadi suatu konflik dalam
pemerintahan, maka partai politik berusaha untuk mengatasinya dengan jalan
pendekatan ataupun cara-cara yang dilakukan oleh partai, seperti sering
mengadakan rapat-rapat mulai dari sifatnya biasa sampai luar biasa, dari yang
rapat berskala kecil sampai yang berskala besar ataupun konsolidasi dengan
kader-kader partai atau dengan pemerintah.

2.) Dalam sistem politik demokrasi, Pemilu merupakan salah satu instrumen
penting dalam menegakkan demokrasi di suatu negara. Sebab legitimasi
kekuasaan (pemerintah), harus diperoleh melalui Pemilu. Di Indonesia, Pemilu
didefinisikan sebagai sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai institusi penyelenggara pemilu bersama


Bawaslu dan DKPP juga dituntut lebih aktif lagi dan lebih profesional dalam
menjalankan tugas sebagai pelaksanaan kegiatan Pemilu. Salah satu tugas
utama KPU adalah melaksanakan seluruh tahapan Pemilu. Sebagaimana yang
diamanatkan dalam UU No. 8 tahun 2012 khususnya pada Pasal 4 ayat (2)
disebutkan bahwa tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi; (a) perencanaan
program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan
penyelenggaraan Pemilu; (b) pemutakhiran data pemilih dan penyusunan
daftar pemilih; (c) pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu; (d) penetapan
peserta Pemilu; (e) penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
(f) pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinis dan DPRD Kabupaten/kota;
(g) masa kampanye Pemilu; (h) masa tenang; (i) pemungutan dan perhitungan
suara; (j) penetapan hasil Pemilu, dan; (k) pengucapan sumpah/janji anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota. Sesuai dengan tahapan
Pemilu, maka kerja KPU sekarang ini selain memantapkan kembali data pemilih
tetap (DPT) yang telah ditetapkan secara nasional. Juga melakukan sosialisasi
terkait dengan kampanye dan pelaporan dana kampanye.
Dalam konteks ini, maka pertanyaan yang mendasar pada tulisan ini adalah
bagaimana peran Parpol dalam pelaksanaan Pemilu ? Bagaimana hubungan
KPU dengan Parpol dalam pelaksanaan Pemilu ? Untuk menjawab ini, kita akan
mengkajinya secara spesifik.
Peran Parpol :
Peranan Parpol dalam Pemilu, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
2 tahun 2008 tentang Partai Politik, tidak terlepas dari tujuan dan fungsi parpol
dalam sistem politik demokrasi. Tujuan pembentukan Parpol ada yang bersifat
umum dan khusus. Untuk tujuan yang bersifat khusus, dalam Pasal 10 ayat (2)
UU No. 2 tahun 2011 disebutkan bahwa tujuan khusus Parpol yaitu; (a)
meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; (b) memperjuangkan cita-
cita Parpol dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan; (c)
membangun etika dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara. Sedangkan fungsi Parpol sebagai sarana untuk pendidikan politik,
penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa, penyerap,
penghimpun dan penyalur aspirasi masyarakat, partisipasi politik dan
rekrutmen politik.
Jika disimak dari perspektif aturan (regulasi), maka peranan Parpol selain
sebagai wadah rekrutmen politik dalam arti menyiapkan calon-calon anggota
legislatif, juga adalah meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam
Pemilu dan menciptakan iklim yang kondusif dalam proses Pemilu demi
terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam hubungannya dengan KPU, maka peran Parpol yang diharapkan adalah :
1. Bersinergi secara positif dengan KPU, dengan cara turut berpartisipasi aktif
terhadap setiap pelaksanaan tahapan Pemilu.
2. Membantu melakukan sosialisasi terhadap berbagai aturan tentang Pemilu
di internal Parpolnya masing-masing, khususnya terhadap calon anggota
legislatifnya.
3. Melakukan rekrutmen politik dan mampu memahami aspirasi masyarakat
terhadap calon anggota legislatif.
4. Melakukan pendidikan politik secara aktif kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan partisipasi pemilih
5. Membantu KPU dalam rangka pencermatan data pemilih, agar data
pemilih benar-benbar akurat, valid dan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada.
6. Meningkatkan pemahaman tentang etika dan budaya politik bagi caleg-
calegnya, khususnya didalam pelaksanaan tahapan Pemilu seperti kampanye
dan lain-lain.
7. Bersama-sama KPU dan pemangku kepentingan Pemilu lainnya, untuk
menjaga kondisi masyarakat yang tetap kondusif, aman dan damai.
Beberapa peran Parpol yang diharapkan terwujud dalam Pileg, tentulah
dimaksudkan agar Pileg tersebut selain nantinya melahirkan wakil-wakil rakyat
yang berkualitas, berintegritas dan berkomitmen pada rakyat. Juga Parpol
tetap berupaya maksimal agar Pileg berlangsung lancar, aman dan damai.
Untuk hal tersebut, kami mengharapkan agar peran Parpol dalam setiap
tahapan Pemilu dapat terlaksana secara aktif dan efektif. Sehingga KPU sebagai
penyelenggara Pemilu, merasakan sangat terbantu dengan poeran-peran
tersebut.
Tantangan yang kita hadapi dalam Pemilu, antara lain :
1. Pendidikan politik bagi masyarakat belum memadai, sehingga masih banyak
masyarakat yang belum mengetahui tentang Pemilu Legislatif.
2. Tingkat partisipasi pemilih di Sulsel juga perlu mendapatkan perhatian
khusus.
3. Masih belum tertatanya dengan baik pemasangan alat peraga kampanye
sesuai dengan zona yang ditetapkan.
4. Penetapan Daftar pemilih tetap (DPT) yang sekarang ini masih menyisakan
kerja perbaikan NIK invalid, juga memerlukan perhatian dan partisipasi serius
dari Parpol.
Sumber Referensi :
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
- https://www.hukumonline.com/berita/a/perbedaan-hak-warga-
negara-dan-hak-asasi-manusia-lt622ee39d0ae1d/
- Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara
- https://sulselprov.go.id/welcome/post/peran-parpol-dalam-pemilu-
legislatif#:~:text=Jika%20disimak%20dari%20perspektif%20aturan,Pe
milu%20demi%20terjaganya%20persatuan%20dan

Anda mungkin juga menyukai