Anda di halaman 1dari 26

Itqtur Tqnqh Mqriid

HARU' WAKAF

Badan Wakaf Indonesia

Indonesian Waqaf Board


$tqtur Tqnqh Mqriid
HARU' WAKAF

Tim Penyusun:
1. Dr. KH. Anwar Ibr.ahim
2. Dr. Amelia Fauzia
3. H.M. Cholil Nafis, ph.D
4. Abdullah Ubaid, MA

Cetakan Pertama, Juni 2012


Diterbitkan oleh:
Badan Wakaf Indonesia
Gedung Bayt Quran Lt. II, Jl. pintu Utama
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta
Telp. 021-87799232, 8779931 l. Fax. O2t-87799383.
Web: www.bwi.or.id I Email: bwi@bwi.or.id
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Bagian Pertama
Dilema Masjid di Lahan Bukan Wakaf
A. Kontroversi dan Konflik Sosial Terkait Status Masjid
B. Perlumbuhan Masjid dan Wakaf di Indonesia
C. Pendirian Masjid di atas Tanah non Wakaf: Kasus DKI Jakarta

Bagian Kedua
Status Masjid, Haruskah Wakal?
A. Pandangan Ulama Empat Madzhab
B. Dalil Status Masjid adalah Wakaf
C. Penerapan Status Wakaf Masjid di Masa Kini

Bagian Ketiga
Kesimpulan

Lampiran

lil
Bagian Peftama
Dilema Masjid di Lahan Bukan Wakaf

Dalam beberapa tahun belakangan, beberapa kontroversi terkait penggusuran masjid


mengemuka. Kontroversi yang cukup menyita perhatian adalah kasus masjid Al-Ikhlas di Medan
yang tanahnya di-ruislag dan bangunan masjidnya dirubuhkan pada bulan Mei 2011. Kasus-
kasus serupa terkait penggusuran, tukal guling (r-uislag), pengambil-alihan lahan, pelebutan dan
konflik kepengurusan masjid dan wakaf kerap terjadi. Ke depan, kasus-kasus seperti ini akan
semakin sering terjadi karena dua potensi. Potensi peftama adalah seiring dengan pertumbuhan
penduduk, semakin tinggi tingkat kebutuhan tanah khususnya di daerah urban dan sernakin
tingginya aset ekonomi wakaf dan masjid. Sedangkan potensi yang ke dua adalahlemahnya
database dan administrasi terkait lembaga masjid dan perwakafan, di mana banyak aset wakaf
yang tidak teregistrasi dengan baik dan hilang, serta banyaknya masjid yang temyata berdiri di
atas tanah non wakaf.
Fenomena masjid yang berdiri di atas tanah non wakaf selama ini tidak dianggap masalah
besar karena sifat komunalisme masyarakat yang tinggi dan budaya pedesaan yang kuat. Artinya,
dengan kesepakatan sosial seluruh masyarakat, keberlangsungan masjid akan tetap te4aga,
walaupun status tanah masjid bukan wakaf.Atau jika sudah berstatus wakaf, status wakaf ini
tidak dikuatkan dengan pencatatan yang rapih yang diakui dan dilindungi oleh hukum positif.
Namun seiring dengan urbanisasi dan kompleksnya persoalan sosial kemasyarakatan,
perlumbuhan ekonomi, persoalan yang menyangkut status hukum tanah masjid muncul,
misalnya, adanya pengambilalihan aset tanah oleh pemiliknya, apakah itu individu, yayasan
keluarga, pemerintah, bahkan perusahaan pengembang perumahan. Hal ini akan berdampak pada
masjid yang berdiri diatasnya, yar,g sudah menjadi bagian penting dari masyarakat. Dan
karenanya tidak jarang menimbulkan kontroversi dan konflik sosial.
Karena itu, fenomena masjid yang berdiri di atas tanah non wakaf tidak bisa dipandang
sebelah mata. Dibutuhkan upaya serius, khususnya dalam hal kebijakan administrasi, untuk
menjaga aset sosial keagamaan penting ini.Hal ini bukan hanya sekedar untuk tujuan
menghindari konflik sosial (tujuan jangka pendek), namun juga untuk tujuan jangka panjang
yaitu mendorong kemajuan kedermawanan masyarakat, dan menguatkan masyarakat madani
(civil sociery) melalui aspek spiritual keagamaan.
Tulisan ini akanmelihat fenomena masjid yang didirikan di atas tanah non wakafsebagai
sebuah kajian sejarah sosial kontemporer, dan akan mengambil kasus masjid di wilayah Jakarta.
Walaupun fenomena yang diangkat adalah insitusi kelembagaan agama Islam, yaitu masjid dan
wakaf, tulisan ini tidak akan melihat dari sisi fikih atau pun hukum Islam, namun pada persoalan
sosial kemasyarakatan yang empiris. Karena itu keberadaan data menjadi krusial.Tulisan ini
menggunakan data yang dikumpulkan khususnya dari media online (dalam satu bulan terakhir),
serta wawancara dan observasi yang dilakukan dalam tiga bulan terakhir. Karena keterbatasan
waktu, data dari dokumen terkait tidak banyak digunakan.
Tulisan ini dibagi menjadi tiga sub bagian utama. Sub bagian peftama akan melihat
kontroversi dan konflik sosial terkait masjid yang terjadi belakangan ini. Bagian kedua
memaparkan fenomena pertumbuhan masjid dan wakaf di Indonesia. Bagian ketiga adalah
bagian inti yang memaparkan data dan ulasan masjid yang berdiri di atas tanah non wakaf,
dengan mengambil kasus di wilayah Jakarta.Dan terakhir adalah penutup.
A. Kontroversi dan Konflik Sosial Terkait Status Masjid
Kasus-kasus terkait status tanah rnasjid sering kali rneresahkan masyarakat. Dan tak
jarang membuat kontrovelsi bahkan rnenjadi konflik sosial antar kelompok masyarakat. Kasus-
kasus yang ramai diperbincangkan media dan menyedot emosi bernuansa sara dalam beberapa
tahun terakhir adalah penggusuran yang te4'adi di kota Medan. Hasil pencarian kasus yang
mencuat menimbulkan kontroversi dan dimuat media online adalah sebagai berikut.
1. Ruislag lahan dan penggusuran Masjid Al-Ikhlas, di Jalan Timor Medan, Mei 2011.
Masjid dengan luas bangunan 1lm X l lm ini awalnya mushalla yang berdiri di atas
tanah milik Negara. Kodam I Bukit Barisan yang menguasai tanah tersebut me-ruislag-
kannya tahun 2007 ke pihak ketiga yaitu sebuah pengembang. Proses ruislag sudah
dimusyawarahkan lama dan uang ganti rugi sebesar 700 juta sudah diberikan pada 2009.
Tidak ada bukti arsip akta ikrar wakaf dan sertifikat wakaf atas lahan masjid ini yang
resmi tercatat di kantor terkait.Kasus mencuat lagi ketika dan setelah proses eksekusi
pembongkaran masjid. Disinyalir ada intimidasi oleh kelompok tidak dikenal yang
memicu emosi masyarakat.
2. Penggusuran Masjid Nurul Jannah di Perumahan Jatinegara Indah, Cakung, Jakarta
Timur, Agustus 2009.Masjid ini belum sepenuhnya berdiri, masih dalam proses pendirian
sekitar 85%. Berdasarkan musyawarah, pihak pengembang PT Cakra Sarana Larasati
be{anji akan memberikan tanah fasilitas sosial di lokasi perumahan. Pihak warga
memulai pembangunan lebih dahulu dan sudah memakan danaT0juta, namun tanah yang
digunakan ternyata peruntukkannya adalah untuk ruang terbuka hijau
(RTH).Pembangunan ini dianggap menyalahi aturan dan dibongkar oleh pihak walikota
Jakarta timur.
3. Alih lahan (ruislag) Masjid Raudhatul Islam, di kelurahan Silalas, Medan, April 2011.
Status tanah masjid ini adalah wakaf yang sudah diruislag kepada pengembang PT.
Jatimasindo, berdasarkan prosedur, dan sudah mendapat rekomendasi Badan Wakaf
lndonesia dan izin Menteri Agama tahun 2010 dengan pertimbangan tidak banyak lagi
penduduk Muslim di lingkungan tersebut. Tanah masjid seluas 242mjuga sudah diganti
dengan tanah dan bangunan masjid yang lebih representatif oleh pengembang.
4. Pemindahan masjid Landmark, the Landmark Center, Sudirman, lakarta, Oktober 20L1.
Masjid ini terletak di basement tunnel Gedung the Landmark Center. Masjid ini
dipindahkan oleh pengembang/pemilik landmark center ke lokasi lain masih di basement
gedung yang sama. Masjid ini adalah fasilitas sarana ibadah di gedung Landmark center
yang diberikan oleh pemilik/pengembang, dan biasanya ramai digunakan untuk shalat
zuhur dan ashar oleh karyawan dan masuk kategori masjid perkantoran.
' 5. Isu pembongkaran Masjid Al-Awwabin di Mangga Besar, Jakarta Barat, Juni 2012. Isu
pembongkaran mencuat beberapa kali dan meresahkan warga. Isu yang beredar adalah
tanah akan dialihkan kepada sebuah pengembang, dan disinyalir tanah masjid seluas 400
meter ini milik zubaidah yang memiliki sertifikat hak milik atas tanah tersebut. Masjid
tersebut sudah diverifikasi oleh pemprov DKI Jakarta tidak masuk kategori benda cagar
budaya.
6. Penggusuran beberapa masjid di kota Medan.Disebut ada tiga masjid yaitu di komplek
PJKA gg Buntu, Komplek Kavaleri Padang Bulan, dan Komplek Kodam Polonia yang
pernah digusur. Namun tidak ada berita detail yang diungkap media tentang kasus ini dan
penulis belum memverifikasi keabsahan berita ini.
Lepas dari kontloversi dan konflik pihak-pihak yang berseteru, setidaknya ada ernpat hal
yang bisa diangkat dari data di atas.
Pertanta, penggusuran rawan terjadi pada masjid yang dibangun di atas tanah yang bukan
wakaf. Dari sekian banyak kasus, hanya satu yang merupakan tanah wakaf (kasus no 3) yang
dilakukan secara prosedural, selain itu adalah tanah hak milik pengembang atau pribadi. Bahkan
pada kasus no 6, semua tanah masjid terletak di komplek perumahan yang kemungkinan besar
milik pengembang. Artinya, selama ini banyak upaya pendirian masjid yang masih memandang
status tanah sebagai bukan persoalan serius. Memang, pendirian masjid di atas tanah fasilitas
sosial/umum dan pribadi tidak lah masalah secara sosial dan termasuk bisa dibolehkan dari sisi
fikih. Justru ada indikasi bagus bahwa pengembang dan masyarakat secara swadaya berupaya
membangun masjid. Narnun dari sisi lain, keberadaan masjid ini menjadi riskan dengan tidak
menutup kemungkinan ada oknum yang memiliki intrest pribadi. Lain halnya jika status tanah
sudah diubah menjadi wakaf, apalagi dengan adanya bukti sertifikat tanah wakaf. Setidaknya
persoalan yang menyangkut penggusuran tidak akan banyak muncul.
Kedua, kasus-kasus penggusuran dan pemindahan di atas adalah fenomena masyarakat
perkotaan (urban). lni biasanya terjadi pada masjid yang relatif kecil, dengan luas tanah kurang
dari 400m, dan masjid yang relatif jamaah penggunanya sedikit dan tidak aktif. Di wilayah
perkotaan, tanah lebih memiliki tingkat ekonomi tinggi, dan penduduk asli cenderung berpindah
ke wilayah pinggiran kota. Karena itu, daerah perkantoran di mana rumah penduduk yang
memakmurkan masjid mulai berkurang -seperti kegiatan jamaah shalat lima waktu--, perubahan
fungsi masjid tidak terelakkan, dan masjid akan berpotensi besar untuk mengalami kasus-kasus
seperti di atas. Yang menjamur di daerah perkantoran saat ini adalah fenomena masjid kantor
(seperti kasus no 4) dan masjid di mall, yang maksimal penggunaannya pada wakru siang hari
dan sore ketika kantor/mall buka.
Ketiga, alih fungsi tanah masjid merupakan suatu hal yang sensitif dan menyulut emosi
masyarakat. Tentu saja karena masjid memiliki tempat istimewa bagi Muslim, bemuansa sakral,
spiritual keagamaan, serta ada kultur sosial yang sudah terjalin yang mengukuhkan kedekatan
emosional warga. Dalam bahasa lain, masjid memiliki ruang-ruang sosial dan spiritual (social
and religious spheres), bukan hanya sekedar bangunan fisik. Wajar saja, jika tidak berhati-hati,
kontroversi dan konflik bisa muncul, terlepas proses administirasi prosedural sudah dilakukan.
Contohnya terlihat dalam kasus ruislag tanah masjid Raudhatul Islam, kasus no 3 di atas. Ini
harus menjadi pelajaran berharga, bahwa proses administrasi harus dibarengi dengan proses
musyawarah dan edukasi yut g cukup. Harus dipahami bahwa emosi akan mengemuka ketika
penggusuran atau ruislag melibatkan pihak lain yang diaggap tidak mewakili kepentingan umum,
alias untuk kepentingan komersial. Terlebih lagi jika ada intimidasi dari pihak-pihak yang
dlanggap memiliki kuasa seperti tentara maupun pengusaha.
Keempat, terdapat pemahaman yang kurang tepat dalam masyarakat bahwa wakaf tidak
boleh di-ruislag. Justru dalam gerakan wakaf produktif, ruislag wakaf membuka potensi semakin
banyak wakaf yang bisa diprodulrtifkan, tidak menjadi lahan kosong yang dapat diambil alih oleh
oknum tidak bertanggung jawab. Saat ini banyak wakaf yang hilang karena terkait sulitnya
pemanfaatan aset wakaf, dan dalam realita sosial te{adi perubahan demografi tempat tinggal
penduduk semakin kearah pinggiran kota. Perlu dipikirkan upaya mengaktifkan masjid secara
lebih produktif, misalnya untuk pemberdayaan ekonomi, untuk kemakmuran masyarakat sekitar.
Dari kasus-kasus di atas, pertanyaan yang muncul kernudian adalah bagaimana
sebenarnya kondisi masjid dan perwakafan di Indonesia. Sub bagian di bawah ini akan
mendiskusikan hal tersebut.
B. Pertumbuhan Masjid dan Wakaf di Indonesia
Data direktolat wakaf Kementrian Agarna tahun 2010 rnenyebutkan bahwa di Indonesia
terdapat total 415.980 obyek atau lokasi tanah wakaf seluas 935 hektar yang tersebar di seluruh
propinsi Indonesia (lihat larnpiran di akhir tulisan). Data wakaf ini adalah termasuk wakaf yang
baru akta ikrar wakaf dan juga yang sudah bersertifikat. Data ini perlu verifikasi dan mutakhiran
karena sudah banyak terjadi perubahan. Terlebih lagi jika mempertimbangkan bencana-bencana
nasional yang terjadi, misalnya tsunami di Aceh 2004, dan lumpur Lapindo di Jawa Timur, yang
pastinya juga menimpa aset tanah wakaf yang ada.
Penelitian potensi wakaf produktif di DKI yang dilakukan oleh divisi Litbang Badan
Wakaf Indonesia menemukan banyak sekali perubahan lokasi dan obyek wakaf yang tidak sesuai
dengan data yang ada. Namun demikian, data ini masih bisa digunakan untuk mendapatkan
gambaran umum mengenai perwakafan di Indonesia. Dari data tahun 2010 ini, propinsi yang
memiliki lokasi wakaf paling luas adalah Nangro Aceh Darussalam, diikuti oleh Jawa Barat dan
Kalimantan.
Table 1
Daftar Urut 5 Besar Tanah Wakaf Terluas Berdasarkan Propinsi di Indonesia

JUMLAH TANAH
WAKAF TIDAK TANAH WAKAF
BERSERTIFIKA
Y PROVINSI
LOKAS
LUAS M2
T
T T (.4\
I
NANCGROE ACEH
I t224s I 5,17 I 45
DARUSSALAM 2't.416 t -333.233.627.26
2 JAWA BARAT 45,401 25,348 64
70.749 I 1 6.662.0 I 7.E I
KALIMANTAN
J
SEI,ATAN
8,772 1 r 0,20E,613.54 727t 1,501 83

4 RIAU 7.897 97.448.625.81


2,7 6t 5,136 35

NUSA TENGGARA
5 7,63s 4,158 65
BARAT I1.79i 83.060.488.00

Sedangkan jika menilik kuantitas lokasi tanah wakaf, maka lokasi tanah wakaf paling
banyak adalah di propinsi Jawa Timur. Dan pulau Jawa merupakan pulau yang paling banyak
lokasi wakaf. Dua tabel data ini memperlihatkan bahwa banyaknya lokasi wakaf sejalan dengan
perkembangan Islam di tempat tersebut, yang memang dari sejarahnya Islam berkembang dan
masuk melalui daerah Sumatera bagian utara, dan juga di pulau Jawa. Wakaf di Papua dan Papua
Barat memperlihatkan jumlah yang paling sedikit, karena memang proses Islamisasi tidak massif
di-wilayah tersebut. Sedangkan dari sisi luas wakaf, yang dominan adalah propinsi di luar pulau
Jawa. Dan terlihat bahwa walaupun lokasi wakafnya tidak sebayak daerah lain, Kalimantan
Selatan berpotensi besar untuk pengembangan wakaf produktif karena luasnya lokasi wakaf di
sana.

Tabel2
Daftar Urut 5 Besar Lokasi Tanah Wakaf Terbanyakberdasarkan Propinsi di Indonesia

JUMLAH TANAH WAKAF TIDAK TANAII WAKAF


BERSERTIFIKA
NO PROVINSI LOCATIO BERSERTIFIKA BERSERTIFIKA
VOLUME M2 T
N T T (Y.'l
JAWA TENGAH 96,874 82,009,136.22 ?8,942 \7,e32 8l
2 JAWA T]MUR 74,429 s8,239272.20 54,t93 20.236 '13
3 JAWA BARAT 70,7 49 1t6,662,017.81 45,401 25,348 64 /o
4 ACEII 27,416 1,333,233,621 .26 12,245 l5,l7l 45
5 SUN,IATERA UTARA r6,0s4 32,293,8 I 5.00 7,497 8.587 4'7

Sayang sekali penulis belurn dapat menampilkan angka pertumbuhan wakaf pada tahun-
tahun belakangan ini. Setidaknya studi sejarah menunjukkan bahwa pertumbuhan wakaf sejak
awal perkembangan Islam sampai pada tahun l970an cukup signifikan.l Terlebih lagi jika
diasumsikan bahwa wakaf berlambah sejalan dengan bertambahnya masjid. Sedangkan angka
pertumbuhan masjid dan mushalla di Indonesia cukup tinggi. Terlebih lagi jika dilihat tidak saja
penambahan jurnlah masjid tapi pelebaran atau perluasan. Karena itu tidak terlalu tepat
pernyataan bahwa perkembangan masjid lebih rendah daripada perkembangan rumah ibadah
agama lain, karena hanya melihat sisi penambahan masjid baru.
Jika dilihat dari jumlah masjid, terlihat ada kesenjangan dengan data jumlah lokasi wakaf
di Indonesia.Data di bawah ini mencoba membandingkan antara data masjid dengan data wakaf.
Hal ini bertujuan untuk melihat jumlah masjid dan mushalla yang kemungkinan besar didirikan
tidak di tanah wakaf.

Tabel 3.Perbandingan Jumlah Masjid, Mushalla dan Tanah Wakaf


Junrlah Total Masjid & Total Lokasi Tanah
Tahun Wilayah
Masiid Mushalla Mushalla Wakaf
195'1 Indonesia 59.956 194.467 254.423 nla
1957 Jakarta Rava 2?5 2.234 2.509 nla
1997 Indonesia nla r,Ja 392.044 nla
2004 Indonesia nla nla 643.843 lJa
2005 Indonesia nla nla 644.502 nla
2010 Indonesia nJa nla 710.000 4 15.980
20t I DKI Jakafla 2.831 5 661 8.492 5.661
Sumber: Kompilasi dari berbagai sumber sebagai berikut: Statistik Kementrian Agama tahun
|957;Perkembangan Sertif,rkasi Tanah Wakaf per propinsi seluruh Indonesian tahun 2010,
Direktorat Wakaf Kementrian Agama; Koran Juni Supriyanto dalam Republika 09 September
20ll; Dr. Abdul Fatah dalam Republika 03 Juni 2012; dan data Direktorat Urais dan Binsyar
Kementrian Agama, Kelapa Seksi Pembinaan Administrasi Kepenghuluan, Drs HZ Muttaqin.

Dari data ini terlihat bahwa penambahan jumlah masjid dan mushalla cukup tinggi. Dari
tahun 1957 ke 1997 (selama 20 tahun) te{adi dua kali lipat pertambahan jumlah masjid dan
mushalla. Dari tahun 1997 sampai 2004 terjadi lonjakan pertumbuhan yang sangat pesat (hampir
dua kali lipat) hanya selama 8 tahun. Sayangnya tidak ada data wakaf dari tahun-tahun tersebut
yang dapat ditampilkan, untuk bisa membandingkan perkembangan keduanya.

Yang penting untuk diamati adalah jumlah masjid dan Mushalla pada tahun 2010 yaitu
sebanyak 710.000 dibandingkan dengan jumlah data wakaf pada tahun yang sama yaitu 415.980.
Artinya, terdapat sejumlah 294,020 masjid/mushalla yang belum berstatus wakaf, kalau
dipersentasikan yaitu sebesar 4lYo.Dataini sangat besar. Melihat kasus-kasus kontroversi masjid
pada bagian pertama di atas, sepertinya, data ini cukup valid, bahwa banyak sekali masjid yang
dibangun di atas lahan bukan wakaf. Lebih jelasnya validitas data ini akan didiskusikan di bawah
ini dengan merujuk pada kasus masjid dan non wakaf DKI Jakarta.

' Lihut Amelia Fa:uzia, Faith and the State: A History of Islamic Philanthropj, in Indonesia, Disertasi
Universitas Melbourne, 2008.

VI
C. Pendirian Masjid di atas Tanah non Wakaf: Kasus DKI Jakarta
Angka di atas, yaitu sebanyak294,020 (atau 41%) masjid/mushalla di Indonesia beldiri di
atas tanah non wakaf cukup fantastis. Algka ini setidaknya mendekati dan bahkan lebih besar
dari perkiraan Dewan masjid Indonesia (DMI) yang menyatakan "sekitar 30o/o dari 700 ribu
masjid di tanah air tidak memiliki status hukum yang jelas."2
Masih merujuk pada table 3 di atas, dapat dikalkulasi bahwa di DKI Jakarta terdapat
2.831 nrasjid yang betdili bukan di atas tanah wakaf, atau sebesar 33%. Lagi-lagi ini angka yang
cukup besar. Namun tentu lebih baik dibandingkan dengan persentase nasional. Dalam hal ini
bisa dikatakan bahwa di DKI Jakarla jumlah masjid/mushalla yang berstatus bukan wakaf lebih
sedikit dibandingkan dengan daerah lain dilihat dari angka nasional.
Jangankan masjid/mushalla kecil di pedesaan atau di daerah ramai penduduk, masjid-
masjid besar yang merupakan representasi wilayah propinsi dan kabupaten juga masih ada yang
berstatus bukan wakaf. Misalnya, Masjid Al-Akbar Surabaya, salah satu masjid yang cukup
spektakuler besarnya dan indah dari sisi arsitekur, ternyata tanahnya masih merupakan aset
pemerintah daerah. Begitu juga Masjid Agung Palembang, status tanahnya masih merupakan
tanah pemda, belum wakaf.
Demikian halnya yang terjadi di DKI Jakarta.Hasil penelusuran singkat status tanah
masjid-masjid yang besar memperlihatkan bahwa masjid-masjid besar yang dianggap cukup
representatif yang terdapat di dalam kota maupun sedikit ke luar kota, ternyata banyak yang
belum bertatus wakaf. Lihat tabel4 di bawah ini.

Tabel 4.Masjid di Jakarta yang Berdiri bukan di atas Tanah Wakaf


NO NAMA MASJID ALAMAT STATUS TANAH MILIK
1 Masjid Istiqlal Jakarta Pusat Aset Pemda DKI
Masjid Kubah Emas Dian
2 Jl. Meruyung Raya, Limo, Depok Yayasan Keluarga Dian al-Mahri
Al-Mahri
3 Masjid Pondok Indah Jl. Sultan Iskandar Muda Pd Indah PT Metropolitan Jakarta
Masjid Agung Sunda J1. Taman Sundakelapa l6 Pengelolaan dalam aset Pemda
4
Kelapa Mentene DKI
Taman Mini Indonesia Indah Yayasan kel. AIm. Ibu Tien
5 MasjidAt-Tin
Jaktim Soeharto
Yayasan pend Islam Al-Azhar
6 Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Jaksel
Masjid At-Taqwa Ps
7 Jl.Poltangan II45 Ps Minggu Aset pemda dki jakarta selatan
Minszu
8
Masjid Jakarta Islamic
Jl. Koeja, JIC Jakarta Pusat Aset Pemda DKI
Center
9 Mesjid Jamitsintaro Sector 1. Bintaro jaya, Jaksel Pengembang Bintaro j aya
Komp Gelora Bung Karno
10 Masjid Al-Bina Senayan Pemda DKI
Senayan
U Masjid Al-I'Tisham Dukuh Atas, Jakarta Pusat Bank Negara Indonesia @NI)
t2 Masjid Baitul Ihsan BI J1. Merdeka Raya Komplek BI Bank Indonesia (BI)

2Pemyataan
dari M. Suaib Didu yang dikutip oleh Republika, di "Alih Lahan Masjid Tak Bermasalah",
Republika 10 Mei 201l.
Jl. Benyarnin Sueb Blok Boing
13 Masj id Akbar Kernayoran Pemda DKI
Jak-pus
14 Masjid al-Musyawarah Kota Satelit Kelapa Gading PT Sumericon Agung
l5 Masjid Ni'matul Ittihad Pondok Pinang Pemda DKI
16 Masjid Cut Mutia Jln. Cut Mutia, kp.Melayu Jaktim Geduns dan tanah pemda
Karang Tengah Lebak Bulus Jak-
17 Masjid Darul Adzkar Yayasan Darul Adzkar
Sel
Yayasan Kel. Umar Wirahadi
l8 Masjid Bani Urnar Bintaro, Jaksel
Kusuma
19 Masj id At-Tawab Ciledug larangan Indah Ciledug Pengembang Larangan Indah
Masjid Al-Falah Bona
20 Cilandak, kbak Bulus Pengembang Bona Indah
Indah
MasjidAl-Hikmah
27 Sarinah, Thamrin, Jak-pus Pengembang PT Sarinah
(Sarinah)

Sumber: Informasi di dapat dari sumber-sumber yang berbeda, sebagian dari profil online,
sebagian wawancara konfirmasi via telpon, dan sebagian merupakan observasi dan wawancara
dengan pengurus secara langsung. Terima kasih kepada Nany Al-Muin, MA dan Nurul Roaz Al-
Rashid yang telah membantu sebagian verifikasi data ini. (Penulis berterima kasih jika diberi
tahu seandainya ada data di atas yang kurang tepat).

Pemilihan masjid di atas tidak diambil secara acak (random), namun berdasarkan
pengamatan masjid yang cukup besar. Karenanya data ini bersifat purposive sampling. Yang
paling menyolok adalah Masjid Istiqlal yang menjadi kebanggaan nasional, yang temyata berdiri
di atas tanah pemerintah daerah. Melihat proses pendirian beberapa masjid di atas, termasuk
Istiqlal, bisa dipahami mengapa status tanah masjid itu merupakan tanah aset pemerintah, bukan
tanah wakaf. Dan pada masa pendirian Istiqlal kondisi sosial dan politik mendorong untuk
penyegeraan pendirian sebuah masjid nasional bahkan terbesar di Asia Tenggara ketika itu.
Artinya, status yang demikian tidak terlalu salah pada saat itu. Namun sejalan dengan waktu,
perlu dipertimbangkan pengalihan status tanah masjid-masjid di atas menjadi tanah wakaf,
dengan tetap mempertimbangkan pengelolanya.
Dari data di atas, setidaknya terdapat tiga kategori status tanah masjid yang belum wakaf di
atas.
l. Tanah milik pemerintah, baik itu pemerintah pusat, daerah, maupun suatu departemen;
2.Tanah milik yayasan, baik itu yayasan keluarga atau lainnya, maupun milik pribadi;
3..Tanah milik pengembang perumahan atau perkantoran.
Persentasenya adalah sebagai berikut:

abe Persentase Katesori Status Tanah Masiid/Mushalla (Non Waka


Kategori Status Tanah Masjid/mushalla (non Persentase
Wakafl
Tanah milik pemerintah 48%
Tanah m lik yayasan 24%
Tanah m ik oensembans 29%
Sumber: Hasil kalkulasi penulis.
Persentase ini rnenunjukkan bahwa seperli yang terjadi pada kasus-kasus konh'oversi di
bagian peftama, masjid yang didirikan atas jasa dan menggunakan fasilitas tanah pengembang
cukup besar yaitu 29%. Sejalan dengan berkembang pesatnya perumahan-perumahan balu,
masjid-masjid yang didirikan menggunakan aset tanah pengembang ini seperlinya
akanberlambah. Berbeda dengan masjid yang berdiri di atas aset tanah pemerintah atau Negara
(yang saat ini berjumlah 48%). Seperlinya ke depan persentasenya akan menurun dibandingkan
dengan masjid yang berdiri di tanah milik yayasan dan pengembang. Hal ini rnengingat bahwa
banyak rnasjid-masjid yang berdiri di atas tanah pemerintah itu adalah masjid yang menjadi
representasi wilayah dan kemungkinan kecil akan dibangun masjid sejenis, kecuali ada
pengembangan wilayah-wilayah baru yang cukup signifikan.
Studi kasus masjid non wakaf di DKI Jakarta ini sangat mungkin tidak jauh berbeda
dengan yang terjadi di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Artinya, bahwa problem kontroversi
dan konflik yang terkait tanah masjid yang bukan wakaf, bisa saja akan terjadi di daerah-daerah
lain di Indonesia, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan problem sosial.

X
Bagian Kedua
Status Masjid, Haruskah Wakaf?

Data-data yang diungkap pada pembahasan di atas menunjukkan, masjid/mushalla yang


berdiri di atas tanah non wakaf itu jumlahnya cukup besar, yaitu 294,020 atau. sekitar 41.%. Jika
ini dibiarkan, dapat menjadi potensi terjadinya konflik dan kontroversi menyangkut status
rnasjid. Kalau begitu, untuk 'mengamankan' masjid, haruskah tanahnya berstatus wakaf?
Bagaimana pandangan ulama fikih tetang status tanah masjid? Mari kita tengok pandangan
beberapa ulama fikih terkemuka.
Masjid yang berdiri di masa Rasulullah Muhammad, idak ditemukan ada perbedaan
pendapat para ulama soal statusnya. Semuanya berstatus wakaf. Hal ini sebagaimana dituturkan
oleh Abu Ishaq al-Syirazi:

3O+I*lt
.rJr C_l ,r-o3 r=1*Jl OIS J-; ,i,l ,J- riil cj_r.-r Ol
;,rt-: !l-
Rasulullah SAW melaksanakan shalat di masjid-masjid. Masjid-masjid tersebut
adalah wakaf kepada kaum muslimin.

Tak ayal, Rasulullah Muhammad SAW. memang sosok perintis yang menjadikan masjid
berstatus wakaf. Keterangan ini dapat disimak pada hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik.a Dalam hadis tersebut dil sahkan, setelah Rasulullah SAW. tiba di Madinah, ia menl'uruh
membangun masjid.
"Hai Bani An-Najjar: Juallah kebun (tanah) kalian dengan menentukan harganya," pTita
Rasulullah SAW.
"Tidak, demi Allah, kami tidak minta harganya (pahalanya) kecuali dari Allah,"
Jawab bani Najjar.

Kemudian, Rasulullah SAW menyuruh menggali kuburan orang-orang musyrik dan


bekas bangunan di tanah tersebut, untuk meratakan tanahnya. Mereka letakkan pohon kurma
sebagai tanda arah kiblat masjid. Ibnu Hajar berpendapat, jawaban Bani Najjar itu bukan
mencerminkan jawaban pemilik tanah yang ingin dibeli Nabi untuk masjid, karena pemilik yang
sebenarnya adalah dua anak yatim, Sahal dan Suheil. Rasulullah SAW. saat itu memang belum
tahu dan belum bertemu pemiliknya. Tetapi, jawaban sahabat-sahabat dari Bani An-Najar itu
menunjukkan, bahwa mereka ingin memberikan dana kepada Rasulullah SAW. untuk membeli
tanah tersebut.
- Setelah mengetahui pemilik yang sebenartya (Sahal dan Suheil), maka Rasulullah SAW.
membeli tanah tersebut.s Dari mana dana yang digunakan Rasulullah untuk membebaskan tanah
tersebut? Ada dua kemungkinan. Pertama, Rasulullah menyuruh Abu Bakar membayarnya,
s eb agaimana disebutkan Az-Zlhi.

4i^i L+++ Oi ;S; l+i -*i C-, 1& ,i,t .,J- ui ,ryjl .p _>u cr r;:Il_5Jl uc \-.., CJ{l -Si
"+Xl u
6 l^AUocl 1* 4;,Jb: : ,]i.
-.,*U., r^jip

'Abu Ishuq Asy-Syirazy, Al-Muhadzdzab danulasannya Al-Majmu' (Kairo: Al-Imam), XN,hal.592.


a
HR. Bukhary, Shohih Al-Bukhary,lll, hal.25.

6
Ibnu Hajr, Fathu Al-Bary, Ytr,hal. 246.

xi
Ibnu Saa'd meriwayatkan dari Mu'ammar dan dari Zultri, bahwa Rasulullah
SAW. menyuruh Abu Bakar membayar harganya kepada Suheil dan Sahl, tanpa
menyebutkan angkanya. Riwayat lain menyebutkan, Abu Bakar membayar
kepada keduanya dengan harga 10 Dinar.

Kemungkinan kedua, dana tersebut dari Bani An-Najjar. Hal ini sebagaimana tercermin
dari jawaban sahabat-sahabat Bani An-Najar yang menunjukkan, bahwa mereka ingin
rnemberikan dana kepada Rasulullah SAW. untuk rnembeli tanah milik Sahal dan Suhail.
Dalam riwayat tersebut mernang tidak dijelaskan sumber dananya, apakah dananya
tersebut uang Rasulullah yang ada di tangan Abu Bakar, atau pemberian Abu Bakar kepada
Rasulullah, atau pemberian orang-orang Bani Najjar kepada Rasulullah Saw. Jelasnya,
Rasulullah memperoleh tanah Masjid Nabawi dengan cara membelinya, bukan hibah. Jadi, tanah
rnasjid Nabawi mulanya adalah tanah milik Sahal dan Suheil. Rasulullah Muhammad SAW
membelinya dan membangun masjid Nabawi di atas tanah tersebut. Semenjak itu, status tanah
dan masjid Nabawi adalah wakaf untuk umat Islam.
Sepeninggal Rasulullah SAW., apakah masjid-masjid yang didirikan oleh para sahabat
dan generasi setelahnya itu juga berstatus wakaf? Inilah yang menjadi bahan kajian para ulama
fikih dalam diskursus status masjid. Meski diawali dengan perdebatan, tapi muaranya adalah
ungkapan yang senada tentang keharusan status tanah masjid sebagai wakaf. Untuk lebih
detilnya, berikut ini adalah penjelasan ulama dari empat mazhab fikih tentang status tanah
masjid.

A. Pandangan Ulama Empat Madzhab

1) MazhabHanafi
Ulama fikih mazhab Hanafi berpendapat, masjid harus berstatus wakaf. Bangunan masjid
yang bukan wakaf berarti bukan masjid, meskipun diberi nama masjid. Ia tak ubahnya mushalla.
Muhammad bin Faromuz (w. 885 H) menjelaskan pendapat Abu Hanifah tentang masjid dalam
bukunya yang berjudul,.lS-Yl )f Cy 3tS-Jl -1;. Ia mengatakan:

Wakaf itu, menurut mazhab Hanafi, tidak mengikat, kecuali didukung oleh salah
satu dari empat dukungan. Pertama, putusan hakim bahwa hak milik pemberi
wakaf pada harta yang telah diwakafkannya tidak ada lagi. Kedua, kematian
wakif (pemberi wakaf), jika pemberian wakafnya dikaitkannya dengan
kematiannya. Misalnya ia menyebutkan dalam ikrar wakafnya, "Apabila saya
wafat, maka saya wakafkan rumah saya kepada...". Apabila ia meninggal dunia,
setelah mernberikan pernyataannya tersebut, maka wakafnya sah dan mengikat,
dengan syarat harta yang diwakafkannya tersebut di luar dari sepertigahartanya.

7
Muhammad bin Faromuz, lls-ll JJE E-*i,.tS-:t JJi, VI, hal. ll4.
8
Muhammad bin Faromuz, elS.)l -.r-p, 6r ,.tS-lt JJr, VI, hal. 115.
e
Muhammad bin Faromuz, rK-!l JJE C_F els-lt JJ.l, VI, hal. I16.

xilt
Ketiga, pernyataan wakif sebagai berikut, "Saya wakafkan... selama saya hidup
dan setelah saya wafat, unfuk selama-lamanya." Keerrtpa(; atau wakif
membangun masjid dan melepaskan hak miliknya dari bangunan masjidnya, serta
jalan menuju dan dari masjid tersebut.

Menurut Abu Hanifah, pembangunan sebuah bangunan, meskipun berbentuk masjid,


tidak serta merta memberikan status sebagai masjid kepada bangunan tersebut. Bangunan
tersebut akan memperoleh status sebagai masjid dengan dua syarat. Pertam4 hendaklah bangun
masjid tersebut di-ifroz pemiliknya. Afti ifroz, sebagaimana dijelaskan al-Quhistany, ialah:

,j=..j,I.3J aSL g!r; Y L-SJL;i .+tr= Lli*ll, l.i..o dJtS -5J, ":+_:Jl e^+ ur eSL oc o_t+A:
to;Kl ./ tl q .+,Jt
Pemilik bangunan masjid itu melepaskan bangunan masjid yang dibangunnya dari hak
miliknya, dari berbagai segi. Karena, seandainya bangunan masjidnya terletak ditingkat paling
atas, sedangkan ditingkat bawahnya terdapat toko-toko. Atau sebaliknya, yaitu bangunan
masjidnya terletak ditingkat paling bawah sedangkan ditingkat atasnya terdapat tokok-toko,
rnaka hak kepemilikannya pada masjidnya tersebut tidak lenyap (masih tetap menjadi miliknya),
karena masih ada kaitannya dengan hak manusia. Kedua, hendaklah pemiliknya mengizinkan
orang-orang menunaikan shalat di masjid yang telah dibangunnya tersebut.

2) Mazhab Maliki
Banyak penjelasan Imam Malik bahwa masjid adalah wakaf. Di antaranya adalah terlihat
saat menerangkan hukum menjual masjid.

c+ J+L -,1.F ,+ :i
ol cr+ _eL
-l. lrt,,,r .,-q U^ ,',liJi ; cJ!
fa,+l UiaJ ,r+:i . 4+,_& q C, a-ti gL
ll.e*Fll al'n"+ g.r' l:a uY r a.--,- gi d j_n: Y : dL,Jt" : cjt"
Saya (Sahnun) bertanya (kepada Ibnu Qosim): "Apakah orang yang membangun
masjid di rumahnya atau membangunnya di luar rumahnya, tetapi di tanahnya,
bukan di rumahnya, boleh menjual masjid yang dibangunnya tersebut ?"

Ibnu Qosim mengatakan: Malik mengatakan: "Orang tersebut tidak boleh menjual
masjid yang dibangunnya tersebut, karena masjid adalah (habs) (wakaf)".
"r,+-
;ts lit i=-:.-Jl LJ; ur 5:Jt tl.j.Jl burlt iaJjr;+.:*tr ,-"-r a'jilt cA Lr 36r : Etjt ijrj
Ji:lsYt, e Hl) . u"t1! t[l ii {LL
12

Malik mengatakan: "Orang yang membangun masjid boleh membangun rumah di


tingkat bahwahnya. Bangunan rumah di tingkat bahwahnya tersebut boleh
diwarisi ahli waris pemilik rumah. Sedangkan masjidnya tidak boleh diwarisi ahli
warisnya, apabila pemiliknya sudah menyerahkannya kepada masyarakat (untuk
tempat shalat)".

'o Al-qrhistany, JliJl -lJl ,r! ,l'r:. ^ll .1, i$l- , IV, hal. 356.
" Malik, Al-Mudayvwan at A l-Kubro, lY, hal. 259.
'' Al-Mawaq, At-Taj Wa Al-IHit Li Mukhtashari At-Khalil, X,hal. 219.

XV
u,.t-ill i^L,Ylj a!,. ll r-. _r & ,:t+ rJls lila.+ j:- Y ,J4Jl ,r_i dll- J} & g$ .r. , Jl cllis

Begitu pula masjid, tnenutut saya (Ibnu Al-Qasim), sama dengan pendapat Malik
tentang wakaf, yaitu tidak boleh dijual, jika pernbangunannya dilakukan dalam
rangka shodaqoh (sedekah/wakaf) dan untuk masyarakat umum.

Penjelasan Malik tentang pembangunan masjid di atas berkenaan dengan wakaf.


Buktinya disebutkan dalam bulcu Hasyiah Ad-Dusttqy 'Ala Asy-Syarhi Al-Kabir sbb. :
.6,r: rr i:E
ur r.,., ur *_i L-r il ,,j ,*,*;&Tf.,;,*,,zfltu]'i,,ilr,tH
"Kalau Wakif (pemberi wakaf) membangun sebuah masjid dan ia izinkan orang-
orang shalat padarya, maka pembangunan dan izinnya tersebut sama dengan
pernyataan bahwa masjidnya tersebut adalah wakaf, meskipun Ia tidak
menjelaskan masa wakafkanya adalah untuk masa tertentu atau untuk kelompok
orang tertentu, tanpa menentukan shalat yang diizinkannya tersebut adalah shalat
fardhu atau shalat sunnat. Semua penjelasan tersebut tidak diperlukan. Karena itu
ditetapkan status masjidnya sebagai wakaf.

YJ 4Ji,.5.L-9.I lri .q 4iu./.,,1 li! Ui . ...p$l a-l-.,i li! L" .,lo dJ , ,i..Jl s_,r+ Y : aJy_l
-
15
aSL +rY u+_t 6_.1:+ q . iJ.' iJ c.l^_l +i* &i 4J
e^=: U"U! a-.#
Kata Malik : Masjid itu tidak diwariskan. Pengertiannya ialah masjid yang dibuka
untuk masyarakat umum. Berbeda dengan orang yang membuat masjid di
rumahnya untuk tempatnya shalat, keluarganya shalat berjamaah dan tamu-
tamunya, dan tidak dibukanya untuk masyarakat umum. Masjid seperli ini boleh
ia wariskan dan ia rubah, karena termasuk miliknya.

3) Mazhab Syaf i
Mazhab Syafii juga mengatakan, status masjid adalah wakaf. Al-Ramli menjelaskan,
status pohon-pohon yang ditanam di masjid adalah pohon wakaf. Karena itu, apabila terdapat
pohon di masjid dan tidak diketahui dengan jelas statusnya apakah wakaf atau tidak, maka
ditetapkan sebagai wakaf. Dasarnya ialah kebiasaan.

Al-Ramly mengatakan:
r1! 1+ ij*r ri- u jl Liir J^ uJtrJ ilj r+ulr d .,rr$Ur Lr li; t1; u"j'ill p Ur3-tr err
U
jtr+ A; Ll Lr et'lt e * tA* r.1l i';-#r^ tl )+:Jt d e'r i:r, ;*rlJl ful (-.,r-r^:r, r : r.-
r=-'..'rr 'j4
lbl:'jci-.l !-il *|iL'-S eifl , ii4jtllt eA e'* lil >]*ll o: #r cir
16
.

Dalam pelajaran wakaf, timbul pertanyaan tentang tindakan yang dapat


dilakukakan terhadap pohon-pohon yang tumbuh di masjid dan tidak diketahui
dengan jelas statusnya apakah wakaf atau tidak. Jawabannya ialah, menurut
lahiriahnya, pohon yang ditanam di masjid adalah wakaf. Karena para ulama ahli
fikih menjelaskan dalam pembahasan tentang ash-shulhu, hukum penanaman

''a Mulik, Al-Mudawwan at al-Kubro, IY, hal. 259.


1
H asy i a h A d - D tt s uq y' A I a A s y - Sy arh i A l-Kabir, X]Vlr, hat. 2 40 .

l6Asy-Syibromalisy, HasyiahAsy-Syibromalisy,(Kairo:MusthofaAl-Halaby),Y,ha|.394.
pohon di masjid adalah boleh, jika tujuannya untuk kepentingan kaum muslirnin
secara umurn. Namun, jika tujuannya hanya untuk kepentingan penananmya
sendiri, hukumnya tidak boleh, rneskipun pohonnya tidak mengganggu masjid.

Kalau pohon-pohon yang tumbuh di rnasjid adalah wakaf, maka apalagi masjidnya
sendiri, sudah barang tentu juga berstatus wakaf. Karena pohon-pohon masjid tambahan di luar
masjid. Apakah tanah yang dibeli untuk dijadikan masjid atau bangunan yang dibangun untuk
dijadikan masjid mempunyai status sebagai masjid?
Dalam beberapa buku fikih dalam mazhab Syahi dijelaskan bahwa baik tanahnya
maupun bangunannya tidak menjadi masjid. Sebab itu tidak mempunyai status sebagai masjid.
Untuk merubah status tanah dan bangunan tersebut menjadi masjid, dapat dilakukan melalui satu
cara saja, yaitu diwakafkan sebagai masjid. Hal senada juga diungkapkan oleh Abu Thohir (w.
re
+lOH.j," Al-Mutuwally (w. 478H) t8 dan Al-Baghowy(w. 516 H.). Mereka mengatakan:
ri . . ,_.1tS^ll lra ,-'1,+ : cjt! :l I ^

Kalau pemberi wakaf masjid mengatakan dalam ikrar wakafnya,"Saya jadikan


tempat ini sebagai masjid.

Terkait dengan hal ini, Imam Nawawi menjelaskan bahwa ulama ahli frkih mazhab Syafii
berpendapat bahwa masjid harus berstatus wakaf. Nawawi mengatakan:

dt-6 . -iill -Et-iJi ,.,1," e..+ r+JJ al +.,Y I'r..,, , a:t+ g-r,+ll-r
J-*Jt-l -rntL :li :tiYl 1t!-r
;;.;
i
Al-Ustadz Abu rhohir, Al-Mutuw.;;'#
bunyi ikrar wakaf masjid seperti tersebut tidak membuat bangunan tersebut "iffi,]*=;rt# ;"il,l
menjadi masjid. Karena pernyataan-nya tersebut tidak mengandung kata
pemberian (ikrar) wakaf.

Abu Thohir mengatakan, kalau pemberi wakaf masjid tersebut


menyebutkan dalam ikrara wakafnya, "Saya jadikan tempat ini masjid karena
Allah," maka tempat yatg diwakafkannya tersebut menjadi masjid. Perlu
-diketahui,
bahwa ketiga ahli fikih mazhab Syafii di atas adalah sangat terkemuka
dikalangan ulama fikih dari berbagai mazhab. Selain ketiga ulama di atas, ada
juga beberapa ulama syaf iyah yang pendapatnya juga senada. Di antaranya
adalah sebagai berikut:

a) Al-Mawardy (w. 450 H)

'' As-Srbky, Thobaqot Asy-Syaf ilyah Al-Kubro,IV, hal. 198.


't As-S,,bky, Thobaqot Asy-Syafi'tyyah At-Kubro, V, hal. 5.
'e As-Subky, Thobaqot Asy-Syaf iyyah Al-Kubro, YlI,hal.77 .
20
Nawawi, ariiJl ;:c5drJCtIJl L-LJJ, (Beirut Dar Al-Kutub Al-'Ilmiyyah), V, hal. 387.

xvt
Disebutkan dalam buku Al-Kifayah bahwa pembangunan masjid di atas tanah
yang belurn dirniliki manusia sudah cukup untuk menjadikan bangunan rnasjid
tersebut mempunyai status masjid. Karena dengan membangunan bangunan
sebagai masjid dan niat menjadikannya masjid sudah cukup untuk memberikan
status masjid kepada bangunan tersebut. Sebab pernyataan memberikan wakaf
hanya diperlukan untuk melepaskan sesuatu dari kepemilikan pemiliknya. Tanah
yang belum menjadi milik manusia tidak perlu dilepaskan dari hak milik.

b) Abu Ishaq Asy-Syirazy @. a76 H)

illj! 4jY ,G63 J*J J 4+ 6)-l!.rUU .;oi ,i.,"t-, bu i


r='s O!, , dJi\ Yl ,-i!Jl e-: Y-l
++: .JL &
.zt6:,ls 6J$ll C d3s J;' (J^ ej-J * l;tt
Wakaf tidak sah kecuali dinyatakan (diikrarkan).dengan lisan (perkataan).
Seandainya pemberi wakaf membangunan masjid (tanpa ikrar), dan ia shalat pada
masjidnya tersebut, atau ia izinkan orang-orang shalat pada masjidnya tersebut,
maka bangunan masjidnya tersebut tidak menjadi bangunan wakaf. Karena wakaf
adalah melepaskan (menghilangkan) hak milik, demi beribadat (mendekatkan
diri) kepada Allah. Melepaskan hak milik tidak sah tanpa pernyataan (ikrar)
dengan lisan (perkataan), bagi orang mampu menyatakannya (mengikrarkan-nya)
dengan lisannya.

Hal tersebut sama halnya dengan pemberian kemerdekaan kepada budak. Sebab,
pemberian kemerdekaan kepada budak berarti melepaskan hak milik. Pemberian
kemerdekaan tersebut tidak sah tanpa pernyataan /ikrar dengan lisan/perkataan,
bagi orang mampu menyatakan-nya atau mengikrarkannya dengan lisannya.

Dengan demikian, kalau bangunannya tersebut tidak menjadi wakaf, berarti boleh
dijualnya, dihibahkannya dan diwariskannya. Apakah bangunannya tersebut
menjadi masjid, karena ia bangun dengan niat membangun masjid dan bentuk
bangunannya juga masjid? Secara lahiriyah, penjelasan Asy-Syirazy tersebut
mengandung arti tidak menjadi masjid, karena masjid harus terlepas dari hak
milik orang yang membangunnya.

c) Nawawi (w. 676 H)

+.ll e+ 6ii J lrs3 lri,", '. J I a+;>-tt ,.t' O.,iJ t{iiJa -.pc }:l 5LJl4!^,} *+ !,
" Y ai l: o3 +r: clli i sl- ,lJ- 6;*L r-J J oSt i
Kalau pemberi wakaf membangun bangunan, baik berbentuk masjid atau tidak,
dan ia mengizinkan orang melaksanakan shalat padanya, maka bangunannya
tersebut tidak menjadi masjid. Begitu pula kalau ia mengizinkan orang
dimakamkan di tanah miliknya, maka tanah miliknya tersebut tidak mempunyai
status pemakaman wakaf untuk umum, baik ia di sahalat pada tanahnya atau
tidak, dan di makamkan padanya atau tidak.

2,AbuIshaqAsy-Syirazy,Al-Muhadzdzab,(Kairo:Al-Imam),lY,hal.592.
22
Nawawi, &ai^ll ;rca dHll}]l l;JJ, (Beirut Darulkutub Al-'Ilmiyyah), V, hal. 388.

XV
d) Syarbini (w. 977 H)

23. 1i=-:.,i +f
i
rs'-r:+;l -l- i:J!i li=-:'i 4+'Jr-J il l+ stutt i Dlr u+l .-,+ Jlj
Kalau pemberi wakaf masjid mernbangun sebuah rumah, dan mengizinkan orang
melaksanakan shalat padanya, maka rumahnya tidak berubah menjadi masjid,
meskipun ia sendiri melaksanakan shalat di tempat tersebut dan berniat
menjadikannya masjid.

4) Mazhab Hambali

Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat sebagai berikut:


eIL 6c elJ , )-r* I'i... Jl- rG i L3 c .:,tlt a+ q^r+l,l f6--l a+ 6ry 'a..'Jl glS.r-r.3
. l:r_;^ I'i." , 4t+ 3,,J C ,1, , eLJll LLe3 , .r."=i at-Yl $r uU+ a-sl.-
Masjid yang telah digunakan shalat bery'amaah untuk umum, telah memiliki status
masjid wakaf. Dengan statusnya sebagai masjid, ia lepas dari hak milik
pemiliknya. Demikian menurut Ahmad bin Hanbal.

B. Dalil Status Masjid adalah Wakaf


Mazhab-mazhab fikih di atas mengungkapkan pandangan mereka tentang status masjid
adalah wakaf jelas berdasarkan pada dalil-dalil dari Al-Quran, Sunnah, dan Qiyas. Untuk
menelusurinya lebih detil dalil-dalil tersebut, simak penjelasan berikut ini.

1) Dalil al-Quran
Allah berfirman dalam surat al-Jin ayat l8:

(18 : cr+.lt; dl L- uJlLtr


"Sesungguhnya masjid-masjid itu adalqh untuk Allah Ta'ala.
Ayat di atas menjelaskan bahwa fisik bangunan masjid adalah berstatus wakaf. Maksud
"Masjid-masjid itu untuk Allah," adalah masjid-masjid itu dibangunan secara khusus untuk
menjadi tempat ibadat kepada Allah SWT semata, bukan untuk tujuan lain. Tujuan ini hanya
dapat tercapai melalui satu cara, yaitu melepaskan masjid dari hak milik pemiliknya dengan cara
mewakafkannya.Dengan mewakafkannya, berarti memberikan masjid tersebut menjadi milik
Allah SWT semata-mata.
Karena itu, tidak ada cara lain untuk menjadikan masjid yang dibangun hanya "untuk
Allah secara penuh", selain dengan cara wakaf. Ketika sudah diwakafkan, masjid tidak hanya
digunakan sebagai tempat ibadat kepada Allah, tetapi fisik bangunannya juga menjadi milik
Allah semata-mata. Dengan cara ini, maka masjid akan aman dari ganguan-gangguan tangan
manusia yang ingin mencari keuntungan dari bangunan masjid.
Ash-Showi, pendukung mazhab Maliki, juga mengemukakan bahwa bangunan masjid
adalah wakaf. Ia mengatakan:

4ll srJt bl_s:dv Jr-6 ;iqltr il11 lr uai-l] 41t;..,t.: :ril1 er].l ti ;ls 13! ul li:-'.,-e F"j u
c^ l;"rl
24 h:,l{lt t-1,

23
Asy-syarbi ny, Mughni Al-Muhtaj.
'o Ash-Showy, Hasyiah Ash-Showy, II, hal. 351.

XV
Yang disebut masjid ialah bangunan sebagaimana biasanya, terlepas dari hak
milik rnanusia, menjadi milik Allah, untuk tempat shalat dan ibadat lainnya. Allah .

SWT berfinnan'. "Masjid-nrusjid itu untuk AIIah."

2) Dalil Sunnah
Semasa hidup. Rasulullah Muhammad SAW mempunyai harta. Sumbernya dari mana?
Menurut penelitian Qadi 'Iyadh (w.544 H) berasal dari bermacam-macam sumber. Di antanya
adalah hibah, fai (rampasan tanpa peperangan) dan khumus (seperlima) daerah Khoibar dan
harta-harta yang diperoleh dari peperangan. Harla tersebut, tidak digunakan oleh Rasulullah
untuk kepentingannya sendiri, tetapi menafkahkannya untuk kepentinga keluarga dan umat Islarn
atau kepentingan umum.
Cara yang ditempuh Rasulullah Muhammad dalam menafkahkannya untuk kepentingan
umum adalah dengan menjadikan hartanya sebagai 45ssf drLJr d:Gr' (shodaqot muharromat),
atau dikenal dengan istilah wakaf. Rasulullah Saw. bersabda:

it-l +ix i.; ts,f t, Jr.-[r ej:'$! : iJu & +1. nl .,L4ll,JiJ b], l-ft dl tF
" (rrt rJt "lrJ). iiL rii , +l'i *-#s,
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda : Harta kekayaan
(warisan) saya berupa dinar tidak dibagikan kepada ahli waris saya. Semua harta
kekayaan (warisan) saya, selain untuk nafkah isteri-isteri saya dan upah untuk
pengelola sedekah (wakaf) saya, adalah sedekah (wakaf).

Apakah hadis tersebut shahih? Ulama Ahli hadis Al-Baghowy mengatakan:

, ,1 , 1'rr
' e" vr ,s'-^rr Oo
v t& +-5ij.
' J J' .*-ri
v'J di\i'' v' d;ct^!
dx -' O,c ra4 4+Jni 4i- .$ OO" ,',Jrs ljA
. erL tJo L^a)s
Para ulama sepakat tentang kesohihan hadis ini. Hadis ini diriwayatkan oleh:
Muhammad dari Ismail bin Abi Oweis dan muslim dari Yahya bin Yahya. Kedua
riwayat tersebut, baik yang diriwayatkan Muhammad maupun yang diriwayatakan
Muslim, adalah dari Malik. Imam Syafii menilai, kumpulan hadis yang
diriwayatkan Malik adalah kumpulan hadis yang paling sohih.

Dengan menjadikan harta warisannya sebagai wakaf, maka Rasulullah Muhammad


SAW. tidak mewariskan harta kekayaan kepada ahli warisnya, tetapi mewariskan manfaatnya
saja. Rasulullah SAW. menjelaskan orang-orang )/ang berhak mendapat manfaat dari harta
warisannya ada tiga, yaitu: isteri-isterinya sebagai nafkah; amilnya (pengelola wakafnya) sebagai
upah; masyarakat Islam secara umum sebagai sedekah.
Di antara nafkah yang ditinggalkan Rasulullah SAW. buat isteri-isterinya ialah beberapa
rumah yang sangat sederhana. Rumah-rumah itu dibangun Rasulullah untuk tempat tinggalnya
bersama dengan isteri-isterinya. Setelah Rasulullah wafat, isteri-isterinya tetap tinggal di rumah-
rumah tersebut. Perlu digaris bawahi, rumah tersebut bukan sebagai hak milik isterinya, tetapi
sebagai nafkah saja. Inilah yang dinilai sebagai pendapat kuat. Thobary mengatakan:

" Malik, Al-Muwaththo', II, hal.593.

XX
. c-,<+_,r_l.rJl ,''lity 0d lst c.,,gJtc.,:S:l_l.xl_,,U axj'd-,1,, C..,e-"_,,_t c.ri o.Jj,r_l . 6+-,,1i l-_l
p-rJ ..,+-r" r+ g3+rll 'l"'Jl c cp-l+ ,-,+j l\lJ .CUr ,rJc iJYr k+ a#F cX+-,r: dl-,, ,-+-:
26
atiriilJ el-iiiJl9..xl -i *; ats W ii,i tx a+"j*X 4,rj
Pendapat ini lebih kuat. Karena didukung oleh kenyataan bahwa ahli waris isteri-
isteri Rasulullah SAW. tidak mewarisi rumah-rumah tempat tinggal isteri-isteri
Rasulullah tersebut. Seandainya rumah-rumah tempat tinggal tersebut menjadi
hak milik isteri-isteri Rasulullah, tentu kepemilikan rumah-rumah tersebut pindah
ke tangan para ahli waris isteri-isteri Rasulullah SAW.

berarti rumah-rumah tersebut


Dengan tidak diwarisinya oleh ahli waris,
bukan hak milik isteri-isteri Rasulullah SAW. Setelah isteri-isteri Rasulullah
SAW. wafat, rumah-rumah yang pernah mereka tempati menjadi wakaf dan
digabungkan dengan Masjid Nabawi. Thobary mengatakan:

dJ^ drcl r-i-:s: OlS t++ d., l.^S ,-r:"j*X d ,.r-l cli-r r+ c;J+ijl r+*ll e.xj-* o.+-l hel-t
27 piri,t, c.,t-ii:.lt
Setelah isteri-isteri Nabi Saw. wafat pula, rumah-rumah tersebut dikembalikan
kepada statusnya sebagai sedekah Nabi SAW. sehingga, manfaatnya untuk umat
Islam, secara umum. Cara pengembaliannya-kepada statusnya sebagai sedekah
Nabi SAW-ialah penggabungannya (penyatuannya) dengan Masjid Nabawy.
Karena Masjid Nabawy dibangun untuk umat Islam, secara umum.

Begitu pula harta warisan Nabi SAW. yang diberikan kepada isteri-isterinya sebagai
nafkah. Setelah isteri-isterinya wafat, harta warisan tersebut tidak diberikan lagi kepada ahli
waris isteri-isteri Nabi SAW, tetapi digabungkan dengan harta-harta Nabi SAW. yang lain
sebagai sedekah, dan manfaatnya disalurkan untuk kepentingan umum.
Penggabungan rumah-rumah Rasulullah SAW. kepada masjid Nabawi sebagai wakaf
mengandung petunjuk, bahwa Masjid Nabawy adalah wakaf. Kalau tidak wakaf, tentu apa yang
telah diwakafkan (rumah Rasulullah SAW.) tidak boleh digabungkan kepada yang bukan wakaf.
Abu Umar Al-Qurthuby (wafat 463 H.), dalam bukunya yang berjudul At-Tamhid, mengatakan:

c,liill 6.,_xl OtS,f.ll i dl.I: d.! l.S 4*ii #^I*llf+,f$l .i.".lld a:!_1dJ5 cJ: OJr-f t-ls
a+^lJl iL- *f Li !-i dLll &i J! +_t J+!+J i*a" U &: f+t' irt .,l-.,i,t cJ_ry_,r eS;rr d
28.a.ri
a6:+^+ 6a L-
Setelah isteri-isteri Rasulullah Saw. wafat, maka rumah-rumah tersebut
'. ditambahkan kepada Masjid Nabawi. Masjid Nabawi adalah untuk kepentingan
,.r-rrm.'9

26
Ibnu Ha1r, Fathu Al-Bary,W,hal.2ll .
2'
Ibnu Hajr, Fathu Al-\ary, VI, hal. 2 I 1.
" Abu lJmar,At-Tamhid.
'n Iadi, pesan Rasulullah dalam hadis tersebut adalah tentang pemenuhan nafkah para isteri Rasulullah
selama mereka hidup, temyata sudah terpenuhi. Karena telah terpenuhi, maka status rumah-rumah mereka menjadi
hak kaum muslimin (wakaf). Sebab itu, rumah-rumah mereka ditambahan kepada Masjid Nabawi, dalam rangka
perluasan Masjid Nabawy, pembangunan Masjid Nabawi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat Islam
secara umum (wakafl.

XX
Penjelasan Abu Umar Al-Qurthuby (w. 463 H) dalam bukunya yang berjudil At-Tamhid
menjelaskan, status masjid Nabawy adalah wakaf, untuk kepentingan masyarakat Islam secara
umum. Pengertian kalimat untuk kepentingan ntasyarakat Islant secara utnunx adalah wakaf.
Karena itu, Ibnu Hajr menyimpulkan, rnaksud sedekah Nabi SAW. adalah wakaf. Ibnu Hajr
mengatakan:

,0. or,1 o; ot+ !q . it:..r cr^


* # d+ tG: +ri ,-,i.r 151,
Kalau sudah pasti bahwa Rasulullah Saw., sebelum wafat telah mewakafkan
haftanya, maka berarti ia tidak meninggalkan sesuatu yang menjadi harta
wadsannya. Jadi ia tidak diwarisi.

Kenyataan yang dipaparkan di atas merupakan bukti tentang legalnya wakaf dalam Islam.
Abu Umar Al-Qurthuby (w. 463 H) menjelaskan hal tersebut dalam bukunya yang berjudul At-
Tamhid.Ia mengatakan:

-,r:J- rJ. .':r-Jl glai3 -.;tJl jri '$l a;l! .+J t- A- & LLh aiill dr ls,i +=Jl l- .f-l
& gr- JSJI r.J+- dr^ dJ+-,=J'ni!y.-t a.lL u+-: Oi d+jl6i-e ol+-Jl c.rti.. ll d -i1-IJYI
J-"1 ql' ,ll & aS> OY 4J+".+ ,jr-i^ll .--eq Y igr.ll e,r-itl-r i-i,. ll jl_,* <+:. 6li_l:+ c,^
3l
.,rirl el.i el rU_.!l.li -.1+ d cl.I., 4-J-J 4t ,r** l- air..,Jc, .4 J
Dalam hadis ini terkandung masalah fikih. Hadis ini menjadi petunjuk (dalil)
tentang kebenaran pendapat para ahli fikih di Hijaz dan kebenaran pendapat para
ahli hadis tentang bolehnya wakaf (shodaqot muhabbasaf), yaitu shodaqoh yang
tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diberikan kepada ahli waris sebagai harta
warisan.
Mereka juga memperbolehkan pemilik harta mewakafkan hartanya buat
kebajikan. Wakafnya tersebut akan mengalirkan pahala kepadanya. Meskipun ia
sudah wafat, pahala itu tetap akan mengalir kepadanya. Hadis tersebut
menjelaskan pula tentang bolehnya wakif mewakafkan sesuatu yang tidak
diketahui jumlahnya. Karena jumlah semua harta yang telah diwakafkan oleh
Nabi SAW tidak diketahuinya.

Kalau memang Rasulullah SAW telah mewakafkan hartanya, pertanyaan yang timbul
kemudian, apakah Rasulullah Muhammad SAW. mengucapkan ikrar wakafl Ibnu Al-Munir
menarik kesimpulan yang baik dari hadis Rasulullah SAW. tentang harta warisannya yang tidak
diwarisi, karena menjadi sedekah. Kesimpulannya tersebut dikemukakannya dalam Al-Hasyiah,
sqbagaimana dikutip Ibnu Al-Hajr. Ia mengatakan:

o,. ill s,-ll (:


J"i , iiltJ . .-t -J L*'. v-
-tj-J. YJ T g_,ty
OJSj Wi Y {j., g'J- cjt" c.1l rJl ,,,;r-ll gr
.9_2lr v- rl ii.,,.r
-J{ - 5,
u,.r-rj
Hadis Rasulullah SAW. tersebut menjadi petunjuk bahwa orang yang
mengucapk an p ery ataan berbunyi :

,J,+.ll Ji.-,r!1. C+JF-iJl Jl gU-+ YJ L^ 6JSJ Ui 6_.r_i, Y fu'. .e-,11.:

to
Ibn, Hajr, Fathu Al-Bary, XII, hal. 9.
srAbu Umaq At-Tamhid.
3'
Ibnu Ha1r, Fathu Al-Bary,XII, hal. 9.

XX
"Rumah saya adalah sedekah yang tidak dijadikan harta waris kepada ahli walis
saya". Dengan pernyataannya itu, rumahnya tersebut berarli telah menjadi wakaf.

Jadi, menurut Ibnu Al-Munir', orang yang ingin mewakafkan rumahnya cukup
mengucapkan pernyata an yang berbunyi:
&_,ry Y ftir. .9_21-:

"Rumah saya adalah sedekah yang tidak diwarisi oleh ahli waris". Dengan
begitu, ia tidak perlu lagi menyebut kata wakaf atau kata al-habs dalam
pernyataannya (ikrar wakaf).

3) Ijma'
Syekh Abdullah Fauzan (Saudi Arabia) mengatakan:

YJ 4Jr -tlJi,il ) rlrr.3^ f -J-. G: l*SlU k*J .,i. Jri.,, o:S ) a-iJl Oi ,,Jc I
"'-+i etJll 0!i
u+ rt,lrll grt5 [ri."" ,* OiS r ellj .rL drr l- i+tsll c,1rt_,,rll ,-r^
,iJ Ji , .)=lllt+ k'6y ol_r- ._,r!i
Ol-,1Clrlrl r.,c t+;Il .i1." Jl JJ,:'6ts-i;ay;>.-tt
Para ulama ijma' (sepakat) bahwa sebidang tanah tidak mempunyai status sebagai
masjid, kecuali setelah pemiliknya mewakafkannya secara benar dan abadi, tidak
mengandung syarat dan khiyar (hak menariknya kembali), baik ia nyatakan
wakafnya dengan kata-kata atau ada tanda-tanda nyata yang menunjukkan ia
mewakafkannya, seperti ia bangun sebuah masjid dan ia izinkan orang-orang
melakukan shalat padanya.

4) Qiyas
Dalil keempat adalah qiyas, yaitu menyamakan masjid-masjid yang dibangun sejak masa
Rasulullah Muhammad SAW, dengan al-Masjid al-Haram.

C. Penerapan Status Wakaf Masjid di Masa Kini


Ketentuan masjid adalah wakaf diterapkan di negeri-negeri Islam, melalui peraturan
pembangunan masjid. Di antaranya adalah:

1) Saudi Arabia
I -^l3ggl6l5il2336lll3$qr-lJl J,"Yl_.r..:Y:i
cl5Yl .r! 'il,"Jl ,l+ 4+L. +iii,-it-6JYl: eJl 6-,)lj_e, ;ll<r.'
.'.ri(,,,11
c.,y+ : q,^_J r a!il_.y &--ri, l.r.." dJ-9S3J 6_rt5ll gt LLI JI ,-rl-. i ur e-i+- 6tst."o \ljl ' L!-E
..i..^ll scolJtJ..,ll a:+h-i6l-1.-tr ri^., ll ot+el-.,13-l-9,r'Jl -ltCgt"tt
cf-E rsL g;J L'-G '. '"ll oGl ; tilii
Arabia no. 031N12336 "+;Yl+.i!3
Peftama, Keputusan Raja Saudi tanggal 0510611399H
tentang penugasan Kementerian Haji dan Wakaf agar mengatur pelaksanaan
pemb angunan masj id di kornpl ek-komp lek p erumahan.
Kedua, agar kornplek-komplek perumahan menyediakan tanah yang cukup untuk
pembangunan rnasjid untuk komplek terdiri dari rumah-rumah untuk para
pelaksanauruSanmasjid,kamarkecil,tempatparkirmasjid.

XXI
Ketiga, bukti bahwa tanah ternpat pembangunan masjid adalah wakaf yang
disahkan oleh kantor Pengadilan.

2) Malaysia
Namun menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, di antaranya Mufti pulau
Penang, Malaysia, menjelaskan bahwa Kerajaan Malaysia mewajibkan masjid di
Malaysia harus berstatus wakaf.

3) Timur Tengah
Masjid-masjid di Timur Tengah adalah wakaf karena pada umumnya negeri-
negeri Arab dan Turki menganut menurutmazhab Hanafi. Saudi Arabia menganut
mazhab Hanbali seperli dijelaskan di atas. Sedangkan negeri-negeri Arab di
Afrika mengakut mazhab Maliki. Baik mazhab Hanafi, mazhab Maliki dan
mazhab Hanbali tidak mengakui bangunan masjid mempunyai status masjid
kecuali wakaf, sebagaimana dijelaskan di atas.

XXIII
Bagian Ketiga
Kesimpulan

Temuan dan data-data yang dipaparkan pada tulisan ini memperlihatkan bahwa jumlah
masjidl/mushalla yang berdiri di atas tanah non wakaf itu cukup besar. Bila dibiarkan, hal ini bisa
menjadi sumbu pendek terjadinya konflik dan kontroversi menyangkut status masjid. Karena itu,
muncul gagasan untuk merubah status tanah masjid rnenjadi tanah wakaf. Apakah hal ini
diperbolehkan dalam agama? Temyata berdasarkan ulasan di atas, menjadikan status tanah
masjid menjadi wakaf adalah bukan sekedar boleh, tetapi hukumnya adalah wajib.
Karena itu, ada beberapa catatan akhir yang perlu diperhatikan dalam rangka
pengadministrasian masjid dan wakaf ke depan.
1. Pembangunan masjid yang baru diharapkan mempeftimbangkan status legalitas tanah.
Sebaiknya masjid dibangun di atas tanah wakaf. Hal ini merupakan antisipasi awal yang
lebih baik atas te4'adinya persoalan hukum di kemudian hari, dan memagari masjid dari
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
2. Masjid yang sudah dibangun di atas tanah non wakaf agar didorong untuk diubah status
hukumnya menjadi tanah wakaf. Terutama masjid-masjid yang berstatus masjid nasional,
masjid propinsi, kabupaten, dan masjid desa. Hal ini untuk lebih melindungi status masjid
terkait perubahan sosial dan politik baik di tingkat lokal maupun nasional.
3. Perubahan status ini bukan berarti mengubah pengelolaan atas masjid tersebut. Pengelola
masjid bisa dikonversi sebagai nazir wakaf dalam bentuk organisasi, bukan perorangan.
Dalam hal ini, masjid yang dikelola oleh yayasan dan tanahnya belum berstatus wakaf,
ketika diubah maka yayasan tersebutlah yang nantinya menjadi nazir tanah wakaf
tersebut. Dengan demikian, pengelolaan masjid pun diharapkan bisa lebih berkembangan
dengan dikelola oleh sistem kenaziran wakaf yang independen dan professional.
4. Di samping alasan adrninistratif (kemaslahatan) diatas, menjadikan status masjid sebagai
wakaf adalah tindakan yang sangat dianjurkan oleh ulama ahli fikih dari empat madzhab.
Karena itu, untuk tujuan kemaslahatan dan kenyamanan umat Islam dalam beribadah,
pemerintah harus menerbitkan peraturan yang mengharuskan konversi status tanah
masjid menjadi tanah wakaf. Sebab, tidak ada salahnya jika status hukum masjid ini
diperkuat lagi dengan status hukum wakaf, karena akan memberikan double protection
dari sisi hukum positif.

XXIV
Lampiran:

Tabel 6
PERKIRAAN JUMLAH TANAH WAKAF DI INDONESIA YANG
AKAN DIVERIFIKASI MELALUI SENSUS

JUX{ LA I{ TANAI{ \\TAKAF TIDAK TANAH WAKAF


NO. PROVINSI BERSERTIFIKA
LOCATIO BERSERTIFIKA BERSERTIFIKA
VOLUME IlI2 T
N T T ('A)
ACEH 27,416 1,333 ,233.627 .26 12,245 15,17 I 45
2 SUMATERA UTARA 16,084 32,293,8 15.00 7,497 8,587 47 o/

3 SUMATERA BARAT 6,093 4,t67 I,926 68


7 .463.355 00
4 RIAU 7,897 91,448,625.81 2,76t 5.136 35 %
5 .IAMBI 6,3 l6 14.801.083.98 4,153 2,163 66
SUMATERA
6 8,513 3,605 4,908
SELATAN 2.854.7 t5.96 42

7 BENGKULTJ 924 'l56 r68 82


1.034.246.00
8 LAMPUNG t5.433 23,172,952 00 9.402 6,031 6l
9 DK] JAKARTA 5,661 4,172 1,489 '74
9-35'7.94s.00
l0 JAWA BARAT 70,7 49 lL6,662,0t7.81 45,40t 25,348 64
II JAWA TENGAH 96,874 82,009,t36.22 78,942 l7 -932 8l
t2 YOGYAKARTA 7,359 6,715 644 9l /o
2.485.518 00
l3 JAWA TIMUR '74,429 58,239272.20 54.193 20236 73
t4 BALI 1,217 t,076 t41 88
1.899.343.00
l5
NUSATENGGARA
- I

ennAr | |,793 83,060,488.00 '1,635 4,t 58 65


NUSA TENGGARA
l6 7,021 1,37 5 646 68
TIMUR 5,685,153.25
KALIMANTAN
l7 5,123 29,059,836 00 2,062 3,061 40
BARAT
KALIMANTAN
18 2,502 40,988,556 66 t,768
TENGAH 734 7l /o
KALIMANTAN
l9 8,712 r r0208,613.s4 727t 1,50 83
SELATAN r

KALIMANTAN
20 3.53 5 I 4, I 65,51 8.94 1277 2258
TIMI]R 36

2l SULAWESI UTARA 897 310 587 35 %


1.457 .963.00

22 SULAWESI TENGAH 3,197 1,87 4 1,321 59 %


5.782.021.00
SULAWESI
23 9,356
SELATAN 14,476,00',1 .00 5,748 3,608 6l
SULAWESI
24 1,82'.7 1,699 128
TENGGARA 4,366.536.00 93

25 MALUKU 597 270 32',7 45


5,s52.484.00
26 MALUKU I]TARA 1,467 I 6,135,042.00 887 580 br.l /o
27 PAPUA 3:19 135 204 40
694.466.00
28 BANTEN l3,480 35,618,445.00 10,41 8 3,062
BANGKA
29 I.189 t,040 149
BELITUNC 3.3 t7 ;702 00 8'7

30 GORONTALO r,878 '169 1,109 4t


4.53't .827 .t t

3l SULAWESI BARAT 834 683 I 15t


3,671.718 00
32 KEPULAUAN RIAU 925 281 644 30 /o
9.026.091.00
33 PAPUA BARAT 283 67 2t6 24
540.138 00

Total 4 r 5,980 2,171,300.341.74 2E0,654 tJ5J26 67


BA

..

i'

Anda mungkin juga menyukai