AmeliaFauzia - Status Tanah Masjid HARUS WAKAF
AmeliaFauzia - Status Tanah Masjid HARUS WAKAF
HARU' WAKAF
Tim Penyusun:
1. Dr. KH. Anwar Ibr.ahim
2. Dr. Amelia Fauzia
3. H.M. Cholil Nafis, ph.D
4. Abdullah Ubaid, MA
Kata Pengantar
Bagian Pertama
Dilema Masjid di Lahan Bukan Wakaf
A. Kontroversi dan Konflik Sosial Terkait Status Masjid
B. Perlumbuhan Masjid dan Wakaf di Indonesia
C. Pendirian Masjid di atas Tanah non Wakaf: Kasus DKI Jakarta
Bagian Kedua
Status Masjid, Haruskah Wakal?
A. Pandangan Ulama Empat Madzhab
B. Dalil Status Masjid adalah Wakaf
C. Penerapan Status Wakaf Masjid di Masa Kini
Bagian Ketiga
Kesimpulan
Lampiran
lil
Bagian Peftama
Dilema Masjid di Lahan Bukan Wakaf
JUMLAH TANAH
WAKAF TIDAK TANAH WAKAF
BERSERTIFIKA
Y PROVINSI
LOKAS
LUAS M2
T
T T (.4\
I
NANCGROE ACEH
I t224s I 5,17 I 45
DARUSSALAM 2't.416 t -333.233.627.26
2 JAWA BARAT 45,401 25,348 64
70.749 I 1 6.662.0 I 7.E I
KALIMANTAN
J
SEI,ATAN
8,772 1 r 0,20E,613.54 727t 1,501 83
NUSA TENGGARA
5 7,63s 4,158 65
BARAT I1.79i 83.060.488.00
Sedangkan jika menilik kuantitas lokasi tanah wakaf, maka lokasi tanah wakaf paling
banyak adalah di propinsi Jawa Timur. Dan pulau Jawa merupakan pulau yang paling banyak
lokasi wakaf. Dua tabel data ini memperlihatkan bahwa banyaknya lokasi wakaf sejalan dengan
perkembangan Islam di tempat tersebut, yang memang dari sejarahnya Islam berkembang dan
masuk melalui daerah Sumatera bagian utara, dan juga di pulau Jawa. Wakaf di Papua dan Papua
Barat memperlihatkan jumlah yang paling sedikit, karena memang proses Islamisasi tidak massif
di-wilayah tersebut. Sedangkan dari sisi luas wakaf, yang dominan adalah propinsi di luar pulau
Jawa. Dan terlihat bahwa walaupun lokasi wakafnya tidak sebayak daerah lain, Kalimantan
Selatan berpotensi besar untuk pengembangan wakaf produktif karena luasnya lokasi wakaf di
sana.
Tabel2
Daftar Urut 5 Besar Lokasi Tanah Wakaf Terbanyakberdasarkan Propinsi di Indonesia
Sayang sekali penulis belurn dapat menampilkan angka pertumbuhan wakaf pada tahun-
tahun belakangan ini. Setidaknya studi sejarah menunjukkan bahwa pertumbuhan wakaf sejak
awal perkembangan Islam sampai pada tahun l970an cukup signifikan.l Terlebih lagi jika
diasumsikan bahwa wakaf berlambah sejalan dengan bertambahnya masjid. Sedangkan angka
pertumbuhan masjid dan mushalla di Indonesia cukup tinggi. Terlebih lagi jika dilihat tidak saja
penambahan jurnlah masjid tapi pelebaran atau perluasan. Karena itu tidak terlalu tepat
pernyataan bahwa perkembangan masjid lebih rendah daripada perkembangan rumah ibadah
agama lain, karena hanya melihat sisi penambahan masjid baru.
Jika dilihat dari jumlah masjid, terlihat ada kesenjangan dengan data jumlah lokasi wakaf
di Indonesia.Data di bawah ini mencoba membandingkan antara data masjid dengan data wakaf.
Hal ini bertujuan untuk melihat jumlah masjid dan mushalla yang kemungkinan besar didirikan
tidak di tanah wakaf.
Dari data ini terlihat bahwa penambahan jumlah masjid dan mushalla cukup tinggi. Dari
tahun 1957 ke 1997 (selama 20 tahun) te{adi dua kali lipat pertambahan jumlah masjid dan
mushalla. Dari tahun 1997 sampai 2004 terjadi lonjakan pertumbuhan yang sangat pesat (hampir
dua kali lipat) hanya selama 8 tahun. Sayangnya tidak ada data wakaf dari tahun-tahun tersebut
yang dapat ditampilkan, untuk bisa membandingkan perkembangan keduanya.
Yang penting untuk diamati adalah jumlah masjid dan Mushalla pada tahun 2010 yaitu
sebanyak 710.000 dibandingkan dengan jumlah data wakaf pada tahun yang sama yaitu 415.980.
Artinya, terdapat sejumlah 294,020 masjid/mushalla yang belum berstatus wakaf, kalau
dipersentasikan yaitu sebesar 4lYo.Dataini sangat besar. Melihat kasus-kasus kontroversi masjid
pada bagian pertama di atas, sepertinya, data ini cukup valid, bahwa banyak sekali masjid yang
dibangun di atas lahan bukan wakaf. Lebih jelasnya validitas data ini akan didiskusikan di bawah
ini dengan merujuk pada kasus masjid dan non wakaf DKI Jakarta.
' Lihut Amelia Fa:uzia, Faith and the State: A History of Islamic Philanthropj, in Indonesia, Disertasi
Universitas Melbourne, 2008.
VI
C. Pendirian Masjid di atas Tanah non Wakaf: Kasus DKI Jakarta
Angka di atas, yaitu sebanyak294,020 (atau 41%) masjid/mushalla di Indonesia beldiri di
atas tanah non wakaf cukup fantastis. Algka ini setidaknya mendekati dan bahkan lebih besar
dari perkiraan Dewan masjid Indonesia (DMI) yang menyatakan "sekitar 30o/o dari 700 ribu
masjid di tanah air tidak memiliki status hukum yang jelas."2
Masih merujuk pada table 3 di atas, dapat dikalkulasi bahwa di DKI Jakarta terdapat
2.831 nrasjid yang betdili bukan di atas tanah wakaf, atau sebesar 33%. Lagi-lagi ini angka yang
cukup besar. Namun tentu lebih baik dibandingkan dengan persentase nasional. Dalam hal ini
bisa dikatakan bahwa di DKI Jakarla jumlah masjid/mushalla yang berstatus bukan wakaf lebih
sedikit dibandingkan dengan daerah lain dilihat dari angka nasional.
Jangankan masjid/mushalla kecil di pedesaan atau di daerah ramai penduduk, masjid-
masjid besar yang merupakan representasi wilayah propinsi dan kabupaten juga masih ada yang
berstatus bukan wakaf. Misalnya, Masjid Al-Akbar Surabaya, salah satu masjid yang cukup
spektakuler besarnya dan indah dari sisi arsitekur, ternyata tanahnya masih merupakan aset
pemerintah daerah. Begitu juga Masjid Agung Palembang, status tanahnya masih merupakan
tanah pemda, belum wakaf.
Demikian halnya yang terjadi di DKI Jakarta.Hasil penelusuran singkat status tanah
masjid-masjid yang besar memperlihatkan bahwa masjid-masjid besar yang dianggap cukup
representatif yang terdapat di dalam kota maupun sedikit ke luar kota, ternyata banyak yang
belum bertatus wakaf. Lihat tabel4 di bawah ini.
2Pemyataan
dari M. Suaib Didu yang dikutip oleh Republika, di "Alih Lahan Masjid Tak Bermasalah",
Republika 10 Mei 201l.
Jl. Benyarnin Sueb Blok Boing
13 Masj id Akbar Kernayoran Pemda DKI
Jak-pus
14 Masjid al-Musyawarah Kota Satelit Kelapa Gading PT Sumericon Agung
l5 Masjid Ni'matul Ittihad Pondok Pinang Pemda DKI
16 Masjid Cut Mutia Jln. Cut Mutia, kp.Melayu Jaktim Geduns dan tanah pemda
Karang Tengah Lebak Bulus Jak-
17 Masjid Darul Adzkar Yayasan Darul Adzkar
Sel
Yayasan Kel. Umar Wirahadi
l8 Masjid Bani Urnar Bintaro, Jaksel
Kusuma
19 Masj id At-Tawab Ciledug larangan Indah Ciledug Pengembang Larangan Indah
Masjid Al-Falah Bona
20 Cilandak, kbak Bulus Pengembang Bona Indah
Indah
MasjidAl-Hikmah
27 Sarinah, Thamrin, Jak-pus Pengembang PT Sarinah
(Sarinah)
Sumber: Informasi di dapat dari sumber-sumber yang berbeda, sebagian dari profil online,
sebagian wawancara konfirmasi via telpon, dan sebagian merupakan observasi dan wawancara
dengan pengurus secara langsung. Terima kasih kepada Nany Al-Muin, MA dan Nurul Roaz Al-
Rashid yang telah membantu sebagian verifikasi data ini. (Penulis berterima kasih jika diberi
tahu seandainya ada data di atas yang kurang tepat).
Pemilihan masjid di atas tidak diambil secara acak (random), namun berdasarkan
pengamatan masjid yang cukup besar. Karenanya data ini bersifat purposive sampling. Yang
paling menyolok adalah Masjid Istiqlal yang menjadi kebanggaan nasional, yang temyata berdiri
di atas tanah pemerintah daerah. Melihat proses pendirian beberapa masjid di atas, termasuk
Istiqlal, bisa dipahami mengapa status tanah masjid itu merupakan tanah aset pemerintah, bukan
tanah wakaf. Dan pada masa pendirian Istiqlal kondisi sosial dan politik mendorong untuk
penyegeraan pendirian sebuah masjid nasional bahkan terbesar di Asia Tenggara ketika itu.
Artinya, status yang demikian tidak terlalu salah pada saat itu. Namun sejalan dengan waktu,
perlu dipertimbangkan pengalihan status tanah masjid-masjid di atas menjadi tanah wakaf,
dengan tetap mempertimbangkan pengelolanya.
Dari data di atas, setidaknya terdapat tiga kategori status tanah masjid yang belum wakaf di
atas.
l. Tanah milik pemerintah, baik itu pemerintah pusat, daerah, maupun suatu departemen;
2.Tanah milik yayasan, baik itu yayasan keluarga atau lainnya, maupun milik pribadi;
3..Tanah milik pengembang perumahan atau perkantoran.
Persentasenya adalah sebagai berikut:
X
Bagian Kedua
Status Masjid, Haruskah Wakaf?
3O+I*lt
.rJr C_l ,r-o3 r=1*Jl OIS J-; ,i,l ,J- riil cj_r.-r Ol
;,rt-: !l-
Rasulullah SAW melaksanakan shalat di masjid-masjid. Masjid-masjid tersebut
adalah wakaf kepada kaum muslimin.
Tak ayal, Rasulullah Muhammad SAW. memang sosok perintis yang menjadikan masjid
berstatus wakaf. Keterangan ini dapat disimak pada hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik.a Dalam hadis tersebut dil sahkan, setelah Rasulullah SAW. tiba di Madinah, ia menl'uruh
membangun masjid.
"Hai Bani An-Najjar: Juallah kebun (tanah) kalian dengan menentukan harganya," pTita
Rasulullah SAW.
"Tidak, demi Allah, kami tidak minta harganya (pahalanya) kecuali dari Allah,"
Jawab bani Najjar.
4i^i L+++ Oi ;S; l+i -*i C-, 1& ,i,t .,J- ui ,ryjl .p _>u cr r;:Il_5Jl uc \-.., CJ{l -Si
"+Xl u
6 l^AUocl 1* 4;,Jb: : ,]i.
-.,*U., r^jip
6
Ibnu Hajr, Fathu Al-Bary, Ytr,hal. 246.
xi
Ibnu Saa'd meriwayatkan dari Mu'ammar dan dari Zultri, bahwa Rasulullah
SAW. menyuruh Abu Bakar membayar harganya kepada Suheil dan Sahl, tanpa
menyebutkan angkanya. Riwayat lain menyebutkan, Abu Bakar membayar
kepada keduanya dengan harga 10 Dinar.
Kemungkinan kedua, dana tersebut dari Bani An-Najjar. Hal ini sebagaimana tercermin
dari jawaban sahabat-sahabat Bani An-Najar yang menunjukkan, bahwa mereka ingin
rnemberikan dana kepada Rasulullah SAW. untuk rnembeli tanah milik Sahal dan Suhail.
Dalam riwayat tersebut mernang tidak dijelaskan sumber dananya, apakah dananya
tersebut uang Rasulullah yang ada di tangan Abu Bakar, atau pemberian Abu Bakar kepada
Rasulullah, atau pemberian orang-orang Bani Najjar kepada Rasulullah Saw. Jelasnya,
Rasulullah memperoleh tanah Masjid Nabawi dengan cara membelinya, bukan hibah. Jadi, tanah
rnasjid Nabawi mulanya adalah tanah milik Sahal dan Suheil. Rasulullah Muhammad SAW
membelinya dan membangun masjid Nabawi di atas tanah tersebut. Semenjak itu, status tanah
dan masjid Nabawi adalah wakaf untuk umat Islam.
Sepeninggal Rasulullah SAW., apakah masjid-masjid yang didirikan oleh para sahabat
dan generasi setelahnya itu juga berstatus wakaf? Inilah yang menjadi bahan kajian para ulama
fikih dalam diskursus status masjid. Meski diawali dengan perdebatan, tapi muaranya adalah
ungkapan yang senada tentang keharusan status tanah masjid sebagai wakaf. Untuk lebih
detilnya, berikut ini adalah penjelasan ulama dari empat mazhab fikih tentang status tanah
masjid.
1) MazhabHanafi
Ulama fikih mazhab Hanafi berpendapat, masjid harus berstatus wakaf. Bangunan masjid
yang bukan wakaf berarti bukan masjid, meskipun diberi nama masjid. Ia tak ubahnya mushalla.
Muhammad bin Faromuz (w. 885 H) menjelaskan pendapat Abu Hanifah tentang masjid dalam
bukunya yang berjudul,.lS-Yl )f Cy 3tS-Jl -1;. Ia mengatakan:
Wakaf itu, menurut mazhab Hanafi, tidak mengikat, kecuali didukung oleh salah
satu dari empat dukungan. Pertama, putusan hakim bahwa hak milik pemberi
wakaf pada harta yang telah diwakafkannya tidak ada lagi. Kedua, kematian
wakif (pemberi wakaf), jika pemberian wakafnya dikaitkannya dengan
kematiannya. Misalnya ia menyebutkan dalam ikrar wakafnya, "Apabila saya
wafat, maka saya wakafkan rumah saya kepada...". Apabila ia meninggal dunia,
setelah mernberikan pernyataannya tersebut, maka wakafnya sah dan mengikat,
dengan syarat harta yang diwakafkannya tersebut di luar dari sepertigahartanya.
7
Muhammad bin Faromuz, lls-ll JJE E-*i,.tS-:t JJi, VI, hal. ll4.
8
Muhammad bin Faromuz, elS.)l -.r-p, 6r ,.tS-lt JJr, VI, hal. 115.
e
Muhammad bin Faromuz, rK-!l JJE C_F els-lt JJ.l, VI, hal. I16.
xilt
Ketiga, pernyataan wakif sebagai berikut, "Saya wakafkan... selama saya hidup
dan setelah saya wafat, unfuk selama-lamanya." Keerrtpa(; atau wakif
membangun masjid dan melepaskan hak miliknya dari bangunan masjidnya, serta
jalan menuju dan dari masjid tersebut.
,j=..j,I.3J aSL g!r; Y L-SJL;i .+tr= Lli*ll, l.i..o dJtS -5J, ":+_:Jl e^+ ur eSL oc o_t+A:
to;Kl ./ tl q .+,Jt
Pemilik bangunan masjid itu melepaskan bangunan masjid yang dibangunnya dari hak
miliknya, dari berbagai segi. Karena, seandainya bangunan masjidnya terletak ditingkat paling
atas, sedangkan ditingkat bawahnya terdapat toko-toko. Atau sebaliknya, yaitu bangunan
masjidnya terletak ditingkat paling bawah sedangkan ditingkat atasnya terdapat tokok-toko,
rnaka hak kepemilikannya pada masjidnya tersebut tidak lenyap (masih tetap menjadi miliknya),
karena masih ada kaitannya dengan hak manusia. Kedua, hendaklah pemiliknya mengizinkan
orang-orang menunaikan shalat di masjid yang telah dibangunnya tersebut.
2) Mazhab Maliki
Banyak penjelasan Imam Malik bahwa masjid adalah wakaf. Di antaranya adalah terlihat
saat menerangkan hukum menjual masjid.
c+ J+L -,1.F ,+ :i
ol cr+ _eL
-l. lrt,,,r .,-q U^ ,',liJi ; cJ!
fa,+l UiaJ ,r+:i . 4+,_& q C, a-ti gL
ll.e*Fll al'n"+ g.r' l:a uY r a.--,- gi d j_n: Y : dL,Jt" : cjt"
Saya (Sahnun) bertanya (kepada Ibnu Qosim): "Apakah orang yang membangun
masjid di rumahnya atau membangunnya di luar rumahnya, tetapi di tanahnya,
bukan di rumahnya, boleh menjual masjid yang dibangunnya tersebut ?"
Ibnu Qosim mengatakan: Malik mengatakan: "Orang tersebut tidak boleh menjual
masjid yang dibangunnya tersebut, karena masjid adalah (habs) (wakaf)".
"r,+-
;ts lit i=-:.-Jl LJ; ur 5:Jt tl.j.Jl burlt iaJjr;+.:*tr ,-"-r a'jilt cA Lr 36r : Etjt ijrj
Ji:lsYt, e Hl) . u"t1! t[l ii {LL
12
'o Al-qrhistany, JliJl -lJl ,r! ,l'r:. ^ll .1, i$l- , IV, hal. 356.
" Malik, Al-Mudayvwan at A l-Kubro, lY, hal. 259.
'' Al-Mawaq, At-Taj Wa Al-IHit Li Mukhtashari At-Khalil, X,hal. 219.
XV
u,.t-ill i^L,Ylj a!,. ll r-. _r & ,:t+ rJls lila.+ j:- Y ,J4Jl ,r_i dll- J} & g$ .r. , Jl cllis
Begitu pula masjid, tnenutut saya (Ibnu Al-Qasim), sama dengan pendapat Malik
tentang wakaf, yaitu tidak boleh dijual, jika pernbangunannya dilakukan dalam
rangka shodaqoh (sedekah/wakaf) dan untuk masyarakat umum.
YJ 4Ji,.5.L-9.I lri .q 4iu./.,,1 li! Ui . ...p$l a-l-.,i li! L" .,lo dJ , ,i..Jl s_,r+ Y : aJy_l
-
15
aSL +rY u+_t 6_.1:+ q . iJ.' iJ c.l^_l +i* &i 4J
e^=: U"U! a-.#
Kata Malik : Masjid itu tidak diwariskan. Pengertiannya ialah masjid yang dibuka
untuk masyarakat umum. Berbeda dengan orang yang membuat masjid di
rumahnya untuk tempatnya shalat, keluarganya shalat berjamaah dan tamu-
tamunya, dan tidak dibukanya untuk masyarakat umum. Masjid seperli ini boleh
ia wariskan dan ia rubah, karena termasuk miliknya.
3) Mazhab Syaf i
Mazhab Syafii juga mengatakan, status masjid adalah wakaf. Al-Ramli menjelaskan,
status pohon-pohon yang ditanam di masjid adalah pohon wakaf. Karena itu, apabila terdapat
pohon di masjid dan tidak diketahui dengan jelas statusnya apakah wakaf atau tidak, maka
ditetapkan sebagai wakaf. Dasarnya ialah kebiasaan.
Al-Ramly mengatakan:
r1! 1+ ij*r ri- u jl Liir J^ uJtrJ ilj r+ulr d .,rr$Ur Lr li; t1; u"j'ill p Ur3-tr err
U
jtr+ A; Ll Lr et'lt e * tA* r.1l i';-#r^ tl )+:Jt d e'r i:r, ;*rlJl ful (-.,r-r^:r, r : r.-
r=-'..'rr 'j4
lbl:'jci-.l !-il *|iL'-S eifl , ii4jtllt eA e'* lil >]*ll o: #r cir
16
.
l6Asy-Syibromalisy, HasyiahAsy-Syibromalisy,(Kairo:MusthofaAl-Halaby),Y,ha|.394.
pohon di masjid adalah boleh, jika tujuannya untuk kepentingan kaum muslirnin
secara umurn. Namun, jika tujuannya hanya untuk kepentingan penananmya
sendiri, hukumnya tidak boleh, rneskipun pohonnya tidak mengganggu masjid.
Kalau pohon-pohon yang tumbuh di rnasjid adalah wakaf, maka apalagi masjidnya
sendiri, sudah barang tentu juga berstatus wakaf. Karena pohon-pohon masjid tambahan di luar
masjid. Apakah tanah yang dibeli untuk dijadikan masjid atau bangunan yang dibangun untuk
dijadikan masjid mempunyai status sebagai masjid?
Dalam beberapa buku fikih dalam mazhab Syahi dijelaskan bahwa baik tanahnya
maupun bangunannya tidak menjadi masjid. Sebab itu tidak mempunyai status sebagai masjid.
Untuk merubah status tanah dan bangunan tersebut menjadi masjid, dapat dilakukan melalui satu
cara saja, yaitu diwakafkan sebagai masjid. Hal senada juga diungkapkan oleh Abu Thohir (w.
re
+lOH.j," Al-Mutuwally (w. 478H) t8 dan Al-Baghowy(w. 516 H.). Mereka mengatakan:
ri . . ,_.1tS^ll lra ,-'1,+ : cjt! :l I ^
Terkait dengan hal ini, Imam Nawawi menjelaskan bahwa ulama ahli frkih mazhab Syafii
berpendapat bahwa masjid harus berstatus wakaf. Nawawi mengatakan:
dt-6 . -iill -Et-iJi ,.,1," e..+ r+JJ al +.,Y I'r..,, , a:t+ g-r,+ll-r
J-*Jt-l -rntL :li :tiYl 1t!-r
;;.;
i
Al-Ustadz Abu rhohir, Al-Mutuw.;;'#
bunyi ikrar wakaf masjid seperti tersebut tidak membuat bangunan tersebut "iffi,]*=;rt# ;"il,l
menjadi masjid. Karena pernyataan-nya tersebut tidak mengandung kata
pemberian (ikrar) wakaf.
xvt
Disebutkan dalam buku Al-Kifayah bahwa pembangunan masjid di atas tanah
yang belurn dirniliki manusia sudah cukup untuk menjadikan bangunan rnasjid
tersebut mempunyai status masjid. Karena dengan membangunan bangunan
sebagai masjid dan niat menjadikannya masjid sudah cukup untuk memberikan
status masjid kepada bangunan tersebut. Sebab pernyataan memberikan wakaf
hanya diperlukan untuk melepaskan sesuatu dari kepemilikan pemiliknya. Tanah
yang belum menjadi milik manusia tidak perlu dilepaskan dari hak milik.
Hal tersebut sama halnya dengan pemberian kemerdekaan kepada budak. Sebab,
pemberian kemerdekaan kepada budak berarti melepaskan hak milik. Pemberian
kemerdekaan tersebut tidak sah tanpa pernyataan /ikrar dengan lisan/perkataan,
bagi orang mampu menyatakan-nya atau mengikrarkannya dengan lisannya.
Dengan demikian, kalau bangunannya tersebut tidak menjadi wakaf, berarti boleh
dijualnya, dihibahkannya dan diwariskannya. Apakah bangunannya tersebut
menjadi masjid, karena ia bangun dengan niat membangun masjid dan bentuk
bangunannya juga masjid? Secara lahiriyah, penjelasan Asy-Syirazy tersebut
mengandung arti tidak menjadi masjid, karena masjid harus terlepas dari hak
milik orang yang membangunnya.
+.ll e+ 6ii J lrs3 lri,", '. J I a+;>-tt ,.t' O.,iJ t{iiJa -.pc }:l 5LJl4!^,} *+ !,
" Y ai l: o3 +r: clli i sl- ,lJ- 6;*L r-J J oSt i
Kalau pemberi wakaf membangun bangunan, baik berbentuk masjid atau tidak,
dan ia mengizinkan orang melaksanakan shalat padanya, maka bangunannya
tersebut tidak menjadi masjid. Begitu pula kalau ia mengizinkan orang
dimakamkan di tanah miliknya, maka tanah miliknya tersebut tidak mempunyai
status pemakaman wakaf untuk umum, baik ia di sahalat pada tanahnya atau
tidak, dan di makamkan padanya atau tidak.
2,AbuIshaqAsy-Syirazy,Al-Muhadzdzab,(Kairo:Al-Imam),lY,hal.592.
22
Nawawi, &ai^ll ;rca dHll}]l l;JJ, (Beirut Darulkutub Al-'Ilmiyyah), V, hal. 388.
XV
d) Syarbini (w. 977 H)
23. 1i=-:.,i +f
i
rs'-r:+;l -l- i:J!i li=-:'i 4+'Jr-J il l+ stutt i Dlr u+l .-,+ Jlj
Kalau pemberi wakaf masjid mernbangun sebuah rumah, dan mengizinkan orang
melaksanakan shalat padanya, maka rumahnya tidak berubah menjadi masjid,
meskipun ia sendiri melaksanakan shalat di tempat tersebut dan berniat
menjadikannya masjid.
4) Mazhab Hambali
1) Dalil al-Quran
Allah berfirman dalam surat al-Jin ayat l8:
4ll srJt bl_s:dv Jr-6 ;iqltr il11 lr uai-l] 41t;..,t.: :ril1 er].l ti ;ls 13! ul li:-'.,-e F"j u
c^ l;"rl
24 h:,l{lt t-1,
23
Asy-syarbi ny, Mughni Al-Muhtaj.
'o Ash-Showy, Hasyiah Ash-Showy, II, hal. 351.
XV
Yang disebut masjid ialah bangunan sebagaimana biasanya, terlepas dari hak
milik rnanusia, menjadi milik Allah, untuk tempat shalat dan ibadat lainnya. Allah .
2) Dalil Sunnah
Semasa hidup. Rasulullah Muhammad SAW mempunyai harta. Sumbernya dari mana?
Menurut penelitian Qadi 'Iyadh (w.544 H) berasal dari bermacam-macam sumber. Di antanya
adalah hibah, fai (rampasan tanpa peperangan) dan khumus (seperlima) daerah Khoibar dan
harta-harta yang diperoleh dari peperangan. Harla tersebut, tidak digunakan oleh Rasulullah
untuk kepentingannya sendiri, tetapi menafkahkannya untuk kepentinga keluarga dan umat Islarn
atau kepentingan umum.
Cara yang ditempuh Rasulullah Muhammad dalam menafkahkannya untuk kepentingan
umum adalah dengan menjadikan hartanya sebagai 45ssf drLJr d:Gr' (shodaqot muharromat),
atau dikenal dengan istilah wakaf. Rasulullah Saw. bersabda:
it-l +ix i.; ts,f t, Jr.-[r ej:'$! : iJu & +1. nl .,L4ll,JiJ b], l-ft dl tF
" (rrt rJt "lrJ). iiL rii , +l'i *-#s,
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda : Harta kekayaan
(warisan) saya berupa dinar tidak dibagikan kepada ahli waris saya. Semua harta
kekayaan (warisan) saya, selain untuk nafkah isteri-isteri saya dan upah untuk
pengelola sedekah (wakaf) saya, adalah sedekah (wakaf).
, ,1 , 1'rr
' e" vr ,s'-^rr Oo
v t& +-5ij.
' J J' .*-ri
v'J di\i'' v' d;ct^!
dx -' O,c ra4 4+Jni 4i- .$ OO" ,',Jrs ljA
. erL tJo L^a)s
Para ulama sepakat tentang kesohihan hadis ini. Hadis ini diriwayatkan oleh:
Muhammad dari Ismail bin Abi Oweis dan muslim dari Yahya bin Yahya. Kedua
riwayat tersebut, baik yang diriwayatkan Muhammad maupun yang diriwayatakan
Muslim, adalah dari Malik. Imam Syafii menilai, kumpulan hadis yang
diriwayatkan Malik adalah kumpulan hadis yang paling sohih.
XX
. c-,<+_,r_l.rJl ,''lity 0d lst c.,,gJtc.,:S:l_l.xl_,,U axj'd-,1,, C..,e-"_,,_t c.ri o.Jj,r_l . 6+-,,1i l-_l
p-rJ ..,+-r" r+ g3+rll 'l"'Jl c cp-l+ ,-,+j l\lJ .CUr ,rJc iJYr k+ a#F cX+-,r: dl-,, ,-+-:
26
atiriilJ el-iiiJl9..xl -i *; ats W ii,i tx a+"j*X 4,rj
Pendapat ini lebih kuat. Karena didukung oleh kenyataan bahwa ahli waris isteri-
isteri Rasulullah SAW. tidak mewarisi rumah-rumah tempat tinggal isteri-isteri
Rasulullah tersebut. Seandainya rumah-rumah tempat tinggal tersebut menjadi
hak milik isteri-isteri Rasulullah, tentu kepemilikan rumah-rumah tersebut pindah
ke tangan para ahli waris isteri-isteri Rasulullah SAW.
dJ^ drcl r-i-:s: OlS t++ d., l.^S ,-r:"j*X d ,.r-l cli-r r+ c;J+ijl r+*ll e.xj-* o.+-l hel-t
27 piri,t, c.,t-ii:.lt
Setelah isteri-isteri Nabi Saw. wafat pula, rumah-rumah tersebut dikembalikan
kepada statusnya sebagai sedekah Nabi SAW. sehingga, manfaatnya untuk umat
Islam, secara umum. Cara pengembaliannya-kepada statusnya sebagai sedekah
Nabi SAW-ialah penggabungannya (penyatuannya) dengan Masjid Nabawy.
Karena Masjid Nabawy dibangun untuk umat Islam, secara umum.
Begitu pula harta warisan Nabi SAW. yang diberikan kepada isteri-isterinya sebagai
nafkah. Setelah isteri-isterinya wafat, harta warisan tersebut tidak diberikan lagi kepada ahli
waris isteri-isteri Nabi SAW, tetapi digabungkan dengan harta-harta Nabi SAW. yang lain
sebagai sedekah, dan manfaatnya disalurkan untuk kepentingan umum.
Penggabungan rumah-rumah Rasulullah SAW. kepada masjid Nabawi sebagai wakaf
mengandung petunjuk, bahwa Masjid Nabawy adalah wakaf. Kalau tidak wakaf, tentu apa yang
telah diwakafkan (rumah Rasulullah SAW.) tidak boleh digabungkan kepada yang bukan wakaf.
Abu Umar Al-Qurthuby (wafat 463 H.), dalam bukunya yang berjudul At-Tamhid, mengatakan:
c,liill 6.,_xl OtS,f.ll i dl.I: d.! l.S 4*ii #^I*llf+,f$l .i.".lld a:!_1dJ5 cJ: OJr-f t-ls
a+^lJl iL- *f Li !-i dLll &i J! +_t J+!+J i*a" U &: f+t' irt .,l-.,i,t cJ_ry_,r eS;rr d
28.a.ri
a6:+^+ 6a L-
Setelah isteri-isteri Rasulullah Saw. wafat, maka rumah-rumah tersebut
'. ditambahkan kepada Masjid Nabawi. Masjid Nabawi adalah untuk kepentingan
,.r-rrm.'9
26
Ibnu Ha1r, Fathu Al-Bary,W,hal.2ll .
2'
Ibnu Hajr, Fathu Al-\ary, VI, hal. 2 I 1.
" Abu lJmar,At-Tamhid.
'n Iadi, pesan Rasulullah dalam hadis tersebut adalah tentang pemenuhan nafkah para isteri Rasulullah
selama mereka hidup, temyata sudah terpenuhi. Karena telah terpenuhi, maka status rumah-rumah mereka menjadi
hak kaum muslimin (wakaf). Sebab itu, rumah-rumah mereka ditambahan kepada Masjid Nabawi, dalam rangka
perluasan Masjid Nabawy, pembangunan Masjid Nabawi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat Islam
secara umum (wakafl.
XX
Penjelasan Abu Umar Al-Qurthuby (w. 463 H) dalam bukunya yang berjudil At-Tamhid
menjelaskan, status masjid Nabawy adalah wakaf, untuk kepentingan masyarakat Islam secara
umum. Pengertian kalimat untuk kepentingan ntasyarakat Islant secara utnunx adalah wakaf.
Karena itu, Ibnu Hajr menyimpulkan, rnaksud sedekah Nabi SAW. adalah wakaf. Ibnu Hajr
mengatakan:
Kenyataan yang dipaparkan di atas merupakan bukti tentang legalnya wakaf dalam Islam.
Abu Umar Al-Qurthuby (w. 463 H) menjelaskan hal tersebut dalam bukunya yang berjudul At-
Tamhid.Ia mengatakan:
-,r:J- rJ. .':r-Jl glai3 -.;tJl jri '$l a;l! .+J t- A- & LLh aiill dr ls,i +=Jl l- .f-l
& gr- JSJI r.J+- dr^ dJ+-,=J'ni!y.-t a.lL u+-: Oi d+jl6i-e ol+-Jl c.rti.. ll d -i1-IJYI
J-"1 ql' ,ll & aS> OY 4J+".+ ,jr-i^ll .--eq Y igr.ll e,r-itl-r i-i,. ll jl_,* <+:. 6li_l:+ c,^
3l
.,rirl el.i el rU_.!l.li -.1+ d cl.I., 4-J-J 4t ,r** l- air..,Jc, .4 J
Dalam hadis ini terkandung masalah fikih. Hadis ini menjadi petunjuk (dalil)
tentang kebenaran pendapat para ahli fikih di Hijaz dan kebenaran pendapat para
ahli hadis tentang bolehnya wakaf (shodaqot muhabbasaf), yaitu shodaqoh yang
tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diberikan kepada ahli waris sebagai harta
warisan.
Mereka juga memperbolehkan pemilik harta mewakafkan hartanya buat
kebajikan. Wakafnya tersebut akan mengalirkan pahala kepadanya. Meskipun ia
sudah wafat, pahala itu tetap akan mengalir kepadanya. Hadis tersebut
menjelaskan pula tentang bolehnya wakif mewakafkan sesuatu yang tidak
diketahui jumlahnya. Karena jumlah semua harta yang telah diwakafkan oleh
Nabi SAW tidak diketahuinya.
Kalau memang Rasulullah SAW telah mewakafkan hartanya, pertanyaan yang timbul
kemudian, apakah Rasulullah Muhammad SAW. mengucapkan ikrar wakafl Ibnu Al-Munir
menarik kesimpulan yang baik dari hadis Rasulullah SAW. tentang harta warisannya yang tidak
diwarisi, karena menjadi sedekah. Kesimpulannya tersebut dikemukakannya dalam Al-Hasyiah,
sqbagaimana dikutip Ibnu Al-Hajr. Ia mengatakan:
to
Ibn, Hajr, Fathu Al-Bary, XII, hal. 9.
srAbu Umaq At-Tamhid.
3'
Ibnu Ha1r, Fathu Al-Bary,XII, hal. 9.
XX
"Rumah saya adalah sedekah yang tidak dijadikan harta waris kepada ahli walis
saya". Dengan pernyataannya itu, rumahnya tersebut berarli telah menjadi wakaf.
Jadi, menurut Ibnu Al-Munir', orang yang ingin mewakafkan rumahnya cukup
mengucapkan pernyata an yang berbunyi:
&_,ry Y ftir. .9_21-:
"Rumah saya adalah sedekah yang tidak diwarisi oleh ahli waris". Dengan
begitu, ia tidak perlu lagi menyebut kata wakaf atau kata al-habs dalam
pernyataannya (ikrar wakaf).
3) Ijma'
Syekh Abdullah Fauzan (Saudi Arabia) mengatakan:
YJ 4Jr -tlJi,il ) rlrr.3^ f -J-. G: l*SlU k*J .,i. Jri.,, o:S ) a-iJl Oi ,,Jc I
"'-+i etJll 0!i
u+ rt,lrll grt5 [ri."" ,* OiS r ellj .rL drr l- i+tsll c,1rt_,,rll ,-r^
,iJ Ji , .)=lllt+ k'6y ol_r- ._,r!i
Ol-,1Clrlrl r.,c t+;Il .i1." Jl JJ,:'6ts-i;ay;>.-tt
Para ulama ijma' (sepakat) bahwa sebidang tanah tidak mempunyai status sebagai
masjid, kecuali setelah pemiliknya mewakafkannya secara benar dan abadi, tidak
mengandung syarat dan khiyar (hak menariknya kembali), baik ia nyatakan
wakafnya dengan kata-kata atau ada tanda-tanda nyata yang menunjukkan ia
mewakafkannya, seperti ia bangun sebuah masjid dan ia izinkan orang-orang
melakukan shalat padanya.
4) Qiyas
Dalil keempat adalah qiyas, yaitu menyamakan masjid-masjid yang dibangun sejak masa
Rasulullah Muhammad SAW, dengan al-Masjid al-Haram.
1) Saudi Arabia
I -^l3ggl6l5il2336lll3$qr-lJl J,"Yl_.r..:Y:i
cl5Yl .r! 'il,"Jl ,l+ 4+L. +iii,-it-6JYl: eJl 6-,)lj_e, ;ll<r.'
.'.ri(,,,11
c.,y+ : q,^_J r a!il_.y &--ri, l.r.." dJ-9S3J 6_rt5ll gt LLI JI ,-rl-. i ur e-i+- 6tst."o \ljl ' L!-E
..i..^ll scolJtJ..,ll a:+h-i6l-1.-tr ri^., ll ot+el-.,13-l-9,r'Jl -ltCgt"tt
cf-E rsL g;J L'-G '. '"ll oGl ; tilii
Arabia no. 031N12336 "+;Yl+.i!3
Peftama, Keputusan Raja Saudi tanggal 0510611399H
tentang penugasan Kementerian Haji dan Wakaf agar mengatur pelaksanaan
pemb angunan masj id di kornpl ek-komp lek p erumahan.
Kedua, agar kornplek-komplek perumahan menyediakan tanah yang cukup untuk
pembangunan rnasjid untuk komplek terdiri dari rumah-rumah untuk para
pelaksanauruSanmasjid,kamarkecil,tempatparkirmasjid.
XXI
Ketiga, bukti bahwa tanah ternpat pembangunan masjid adalah wakaf yang
disahkan oleh kantor Pengadilan.
2) Malaysia
Namun menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, di antaranya Mufti pulau
Penang, Malaysia, menjelaskan bahwa Kerajaan Malaysia mewajibkan masjid di
Malaysia harus berstatus wakaf.
3) Timur Tengah
Masjid-masjid di Timur Tengah adalah wakaf karena pada umumnya negeri-
negeri Arab dan Turki menganut menurutmazhab Hanafi. Saudi Arabia menganut
mazhab Hanbali seperli dijelaskan di atas. Sedangkan negeri-negeri Arab di
Afrika mengakut mazhab Maliki. Baik mazhab Hanafi, mazhab Maliki dan
mazhab Hanbali tidak mengakui bangunan masjid mempunyai status masjid
kecuali wakaf, sebagaimana dijelaskan di atas.
XXIII
Bagian Ketiga
Kesimpulan
Temuan dan data-data yang dipaparkan pada tulisan ini memperlihatkan bahwa jumlah
masjidl/mushalla yang berdiri di atas tanah non wakaf itu cukup besar. Bila dibiarkan, hal ini bisa
menjadi sumbu pendek terjadinya konflik dan kontroversi menyangkut status masjid. Karena itu,
muncul gagasan untuk merubah status tanah masjid rnenjadi tanah wakaf. Apakah hal ini
diperbolehkan dalam agama? Temyata berdasarkan ulasan di atas, menjadikan status tanah
masjid menjadi wakaf adalah bukan sekedar boleh, tetapi hukumnya adalah wajib.
Karena itu, ada beberapa catatan akhir yang perlu diperhatikan dalam rangka
pengadministrasian masjid dan wakaf ke depan.
1. Pembangunan masjid yang baru diharapkan mempeftimbangkan status legalitas tanah.
Sebaiknya masjid dibangun di atas tanah wakaf. Hal ini merupakan antisipasi awal yang
lebih baik atas te4'adinya persoalan hukum di kemudian hari, dan memagari masjid dari
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
2. Masjid yang sudah dibangun di atas tanah non wakaf agar didorong untuk diubah status
hukumnya menjadi tanah wakaf. Terutama masjid-masjid yang berstatus masjid nasional,
masjid propinsi, kabupaten, dan masjid desa. Hal ini untuk lebih melindungi status masjid
terkait perubahan sosial dan politik baik di tingkat lokal maupun nasional.
3. Perubahan status ini bukan berarti mengubah pengelolaan atas masjid tersebut. Pengelola
masjid bisa dikonversi sebagai nazir wakaf dalam bentuk organisasi, bukan perorangan.
Dalam hal ini, masjid yang dikelola oleh yayasan dan tanahnya belum berstatus wakaf,
ketika diubah maka yayasan tersebutlah yang nantinya menjadi nazir tanah wakaf
tersebut. Dengan demikian, pengelolaan masjid pun diharapkan bisa lebih berkembangan
dengan dikelola oleh sistem kenaziran wakaf yang independen dan professional.
4. Di samping alasan adrninistratif (kemaslahatan) diatas, menjadikan status masjid sebagai
wakaf adalah tindakan yang sangat dianjurkan oleh ulama ahli fikih dari empat madzhab.
Karena itu, untuk tujuan kemaslahatan dan kenyamanan umat Islam dalam beribadah,
pemerintah harus menerbitkan peraturan yang mengharuskan konversi status tanah
masjid menjadi tanah wakaf. Sebab, tidak ada salahnya jika status hukum masjid ini
diperkuat lagi dengan status hukum wakaf, karena akan memberikan double protection
dari sisi hukum positif.
XXIV
Lampiran:
Tabel 6
PERKIRAAN JUMLAH TANAH WAKAF DI INDONESIA YANG
AKAN DIVERIFIKASI MELALUI SENSUS
KALIMANTAN
20 3.53 5 I 4, I 65,51 8.94 1277 2258
TIMI]R 36
..
i'