Anda di halaman 1dari 14

KELOMPOK 2

Menara Saidah, Masjid Istiqlal, dan Monumen Nasional mengikuti ruang lingkup
arsitektur menurut bapak arsitektur dunia Vitruvius
1. Dimas Nurrahman
2. Geren Prasetya
3. Alghafar
4. Sulhan Farel
5. Kautsar
6. Bintang Syawal
7. Laandi Ohowier
8. Imam Muh
1. Menara Saidah
Menara Saidah adalah nama sebuah gedung terbengkalai yang pernah
berfungsi sebagai pusat gedung perkantoran, terletak di Jalan MT Haryono
Jakarta Pusat (sebelumnya nama Gedung ini adalah Menara Drassindo)
Nama yang diberikan pada gedung ini diambil dari nama pemiliknya,
Saidah Abu Bakar Ibrahim.

Gedung ini dibangun pada tahun 1995 hingga 1997 oleh PT. Hutama Karya
dan merupakan gedung tinggi pertama yang dibangun oleh kontraktor
tersebut. Pada awalnya, gedung yang belum dibangun ini dimiliki oleh PT.
Mustika Ratu atas nama Mooryati Soedibyo. Pada tahun 1995, kepemilikan
gedung ini dilelang dan lelang ini dimenangkan oleh anak kelima keluarga
Saidah Abu Bakar Ibrahim, dan kemudian berpindah tangan ke anak
bungsunya, Fahmi Darmawansyah.
Bangunan dan arsitektur
Kekhasan gedung ini adalah desainnya dengan patung-patung bernuansa Romawi diimpor dari Italia.
Desain interiornya menggunakan "sentuhan Las Vegas" dengan langit - langit bagian lobi yang
nuansanya bisa diganti. Gedung ini memiliki 24 lantai (2 basement, 2 semi - basement).

Gedung ini terletak di Jalan MT Haryono, Jakarta. Lokasinya bersampingan dengan rel kereta yang
masuk ke Stasiun Cawang, juga terletak di sebelah utara setelah flyover Tol Cawang - Grogol.
Menara Saidah ditutup?
Pada tahun 2007, gedung ini resmi ditutup untuk umum karena pondasi gedung tidak tegak berdiri
dan miring beberapa derajat serta dianggap membahayakan keselamatan penghuni gedung.
Konstruksinya dianggap bermasalah sejak awal, namun dari pihak pemilik maupun Suku Dinas
Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) tidak ada yang bersedia memberikan penjelasan.
Rahmat, salah satu petugas keamanan yang pernah bekerja selama delapan tahun di gedung tersebut
menuturkan pada tahun 2007 pemutusan hubungan kerja dilakukan secara sepihak, dan hingga hari
ini ratusan karyawan belum memperoleh pesangon.
Pada pertengahan tahun 2015 sempat ada kegiatan renovasi di Menara Saidah namun renovasi
tersebut hanya berlangsung selama dua bulan.
Kenapa Menara Saidah Bisa Miring?
Bisa dikatakan isu miring Menara Saidah adalah sebuah kebohongan yang disponsori media dan diputar-
putar sehingga menjadi sebuah "kebenaran". Ada beberapa bukti yang membuat isu tersebut sebenarnya
bisa dipatahkan.
Isu tersebut muncul dikarenakan posisi orang yang melihat gedung tersebut berada di elevasi yang
berbeda, menghasilkan ilusi bahwa gedung ini miring. Diteorikan oleh para netizen, bahwa pondasi di
dalamnya bergeser ke dalam karena kalkulasi tanahnya tidak tepat.
Sebenarnya, hal ini pernah terjadi jauh sebelum isu Saidah terjadi; pada awal 1991, sebuah bangunan
perkantoran di Pluit, dekat Hotel Sanno sekarang, miring sekitar 3 derajat, karena pondasi gedung yang
tiba-tiba tenggelam, saat finishing dilakukan. Akhirnya bangunan tersebut dibongkar. Yang aku tahu, itu
disebabkan oleh perhitungan tanah yang kurang benar dari surveyor pemborong pondasi (Konstruksi,
Maret 1991).
Kembali ke isu Saidah, penelitian empat mahasiswa geodesi ITB pada 2018 menyebutkan bahwa Menara
Saidah tidak miring berdasarkan survei yang mereka lakukan untuk mencatat efek penurunan permukaan
tanah pada bangunan di Jakarta (The investigation on high-rise building tilting from the issue of land
subsidence in Jakarta City). Bahkan mereka mengecek keadaan gedung tersebut dengan perlengkapan
seperti total station, sehingga mereka mengetahui perbedaan posisi gedung. Sayang, klarifikasi sejenis ini
tidak pernah diulas media. Apa penyebab media bukannya ikut mematahkan isu ini dan justru memutar
kembali isu tersebut, penulis tidak paham.
2. Masjid Istiqlal
dari Istana Negara, sebuah masjid besar berdiri megah. Begitu indah. Agung. Tamannya bak
hutan kota lengkap dengan kolam air mancurnya. Dari teras masjid, Anda bisa melihat
bangunan utama masjid dengan kubah besar dan menara yang menjulang tinggi. Jika malam,
masjid bermandikan cahaya lampu yang memberikan suasana damai.

Di dalam masjid terhampar karpet merah marun menutupi seluruh lantai. Tiang-tiang besar
menopang kubah di atasnya. Ragam hias ornamen masjid begitu elegan. Sama seperti sisi
luar, bagian interior juga memiliki tata pencahayaan yang mempesona.

Itulah Masjid Istiqlal, masjid terbesar di Asia Tenggara, yang kian megah setelah direnovasi.
Siapa sangka, butuh waktu lama bagi umat Islam untuk memiliki sebuah masjid agung di
ibukota Jakarta. Keinginan itu sudah muncul pada masa kolonial Belanda. Saat itu masjid
hanya terdapat di kampung-kampung dalam ukuran kecil dan sederhana. Namun, keinginan
itu jelas tak mungkin terwujud.
Sejarah Berdirinya Masjid Istiqlal
Masjid Istiqlal adalah masjid terbesar di Indonesia yang tepatnya terletak di Jakarta.Masjid Istiqlal
memiliki luas bangunan sebesar 24.200 meter persegi di atas tanah seluas 98.247 meter persegi.
Masjid Istiqlal dibangun pada 1950an yang digagas oleh presiden pertama Indonesia, Soekarno. Ide
awal pembangunan Masjid Istiqlal sebenarnya sudah muncul sejak 1944 dalam sebuah pertempuan
sejumlah ulama dan pimpinan organisasi serta para tokoh Islam yang berada di Pegangsaan Timur,
Jakarta.Para ulama dan tokoh-tokoh Islam menghendaki agar dibangun sebuah masjid agung di Kota
Jakarta yang sudah lama diinginkan umat Islam.Soekarno menyebut pembangunan masjid ini dengan
nama Masjid Jami' yang berarti masjid agung.Setelah mendengar permintaan tersebut, Soekarno
menanyakan kepada para ulama mengenai biaya yang sudah mereka siapkan untuk membangun
Masjid Istiqlal.Mereka pun mengatakan bisa menjamin pendanaan sebesar Rp 500.000 dari hasil
patungan. Soekarno menganggap dana tersebut tidak cukup karena dia ingin Masjid Istiqlal dibangun
dengan megah dan kokoh. Para ulama pun mencoba meyakinkan Soekarno bahwa dana tersebut
cukup. Terlebih, banyak umat Islam yang juga bersedia membantu dengan menyumbangkan kayu,
bahan bangunan, kapur, dan genteng.
Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi pendirian Masjid Istiqlal sempat menuai pro dan kontra antara Presiden Soekarno
dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Presiden Soekarno ingin Masjid Istiqlal dibangun di atas
tanah bekas benteng Belanda Frederick. Benteng itu dibangun oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch
pada 1834, yang berada di Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral, dan Jalan Veteran.
Sementara itu, Mohammad Hatta menyarankan agar Masjid Istiqlal dibangun di tengah-tengah
umatnya, yaitu di Jalan Thamrin yang kala itu dikelilingi oleh kampung-kampung.Selain itu,
Mohammad Hatta juga menganggap pembongkaran benteng Belanda tersebut akan memakan biaya
besar. Pada akhirnya, Presiden Soekarno memutuskan membangun Masjid Istiqlal di lahan bekas
benteng Belanda.Sebab, tepat di seberang lokasi itu sudah berdiri Gereja Katedral sehingga dapat
menggambarkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.
Siapa Tokoh Arsitek Masjid Istiqlal?

arsitek masjid istiqlal Ia lah merupakan seorang WNI yang menganut Kristen Prostestan. Friedrich
Silaban dipilih oleh Presiden Soekarno untuk merancang Masjid Istiqlal.
3. Monumen Nasional
Monumen Nasional atau yang disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah
monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang terletak tepat di tengah Lapangan
Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monas didirikan untuk mengenang perlawanan dan
perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial
Kekaisaran Belanda. Pembangunan dimulai pada 17 Agustus 1961 di bawah perintah
presiden Soekarno dan diresmikan hingga dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975 oleh
Presiden Soeharto. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang
melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala dari rakyat Indonesia.

Bangunan Monas di tempo dulu berfungsi sebagai tugu di wilayah Jakarta. Sekarang
berfungsi sebagai tempat wisata dan menghormati para pahlawan Indonesia.
Proses Pembangunan Monas

Pembangunan tugu Monumen Nasional dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu tahap pertama (1961-
1965), kedua (1966-1968), dan tahap ketiga (1969-1976).
Pada tahap pertama pelaksanaan pengerjaanya dibawah pengawasan panitia Monumen Nasional dan
biaya yang digunakan bersumber dari sumbangan masyarakat.
Lidah Api Monas
Lidah Api Kemerdekaan sebagai symbol dinamis ‘api’ adalah ekspresi kebesaran bangsa Indonesia
gagasan Presiden Soekarno menjadi mahkota Tugu Nasional atau Monumen Nasional.
siapa si sosok arsitek monas
yaitu RM Soedarsono sebenarnya tidak pernah mengenyam pendidikan/sekolah formal di bidang
arsitektur. Bakatnya dalam dunia arsitektur muncul secara autodidak alias lewat latihan dan
pengalaman.Hanya saja, saat di Bandung sebelum masa pendudukan Jepang, Soedarsono berguru
kepada insinyur bangunan dan pengembangan kota bernama Thomas Nix. Saat itu Nix bertugas di
kantor Balai Kota Bandung dan mengerjakan bangunan militer serta perumahan sipil.Soedarsono
merupakan seniman kelahiran Yogyakarta 1 Mei 1933 dan meninggal dunia 16 Oktober 2018.
Namanya dikenal secara luas melalui karya-karyanya berupa koreografi dan buku-buku yang
diterbitkan, baik di dalam maupun luar negeri. Soedarsono juga merupakan salah satu guru besar
bidang Seni dan Sejarah Budaya di Fakultas Ilmu Budaya dan program Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada (UGM).
Sekian Dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai